mengenai hubungan antara CSR dengan kinerja keuangan. Studi-studi ini secara keseluruhan memasukkan hubungan positif antara Corporate Sosial
Responsibility. Beberapa pendapat menyatakan bahwa ada efek timbal balik dalam hubungan antara CSR dan kinerja keuangan, dimana perusahaan yang
menghadirkan kinerja dengan baik biasanya mendukung CSR, dan perusahaan yang mengadopsi CSR biasanya menampilkan kinerja keuangan yang baik.
Menurut Lindrawati et al., menunjukkan bahwa CSR berpengaruh signifikan terhadap ROI dan perusahaan yang menerapkan CSR tetap dapat
menampilkan kinerja keuangannya. Hilman dan Keim 2001 serta Waddck dan Graves 1997 dalam Lindrawati et al 2008, menemukan bahwa
meningkatkan CSR berakibat pada kinerja keuangan yang lebih baik dan kinerja keuangan yang kuat membuat perusahaan melakukan investasi CSR
dan meningkatkan investasi CSRnya.
G. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar. Karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham
secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk
mencapai nilai
perusahaan umumnya
para pemodal
menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai
manajer ataupun komisaris Nurlela dan Islahuddin, 2008: 9.
Samuel 2000 dalam Nurlela dan Islahuddin 2008:4 menjelaskan bahwa enterprise value EV atau dikenal juga sebagai firm value nilai
perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan
Wahyudi 2005 dalam Nurlela dan Islahuddin 2008 menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli
andai perusahaan tersebut di jual. Morck dkk 1998, Mc Connell dan Servaes 1990, Steiner 1996,
Cho 1998, Itturiaga dan Sanz 1998, Mark dan Li 2000 dalam Suranta dan Machfoedz 2003 menyatakan bahwa hubungan struktur kepemilikan
manajerial dan nilai perusahaan merupakan hubungan non-monotonik. Hubungan non-monotonik antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan
di sebabkan adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka cenderung berusaha untuk melakukan pensejajaran kepentingan dengan outside owners
dengan cara meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan yang berasal dari investasi meningkat. Wennerfield dkk 1988 di dalam
Suranta dan Machfoedz 2003 menyimpulkan bahwa T obin’s Q dapat
digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan kinerja perusahaan. Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan
adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh
Profesor James Tobin 1967. Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil
pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. Jika rasio-q diatas satu,
ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini
akan meransang investasi baru. Jika rasio-q dibawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah menarik Herawaty, 2008: 27.
Jadi rasio-q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam
kekuasaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Copeland 2002, Lindenberg dan Ross 1981 yang dikutip oleh Darmawati 2004 dalam Herawaty 2008,
menunjukkan bagaimana rasio-q dapat diterapkan pada masing-masing perusahaan. Mereka menemukan bahwa beberapa perusahaan dapat
mempertahankan rasio-q yang lebih besar dari satu. Teori ekonomi mengatakan bahwa rasio-q yang lebih besar dari satu akan menarik arus
sumber daya dan kompetisi baru sampai rasio-q mendekati satu. Seringkali sukar untuk menentukan apakah rasio-q yang tinggi mencerminkan
superioritas manajemen atau keuntungan dari dimilikinya hak paten.
H. Penelitian Terdahulu
Pada tahun 2008, Rika Nurlela dan Islahuddin melakukan penelitian tentang pengaruh corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan
dengan prosentase kepemilikan manajemen sebagai variable moderating. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility,
prosentase kepemilikan manajemen, serta interaksi antara Corporate Social Responsibility dengan prosentase kepemilikan manajemen secara simultan
bepengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan secara parsial hanya prosentase kepemilikan manajemen dan interaksi antara Corporate
Social Responsibility dengan prosentase kepemilikan manajemen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan sedangkan variabel lainnya
yang terdapat dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Ni Wayan Yuniasih dan Made Gede Wirakusuma telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan
dengan pengungkapan corporate social responsibility dan good corporate governance sebagai variable pemoderasi. Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan yaitu; ROA terbukti berpengaruh positif secara statistik pada nilai perusahaan manufaktur tahun
2005-2006, kepemilikan manajerial sebagai variable pemoderasi tidak terbukti berpengaruh terhadap hubungan ROA dan nilai perusahaan atau dengan kata
lain kepemilikan manajerial bukan merupakan variable pemoderasi. Retno Anggraini, 2006 melakukan penelitian tentang pengungkapan
informasi sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan pada perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di BEI. Hampir semua perusahaan mengungkapan kinerja ekonominya, hal ini disebabkan oleh dikeluarkannya surat keputusan No. Kep-
150Men2000 oleh Menteri Tenaga Kerja tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja
dang anti kerugian perusahaan. Hal ini berarti perusahaan akan
mengungkapkan informasi jika ada aturan yang menghendakinya. Perusahaan dengan kepemilikan manajemen yang besar dan termasuk dalam industri yang
memiliki risiko politis yang tinggi high profile cenderung mengungkapkan informasi social yang lebih banyak dibandingkan perusahaan lain.
Yuningsih, 2002
melakukan penelitian
mengenai pengaruh
karakteristik perusahaan terhadap praktek pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan go public di BEJ. Hasil analisis juga
menunjukkan bahwa dari semua variable independent, tersebut hanya variable industri saja yang secara parsial berpengaruh terhadap karakteristik
perusahaan. Adi Murdoko Sudarmadji dan Lana Sularto melakukan penelitian
mengenai pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe kepemilikan manajemen terhadap voluntary disclosure laporan keuangan
tahunan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah asumsi klasik regresi linear berganda terpenuhi. Yaitu ukuran perusahaan tidak berpengaruh
terhadap luas voluntary disclosure. Edwin Mirfazli dan Nurdiono meneliti tentang evaluasi pengungkapan
informasi pertanggungjawaban sosial pada laporan tahunan perusahaan dalam kelompok aneka industri yang go public di BEI. Pengujian hipotesis
membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan social seluruh tema antara perusahaan dalam
kelompok aneka industri high profile dengan perusahaan dalam kelompok aneka industri low profile. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya dampak