Pembagian Kerugian Syirkah akad, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian.

32 salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli dan teliti dari yang lain, dibolehkan baginya untuk mensyaratkan bagi dirinya sendiri suatu bagian tambahan dari keuntungan sebagai pengganti dari sumbangan kerja yang lebih banyak. 44 Ibnu Qudamah mengatakan : ” pilihan dalam keuntungan dibolehkan dengan adanya kerja, karena seseorang dari mereka mungkin lebih ahli dalam bisnis dari yang lain dan ia mungkin lebih kuat ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya ia diizinkan untuk menuntut lebih bagian keuntungannya. 45

5. Pembagian Kerugian

Sedangkan tentang pembagian kerugian para ulama sepakat bahwa kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proposional terhadap saham masing-masing dalam modal. Mereka mendukung pendapat ini dengan perkataan Ali bin Abi Thalib ra :”Keuntungan harus sesuai dengan yang mereka tentukan, sedangkan kerugian harus proposional dengan modal mereka” 46 44 Ibid., hal. 53. 45 Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hal. 141 46 Sofiniyah Ghufron Penyunting, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, hal. 54. 33

b. Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata al-dharb yang berarti secara bahasa adalah bepergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu yang berarti al- qath‟u potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. 47 Jadi menurut bahasa, mudharabah atau qiradh berarti al- qath‟u potongan, berjalan dan atau berpergian. Sedangkan menurut istilah, mudharabah atau qiradh yang dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: 48 Menurut para Fuqaha, mudharabah adalah akad antara dua pihak orang saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Menurut ulama Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad dan berserikat dalam keuntungan laba, karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta tersebut. 47 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 135. 48 Ibid., hal. 136-137. 34 Menurut Malikiyah, mudharabah adalah akad perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan. Menurut S yafi’iyah, mudharabah adalah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan. Menurut Hanabilah, mudharabah adalah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui. Menurut Wahbah Zuhaili, mudharabah adalah pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pekerja amil untuk diperdagangkan dan mereka berkongsi keuntungan dengan syarat-syarat yang telah mereka sepakati bersama. Adapun kerugian dijamin sendirian oleh pemilik modal. Dan mudharib orang yang diberi modal tidak menanggung atau menjamin kerugian tetapi ia rugi tenaga dan fikiran. 49 Menurut Sayyid Sabiq, mudharabah adalah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengelurkan sejumlah uang untuk diperdagangkan, dengan syarat keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian. 50 Setelah mengetahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama diatas, maka dapat didefinisikan bahwa mudharabah atau qiradh adalah akad antara pemilik modal harta dengan pengelola modal tersebut dengan 49 Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islam Wa Adillatuha, hal. 3875-3964. 50 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hal. 136-137. 35 syarat bahwa keuntungan yang diperoleh dua belah pihak dibagi sesuai dengan jumlah kesepakatan. 51 Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana shahibul maal kepada pengelola dana mudharib untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 52

2. Dasar Hukum