1
BAB I PENDAHULUAN
Uraian dalam bab ini berisi 1 latar belakang, 2 rumusan masalah, 3 tujuan penelitian, 4 manfaat penelitian, 5 spesifikasi produk yang dikembangkan,
dan 6 definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Matematika merupakan salah satu pelajaran wajib yang ditempuh oleh peserta didik mulai usia sekolah dasar hingga tingkat menengah. Matematika
memiliki objek kajian yang abstrak. Hal inilah yang mengakibatkan banyak peserta didik kesulitan memahami pelajaran Matematika. Hasil wawancara dengan guru kelas
IV menyatakan bahwa dari mata pelajaran yang terdapat di Sekolah, pelajaran Matematika dirasa paling sulit untuk dipahami. Pengertian Matematika sendiri pun
tidak didefinisikan secara mudah dan tepat mengingat ada banyak fungsi dan peranan Matematika terhadap bidang studi yang lain. Kalau ada definisi tentang Matematika
maka itu bersifat tentatif, tergantung kepada orang yang mendefinisikannya. Bila seorang tertarik dengan bilangan maka ia akan mendefinisikan Matematika adalah
kumpulan bilangan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan hitungan dalam perdagangan Ali Muhlisrarini, 2014: 47. Matematika sudah tidak asing
lagi bagi kehidupan manusia, karena secara tidak langsung dalam kehidupan sehari- hari manusia selalu menggunakan konsep dasar Matematika. Misalnya sewaktu
membaca waktu pada jam tangan, yang melibatkan pemahaman tentang angka. Oleh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena itu, pembelajaran Matematika hendaknya diajarkan pada anak mulai dari usia dini dengan mengenalkan konsep dasar Matematika mulai dari tahap yang konkrit,
semi konkrit, dan abstrak. Hal tersebut dapat membantu anak berpikir logis dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses pembelajaran konsep dasar Matematika pada anak-anak tidak selalu berkembang sebagaimana mestinya, karena masing-masing anak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda. Ada anak yang cepat dan ada juga yang lamban atau kesulitan dalam memahami konsep dasar
Matematika. Dari hasil wawancara dengan dugaan anak Diskalkulia, pelajaran Matematika memang dirasa sebagai pelajaran yang paling sulit bagi sebagian besar
anak. Bagi anak dengan Diskalkulia, butuh waktu yang lebih lama untuk memahami konsep Matematika dibanding dengan anak biasa pada umumnya. Pembagian sering
kali dianggap sebagai salah satu materi yang paling sulit dimengerti oleh anak dan pengajarannya jarang menggunakan alat peraga. Alat peraga sangat diperlukan untuk
menunjang proses belajar anak Diskalkulia. Alat peraga dapat membantu anak menangkap pesanmateri yang terkandung dalam suatu pembelajaran, khususnya
Matematika. Alat peraga yang menarik juga dapat membangkitkan semangat dan minat belajar anak.
Marilyn Bursuck 2015: 53 menjelaskan bahwa teknologi dapat digunakan untuk membantu para siswa penyandang disabilitas baik yang ringan ataupun berat
dalam banyak hal, misalnya untuk berkomunikasi, mengakses pembelajaran, menyelesaikan tugas, dan berpartisipasi secara penuh di sekolah dan juga di
masyarakat. Teknologi bantu merujuk pada perangkat apa pun, baik itu suatu alat, produk, atau barang lainnya yang dapat digunakan untuk menaikkan,
mempertahankan, atau meningkatkan kemampuan fungsional individu penyandang disabilitas. Tingkatan teknologi bantu yang dapat digunakan siswa disabilitas yaitu
1 tanpa teknologi atau teknologi rendah, 2 teknologi menengah, dan 3 teknologi tinggi. Alat peraga yang dikembangkan dalam penelitian ini tergolong dalam
tingkatan pertama, yaitu tanpa teknologi atau teknologi rendah. Tanpa teknologi atau teknologi rendah merujuk pada alat dan barang yang tidak termasuk dalam tipe
elektronik apa pun. Analisis kebutuhan pada penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri
Mertelu, Piji, Mertelu, Gedangsari, Gunung Kidul pada tanggal 23, 26, dan 28 November 2016 pada tahun ajaran 20162017. Peneliti menggunakan 3 anak
Diskalkulia di kelas IV. Dari ketiga anak tersebut, masing-masing menampakkan karakteristik anak Diskalkulia. Karakteristik yang paling ditampakkan adalah asosiasi
visual-motor, dimana anak sering tidak dapat menghitung benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak mungkin baru memegang benda yang
ketujuh namun telah mengucapkan “9”, atau sebaliknya. Anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.
Hal tersebut terlihat ketika peneliti mendikte sebuah bilangan kemudian anak diminta untuk menuliskan simbol bilangannya. Misalnya, peneliti mendikte “lima puluh
empat” anak justru menuliskan “504” bukan “54”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Hasil wawancara dengan guru kelas IV di SD N Mertelu diperoleh hasil bahwa beliau belum pernah menggunakan alat peraga apapun untuk mengajarkan
anak Diskalkulia tentang konsep pembagian. Beliau juga mengatakan bahwa di sekolah tersebut belum tersedia alat peraga Matematika tentang pembagian. Alat
peraga yang disediakan oleh sekolah hanya terbatas pada materi tertentu saja. Beliau hanya menjelaskan berulang kali untuk mengatasi masalah yang ada pada anak
tersebut, namun hal itu dirasa tidak membuat anak menjadi paham. Guru meminta peneliti mendesain alat peraga untuk mengajarkan konsep pembagian pada anak
Diskalkulia. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi 2015 yang berjudul “Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian dan
Pembagian Berbasis Metode Montessori” dijelaskan bahwa alat peraga dapat
membantu dalam memahami konsep perkalian dan pembagian. Selain itu, alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dari hasil pretest ke posttest menunjukkan
perbedaan sebesar 90,4. Hal tersebut menegaskan bahwa alat peraga Matematika tentang pembagian sangat dibutuhkan untuk membantu anak Diskalkulia dalam
memahami konsep pembagian. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Pengembangan Alat Peraga Matematika Materi Pembagian untuk Anak dengan Berkesulitan Belajar Matematika Diskalkulia di SD
Negeri Mertelu”. Materi pembelajaran Matematika dibatasi pada standar kompetensi 1 “memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan
masalah” pada kompetensi dasar 1.3 “melakukan operasi perkalian dan pembagian”, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
khususnya materi pembagian. Peneliti kemudian mempersempit materi kajiannya menjadi pembagian tanpa sisa 1 sampai dengan 30 dimana bilangan pembaginya 1
sampai dengan 10. Hal tersebut dimaksudkan agar anak Diskalkulia terlebih dahulu memahami konsep pembagian dan berhitung.
1.2 Rumusan Masalah