Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan masalah yang ada sudah sejak lama dan hampir bisa dikatakan akan tetap menjadi “kenyataan abadi” dalam kehidupan. Kemiskinan sendiri terjadi sebagai dampak pembangunan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi, sehingga tetinggal jauh dari masyarakat yang mempunyai potensi lebih tinggi. Kemiskinan secara umum sebagaimana kita ketahui adalah sebuah kondisi dimana masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidupnya Parsudi Suparlan dalam bukunya menjelaskan bahwa “secara singkat kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.” 1 Kemiskinan terjadi disebabkan oleh banyak faktor dan begitu kompleks sekali dalam mengklasifikasikannya. Meskipun menurut Badan Pusat Statistika jumlah kemiskinan di tahun 2009 menurun dengan data BPS pada awal Juli mengumumkan, hasil survei pada Maret 2009 yang 1 Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995, Cet. ke-3, h. 1 1 menunjukkan jumlah orang miskin di Indonesia menjadi sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 dari total jumlah penduduk Indonesia. Data itu menunjukkan penduduk miskin berkurang 2,43 juta jiwa dibandingkan dengan hasil survei pada maret 2008 yang mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,42 dari total populasi. Menurut Deputi Statistik Sosial BPS, Arizal Manaf, dalam survei ini angka jumlah orang miskin tersebut diperoleh berdasarkan garis kemiskinan atau jumlah pengeluaran sebesar Rp 200.262 per orang per bulan. Penghitungan Rp 200.262 ribu tersebut dirinci terdiri dari Rp147,339 untuk makan per bulan dan Rp 52.923 untuk pengeluaran non makanan, seperti tempat tinggal dan pakaian per bulan. 2 Meskipun data BPS menyatakan bahwa jumlah kemiskinan bekurang di tahun 2009 tetapi pada kenyataannya masih banyak sekali masyarakat yang merasakan berat dan susahnya menjalani kehidupan, terlihat di jalanan-jalanan kota besar anak-anak di usia sekolah mencari penghasilan karena kondisi sulit keluarganya, selain itu dengan ditandai susahnya usia kerja untuk mendapatkan pekerjaan, tercatat peningkatan jumlah pengangurann di Indonesia tahun 2009 menurut Analisis Divisi Vibiz Research unit dari Vibiz Consulting melihat adanya potensi peningkatan pengangguran tersebut maka akan membuat pengangguran meningkat menembus level 10 juta pada tahun 2009. Berdasarkan data BPS jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,4 juta orang. Dimana komposisinya berdasarkan pendidikan adalah: 2 Data Jumlah Kemiskinan Tahun 2009 Versi BPS Artikel diakses Pada 27 September 2009 dari http:www.waspada.co.id Dibawah Sekolah Dasar sebanyak 547 ribu, Sekolah Dasar sebanyak 2,1 Juta, SMP dan sederajat 1,973 juta, SMA dan sederajat 3,81 juta, Diploma dan sederajat 362 ribu dan Universitas dan sederajat sebanyak 600 ribu jiwa. 3 Tabel 1 Jumlah penganguran berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Jumlah Pengangguran 1 SD 547 ribu 2 SD 2,1 juta 3 SMP dan Sederajat 1,973 juta 4 SMA dan sederajat 3, 81 juta 5 Diploma 362 ribu 6 S1 600 ribu 7 Jumlah 9, 4 juta Sumber: BPS Terjadinya ketimpangan seperti ini karena pendekatan penanggulangan kemiskinan masih terpaku pada pendekatan pertumbuhan ekonomi sehingga terjadi distorsi pembangunan yaitu pembangunan ekonomi tidak sejalan dengan pembangunan sosial. Kondisi SDM yang lemah dikarenakan kondisi pendidikan yang rendah menambah lengkap penderitaan orang miskin untuk selalu berada pada kondisi marginal terasing dari aktifitas ekonomi yang menyebabkan banyak dari mereka putus asa dan bertahan pada kondisi miskin karena keterbatasaan mereka. Krisis moneter di Indonesia pada tahun 1997 sampai saat ini telah mempengaruhi kehidupan perekonomian masyarakat yaitu rendahnya penghasilan sehingga tidak cukup untuk menunjang kehidupan keluarga yang berakibat kepada kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Masalah kemiskinan 3 Ibid. di Indonesia saat ini dirasakan sangat mendasar untuk ditangani salah satu ciri umumnya adalah kondisi masyarakat yang miskin tidak memilki sarana dan prasarana, perumaham, dan pemukiman yang tidak memadai, kualitas lingkungan yang kumuh dan tidak layak huni. Masalah kemiskinan adalah tangung jawab bersama bukan hanya pemerintah saja sebagai stakeholder tetapi juga masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh dalam penanggulangani masalah kemiskinan, karena masyarakat justru yang paling dekat dengan kemiskinan bahkan mungkin sebagai pelaku dari kemiskinan itu sendiri. Bappenas 2002 telah menetapkan dua strategi utama penanggulangan kemiskinan, yaitu: Pertama meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya maupun politik. Kedua mengurangi pengeluaran melalui pengurangan beban kebutuhan dasar seperti akses ke pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Kedua strategi tersebut dijabarkan dalam pilar langkah kebijakan sebagai berikut: Dalam rangka upaya peningkatan kemampuancapacity building maka strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, permodalan, prasarana, teknologi, serta informasi pasar. Dalam rangka upaya perlindungan sosialsocial protection maka strategi yang dipilih adalah memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin, utamanya kelompok masyarakat yang paling miskin yaitu fakir miskin, orang jompo, anak terlantar, cacat dan kelompok masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif, krisis ekonomi dan konflik sosial yang diarahkan melalui kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagian dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok. Dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakatcommunity empowerment , maka strategi yang dipilih adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia, pemantapan organisasi dan kelembagaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya sehingga mampu mengakses dan berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan publik. 4 Dalam menangani masalah kemiskinan perlu adanya pendekatan yang bersifat jangka panjang sehingga penanganannya tidak bersifat karitatifsementara, pendekatan Pemberdayaan Masyarakat dalam disiplin ilmu kesesjahteraan sosial memang salah satu alternatif dalam menanggulangi masalah kemiskinan karena pendekatannya menjadikan masyarakat lebih mandiri. Pemberdayaan menurut Edi Soeharto menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memilki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan 4 Penangulangan Kemiskinan, artikel di akses pada 28 September 2009 dari www.google.com pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan, menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa- jasa yang mereka perlukan, dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. 5 Program Pemberdayaan Masyarakat sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam menangani masalah-masalah sosial khususnya masalah kemiskinan yang kian hari kian memprihatinkan. Program pemberdayaan saat ini sudah banyak diterapkan di lembaga-lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah, baik itu dipanti-panti, atau yayasan-yayasan seperti program pemberdayaan yang diterapkan oleh Yayasan Bina Insan Mandiri Depok lewat PKBM Pusat kegiatan belajar masyarakat Yayasan Bina Insan Mandiri Depok memberikan program pemberdayaan masyarakat lewat program keterampilan yang diberi nama Lab Skill Laboratorium Skill. dengan pelatihan dan keterampilan yang diberikan kepada kaum dhuafa yang mencakup didalamnya anak jalanan, pengamen, pemulung, pengemis dan lain- lain yang berada disekitar terminal Depok mulai dari keterampilan otomotif, percetakan, pengolahan limbah dan banyak lagi yang kesemuanya itu diharapkan agar kaum Dhu’afa atau kaum yang kurang beruntung mempunyai keterampilan sehigga dapat diterapkan dalam dunia kerja yang bertujuan untuk meningkatkan penghasilan hidupnya sebagai cita-cita kesejahteraan pada diri mereka. 5 Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, Bandung: Rafika Aditama, 2005, h. 59-60 Yayasan Bina Insan Mandiri Depok adalah lembaga yang concern terhadap masalah sosial khususnya kemiskinan yang berakar pada kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat miskin, Mereka diberikan pendidikan dan pelatihan ditengah mahal dan sulitnya seseorang terlebih orang miskin untuk mengenyam pendidikan dan pelatihan di negeri ini. Kehadiran Yayasan Bina Insan Mandiri Depok memberikan secercah harapan baru untuk masa depan kaum dhu’afa Secara administratif Yayasan Bina Insan Mandiri Depok berdiri pada tahun 2004. Bapak Nurrohim dan Purwandiono yang menggagas dan mendirikan lembaga ini karena melihat kondisi lingkungannya yang memprihatinkan, para pengasong, pengamen, pemulung, anak-anak para pedagang kecil yang kurang mampu serta yatim piatu adalah bagian dari lingkungannya, dari latar belakang tersebut berdirilah Yayasan Bina Insan Mandiri Depok dengan tujuan pendidikan dan pelatihan bagi mereka. Dari gambaran di atas maka penulis tertarik sekali untuk meneliti bagaimana pelaksanaan pemberdayaan melalui program keterampilan Laboratorium Skill di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok, dengan demikian penulis memilih judul : “ Pemberdayaan Kaum Dhu’afa Melalui Program Lab. Skill di Yayasan Bina Insan Mandiri Depok”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah