63
Jika perubahan tersebut benar-benar terlihat maka pihak pondok pesantren memberikan sertifikat, sebagai bukti bahwa si pasien sudah
dinyatakan sembuh atau bersih dari Nap a, dan dengan adanya serifikat
tersebut sangat membantu si pasien untuk bersosialisasi kembali dimasyarakat atau membangun kepercayaan diri sehingga mampu
memfungsikan kembali status sosialnya di masyarakat. Pemimpin pondok pesantren juga mengatakan bahwa.”Satu hal
yang perlu diingat, perhatian orang tua atau keluarga terhadap pasien sangat mempengaruhi kesembuhannya, karena dengan perhatian tersebut
pasien merasa diperdulikan jadi perlu adanya kerja sama yang baik antara pihak pondok pesantren dan pihak keluarga pasien”.
39
Efektifitas terapi ilahiah terhadap pasien Nap a tidak hanya
mengobati pasien dari segi fisik, namun pasien mengalami Perubahan internalisasi pada aspek spritual serta sikap, mencapai 99 dari
sebelumnya, bahkan mereka selalu berupaya untuk berubah menjadi lebih baik lagi, hal ini dikarenakan adanya sentuhan spritualitas yang tinggi
antara pengurus pondok pesantren terhadap para pasien melalui terapi ilahiah.
40
Pentingnya pemahaman agama di dalam praktek psikiater sebagai pedoman untuk mampu memberikan pelayanan kerohanian terhadap
pasien, selama ini banyak pasien yang mengeluh jika berobat ke dokter,
39
Wawancara pribadi dengan Rasyid Fadhly pengurus pondok pesantren tanggal 25 agustus pukul 11:00 WIB.
40
Hasil pengamatan langsung pada tanggal 27 Agustus 2011
64
karena setelah di diagnosa pasien hanya diberikan obat tanpa dimengerti atau dipahami kebutuhan pasien saat ini.
41
Tidak hanya sampai di sini, pentingnya peran agama bagi pasien Nap
?
a juga mampu membentengi pasien untuk tidak kembali menjadi pecandu. Maka prinsip terapi ilahiah di sini yaitu berobat dan bertaubat.
42
41
Prof. Dr. Dr. Dadang Hawari, Psikiater. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikolog. Jakarta:FKUI, 2002 h, 24
42
Prof. Dr, dr, H. Dadang Hawari. “Terapi detoksifikasi dan Rehabilitasi Napza”. UI PRESS, Jakarta. 1999, h. 20.
65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan ini, penulis dapat menguraikan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Terapi Ilahiah Terapi ilahiah adalah cara pengobatan dengan menggunakan
pendekatan agama atau bersifat religius karena mengutamakan d ikir dan
do’a, artinya dari keseluruhan terapi yang dilakukan tidak terlepas dari d
ikir dan do’a. Tahapan dari terapi ilahiah itu adalah terapi mandi, minum air do’a, terapi telunjuk petir dan terapi d
ikir syifa’. Sebelum melakukan terapi ilahiah, pasien terlebih dahulu mengisi
beberapa formulir seperti form riwayat penyakit, riwayat Nap a dan tes
psikotes, setelah itu pasien langsung menjalani detoksifikasi dan diisolasi paling lama selama 10 hari. Terapi mandi dilakukan pada malam hari
dengan cara mencampurkan garam ke dalam Satu kulah dan air tersebut telah melalui proses do’a oleh sang pemimpin pondok, terapi minum air
do’a dilakukan ketika sebelum melaksanakan terapi telunjuk petir, terapi telunjuk petir dilakukan seminggu tiga kali, dan terapi d
ikir syifa’ dilakukan setiap setelah sholat lima waktu.
Mengulas sedikit tentang d ikir dan do’a, d
ikir adalah suatu tarekat agar manusia selalu mengingat Allah sedangkan do’a adalah suatu tata
66
cara atau jalan manusia untuk memohon dan berharap, maka d
B
ikir dan do’a mempunyai sisi kesamaan yang tidak dapat dipisahkan, dengan
mengucap d
B
ikir dan berdo’a setiap saat maka akan mempermudah proses penyembuhan, karena adanya pengharapan yang sangat mendalam
sehingga secara langsung menjadikan pasien tersugesti untuk sembuh. Dan oleh sebab itu juga terapi ilahiah sangat diyakini mampu mengobati
penyakit medis dan non medis. 2. Hasil yang dicapai
Pondok Pesantren Hikmah Syahadah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam melayani pasien Nap
B
a, karena tidak hanya bisa mengobati pecandu sehingga menjadi sembuh total dari racun-racun obat-
obatan terlarang, namun pihak ponpes juga harus mampu memberikan bekal agama untuk mampu membentengi para pecandu agar tidak
terjerembab kembali ke dalam pergaulan yang salah sehingga menyebabkan sang pasien terpengaruh untuk kembali menjadi pecandu.
Maka di sini lah pentingnya peran agama, hal tersebut juga dikemukakan oleh clinebell, H. 1981, Hawari, D. 1997 dan Siera, V. 2000 yang
menyatakan bahwa peran agama sangat penting dalam melakukan terapi NAPZA, oleh karenanya perlu diperhatikan pentingnya komitmen agama
bagi pasien, pengaruh peran agama dalam membentuk kepribadiannya, dan memahami pengaruh terapi psikoreligius dalam menekan angka
kekambuhan.
1
1
Prof. Dr. Dr.H. Dadang Hawari, Psikiater. Dimensi Religi Dalam Praktek Pskiatri dan Psikologi. Jakarta: Gaya Baru. 2005 cet ke 1, h. 39.