BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Laut
Pencemaran laut didefinisikan sebagai dampak negatif pengaruh yang membahayakan bagi kehidupan biota, sumber daya, kenyamanan ekosistem laut,
serta kesehatan manusia, dan nilai guna ekosistem laut, baik disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke
dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia Dahuri, 2003. Menurut definisi lain, Pencemaran laut adalah perubahan kondisi laut yang tidak menguntungkan
yang disebabkan oleh adanya benda-benda asing sebagai akibat perbuatan manusia Soegiarto, 1976.
Sebagian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan. Pada umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari
berbagai kegiatan industri, pertanian dan rumah tangga. Sumber pencemaran dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu : 1 industri, 2 limbah cair
permukaan sewage, 3 limbah cair perkotaan stormwater, 4 pertambangan, 5 pelayaran shipping, 6 pertanian, dan 7 perikanan budidaya. Sedangkan
jenis-jenis bahan pencemar utamanya terdiri dari sedimen, unsur hara, logam beracun toxic metals, pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, dan
oxygen depleting substance bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut
dalam air berkurang Dahuri, 2003.
2.2. Logam Berat
Definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu atau lebih elektron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik
penting, yaitu: reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik tinggi, konduktivitas termal tinggi, mempunyai kekuatan dan kelenturan. Logam
dikelompokkan menjadi: 1.
Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat jenis 5 dan yang ringan 5.
2. Logam esensial bagi kehidupan dan yang tidak esensial.
3. Logam yang terdapat hanya sedikit trace mineral dan yang bukan trace
mineral . Bila konsentrasi logam di kerak bumi
≥1000 ppm, maka logam tersebut bukan trace mineral. Atas definisi ini semua logam akan
tergolong trace mineral, kecuali oksigen, hidrogen, silikon, aluminium, titanium, magnesium, natrium, kalium, kalsium, besi, fosfor dan mangan.
Dari 80 elemen yang tergolong logam hanya atau baru 50 saja yang berarti secara ekonomis dan industrial Duffus, 1980.
Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer Logam
Air Tawar µgl Air Laut µgl
Hg Pb
Cr As
Cd Ni
0,001 – 3,5 0,02 – 27
0,1 – 6 0,001 – 3,5
0,01 – 3 0,03 – 10
0,03 – 2,7 0,13 – 13
0,2 – 50 0,03 – 2,7
0,01 – 4 4 – 10
Sumber : Bowen, 1979 dalam Alloway dan Ayres, 1993
2.2.1. Pencemaran Logam Berat
Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02MENKLHI1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
air dan udara adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air atau udara dan atau berubahnya tatanan
komposisi air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau
udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Bahan pencemar polutan adalah material atau energi yang dibuang ke
lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupun biotik Quano, 1993. Berdasarkan sumber, pencemaran dapat dibagi menjadi dua
kelompok Soegiharto, 1976, yakni: a.
Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air
ballast dari kapal tanker.
b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya
bermuara ke laut. Berdasarkan sifatnya, pollutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai
biodegradable dan zat yang sukar terurai non biodegradable. Contoh zat yang mudah terurai adalah sampah organik sedangkan contoh zat yang sukar terurai
adalah minyak dan logam berat Odum, 1971. Menurut UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996, istilah keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran dapat
digolongkan berdasarkan bentuk bahan pencemarannya pada makanan, yaitu : 1.
Cemaran biologis bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa. 2.
Cemaran kimia logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan racun.
3. Cemaran fisik pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat dan
sebagainya.
2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat
Logam berat masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, angin, proses hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik. Jalur-jalur
tersebut akan berinteraksi membentuk suatu pola yang disebut dengan siklus biogeokimia logam berat Romimohtarto, 1991.
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks
dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam berat yang tidak terlarut merupakan partikel yang berbentuk koloid dan kelompok senyawa logam yang
terabsorpsi pada partikel-partikel tersuspensi Razak, 1980.
Gambar 1. Perjalanan Logam Berat dari Kolom Air Menuju Dasar Perairan Sumber: Romimohtarto, 1991
Zat Pencemar
Diencerkan Disebarkan Masuk Ke Ekosistem Laut
Dibawa Oleh
Arus Laut Adukan Turbulensi
Arus Laut Biota Yang Bergerak
Dipekatkan Oleh Proses Biologis
Proses Fisika Kimia
Absorpsi Oleh Ikan Absorpsi Oleh
Plankton Nabati Absorpsi Oleh Rumput Laut
Tumbuhan Laut Lainnya
Absorpsi Pengendapan
Pertukaran Ion
Plankton Hewani Mengendap di Dasar
Avertebrata
Kerang-Kerangan, Ikan Manusia
2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 gcm
3
, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4
sampai 7 Miettinen, 1977. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S mendorong terjadinya ikatan logam berat dengan S pada setiap kesempatan. Sebagian logam
berat merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam-logam ini bereaksi dengan unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim menjadi tidak mobile. Gugus
karboksilat -COOH dan amino -NH
2
dalam asam amino juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, tembaga, dan merkuri diikat dalam membran yang
menghambat proses transport melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau dapat juga mengkatalisis
penguraiannya Manahan, 1994. Beberapa ini dijelaskan rincian sifat-sifat beberapa logam berat :
a Merkuri atau Air Raksa Hg
Logam merkuri bernomor atom 80, berat atom 200,59, titik didih 356,9 ºC, dan massa jenis 13,6 grml Reilly, 1991. Merkuri dalam perairan dapat berasal
dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan
pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil. Merkuri
yang paling toksik adalah bentuk alkil merkuri yaitu metil dan etil merkuri yang paling banyak digunakan untuk mencegah timbulnya jamur alkil merkuri
terakumulasi dalam hati dan ginjal yang dikeluarkan melalui cairan empedu Suryadiputra, 1995.
b Timbal Pb
Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna cokelat dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 ºC, titik didih 1725 ºC
dan berat jenis 11,4 grml. Logam ini mudah dimurnikan sehingga banyak digunakan oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri
dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida PbS Reilly, 1991.
Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa
terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai dengan diare. Sedangkan gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia,
sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan Darmono, 2001. Fardiaz 1992 menambahkan bahwa daya racun dari logam ini disebabkan terjadi
penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion Pb
2+
. Penghambatan tersebut menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin darah. Hal ini disebabkan
adanya bentuk ikatan yang kuat ikatan kovalen antara ion-ion Pb
2+
dengan gugus sulfur di dalam asam-asam amino. Untuk menjaga keamanan dari
keracunan logam ini, batas maksimum timbal dalam makanan laut yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 ppm. Pada
organisme air kadar maksimum Pb yang aman dalam air adalah sebesar 50 ppb EPA, 1973.
c Kadmium Cd
Kadmium adalah salah satu unsur logam berat yang bersama-sama dengan unsur Zn dan Hg termasuk pada golongan II B daftar berkala. Kadmium jarang
sekali ditemukan di alam dalam bentuk bebas. Keberadaannya di alam dalam berbagai jenis batuan, tanah, dalam batubara dan minyak. Kadmium dapat terikat
pada protein dan molekul organik lainnya dan membentuk garam dengan asam- asam organik. Dalam bentuk mineral, Cd berada dalam batuan greenochite CdS
yang berasosiasi dengan batuan ZnS. Pada ekstraksi pertambangan, Cd sebagai hasil samping dari tambang seng kandungan Cd sebesar lebih kurang 3 kg dalam
1 ton Zn. Pelapisan Cd pada suatu logam mengakibatkan logam menjadi antikorosi bila digunakan dalam air laut, air alkalis dan di lingkungan tropis
Fergusson, 1991. Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd, maka ada suatu ketentuan yang disarankan oleh Food Agricultural Organization – World Health Organization, yaitu 0,3 mg
per orangminggu untuk Hg total dan tidak lebih dari 0,2 mg Hg jika dalam bentuk metil merkuri, 0,4 – 0,5 mg per orangminggu untuk Cd, serta 3 mg Pb
total per orangminggu Saeni, 1989.
2.3. Kerang Hijau Perna viridis L.
Kerang hijau Perna viridis L. di Indonesia mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap daerah, seperti Kijing atau Srindit Jakarta, Kedaung
Banten Kapal-kapalan Riau, Kemudi Kapal Sumatera dan di restoran-
restoran Cina dikenal dengan nama Kaung-kaung. Di Malaysia dikenal dengan sebutan Siput Kudu, Chay Luan atau Tham Chay Singapura, Ta Hong Filipina
dan Hoi Mong Pong Thailand Kastoro, 1988. Kerang
hijau Perna viridis Linnaeus, 1758 atau Green Mussels
merupakan spesies spesifik Benua Asia. Spesies ini tersebar luas di sepanjang wilayah Indo-Pasifik, meluas ke bagian utara hingga Hongkong mulai dari
perairan di Propinsi Guang Dong dan Fujian, China, Selatan Jepang, Thailand, Filipina, Indonesia hingga perairan Papua Nugini Vakily, 1989.
Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral wilayah pasang surut dan sublitoral yang dangkal. Kerang hijau dapat hidup
dengan subur pada perairan teluk, estuaria, perairan sekitar area mangrove dan muara, dengan kondisi lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur
pasir, dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi Setyobudiandi, 2000. Kerang hijau merupakan kerang yang
memiliki ukuran tubuh cukup panjang. Ukuran tubuhnya bisa mencapai 80 – 100 mm, bahkan terkadang dapat berukuran panjang hingga 165 mm Linnaeus,
1758. Persyaratan yang baik menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1985 untuk
kehidupan kerang hijau adalah perairan bersubstrat lumpur dengan metode bagan rakit tancap, kedalaman 3 – 10 m, kecepatan arus 25 cmdetik, salinitas 27 – 35 ‰
dan suhu 26 – 32 ºC. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska bivalvia ini digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan
diperoleh dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati, maka
disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik diambil dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder
Setyobudiandi, 2000. Kelas bivalvia ini telah digunakan oleh ahli ekologi dalam menganalisis pencemaran air, karena sifatnya yang menetap dan cara makannya
yang pada umumnya bersifat filter feeder sehingga mempunyai kemampuan mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti bakteri dan logam berat Roberts,
1976. Menurut Linnaeus 1758, taksonomi dari kerang hijau dapat
diklasifikasikan secara sistematika menjadi : Filum
: Mollusca Infra Kelas
: Pelecypoda Kelas
: Bivalvae Bivalvia Sub Kelas
: Lamellibranchia Pteriomorphia Ordo
: Mytiloida Anisomyria Sub Ordo
: Filibranchia Super Famili : Mytiloidea Mytilacea
Famili : Mytilidae Pernadae
Genus : Perna
Spesies : Perna viridis
Linnaeus, 1758
Gambar 2. Kerang Hijau Perna viridis L.
Menurut Roberts 1976 kelas bivalvia telah digunakan oleh ahli ekologi dalam menganalisis pencemaran air. Hal ini karena sifatnya yang menetap dan
cara makan pada umumnya filter feeder, sehingga mempunyai kemampuan mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti logam berat. Dilihat dari sumber
energi, kandungan protein kerang hijau 21,9 , lemak 14,5 , dan karbohidrat
18,5 , itu setara dengan kandungan gizi daging sapi dan telur ayam.
Secara morfologi anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang tipis. Kedua cangkang tersebut simetris dan umbonya melengkung ke depan.
Persendiannya halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil Abbott, 1974. Genus Perna L. berbentuk pipih, cangkang padat dan mempunyai umbo pada tepi
vertikal. Tipe alur cangkang konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan terkadang di bagian tepi berwarna kebiruan. Kedua cangkang berukuran sama meskipun satu
cangkang sedikit lebih cembung daripada yang lainnya Dance, 1977. Kerang hijau umumnya hidup di laut tropis seperti Indonesia terutama di
perairan pantai, perairan teluk, estuaria, mangrove dan muara-muara sungai dengan kondisi perairannya lumpur berpasir dengan cahaya pergerakan yang
cukup serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi Setyobudiandi, 2000. Mereka umumnya hidup menempel secara bergerombol pada dasar atau substrat keras
seperti kayu, bambu, batu, tanggul-tanggul pelabuhan, karang dan lumpur keras dengan bantuan byssus atau serabut penempel Kastoro, 1988.
Kerang hijau adalah organisme sessil yang hidup bergantung pada ketersediaan zooplankton kecil, fitoplankton serta material yang kaya akan
kandungan organik Nimpis, 2002. Kerang hijau merupakan salah satu jenis
kerang, termasuk golongan binatang lunak Mollusca, bercangkang dua Bivalvae, mempunyai insang berlapis-lapis Lamellibranchia, berkaki kapak
Pelecypoda dan hidup di laut. Di Indonesia, daerah penyebaran kerang hijau belum ditemukan secara pasti, namun karakteristik perairan yang sesuai untuk
pembudidayaannya adalah pada suhu 27 – 37°C, salinitas 27 – 34 ‰, pH 6 – 8, kecerahan 3.5 – 4.0 m, arus dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya hidup di
kedalaman 3 – 10 m di daerah estuaria serta kandungan oksigen terlarut 6 mgL Ismail, 1999.
2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow