78 Haryuli, M. Rasuli, dan Devi Safitri 2013 yang menyatakan bahwa
Pendapatan Asli DaerahPAD, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, dan Derajat Kontribusi berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Modal
5.2. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Periode waktu penelitian adalah tahun 2009-2012 sehingga tidak secara
menyeluruh menggambarkan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen untuk rentang waktu yang
mendekati periode penelitian. 2.
Ada banyak variabel lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahu pengaruh keberadaannya dengan pengalokasian anggaran belanja modal.
Namun penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel bebas independen.
3. Jumlah populasi yang diambil menjadi sampel hanya 8 kabupaten dan 1
kota, hal ini disebabkan oleh adanya beberapa kabupatenkota yang realisasi anggaran pendapatan dan belanjanya tidak tercantum dalam
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang terdapat pada situs
www.djpk.depkeu.go.id .
Universitas Sumatera Utara
79
5.3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mencoba memberikan saran bagi peneliti pemerintah daerah dan peneliti selanjutnya
1. Pemerintah Daerah
Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat dipertimbangkan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam menentukan besaran
pengalokasian anggaran untuk belanja modal yang bersumber dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dan dana alokasi umum.
2. Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk menggunakan variabel - variabel lainnya yang memungkinkan untuk mempengaruhi
pengalokasian anggaran belanja modal dan juga diharapkan menambahkan periode pengamatan sehingga hasil yang diperoleh dapat
mewakilkan keadaan daerah tersebut sehingga pemerintah daerah dapat menggunakannya sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
menentukan besaran pengalokasian anggaran untuk belanja modal.
Universitas Sumatera Utara
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
2.1.1.1 Pengertian dan Unsur-Unsur APBD
Menurut Garrison dan Noreen 2006:402, “Anggaran adalah rencana rinci tentang perolehan dan penggunaan sumber daya keuangan dan
sumber daya lainnya untuk suatu periode tertentu”. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disebut
APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Untuk pelaksanaan tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006. Unsur-unsur APBD menurut Halim 2004: 15-16 adalah sebagai
berikut : 1.
Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2.
Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 3.
Periode anggaran yang biasanya 1satu tahun.
Universitas Sumatera Utara
8 4.
Adanya sumber penerimaan yang mrupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut dan adanya
biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
2.1.1.2 Fungsi APBD
Menurut Peraturan Menteri dalam Negri No. 13 Tahun 2006 ada enam fungsi APBD, yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja daerah pada tahun bersangkutan. Fungsi Otorisasi yang
dimaksudkan disini adalah diberikannya kekuasaan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk melaksanakan setiap anggaran, pendapatan,
belanja dan pembiayaan yang telah dianggarkan dalam APBD.
2. Fungsi Perencanaan
Anggaran Daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Setelah APBD
telah ditetapkan, maka setiap pengguna anggaran diwajibkan untuk membuat anggaran kas agar kegiatan yang telah dianggarakan dalam
APBD dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Universitas Sumatera Utara
9 3.
Fungsi Pengawasan Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Dokumen perda tentang APBD memuat program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu tahun anggaran. Terhadap program dan kegiatan yang dianggarkan dalam APBD tersebut
merupakan implementasi dan pelaksanaan atas urusan pemerintahan yang telah diserahkan dari pusat kepada daerah baik itu urusan wajib maupun
urusan pilihan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efesiensi dan efektifitas perekonomian. Sudah sepatutnya, ketika menyusun program dan kegiatan yang akan dianggarkan dalam
APBD, pemerintah lebih menekankan pada kegiatan-kegiatan yang dapat menyerap tenaga kerja, sehingga pada akhirnya secara signifikan akan
mengurangi pengangguran di daerah yang tersebut.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan dalam pendistribusiannya. Masyaraka harust dapat menikmati
pelayanan-pelayanan umum yang bersumber dari anggaran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
10 6.
Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Dengan fungsi
stabilisasi ini, APBD sejatinya dapat digunakan untuk menciptakan stabilitas ekonomi pada tingkat lokal.
2.1.1.3 Struktur APBD
Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan
daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD didasarkan pada Pemendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 22 ayat 1 terdiri dari tiga 3 bagian, yaitu : Pendapatan
Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiyaan Daerah.
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1 atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan
daeran terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih
perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya SiLPA, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran
pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal investasi pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan
pemberian pinjaman daerah. Pemendagri No. 13 Tahun 2006
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.2 Otonomi Daerah
Secara etimologi Otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “autos” yang artinya sendiri dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan, maka otonomi
diartikan sebagai hukumaturan sendiri. Menurut Ateng Syarifuddin 1985:23 , “ Otonomi adalah kebebasan dan kemandiirian tetapi bukan kemerdekaan”.
Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, , Otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman
daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah untuk
membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani daerah. Selain itu tujuan lain dari pemberian otonomi daerah kepada
daerah adalah sebagai berikut : 1.
Pelayanan dan kesejahteraan masyarakat semakin membaik 2.
Pengembangan kehidupan demokrasi 3.
Keadilan nasional 4.
Pemerataan wilayah daerah
Universitas Sumatera Utara
12 5.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka keutuhan NKRI
6. Mendorong pemberdayaan masyarakat
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah adalah :
1. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab. 2.
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah. 3.
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah
propinsi merupakan otonomi yang terbatas. 4.
Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
13 5.
Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah
kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh
pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan
perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan “Peraturan Daerah Otonom”.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan
dan fungsi legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun fungsi anggaran atau penyelenggaraan
pemerintah daerah. 7.
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada
yang menugaskannya.
Universitas Sumatera Utara
14 Adapun perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan
otonomi daerah adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 3.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
5. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 6.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2.1.3 Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran adalah suatu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh
pemerintah pusatdaerah, yang memperbandingkan antara realisasi dan anggarannya dalam satu periode pelaporan. Laporan realisasi keuangan
mencakup pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai
Universitas Sumatera Utara
15 penambah nilai kekayaan bersih dalam satu periode anggaran
tertentu.Pendapatan suatu daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain pendapatan yang sah.
Dana perimbangan adalah pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat yang ditujukan untuk membantu daerah memenuhi kebutuhan
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus.
Belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat.
Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Anggaran Belanja Daerah, Belanja daerah terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja
Langsung. Sedangkan menurut PP No. 71 Tahun 2010, belanja daerah terdiri dari belanja operasi, belanja modal, dan belanja lain-laintidak terduga.
Laporan realisasi anggaran gabungan pemerintah daerah disusun di semester I dan akhir tahun anggaran dan nilainya merupakan gabungan dari
seluruh SKPD Satuan Kerja Pemerintah Daerah dan DPKD Dinas Pengelola Keuangan Daerah sebagai PPKDBUD. Pemerintah daerah yang berada di
bawah pengawasan Menteri Dalam Negeri diharuskan menyusun laporan keuangan harus sesuai dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006. Akan tetapi,
laporan keuangan daerah tersebut harus mengacu pada PP No. 71 Tahun 2010 pada saat diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia BPK
Universitas Sumatera Utara
16 RI. Adapun konversi yang dilakukan terhadap laporan keuangan daerah
tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Konversi Pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran SKPD
Dari bagan diatas terlihat bahwa tidak diperlukan konversi Pendapatan Asli DaerahPAD untuk LRA SKPD.
Tabel 2.2 Konversi Belanja pada Laporan Realisasi Anggaran SKPD
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PENDAPATAN
PP No. 71 Tahun 2010 SAP PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah 1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah 2. Retiribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang Sah 4. Lain-lain PAD yang Sah
Permendagri No. 13 Tahun 2006
BELANJA PP No. 71 Tahun 2010
SAP BELANJA A. Belanja Tidak Langsung
A. Belanja Operasi
1. Belanja Pegawai 1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang 3.
Bunga 4.
Subsidi 5.
Hibah 6.
Bantuan Sosial
B. Belanja Langsung B. Belanja Modal
1. Belanja Pegawai 1. Belanja Tanah
2. Belanja Barang dan Jasa 2. Belanja Peralatan dan Mesin
3. Belanja Modal 3. Belanja Gedung dan Bangunan
4. Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Belanja Aset Tetap Lainnya 6. Belanja Aset Lainnya
Universitas Sumatera Utara
17 Untuk akun Belanja pada SKPD, konversinya adalah:
1. Dari komponen belanja langsung, yaitu belanja pegawai ke
komponen belanja operasi pada akun belanja pegawai. 2.
Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja barang dan jasa ke komponen belanja barang.
3. Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja modal ke
komponen belanja modal. Untuk akun pendapatan PPKD, seperti terlihat dalam bagan di bawah ini,
harus dilakukan konversi, yaitu: 1.
Dari komponen Dana Perimbangan, yaitu: dana Bagi hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan PajakSumber Daya Alam, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus ke Pendapatan Transfer. 2.
Dari komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah, yakni : Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus dan Bantuan Keuangan dari
Provinsi lain atau Pemerintah Daerah KabupatenKota ke komponen Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah
Universitas Sumatera Utara
18
Tabel 2.3 Konversi Pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran PPKD
Permendagri No. 13 Tahun 2006 PENDAPATAN
PP No. 71 Tahun 2010 SAP PENDAPATAN
A. Pendapatan Asli Daerah A. Pendapatan Asli Daerah
1. Pajak Daerah 1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah 2. Retiribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
B. Dana Perimbangan B. Pendapatan Transfer
1. Dana Bagi Hasil: Transfer Pemerintah Pusat-Dana
Perimbangan -
Dana Bagi Hasil Pajak 1. Dana Bagi Hasil Pajak
- Dana Bagi Hasil Bukan
PajakSumber Daya Alam 2. Dana Bagi Hasil Bukan
PajakSumber Daya Alam 2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Alokasi Khusus
C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya
1. Pendapatan Hibah 1. Dana Otonomi Khusus
2. Dana Darurat 2. Dana Penyesuaian
3. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah
Lainnya Transfer Pemerintah Provinsi
4. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
1. Pendapatan Bagi Hasil Pajak 5. Bantuan Keuangan dari Provinsi
Pemerintah Daerah Lainnya 2. Pendapatan Bagi Hasil Lainnya
C. Lain-lain Pendapatan yang Sah
1. Pendapatan Hibah
2. Pendapatan Dana Darurat
3. Pendapatan Lainnya
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.4 Konversi Belanja pada Laporan Realisasi Anggaran PPKD
Sedangkan untuk akun Belanja Langsung PPKD, konversi sebagai berikut: 1.
Dari komponen belanja langsung, yaitu belanja pegawai ke komponen belanja operasi pada akun belanja pegawai.
2. Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja barang dan jasa
ke komponen belanja barang. 3.
Dari komponen belanja langsung, yaitu akun belanja modal ke komponen belanja modal.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 BELANJA
PP No. 71 Tahun 2010 SAP BELANJA
A. Belanja Tidak Langsung A. Belanja Operasi
1. Belanja Pegawai 1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang 3.
Bunga 4.
Subsidi 5.
Hibah 6.
Bantuan Sosial
B. Belanja Langsung B. Belanja Modal
1. Belanja Pegawai 1. Belanja Tanah
2. Belanja Barang dan Jasa 2. Belanja Peralatan dan Mesin
3. Belanja Modal 3. Belanja Gedung dan Bangunan
4. Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan
5. Belanja Aset Tetap Lainnya 6. Belanja Aset Lainny
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.5 Konversi Belanja Tidak Langsung pada Laporan Realisasi Anggaran PPKD
Untuk akun Belanja Tidak Langsung, yaitu Belanja Bagi Hasil, Belanja Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Terduga masuk dalam kelompok tersendiri
menurut PP No. 71 Tahun 2010, yaitu sebagai berikut: 1.
Dari komponen belanja tidak langsung, yaitu belanja tidak terduga ke komponen belanja tidak terduga.
2. Dari komponen belanja tidak langsung, yaitu belanja bagi hasil dan
belanja bantuan keuangan ke transferbagi hasil ke desa.
2.1.4 Dana Perimbangan
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan
Permendagri No. 13 Tahun 2006 BELANJA
PP No. 71 Tahun 2010 SAP BELANJA
A. Belanja Tidak Langsung A. Belanja Operasi
1. Belanja Pegawai 2. Belanja Bunga
3. Belanja subsidi 4. Belanja Hibah
5. Belanja Bantuan Sosial 6. Belanja Bagi Hasil
7. Belanja Bantuan Keuangan 8. Belanja Tidak Terduga
B. Belanja Langsung B. Belanja Modal
C. Belanja Tidak Terduga
1. Belanja Tidak Terduga
D. TransferBagi Hasil ke Desa
Universitas Sumatera Utara
21 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Adapun tujuan dari pemberian dana perimbangan ini adalah
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil berdasarkan sumbernya dapat
diklasifikasikan dalam dua klasifikasi, yaitu: Dana Bagi Hasil Pajak yang bersumber dari Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari
Sumber Daya Alam. Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah 2005:1008, “Dana Bagi
Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam.
Pada Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak
terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan
PPh 21. Sedangkan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari Sumber Daya Alam berdasarkan Pasal 11 ayat 2 UU No. 33 Tahun 2004 bersumber dari
sektor Kehutanan, Perikanan, Pertambangan Umum, Pertambangan Minyak
Universitas Sumatera Utara
22 Bumi, Pertambangan Panas Bumi, dan Pertambangan Gas Bumi. Adapun
proporsi pemberiannya ke daerah telah diatur pada UU No. 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Adapun besaran DAU yang diberikan kepada daerah ditentukan dari kebutuhan
daerah dan potensi daerah. Daerah dengan kebutuhan yang tinggi tetapi potensi daerahnya rendah akan cenderung menerima DAU dalam porsi yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan daerah yang potensi daerahnya tinggi tetapi kebutuhan daerahnya rendah.
2.1.5 Belanja Daerah
Belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat. Secara
umum belanja daerah dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu : 1.
Belanja Administrasi Umum, yaitu pengeluaran yang tidak berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Belanja umum
terdiri atas empat jenis yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, dan belanja pemeliharaan.
Universitas Sumatera Utara
23 2.
Belanja Operasi, yaitu pengeluaran yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik.
3. Belanja Modal, yaitu pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset kekayaan daerah.
4. Belanja Transfer, yaitu pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada
pihak ketiga dari pemerintah daerah tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian ataupun keuntungan dari pengalihan uang
tersebut. Yang termasuk dalam kelompok belanja transfer adalah dana cadangan dan dana bantuan.
5. Belanja tidak terduga, yaitu pengeluaran yang dilakukan pemerintah
daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tidak terduga dan kejadian- kejadian luar biasa.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil pengujian hipotesis terhadap penelitian terdahulu mengenai Pengaruh
Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal 2013 menunjukan Pendapatan Asli
Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah berpengaruh positif terhadap belanja modal dan DAU secara parsial tidak berpengaruh terhadap
alokasi belanja modal. Penelitian lainnya mengenai Pengaruh Pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
24 Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah KabupatenKota di Propinsi Jawa Barat 2012 menunjukkan Pendapatan Asli Daerah secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal dan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap pegalokasian anggaran belanja modal. Penelitian Terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 2.6
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan
Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Variabel Penelitian Hasil
Penelitian
1. Kusnandar,
Dodik Siswantoro
2012 Pengaruh Dana
Alokasi Umum, Pendapatan Asli
Daerah, Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran dan
Luas Wilayah Terhadap
Belanja Modal Variabel Bebas:
1. Dana Alokasi
Umum 2.
Pendapatan Asli Daerah
3. Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran
4. Luas Wilayah
Variabel Terikat:
1. Belanja Modal
1.PAD,SiLPA dan Luas
Wilayah berpengaruh
positif terhadap belanja modal
2.Dana Alokasi Umum secara
parsial tidak berpengaruh
terhadap belanja modal
2. Afrisa Ayu
Ira Riska, Fitri Nur
Ahmidati, Niczen Henry
Lolowang, Rofiqoh
Muthia Anggraini
2013 P
engaruh Pendapatan Asli
Daerah Dan Dana
Perimbangan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tahun 2008-2012
Variabel Bebas : 1.
Pendapatan Asli Daerah
2. Dana
Perimbangan Variabel Terikat :
1. Pertumbuhan
Ekonomi Daerah
1. PAD, DBH, dan DAU
berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah 2.DAK tidak
berpengaruh terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Daerah
Universitas Sumatera Utara
26
3. Oviliza
Haryuli, M. Rasuli,
Devi Safitri. 2013
Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, Dana
Bagi Hasil, Derajat
Desentralisasi, Dan Derajat
Kontribusi BUMD
Terhadap Alokasi Belanja
Modal Pada Provinsi
Kepulauan Riau Variabel Bebas :
1. Pendapatan
Asli Daerah. 2.
Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi
Khusus 4.
Dana Bagi Hasil
5. Derajat
Desentralisasi 6.
Derajat Kontribusi
BUMD Variabel Terikat:
1.
Alokasi
Belanja Modal
1.PAD, DAK, DBH, dan
Derajat Kontribusi
berpengaruh terhadap
Alokasi Belanja Modal
2. DAU dan Derajat
Desentralisasi tidak
berpengaruh terhadap
Belanja Modal
4. Dini Arwati,
Novita Hadiati
2013
Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Alokasi
Umum Terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal
pada Pemerintah Daerah
KabupatenKota di Propinsi Jawa
Barat . Variabel Bebas :
1. Pertumbuhan
Ekonomi 2.
Pendapatan Asli Daerah
3. Dana Alokasi
Umum Variabel Terikat :
1. Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal
1.PAD secara parsial
berpengaruh signifikan
terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal
2. Pertumbuhan Ekonomi dan
Dana Alokasi Umum secara
parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap
pegalokasian anggaran
belanja modal
Universitas Sumatera Utara
27
2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1