K. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan di dalam penelitian ini adalah pada saat mencari subyek penelitian yaitu kesulitan untuk menemui subyek penelitian yang sebagian mata
pencaharian mereka adalah meladang atau beternak yang membuat mereka jarang berada di rumah dari pagi sampai sore. Keterbatasan lainnya adalah kriteria
inklusi dan eksklusi yang cukup sulit untuk terpenuhi pada masyarakat, contohnya adalah belum menopause dan susah untuk diingatkan agar berpuasa saat
pengambilan data.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah wanita dewasa sehat di Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta pada rentang umur 40
– 60 tahun. Subyek penelitian yang bersedia terlibat di dalam penelitian yaitu sebanyak 50 responden
dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Lima puluh responden yang telah diperoleh melakukan pengukuran
antropometri dan pengambilan darah untuk mengukur HbA1c. Hasil pengukuran tersebut diperoleh 5 responden yang positif diabetes melitus dengan nilai Hba1c
yang tinggi, sehingga total secara keseluruhan responden yang terlibat adalah 45 responden. Jumlah total responden tersebut telah mencukupi kebutuhan sampel
untuk metode korelasi yaitu sebanyak 30 sampel tiap kelompok Sugiyono, 2013. Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan uji
perbandingan dan uji korelasi adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan karakteristik data subyek penelitian yang telah
kita peroleh dari hasil penelitian Dahlan, 2013. Karakteristik data subyek penelitian yang akan dibahas yaitu umur, triceps skinfold thickness, suprailiac
skinfold thickness, abdominal skinfold thickness, body fat percentage, Hb dan HbA1c. Profil karakteristik data yang akan ditampilkan disesuaikan dengan
normalitas data yaitu jika data terdistribusi normal maka data yang disajikan adalah mean ± SD, sedangkan jika data tidak terdistribusi normal maka data yang
disajikan adalah median maksimum – minimum Dahlan, 2013. Pada penelitian
ini data umur, tricep skinfold thickness, abdominal skinfold thickness, dan Hb tidak terdistribusi normal p 0,05 sehingga profil data yang akan ditampilkan
adalah median minimum – maksimum. Data suprailiac skinfold thickness, body
fat percentage, dan HbA1c terdistribusi normal p 0,05 sehingga profil data yang akan disajikan adalah mean ± SD. Pengujian normalitas data menggunakan
uji normalitas Shapiro-Wilk sebab jumlah data penelitian adalah ≤50 atau dengan
kata lain untuk sampel yang sedikit Dahlan, 2013.
Tabel V. Karakteristik subyek penelitian NO
Karakteristik Profil n=45
p
1 Umur
45,00 40,00-53,00 0,031
2 Triceps skinfold thickness
15,30 6,00-34,70 0,027
3 Suprailiac skinfold thickness
19,65 ± 6,46 0,225
4 Abdominal skinfold thickness
20,00 9,80-35,30 0,032
5 6
Body fat percentage Hb
25,17 ± 5,10 13,70 ± 9,50-15,70
0,598 0,010
7 HbA1c
5,39 ± 0,24 0,263
Keterangan : = median minimum
– maksimum = mean ± SD
= data tidak terdistribusi normal p 0,05
1. Umur
Pada penelitian ini rentang umur yang digunakan adalah 40 – 60 tahun.
Pengujian normalitas umur subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang didapatkan adalah data
yang tidak terdistribusi normal. Hasil yang diperoleh dilihat dari signifikansi p yaitu 0,031 dan dapat dilihat dari histogram yaitu tidak simetris serta cenderung
miring ke kiri Gambar.7. Ukuran pemusatan umur dinyatakan dengan median
yaitu 45,00 dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum – maksimum
yaitu 40,00 – 53,00.
Rentang umur yang digunakan dalam penelitian ini, menurut Sabhan 2015 tergolong ke dalam kategori Middle-Aged Adulthood atau kategori dewasa
pertengahan yaitu 40 – 60 tahun. Penelitian yang dilakukan Kanniyappan,
Kalidhas, dan Aruna 2011 yang melibatkan 228 pria dan 262 wanita pada kriteria usia 29
– 59 tahun ditemukan bahwa usia 40 – 59 tahun merupakan usia yang mempunyai risiko tinggi mengalami sindrom metabolik, salah satunya yaitu
hiperglikemia dan penelitian yang dilakukan oleh Ervin 2009, pria dan wanita yang berusia 40-59 tahun memiliki risiko tiga kali lebih besar terkena sindrom
metabolik dibandingkan yang berusia 20-39 tahun. Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases 2010 di Amerika Serikat
menyatakan bahwa pasien DM tipe 2 terbanyak adalah pada usia pertengahan 45- 65 tahun. Menurut Suyono 2007 hal ini karena pada usia tersebut banyak terjadi
perubahan pada tubuh terutama pada organ pankreas yang memproduksi insulin.
Gambar 7. Grafik distribusi umur subyek penelitian
Kelebihan lemak pada tubuh dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain gaya hidup yang tidak aktif dan perilaku makan yang tidak sehat. Status sosial
ekonomi terutama yang berkaitan dengan pekerjaan, memiliki kontribusi yang kuat dalam perubahan gaya hidup tidak aktif dan perilaku makan yang tidak sehat
Dipiro, et al., 2008; Guyton and Hall, 2006. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nayak, et al. 2014 yang melibatkan subyek yang berjumlah 393 orang dan
berumur ≥18 tahun menunjukkan bahwa umur yang bertambah adalah faktor risiko paling signifikan dari diabetes melitus. Perubahan berat badan atau
akumulasi lemak seseorang berkaitan dengan pertambahan usia. Pada wanita, kenaikan berat badan atau akumulasi lemak lebih tinggi daripada pria pada
rentang usia 39 tahun ke atas Wakabayashi, 2014. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mihardja, Soetrisno, dan Soegondo 2013 yang
melibatkan 15.332 orang dewasa pria dan wanita pada rentang umur 18 - 55 tahun, menunjukan bahwa kejadian DM pada wanita lebih tinggi dibandingkan
pria seiring dengan bertambahnya umur.
2. Triceps skinfold thickness
Pengujian normalitas triceps skinfold thickness subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil
yang diperoleh adalah triceps skinfold thickness tidak terdistribusi normal p = 0,027 dan dapat dilihat dari histogram tidak simetris yang cenderung ke kiri
Gambar. 8. Ukuran pemusatan triceps skinfold thickness dinyatakan dengan median yaitu 15,30 dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum
– maksimum yaitu 6,00
– 34,70. Triceps skinfold thickness sering dilakukan dalam skrining obesitas karena merupakan salah satu tempat utama lemak subkutan
disimpan sehingga dapat mewakili total lemak dalam tubuh dan mudah untuk diakses dan pertimbangan kenyamanan dibandingkan tempat pengukuran lainnya
Medeiros and Wildman, 2013. Triceps skinfold thickness sering digunakan juga karena terkait hasil yang lebih reproducible McTiernan, 2005. Penelitian yang
dilakukan oleh Vaccaro dan Huffman 2013 berpendapat bahwa triceps skinfold thickness efektif dalam penilaian obesitas dibandingkan dengan pengukuran berat
badan, tinggi badan dan lingkar pinggang.
Gambar 8. Grafik distribusi triceps skinfold thickness subyek penelitian 3.
Suprailiac skinfold thickness
Pengujian normalitas suprailiac skinfold thickness subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil
yang diperoleh adalah suprailiac skinfold thickness terdistribusi normal p = 0,225 dan dapat dilihat dari histogram yang simetris yang tidak miring ke kiri
maupun ke kanan Gambar. 9. Ukuran pemusatan suprailiac skinfold thickness dinyatakan dengan mean yaitu 19,65 dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam
standar deviasi yaitu 6,46. Pada penelitian yang dilakukan oleh Demura dan Sato 2007, suprailiac skinfold thickness dinilai dapat lebih akurat mencerminkan
body density. Kesalahan pengukuran pada skinfold thickness cenderung meningkat
pada keadaan obesitas tetapi pada pengukuran suprailiac skinfold thickness kesalahan pengukuran tersebut jauh lebih kecil di banding pada pengukuran
skinfold thickness di lokasi tubuh yang lain.
Gambar 9. Grafik distribusi suprailiac skinfold thickness subyek penelitian
4. Abdominal skinfold thickness
Pengujian normalitas abdominal skinfold thickness subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil
yang diperoleh adalah abdominal skinfold thickness tidak terdistribusi normal p = 0,032 dan dapat dilihat dari histogram tidak simetris yang cenderung ke kiri
Gambar. 10. Ukuran pemusatan abdominal skinfold thickness dinyatakan dengan
median yaitu 20,00 dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum –
maksimum yaitu 9,80 - 35,30.
Gambar 10. Grafik distribusi abdominal skinfold thickness subyek penelitian 5.
Body fat percentage
Nilai body fat percentage diperoleh melalui perhitungan terhadap 3 titik pengukuran skinfold thickness yaitu triceps, suprailiac, dan abdominal yang
dinyatakan dalam bentuk persentase . Pengujian normalitas body fat percentage subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan
taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh adalah data terdistribusi normal dilihat dari signifikansi p yaitu 0,598 dan dapat dilihat dari histogram yaitu
simetris Gambar.11. Ukuran pemusatan body fat percentage dinyatakan dengan
mean 25,17 kategori normal dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam standar deviasi yaitu 5,10.
Gambar 11. Grafik distribusi body fat percentage subyek penelitian
Body fat percentage menggambarkan jumlah lemak di dalam tubuh secara langsung yang dinyatakan dalam persentase. Body fat percentage adalah
indikator yang lebih baik daripada lingkar pinggang dari penyakit penyerta obesitas lainnya seperti risiko penyakit hiperglikemia Guyton and Hall, 2006;
Dervaux, Wubuli, Megnien, Chironi, and Simon, 2008. Pemilihan triceps, suprailiac, dan abdominal berdasarkan atas
penyimpanan jumlah lemak subkutan utama yang ada pada tiga daerah tersebut, pertimbangan kenyamanan, kemudahan dalam pengukuran, serta dapat
diaplikasikan pada semua individu umur, jenis kelamin, ras Marshall, et al., 2008; Hughes, et al., 2004. Lebih banyak tempat pengukuran akan meningkatkan
reabilitas dan menurunkan variabilitas akan tetapi tiga tempat pengukuran adalah minimal yang disarankan dan sudah cukup mewakili jumlah lemak dalam tubuh.
Pengukuran sebanyak tiga kali pada masing – masing tempat pengukuran juga
bertujuan untuk meningkatkan reabilitas dan menurunkan variabilitas Norcross, 2002. Body fat percentage sering dijadikan sebagai penanda obesitas
dibandingkan BMI. BMI bukan merupakan suatu pengukuran langsung terhadap adipositas dan tidak dapat dipakai pada individu dengan BMI yang tinggi akibat
besarnya massa otot Guyton and Hall, 2006.
6. Hb
Pengujian normalitas Hb subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh adalah Hb
tidak terdistribusi normal p = 0,010 dan dapat dilihat dari histogram tidak simetris yang cenderung ke kanan Gambar. 12. Ukuran pemusatan Hb
dinyatakan dengan median yaitu 13,70 dan ukuran penyebarannya dinyatakan dalam minimum
– maksimum yaitu 9,50 – 15,70.
Gambar 12. Grafik distribusi Hb subyek penelitian
Pada penelitian ini, sebelum melakukan uji HbA1c dilakukan uji Hb. Uji Hb tersebut dimaksudkan agar pada responden yang menderita anemia bisa
dieksklusi untuk pemeriksaan HbA1c untuk mencegah adanya bias pada hasil HbA1c yang dapat mengganggu penelitian. Berdasarkan kriteria inklusi Hb yang
dapat dites HbA1c dari penelitian Adeoye, Abraham, Erlikh, Sarfraz, Borda, and Yeung 2014, yaitu rentang 6gdl - 16gdl, penelitian ini tidak ada responden
yang dieksklusi terkait hasil hemoglobin Hb karena masuk dalam kriteria Hb inklusi untuk tes HbA1c.
7. HbA1c
Pengujian normalitas HbA1c subyek penelitian menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95. Hasil yang diperoleh
adalah HbA1c terdistribusi normal p = 0,263 dan dapat dilihat dari histogram
yang simetris yang tidak miring ke kiri maupun ke kanan Gambar. 13. Ukuran pemusatan HbA1c dinyatakan dengan mean yaitu 5,39 kategori normal dan
ukuran penyebarannya dinyatakan dalam standar deviasi yaitu 0,24. Menurut American Diabetes Association 2010, standar diabetes y
aitu jika HbA1c ≥ 6,5. Berdasarkan rata - rata HbA1c yaitu 5,39 dapat dikatakan bahwa kadar HbA1c
subyek penelitian masih dalam kisaran normal.
Gambar 13. Grafik distribusi HbA1c subyek penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Pradhan, Rifai, Buring, and Ridker 2007 yang melibatkan responden wanita sehat
berusia ≥ 45 tahun menyatakan bahwa kadar HbA1c yang terukur berkorelasi signifikan dengan kejadian penyakit
diabetes melitus. Obesitas merupakan salah satu faktor penyebab kenaikan kadar HbA1c di dalam darah karena dapat mengakibatkan gangguan pada proses uptake
glukosa ke dalam sel sehingga mengakibatkan kadar glukosa di dalam darah meningkat Sherwood, 2011. HbA1c sebanding dengan kadar glukosa di dalam
darah, artinya bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir maka hasil HbA1c akan menunjukan nilai normal, dan sebaliknya
Marks, et al., 2010; Dinsmoor, 2014; USCN, 2012.
B. Perbandingan rerata HbA1c pada kelompok body fat percentage
≥30,1 tidak normal obese-overweight, body fat percentage 25,1 - 30,0
moderate, dan body fat percentage 25,1 normal
Uji komparatif atau perbandingan di dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bermakna antara HbA1c pada kelompok
body fat percentage tidak normal, body fat percentage moderate, dan body fat percentage normal. Uji komparatif dapat menggambarkan hasil korelasi antara
body fat percentage dengan HbA1c. Uji komparatif yang digunakan ditentukan dari hasil uji normalitas pada kelompok data body fat percentage tidak normal,
body fat percentage moderate, dan body fat percentage normal. Uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk, sebab jumlah data
dari masing - masing kelompok ≤50. Hasil yang diperoleh adalah kelompok body
fat percentage tidak normal n = 8 terdistribusi normal dilihat dari nilai p = 0,933, kelompok body fat percentage moderate n = 16 terdistribusi normal
dilihat dari nilai p yaitu 0,136, dan kelompok body fat percentage normal n=21 terdistribusi normal dilihat dari p = 0,119. Berdasarkan hasil uji normalitas maka
pada penelitian ini uji komparatif yang digunakan adalah uji one way ANOVA. Hasil uji komparatif dapat dlihat dari nilai signifikansi p. Nilai p 0,05
menunjukkan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok data yang mempunyai
perbedaan yang bermakna Dahlan, 2013. Hasil uji perbandingan rerata dua kelompok data disajikan pada tabel VI yaitu sebagai berikut:
Tabel VI. Perbandingan rerata HbA1c pada kelompok body fat percentage ≥30,1 tidak normal obese-overweight, body fat percentage 25,1 - 30,0
moderate, dan body fat percentage 25,1 normal
Body Fat Percentage
tidak normal n=8
Body Fat Percentage
moderate n=16
Body Fat Percentage
normal n=21 Signifikansi
Nilai HbA1c 5,45 ± 0,25
5,40 ± 0,20 5,37 ± 0,26
0,697
Hasil uji varians, diperoleh nilai p = 0,334 yang menunjukkan tidak ada perbedaan varians antara kelompok data yang dibandingkan atau dengan kata lain
varians data adalah sama karena nilai p 0,05. Hasil uji komparatif ANOVA dikatakan valid karena varians data sama. Pada uji ANOVA menunjukan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna antara HbA1c pada kelompok body fat percentage tidak normal, body fat percentage moderate, dan body fat percentage normal. Hal
ini dilihat dari nilai signifikansi p = 0,697. Uji komparatif yang tidak bermakna juga didukung oleh mean ketiga kelompok data yang sama-sama dalam kisaran
normal. Perbedaan yang tidak bermakna pada uji komparatif menunjukan bahwa seseorang yang mempunyai body fat percentage normal, moderate, dan tidak
normal obese-overweight sama - sama memperlihatkan profil HbA1c yang normal dengan rentang nilai yang hampir tidak berbeda jauh. Pada hasil tersebut
juga dapat dilihat bahwa pada rentang BFP moderate tidak terdapat responden yang berada pada rentang prediabetes sedangkan pada BPP normal terdapat 4
responden dan BFP tidak normal terdapat 2 responden yang berada pada rentang prediabetes 5.7
– 6.4.
Goudswaard, Alex, Ronald, Zuithoff, and Guy 2004 menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kegemukan dengan kontrol glikemik.
Hal ini menurutnya berkaitan dengan hubungan metabolik antara lipid dengan glikemia. Penelitian Ghazanfari, et al. 2010 juga menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara jumlah lemak tubuh dengan kadar HbA1c pasien diabetes. Menurut Despres 2012, body fat percentage menggambarkan lemak
subkutan dari hasil pengukuran skinfold thickness, sedangkan yang lebih bertanggung jawab terhadap resistensi insulin adalah lemak viseral dibandingkan
dengan lemak subkutan. Lemak viseral terakumulasi di bagian dalam perut melepaskan lebih banyak asam - asam lemak yang dapat menyebabkan gangguan
pada metabolisme glukosa sehingga dapat meningkatkan risiko diabetes melitus Liebmaan-Smith and Egan, 2007. Hasil penelitian ini berbeda dari Kim, et al.
2013 menunjukkan semakin tinggi body fat percentage maka semakin tinggi kejadian hiperglikemia nilai OR 1,56 1,18-2,17. Hasil yang berbeda dapat
disebabkan karena perbedaan dalam pengukuran untuk memperoleh nilai body fat percentage dan rentang umur subyek penelitian. Hasil penelitian ini juga berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gomez-Ambrosi, et al. 2011, yaitu body fat percentage dapat membantu mendiagnosa DM tipe 2. Perbedaan hasil
penelitian ini mungkin karena perbedaan umur pada responden penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Gomez-Ambrosi, et al. 2011 melibatkan subyek
penelitian pada rentang umur 18 - 90 tahun, sedangkan pada penelitian ini rentang umur yang digunakan adalah 40 - 60 tahun.
C. Korelasi body fat percentage terhadap HbA1c