2.3 Kerangka konseptual
ROE X
1
PER X
2
DER X
3
PBV X
4
Return Saham Y
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan mengacu pada landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian yang akan
diajukan adalah sebagai berikut : 1.
Return on equity mempunyai pengaruh positif terhadap return saham perusahaan pertambangan yang go public di BEI.
2. Price earning ratio mempunyai pengaruh positif terhadap return
saham perusahaan pertambangan yang go public di BEI. 3.
Debt to equity ratio mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham perusahaan pertambangan yang go public di BEI.
4. Price to book value mempunyai pengaruh negatif terhadap return
saham perusahaan pertambangan yang go public di BEI.
46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dirancang untuk mengamati kesempatan investasi terhadap suatu perusahaan, kaitannya dengan pengamatan kinerja
keuangan perusahaan yang diukur dengan menggunakan analisis rasio Return on Equity ROE, Price Earnig Ratio PER, Debt to Equity Ratio
DER, Price to Book Value PBV. Penelitian ini mengkaji empat analisis rasio tersebut pada perusahaan pertambangan yang tercermin dalam
laporan keuangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara tahun 2005-2008.
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Berdasarkan permasalahan dan hipotesis yang telah dikemukakan, maka variabel-variabel yang dianalisis akan dijelaskan seperti dibawah ini.
3.1.1 Variabel terikat atau dependen variabel return saham Y
Alasan orang berinvestasi adalah memperoleh keuntungan. Suatu hal yang wajar jika investor menuntut tingkat return tertentu atas dana yang
diinvestasikan. Tandelilin, 2001:5. Saham suatu perusahaan bisa dinilai dari pengembalian return yang diterima oleh pemegang saham dari
perusahaan yang bersangkutan. Return saham dihitung dengan cara mengurangkan harga saham pada waktu tertentu dengan harga saham pada
periode sebelumnya. Perhitungan return saham dalam penelitian ini berdasarkan capital gain. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan dividen
bernlilai nol. Harga saham yang digunakan merupakan harga penutupan akhir tahun pada periode tahun 2004-2008. Rumus return saham yang
digunakan adalah sebagai berikut : R
t
R =
t
P = Return Saham
t
P = Harga Saham Waktu Tertentu
t-1
Jogiyanto, 2003:110 = Harga Saham Periode Sebelumnya
3.1.2 Variabel bebas atau independen variabel
1. Return on EquityROE X
1
Rasio ini mengukur laba bersih sesudah pajak per rupiah modal sendiri. Return on Equity ROE merupakan tingkat
pengembalian yang diterima oleh pemegang saham atas investasinya dalam suatu badan usaha. Rasio ini mencerminkan
apakah investasi yang dilakukan menguntungkan atau tidak, baik untuk saat ini atau prospeknya di masa depan. Perhitungan ROE
didapat dengan rumus sebagai berikut : ROE =
2. Price Earning RatioPER X
2
Price Earning Ratio menunjukkan besarnya harga tiap satu rupiah earning perusahaan. Rasio ini menggambarkan ketersediaan
investasi membayar suatu jumlah tertentu untuk setiap perolehan laba perusahaan. PER yang tinggi menunjukkan ekspektasi investor
tentang prestasi perusahaan dimasa yang akan datang cukup tinggi, Harahap, 2002:311. Rasio ini dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : PER =
3. Debt to Equity RatioDER X
3
Debt to equity ratio menggambarkan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai
sumber pendanaan usaha. Menurut Horne dan Wachoviz 1998:145 dalam Suharli 2005, debt to equity ratio merupakan
perhitungan sederhana yang membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham. Rasio dapat dihitung
dengan rumus : DER =
4. Price to Book ValuePBV X
4
Price to Book Value PBV yaitu rasio untuk membandingkan harga pasar sebuah saham dengan nilai buku
sebenarnya. Rasio ini dapat diperoleh dengan rumus : PBV =
Sedangkan untuk menghitung nilai buku per lembar saham BVS : BVS =
3.2 Teknik Penentuan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri- ciri yang telah ditetapkan. Populasi merupakan himpunan individu, unit,
unsur, elemen, yang memiliki ciri atau karakteristik yang sama. Populasi penelitian ini adalah 16 perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2004 – 2008.
3.2.2 Sampel
Sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling dari seluruh perusahaan pertambangan di Bursa
Efek Indonesia. Metode purposive sampling yaitu metode pengumpulan anggota sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, Sugiyono, 2007:78.
Kreteria yang dipilih dalam penelitian adalah sebagai berikut : a.
Perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004 – 2008.
b. Perusahaan yang sahamnya diperjual-belikan di BEI sejak tahun
2004 – 2008.
c. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan, pada
tahun 2005–2008 serta memiliki data lengkap terkait variabel- variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
d. Perusahaan yang mempunyai data return saham pada tahun 2005-
2008. Dalam penelitian ini sampel ditetapkan 11 perusahaan pertambangan
yang namanya telah terdaftar di BEI dari tahun 2004 berdasarkan data ICMD dan laporan keuangan dengan memenuhi kriteria-kriteria diatas :
1. PT Aneka Tambang Persero Tbk
2. PT ATPK Resources Tbk
3. PT Bumi Resources Tbk
4. PT Central Korporindo Internasional Tbk
5. PT Citatah Tbk
6. PT Energi Mega Persada Tbk
7. PT International Nickel Indonesia Tbk
8. PT Medco Energy International Tbk
9. PT Persuahaan Gas Negara Persero Tbk
10. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
11. PT Timah Tbk
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang pengumpulannya diusahakan
oleh pihak lain atau pihak kedua, ketiga, dan seterusnya. Misal laporan keuangan perusahaan. Dalam penelitian ini data sekunder tersebut berupa
laporan keuangan yaitu neraca, laporan laba rugi tahun 2005-2008 perusahaan pertambangan yang diperoleh dari Indonesian Capital Market
Directory.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini berasal dari Indonesian Capital Market Directory dan website BEI
www.idx.co.id yaitu laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi tahun 2005-
2008.
3.3.3 Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menggandakan arsip dan catatan perusahaan yang ada.
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui
variabel bebas independent variabel terhadap variabel terikat dependent variabel.
Model regresi linier berganda yang digunakan adalah sebagai berikut : Y =
β +
β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
+ e Keterangan :
i
Y = Rerurn saham
β β
= konstanta
1
β
2
β
3
β
4
= X
koefisien regresi
1
X = Return on Equity ROE
2
X = Price Earning Ratio PER
3
X = Debt to Equity Ratio DER
4
ei = variabel pengganggu
= Price To Book Value PBV
3.4.2 Uji Hipotesis 3.4.2.1 Uji t-statistik
Analisis ini digunakan untuk melihat signifikansi antara koefisien regresi secara individual, yaitu untuk melihat pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Langkah-langkah sebagai berikut :
1. H
O
Ha : βi ≠ 0 → terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
bebas X terhadap variabel terikat Y. :
βi = 0 → tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas X terhadap variabel terikat Y.
2. Mencari nilai t
hitung
t dengan menggunakan rumus :
hit
Keterangan : =
βi = koefisien regresi
Se = standar eror
Tingkat signifikan 10 0,10, =
= 0,05. Dengan pengujian dua arah. Degree of Freedom df = n – k – 1
Dimana : n
= jumlah pengamatan k
= jumlah variabel bebas 3.
Kriteria uji –t a
Ho diterima Jika -t
tab
≤ t
hit
≤ t b
Ho ditolak, Ha diterima
tab
Jika t
hit
-t
tab
atau t
hit
t
tab
3.5 Asumsi Klasik
Menurut Gujarati 1995 bahwa dalam analisis linier berganda perlu menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak timbul masalah
dalam penggunaan analisis regresi linier berganda. Persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE Best Linier
Unbiased Estimator, artinya pengambilan keputusan uji-F tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE harus memenuhi tiga
asumsi yang tidak boleh dilanggar, yaitu : a.
Tidak boleh ada multikolinieritas b.
Tidak boleh ada autokorelasi c.
Tidak boleh ada heterokedastisitas
3.5.1 Multikolinieritas
Adalah suatu keadaan dimana antar variabel independen yang terdapat dalam model regresi memiliki hubungan yang sempurna atau
mendekati sempurna koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1. Adanya multikolinieritas menyebabkan standar eror cenderung semakin besar
dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel dan standar eror menjadi sangat sensitif terhadap perubahan data. Diperlukan pembuktian
atau identifikasi secara statistik ada tidaknya gejala multikolinieritas. Beberapa metode untuk menguji gejala multikolinieritas sebagai berikut :
1. Melihat korelasi antar variabel bebas, jika korelasi antar variabel
melebihi 0,50 diduga terdapat gejala multikolinieritas.
2. Melihat pada nilai Variance Inflation Factor VIF, jika nilai VIF
kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinieritas. 3.
Koefisien determinasi R
2
tinggi, uji parsial tidak satupun yang signifikan.
3.5.2 Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antar data observasi yang diurutkan berdasarkan urutan waktu data time series atau
data yang diambil pada waktu tertentu data cross section, Gujarati, 1995:201. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya.
Identifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat dengan menghitung nilai Durbin Watson dengan rumus :
d =
Keterangan : d
= nilai Durbin Watson e
t
e = residual periode t
t–1
= residual peridoe t–1
3.5.3 Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan
yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Persoalaan
heteroskedastisitas sering terjadi pada data Cross Section elemenanggota populasi pada suatu saat tertentu dan mempunyai karakteristik yang
berbeda. Cara mengidentifikasi heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji
Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas Gujarati, 1995:188. Rumus uji Rank Spearman :
rs = 1 – 6 Keterangan :
di = selisih ranking standar deviasi S dan ranking nilai mutlak eror
N = banyaknya sampel
3.6 Uji Normalitas
Pengujian normalitas data penelitian adalah untuk menguji apakah dalam model statistik variabel-variabel penelitian berdistribusi normal atau
tidak normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Untuk mendeteksi normalitas dapat dilakukan
dengan uji statistik. Test statistik yang digunakan adalah Kolmogorov- Smirnov test, yaitu perbandingan antara distribusi frekuensi kumulatif
yang diharapkan.
58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah
kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan
dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami
kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada
pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami
pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
• 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
• 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I
• 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
• Awal tahun 1939 : Karena isu politik Perang Dunia II Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
• 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
• 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri
kehakiman Lukman Wiradinata dan Menteri keuangan Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo. Instrumen yang diperdagangkan:
Obligasi Pemerintah RI 1950 • 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek
semakin tidak aktif. • 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
• 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM Badan Pelaksana
Pasar Modal. Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan
go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
• 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih
instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal. • 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 PAKDES
87 yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan
modal di Indonesia. • 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar
Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
• 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia BPI mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek PPUE,
sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer. • Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88
PAKDES 88 yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan
pasar modal. • 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya BES mulai beroperasi dan
dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
• 13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai
HUT BEJ.
• 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS Jakarta Automated Trading
Systems. • 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
• 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
• 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat scripless trading mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
• 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh remote trading.
• 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya BES ke Bursa Efek Jakarta BEJ dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia
BEI.
4.1.2 Visi dan Misi PT Bursa Efek Indonesia
1. Visi
Visi Bursa Efek Indonesia tidak terlepas dari latar belakang dilakukannya penggabungan BES-BEJ sebagaimana dituangkan
dalam Master Plan Pasar Modal 2005-2009 yaitu adanya suatu keinginan untuk memiliki suatu Bursa yang kuat, bernilai, kredibel,
kompetitif dan berdaya saing global. Bertitik tolak pada keinginan tersebut, maka visi Bursa Efek Indonesia dapat dinyatakan:
“Menjadi Bursa Yang Kompetitif dengan Kredibilitas Tingkat Dunia”.
2. Misi
Dalam usaha mencapai visi tersebut, Bursa Efek Indonesia memiiliki misi yang harus dijalankan seperti :
a. Pillar of Indonesian Economy
b. Market Oriented
c. Company Transformation
d. Institutional Building
e. Delivery Best Quality Products Services
4.1.4 Gambaran Umum Perusahaan Pertambangan
Harga berbagai jenis logam yang ditambang di Indonesia seperti nikel, timah, emas, perak, tembaga, bauksit dan tembaga cenderung
mengalami peningkatan dalam beberapa tahun ini, terutama sejak tahun 2005. Tercatat pada tahun itu harga jual timah dunia rata-rata US 7.507
per metrik ton, bahkan pada awal 2007 telah mencapai US 13.700 per metrik tonnya. Begitu juga realisasi harga rata-rata nikel dalam matte yang
dialami PT INCO pada triwulan keempat 2006 adalah US 24.725 per ton US 11.21 per pound, berarti meningkat 148,5 dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya seharga US 9.950 per ton US 4,51 per pound. Demikian juga dengan harga emas, perak, dan tembaga mengalami kondisi
yang sama, yang cenderung naik di sepanjang tahun 2006. Perkembangan positif sektor pertambangan ini juga dirasakan di
Indonesia. PricewaterhouseCoopers melaporkan bahwa penerimaan Indonesia dari sektor ini meningkat sebesar 25 di tahun 2004, dari US
6,3 juta menjadi US 7,94 juta. Keuntungan bersih juga meningkat dari US 945 juta tahun 2003 menjadi US 1,53 milliar tahun 2004. Bahkan
hingga tahun 2004, Indonesia tercatat sebagai negara produsen mineral terbesar keenam dunia berdasarkan hasil survei Fraser Institute.
Sejumlah perusahaan ekstraktif yang ada di Indonesia juga merasakan hal serupa. Salah satunya PT. International Nikel Indonesia
Tbk atau PT. Inco, perusahaan ini mendapatkan keuntungan sebesar US 513 juta di tahun 2006 dan sepanjang tahun 2007 ini telah membukukan
laba sebesar US 269 juta, meningkat hampir 2 kali lipat. Peningkatan keuntungan tersebut juga diikuti oleh beberapa perusahaan tambang
Indonesia lainnya seperti PT. Aneka Tambang Antam, perusahaan ini mengalami kenaikan laba dari tahun 2005 ke tahun 2006 yaitu dari Rp 842
milliar menjadi Rp 1,5 trilliun atau PT. Timah yang membukukan profit 2 kali lipat di tahun 2006 sebesar Rp 208 milliar.
4.1.4.1 PT Aneka Tambang Tbk
Aneka Tambang berarti berbagai pertambangan di Indonesia dan benar untuk membentuk Antam memiliki beragam produk yang diambil
dari tambang di seluruh kepulauan Indonesia. Dengan empat dekade pengalaman sejak tahun 1968, Antam adalah perusahaan negara yang
terintegrasi secara vertikal untuk menjalankan semua tahapan proses penambangan dari eksplorasi, pertambangan, peleburan, dan pemurnian
hingga pemasaran. produk utama Antam adalah feronikel, bijih nikel, emas, perak dan bauksit.
Tujuh perusahaan milik negara bergabung untuk membentuk Aneka Tambang meliputi: PT Nikel Indonesia; PN Tambang Bauksit Indonesia;
PN Logam Mulia; Perusahaanperusahaan BPU Tambang Umum Negara; Proyek Pertambangan Intan Martapura Kalimantan-Selatan; Tambang
Emas PN Tjikotok; dan Proyek Emas Logas, Pekanbaru-Riau. Pada tanggal 21 Mei 1975, menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia, Aneka Tambang status berubah dari sebuah perusahaan milik
negara Aktiva pajak tangguhan Negara ke perusahaan-PT Aneka Tambang terbatas Persero.
Antam pertama kali tercatat di Jakarta dan Bursa Efek Surabaya yang keduanya kemudian bergabung ke dalam Bursa Efek Indonesia
ketika pemerintah menjual 35 dari perusahaan untuk publik pada tahun 1997. Pada tahun 1999, Antam mencatatkan sahamnya sebagai properti
Asing-Perkecualian di Bursa Efek Australia dan menjadi penuh ASX properti pada tahun 2002. Pada tahun 2003, Antam menerbitkan US 200
juta dari obligasi melalui anak perusahaan Antam yang Mauritian Finance Ltd dan Obligasi ini dicatatkan di Bursa Efek Singapura. Pada tahun 2006,
karena pembatalan perjanjian pajak ganda antara Indonesia dan Mauritius, Antam melaksanakan haknya berdasarkan Perjanjian Obligasi untuk
membeli kembali obligasi awal pada nilai nominal, yang dibiayai oleh arus kas internal Antam dan fasilitas kredit investasi dari BCA dan Bank
Mandiri.
4.1.4.2 PT ATPK Resource Tbk
Perusahaan yang memiliki kode transaksi perdagangan ATPK di BEI ini didirikan di Jakarta pada tanggal 13 September 1999. Pada awal
berdirinya perusahaan ini memulai usaha dengan menyuplai berbagai benang ke pabrik-pabrik tekstil. Pada tahun 2000 perusahaan ATPK
memulai bisnis usaha perdagangan batubara di Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Pada tahun pertama kuartal keempat tahun 2000 perusahaan
memulai pengembangan Batubara dengan mendirikan Pabrik Pengolahan Unit 1 CPU-1 di Nusa Indah, Bentok dan diikuti oleh CPU-2 di
Pandansari.
4.1.4.3 PT Bumi Resources Tbk
Perseroan didirikan pada tahun 1973. Perseroan menjadi perusahaan terbuka melalui Penawaran Umum Perdana saham pada tahun 1900, yang
seluruh sahamnya telah tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dengan kode transaksi perdagangan BUMI. Pada tahun 1997, PT
Bakrie Capital Indonesia mengambil alih saham-saham yang dimiliki Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 sejumlah 26.326.600 saham atau
sama dengan 58,51 dari total saham yang dikeluarkan Perseroan. Pada tanggal 13 Agustus 1998, RUPS Luar Biasa memutuskan
merubah usaha inti Perseroan dari perhotelan dan pariwisita menjadi perusahaan investasi dibidang minyak, gas alam, dan pertambangan,
perdagangan umum, industri hotel, dan pariwisita beserta jasa-jasa lainnya yang terkait. Pada tahun 2000, Perseroan mengakusisi saham Gallo Oil
Jersey, Ltd. sebesar 97,5. Gallo Oil didirikan di Jersey, Chanel Islan pada tanggal 17 Desember 1997.
Tertanggal 20 September 2000, nama Perseroan berubah dari PT Bumi Modern Tbk menjadi PT BUMI Resources Tbk. November 2001,
Perseroan mengakusisi 805 saham PT Arutmin Indonesia dari BHP
Minerals Exploration Inc. PT Arutmin Indonesia adalah produsen batubara terbesar ke empat di Indonesia dengan empat tambang batubara terbuka.
Pada bulan Oktober 2003, Perseroan membeli 100 kepemilikan PT Kaltim Prima Coal KPC melalui Sanggata Holdings Limited dan
Kalimantan Coal Limited. Dengan mengakusisi KPC, Perseroan menjadi produsen batubara terbesar di Indonesia.
4.1.4.4 PT Central Korporindo Internasional Tbk
Perseroan yang listing di BEI dengan kode transaksi perdagangan CNKO ini didirikan pada tahun 1999 berdasarkan Akta Perseroan Terbatas
No. 18 tanggal 13 September 1999, dibuat dihadapan Mulyoto, SH, Notaris di Boyolali dan telah mendapat pengesahan dari Mentri Hukum
dan Perundang-undangan Republik Indonesia. Pada tanggal 21 November 2001, Perseroan tercatat pada Bursa Efek Jakarta.
PT Central Korporindo Internasional Tbk sebagai salah satu Perseroan publik yang pada awalnya bergerak dalam bidang usaha
penambangan, pengolahan dan perdagangan batubara mulai beroperasi pada tahun 1999 memiliki base tepatnya di desa Pandansari kecamatan
Kintap kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Pada akhir tahun 2003, Perseroan mengubah kegiatan usahanya dari
perdagangan dan pengolahan ke bidang usaha Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU. Perubahan ini dituangkan dalam Akta Notaris Imas Fatimah
SH No. 7 tanggal 4 November 2003 dan telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
4.1.4.5 PT Citatah Tbk
Citatah adalah perusahaan swasta pertama yang mengembangkan sumber daya marmer di Indonesia dan telah melakukan penggalian serta
pengolahan marmer selama lebih dari dua puluh lima tahun. Perusahaan yang didirikan tahun 1974 mulai menambang batu marmer putih gading
beige marble dari lokasi penambangannya dekat Bandung dan berkat produknya perusahaan kemudian menempati posisi terkemuka di pasar
Indonesia. Pada bulan Januari 1996, perusahaan mengakusisi 90 kepemilikan
saham PT Quarindah Ekamaju Marmer, sebuah perusahaan marmer yang mempunyai tambang dan pabrik pengolahan modern di Pangkep, Sulawesi
Selatan. Setelah pelaksanaan akusisi ini, pada bulan Juli 1996, Citatah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan kode transaksi
perdagangan CTTH dan menghimpun dan sebesar Rp 104,5 miliar melalui emisi saham baru untuk membiayai peningkatan kapasitas pengolahan dan
penjualan Internasionalnya. Pada tahun 1998, Citatah membuka sebuah Sentra Proyek Khusus di
Karawang, 70 km sebelah timur Jakarta. Fasilitas ini menjadi tempat berbagai mesin pemotong, pembentuk, dan pemoles khusus untuk
memproduksi marmer yang dibuat sesuai pesanan. Menyusul krisis
ekonomi tahun 1998, Citatah menata ulang kepemilikan saham strategisnya dalam beberapa anak perusahaannya. Pada Juni 1999,
perusahaan mendivestasikan kepemilikan sahamnya dalam anak perusahaannya di Malaysia, Quarindah Citatah MSdn. Bhd, dan pada
bulan Desember 1999 perusahaan mengakusisi 100 kepemilikan dalam anak perusahaan produksinya, PT Quarindah Ekamaju Marmer.
Dewasa ini, Citatah merupakan perusahaan marmer berkapasitas terbesar di Indonesia yang memperkerjakan lebih dari 1.000 karyawan dan
mengekspor produknya ke lebih dari 12 negara di seluruh dunia.
4.1.4.6 PT Energi Mega Persada Tbk
Sebagai salah satu perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas yang terbesar dengan tingkat pertumbuhan tercepat di Indonesia yang
sahamnya terdaftar dalam bursa saham dan diperdagangkan secara umum publicly-listed. Perusahaan dan sejumlah anak perusahaan yang seluruh
sahamnya dimiliki Energi Mega Persada menguasai hak pengelolaan serta kepemilikan working interest pada 3 wilayah kontrak bagi hasil atau
production sharing contracts PCS, yakni : • Selat Malaka 60,49
• Brantas 50 • Kangean 100
Selain dari melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas di wilayah yang luasnya mencapai lebih dari 17.000 km
2
, perusahaan
juga merupakan pemasok gas utama untuk wilayah industri Jawa Timur yang saat ini tengah tumbuh sangat pesat.
Pada bulan Desember 2005, perusahaan mengakusisi PT Tunas Harapan Perkasa THP. Aset yang diakusisi telah memberikan perusahaan
sebuah peluang untuk menerapkan keahliannya dalam pengelolaan cadangan secara ekstensif, komersialisasi gas serta optimalisasi produksi.
4.1.4.7 PT International Nickel Indonesia Tbk
PT International Nickel Indonesia Tbk “PTI” atau “Perseroan” adalah satu di antara produsen-produsen utama dunia untuk nikel, sejenis
logam serba-guna yang penting untuk meningkatkan standar kehidupan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selama lebih dari 40 tahun, PTI
telah menyediakan lapangan kerja dan pelatihan, menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat di lingkungan kami beroperasi,
menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham kami dan memberikan kontribusi bagi kemakmuran bangsa dan rakyat Indonesia.
Perseroan didirikan pada bulan Juli 1968 sebagai anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh Vale Inco Limited dari Kanada semula
Inco Limited, “Vale Inco”. PTI menandatangani Kontrak Karya dengan Pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Juli 1968 “Kontrak Karya Awal”.
Kami memulai konstruksi pabrik pertama pada tahun 1973 dengan satu lini pengolahan pyrometalurgi dan fasilitas-fasilitas terkait. Pada
tahun 1975, kami memulai konstruksi dua lini pengolahan tambahan dan
satu instalasi pembangkit listrik tenaga air. Kami memulai produksi komersial pertama pada bulan April 1978. Pada tahun 1993, kami
menyelesaikan perluasan fasilitas pengolahan dari kapasitas produksi tahunan nominal semula 36.300 metrik ton nikel dalam matte menjadi
47.600 metrik ton. Pada tanggal 15 Januari 1996, kami menandatangani Perjanjian
Perubahan dan Perpanjangan Kontrak Karya untuk mengubah dan memperpanjang kontrak tersebut dari tanggal 1 April 2008 menjadi
tanggal 28 Desember 2025 “Perjanjian Perubahan”, dan bersama dengan Kontrak Karya Awal, “Kontrak Karya”. Sesuai dengan Perjanjian
Perubahan tersebut, kami menyelesaikan perluasan berskala besar pada tahun 1999, yang meningkatkan kapasitas terpasang tahunan dari fasilitas
pengolahan kami menjadi 68.000 metrik ton nikel dalam matte. Selama perluasan tersebut, kami menambah lini produksi keempat dan satu
fasilitas pembangkit listrik tenaga air baru di Balambano. Pada tahun 2003 untuk pertama kalinya kami melampaui kapasitas terpasang tahunan
dengan produksi sebesar 70.216 metrik ton. PTI memproduksi nikel dalam matte dari bijih laterit yang diolah di
dalam fasilitas penambangan dan pengolahan terpadu dekat Sorowako di Pulau Sulawesi. Nikel dalam matte merupakan produk setengah jadi
dengan kandungan rata-rata 78 nikel dan 20 sulfur. Seluruh produksi PTI dijual dalam mata uang Dolar AS berdasarkan kontrak-kontrak jangka
panjang. Kekuatan daya saing kami terletak pada cadangan bijih yang
berlimpah, tenaga kerja yang trampil dan terlatih baik, dan pembangkit listrik tenaga air berbiaya rendah.
4.1.4.8 PT Medco Energi International Tbk
MedcoEnergi didirikan oleh pengusaha muda Indonesia, Bp Arifin Panigoro. Beliau bersama Bp Hertriono Kartowisastro memulai usaha
dibidang pemboran minyak dan gas. Dengan bergabungnya Bp John Sadrak Karamoy di tahun 1992, MedcoEnergi mulai memasuki usaha
dibidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas. Saat ini MedcoEnergi berkembang menjadi sebuah perusahaan
energi terpadu yang memiliki kegiatan usaha dibidang eksplorasi dan produksi migas, jasa pemboran, produksi methanol, serta yang terbaru
adalah produksi LPG dan pembangkit tenaga listrik. Saat ini Perseroan memperkerjakan lebih dari 2.373 pegawai di 21 wilayah kerja minyak dan
gas yang tersebar dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua dan Amerika Serikat, serta anjungan-anjungan darat dan lepas
pantai, maupun pabrik-pabrik methanol dan LPG dan pembangkit listrik. Keterlibatan Perseroan dalam bisnis eksplorasi dan produksi migas
diawali dari pengambilalihan kontrak-kontrak eksplorasi dan produksi milik Tesoro di Kalimantan TAC dan PSC pada tahun 1992 dan
pengambilalihan PT Stanvac Indonesia dari ExxonMobil pada tahun 1995. Dengan didukung oleh keberhasilan penawaran perdana IPO pada tahun
1994, Perseroan terus melaksanakan ekspansi ke industri petrokimia
dengan menandatangani Perjanjian Kerja Sama Operasi dengan Pertamina untuk mengelola pabrik methanol milik Pertamina di pulau Bunyu
Kalimantan Timur di tahun 1997.
4.1.4.9 PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk
Keberadaan PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk atau sering disebut PGN dengan kode transaksi perdagangan dipasar modal PGAS,
merupakan hasil dari sebuah perjuangan panjang yang dirintis sejak tahun 1859, ketika masih bernama Firma L. J. N Einthoven Co. Gravenhage.
Kemudian pada tahun 1950, oleh pemerintah Belanda, perusahaan tersebut diberi nama NV. Netherland Indische Gaz Maatschapij NV.NIGM.
Namun pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih kepemilikan Firma tersebut dan merubah namanya menjadi Badan
Pengambil Alih Perusahaan-Perusahaan Listrik dan Gas BP3LG. Seiring dengan perkembangan Pemerintahan Indonesia, pada tahun 1961 status
perusahaan itu beralih menjadi BPU-PLN. Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
191965, perseroan ditetapkan sebagai Perusahaan Negara dan dikenal sebagai Perusahaan Negara Gas PN Gas. Kemudian, berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1984, PN Gas diubah menjadi perusahaan umum “Perum” dengan nama Perusahaan Umum Gas
Negara. Setelah itu, status perusahaan diubah dari Perum menjadi perusahaan perseroan terbatas yang dimiliki oleh negara Persero dan
namanya berubah menjadi PT Perusahaan Gas Negara Persero berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta Pendirian
Perusahaan No. 486 tanggal 30 Mei 1996 yang diaktakan oleh notaris Adam Kasdarmaji, SH.
Saham perseroan telah dicatatkan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode transaksi
perdagangan “PGAS”.
4.1.4.10 PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
Perseroan berdiri pada 2 Maret 1981. Perseroan didirikan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan kebijakan serta program Pemerintah
dalam mengembangkan pertambangan nasional, khususnya batubara. Perseoran juga mengusahakan pengolahan lebih lanjut atas hasil produksi
bahan-bahan galian, terutama batubara serta memperdagangkan hasil produksi, baik hasil sendiri maupun hasil produksi pihak lain. Kegiatan
perseroan lainnya adalah mengoperasikan dermaga dan pelabuhan khusus batubara, mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap serta memberikan
jasa konsultasi dalam bidang industri pertambangan batubara. Sejak 23 Desember 2002, Perseroan menjadi perusahaan publik
dengan mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta BEJ dan Bursa Efek Surabaya BES dengan kode saham “PTBA”. Pada saat penawaran saham
perdana IPO, Perseroan mengeluarkan waran yang diperdagangkan sejak 30 Juni 2003 hingga 22 Desember 2005. Perseroan memiliki 2 dua unit
pertambangan, yaitu Unit Pertambangan Tanjung Enim yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatera Selatan yang dioperasikan dengan sistem
penambangan terbuka open pit mining serta Unit Pertambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat yang dioperasikan dengan sistem tambang
dalam underground mining. Saat ini Perseroan memiliki sumberdaya batubara sekitar 7.498,23
juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 6.066,74 juta ton 80,9 terdapat di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Sisanya 1.340,63 juta ton 17,9
berada di Cerenti, Riau serta 90,85 juta ton 1,2 terdapat di Ombilin, Sumatera Barat.
4.1.4.11 PT Timah Tbk
PT Timah Tbk mewarisi sejarah panjang usah pertambangan timah di Indonesia yang sudah lebih dari 200 tahun. Sumber daya mineral timah
di Indonesia ditemukan terbesar di daratan dan perairan sekitar pulau- pulau Bangka, Belitung, Singkep, Karimun, dan Kundur. Dimasa kolonial,
pertambangan timah di Bangka dikelola oleh badan usaha pemerintah kolonial “Banka Tin Winning Bedrijf BTW, Di Belitung dan Singkep
dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing Gemeenschappelijike Mjinbouw Maatschappij GMB dan NV Singkep
Tin Exploitatie Maatschappij NV SITEM. Setelah kemerdekaan R.I, ketiga perusahaan Belanda tersebut
dinasionalisasikan antara tahun 1953 – 1958 menjadi tiga perusahaan
negara yang terpisah. Pada tahun 1968, ketiga perusahaan negara tersebut digabung menjadi satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara PN
Tambang Timah. PT Timah Tbk melakukan penawaran umum perdana di pasar modal
Indonesia dan internasional, dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, dan The Londong Stock Exchange pada
tanggal 19 Oktober 1995. Sejak saat itu, 35 saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negri, dan 65 sahamnya masih dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia. Untuk memfasilitasi strategi pertumbuhan melalui diversifikasi
usaha, pada tahun 1998 PT Timah Tbk melakukan reorganisasi kelompok usaha dengan memisahkan operasi perusahaan ke dalam tiga anak
perusahaan, yang secara praktis menempatkan PT Timah Tbk menjadi induk perusahaan holding company dan memperluas cakupan usahanya
ke bidang pertambangan, industri, keteknikan, dan perdagangan. Saat ini PT Timah Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam
timah terbesar didunia dan sedang dalam proses mengembangkan usahanya diluar penambangan timah dengan tetap berpijak pada
kompetensi yang dimiliki dan dikembangkan.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Return Saham
Saham suatu perusahaan bisa dinilai dari pengembalian return yang diterima oleh pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan.
Return saham dihitung dengan cara mengurangkan harga saham pada waktu tertentu dengan harga saham pada periode sebelumnya. Harga
saham yang digunakan merupakan harga penutupan akhir tahun pada periode tahun 2004-2008. Rumus return saham yang digunakan adalah
sebagai berikut : R
t
Tabel 1
=
Return Saham Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di BEI tahun 2005- 2008
No Nama perusahaan
Periode tahun Rata
- rata
2005 2006
2007 2008
1 PT Aneka Tambang Persero Tbk
1,07 1,24
0,44 0,76
0,28 2
PT ATPK Resources Tbk 0,09
0,72 13,47
0,83 3,00
3 PT Bumi Resources Tbk
0,05 0,18
5,67 0,85
1,24 4
PT Central Korporindo International Tbk 5,40
0,31 0,76
1,24 5
PT Citatah Tbk 0,17
0,30 1,49
0,43 0,15
6 PT Energi Mega Persada Tbk
0,25 0,31
1,87 0,94
0,22 7
PT International Nickel Indonesia Tbk 0,07
1,36 2,10
0,98 0,60
8 PT Medco Energi International Tbk
0,63 0,05
0,45 0,64
0,12 9
PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk 2,63
0,68 0,32
0,83 0,70
10 PT Tambang Batubara Bukit AsamTbk
0,18 0,96
2,40 0,43
0,78 11
PT Timah Tbk 0,12
1,43 5,49
0,96 1,46
Rata – rata 0,40
0,91 3,01
0,76 0,89
Sumber : Indonesian Capital Market Directory diolah Dari pengamatan tabel 1, dapat diketahui bahwa perusahaan yang
memberikan return saham tertinggi pada tahun 2005 adalah PT
Perusahaan Gas Negara Persero Tbk yaitu 2,63 263, pada tahun 2006 adalah PT Central Korporindo International Tbk yaitu 5,40 540, pada
tahun 2007 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu 13,47 1.347. Pada tahun 2008, semua perusahaan mengalami return yang negatif. Perolehan
return saham terbaik pada tahun 2008 adalah PT Citatah Tbk dan PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk yaitu -0,43 -43.
Sedangkan perusahaan yang memberikan return saham terendah pada tahun 2005 adalah PT Citatah Tbk yaitu -0,17 -17, pada tahun
2006 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu -0,72 -72, pada tahun 2007 adalah PT Aneka Tambang Tbk yaitu -0,44 -44, dan pada tahun
2008 adalah PT International Nickel Indonesia Tbk yaitu -0,98 -98.
4.2.2 ROE Return On Equity
Rasio ini mengukur laba bersih sesudah pajak per rupiah modal sendiri. Return on Equity ROE merupakan tingkat pengembalian yang
diterima oleh pemegang saham atas investasinya dalam suatu badan usaha. Rasio ini mencerminkan apakah investasi yang dilakukan menguntungkan
atau tidak, baik untuk saat ini atau prospeknya di masa depan. Perhitungan ROE didapat dengan rumus sebagai berikut :
ROE =
Tabel 2 ROE Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di BEI tahun 2005-2008
No Nama perusahaan
Periode tahun Rata -
rata 2005
2006 2007
2008
1 PT Aneka Tambang Persero Tbk
27,79 36,27
58,5 16,97
34,88 2
PT ATPK Resources Tbk 2,03
56,74 23,75
15,51 24,51
3 PT Bumi Resources Tbk
52,38 61,76
70,32 40,93
56,35 4
PT Central Korporindo International Tbk 0,20
0,23 0,25
0,17 5
PT Citatah Tbk 168,81
540,36 29,32
7,69 87,48
6 PT Energi Mega Persada Tbk
29,01 13,90
3,45 0,94
11,36 7
PT International Nickel Indonesia Tbk 20,94
30,51 84,60
23,63 39,92
8 PT Medco Energi International Tbk
14,01 7,12
1,27 38,22
15,16 9
PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk 20,53
33,94 19,62
8,96 20,76
10 PT Tambang Batubara Bukit AsamTbk
22,75 21,16
27,14 42,71
28,44 11
PT Timah Tbk 7,01
12,41 53,13
35,13 26,92
Rata – rata 2,14
63,72 24,11
18,00 26,99
Sumber : Indonesian Capital Market Directory Dari pengamatan tabel 2, dapat diketahui bahwa perusahaan yang
menghasilkan ROE tertinggi pada tahun 2005 adalah PT Bumi Resources Tbk yaitu 52,38, pada tahun 2006 adalah PT Citatah Tbk yaitu 540,36,
pada tahun 2007 adalah PT International Nickel Indonesia Tbk yaitu 84,60, dan pada tahun 2008 adalah PT Tambang Batubara Bukit Asam
Tbk yaitu 42,71. Sedangkan perusahaan yang menghasilkan ROE terendah pada tahun
2005 adalah PT Citatah Tbk yaitu -168,81, pada tahun 2006 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu -56,74, pada tahun 2007 adalah PT Citatah
Tbk yaitu -29,32, dan pada tahun 2008 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu -15,51.
Dari tabel 2 juga didapat rata-rata ROE tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu 63,72, sedangkan terendah pada tahun 2005 yaitu 2,14.
4.2.3 PER Price Earning Ratio
Price Earning Ratio menunjukkan besarnya harga tiap satu rupiah earning perusahaan. Rasio ini menggambarkan ketersediaan investasi
membayar suatu jumlah tertentu untuk setiap perolehan laba perusahaan. PER yang tinggi menunjukkan ekspektasi investor tentang prestasi
perusahaan dimasa yang akan datang cukup tinggi, Harahap, 2002:311. Rasio ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
PER =
Tabel 3 PER Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI tahun 2005-2008
No Nama perusahaan
Periode tahun Rata –
rata 2005
2006 2007
2008
1 PT Aneka Tambang Persero Tbk
8,10 49,14
8,34 7,60
18,30 2
PT ATPK Resources Tbk 72,75
1,15 22,61
6,83 25,84
3 PT Bumi Resources Tbk
12,16 8,70
15,67 2,50
9,76 4
PT Central Korporindo International Tbk 3.145,82
498,17 645,14
129,38 1.104,63
5 PT Citatah Tbk
1,48 1,43
6,47 17,53
2,04 6
PT Energi Mega Persada Tbk 35,42
28,43 185,55
34,62 53,70
7 PT International Nickel Indonesia Tbk
4,96 6,64
86,57 4,88
25,76 8
PT Medco Energi International Tbk 14,28
31,98 268,37
2,02 79,16
9 PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk
35,91 27,81
59,82 96,02
54,89 10
PT Tambang Batubara Bukit AsamTbk 8,88
16,72 38,07
9,31 18,25
11 PT Timah Tbk
8,52 10,70
80,94 4,05
26,05
Rata – rata 290,89
61,43 123,58
21,08 124,24
Sumber : Indonesian Capital Market Directory Dari pengamatan tabel 3, dapat diketahui bahwa perusahaan yang
menghasilkan PER tertinggi pada tahun 2005,2006,2007, dan 2008 adalah PT Central Korporindo International Tbk yaitu 3.145,82 kali, 498,17 kali,
645,14 kali, dan 129,38 kali.
Sedangkan perusahaan yang menghasilkan PER terendah pada tahun 2005 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu -72,75 kali, pada tahun 2006
adalah PT Citatah Tbk yaitu -1,43 kali, pada tahun 2007 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu -22,61 kali, dan pada tahun 2008 adalah PT Energi
Mega Persada Tbk yaitu -34,62 kali. Dari tabel 3 juga didapat rata-rata PER tertinggi terjadi pada tahun
2005 yaitu 290,89 kali, sedangkan terendah pada tahun 2008 yaitu 21,08 kali.
4.2.4 DER Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio menggambarkan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas perusahaan yang digunakan sebagai sumber
pendanaan usaha. Menurut Horne dan Wachoviz 1998:145 dalam Suharli 2005, debt to equity ratio merupakan perhitungan sederhana yang
membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham. Rasio dapat dihitung dengan rumus :
DER =
Tabel 4 DER Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI tahun 2005-2008
No Nama perusahaan
Periode tahun Rata –
rata 2005
2006 2007
2008
1 PT Aneka Tambang Persero Tbk
1,11 0,70
0,38 0,26
0,61 2
PT ATPK Resources Tbk 0,01
0,91 0,11
0,21 0,31
3 PT Bumi Resources Tbk
6,27 5,95
1,26 2,02
3,88 4
PT Central Korporindo International Tbk 0,09
0,18 0,16
0,18 0,15
5 PT Citatah Tbk
12,84 52,63
3,29 3,46
8,26 6
PT Energi Mega Persada Tbk 8,15
3,63 1,80
2,39 3,99
7 PT International Nickel Indonesia Tbk
0,29 0,26
0,36 0,21
0,28 8
PT Medco Energi International Tbk 1,70
2,21 2,94
1,68 2,13
9 PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk
1,83 1,61
2,31 2,47
2,06 10
PT Tambang Batubara Bukit AsamTbk 0,38
0,35 0,48
0,51 0,43
11 PT Timah Tbk
0,79 1,06
0,50 0,51
0,72
Rata – rata
3,04 3,25
1,24 1,26
0,57
Sumber : Indonesian Capital Market Directory Dari pengamatan tabel 4, dapat diketahui bahwa perusahaan yang
menghasilkan DER tertinggi pada tahun 2005 adalah PT Citatah Tbk yaitu 12,84 kali, pada tahun 2006 adalah PT Bumi Resources Tbk yaitu 5,95
kali, pada tahun 2007 dan 2008 adalah PT Citatah Tbk yaitu 3,29 kali dan 3,46 kali.
Sedangkan perusahaan yang menghasilkan DER terendah pada tahun 2005 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu 0,01 kali, pada tahun 2006
adalah PT Citatah Tbk yaitu -52,63 kali, pada tahun 2007 adalah PT ATPK Resources Tbk yaitu 0,11 kali, dan pada tahun 2008 adalah PT Central
Korporindo International Tbk yaitu 0,18 kali. Dari tabel 4 juga didapat rata-rata DER tertinggi terjadi pada tahun
2005 yaitu 3,04 kali, sedangkan terendah pada tahun 2006 yaitu -3,25 kali.
4.2.5 PBV Price to Book Value
Price to Book Value PBV yaitu rasio untuk membandingkan harga pasar sebuah saham dengan nilai buku sebenarnya. Rasio ini dapat
diperoleh dengan rumus: PBV =
Tabel 5 PBV Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI tahun 2005-2008
No Nama perusahaan
Periode tahun Rata –
rata 2005
2006 2007
2008
1 PT Aneka Tambang Persero Tbk
2,25 17,82
4,88 1,29
6,56 2
PT ATPK Resources Tbk 1,47
0,65 5,37
1,06 2,14
3 PT Bumi Resources Tbk
6,37 5,38
11,02 1,02
5,95 4
PT Central Korporindo International Tbk 0,15
1,01 1,48
0,33 0,74
5 PT Citatah Tbk
2,50 7,72
1,90 1,35
0,49 6
PT Energi Mega Persada Tbk 10,28
3,95 6,40
0,33 5,24
7 PT International Nickel Indonesia Tbk
1,04 2,03
73,24 1,15
19,37 8
PT Medco Energi International Tbk 2,00
2,28 3,40
0,77 2,11
9 PT Perusahaan Gas Negara Persero Tbk
7,37 9,44
11,74 8,60
9,29 10
PT Tambang Batubara Bukit AsamTbk 2,02
3,54 10,33
3,98 4,97
11 PT Timah Tbk
0,60 1,33
43,00 1,42
11,59
Rata – rata 3,28
3,61 15,71
1,94 6,13
Sumber : Indonesian Capital Market Directory Dari pengamatan tabel 5, dapat diketahui bahwa perusahaan yang
menghasilkan PBV tertinggi pada tahun 2005 adalah PT Energi Mega Persada Tbk yaitu 10,28 kali, pada tahun 2006 adalah PT Aneka Tambang
Tbk yaitu 17,82 kali, pada tahun 2007 adalah PT International Nickel Indonesia Tbk yaitu 73,24 kali, dan pada tahun 2008 adalah PT
Perusahaan Gas Negara Tbk yaitu 8,60 kali.
Sedangkan perusahaan yang menghasilkan PBV terendah pada tahun 2005 adalah PT Central Korporindo International Tbk yaitu 0,15 kali, pada
tahun 2006 adalah PT Citatah Tbk yaitu -7,72 kali, pada tahun 2007 adalah PT Central Korporindo International Tbk yaitu 1,48 kali, dan pada tahun
2008 adalah PT Central Korporindo International Tbk dan PT Energi Mega Persada Tbk yaitu 0,33 kali.
Dari tabel 5 juga didapat rata-rata PBV tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu 15,71 kali, sedangkan terendah pada tahun 2008 yaitu 1,94 kali.
Selanjutnya apabila dilihat dari nilai minimum, maksimum dan rata- rata mean
dan standar deviasi δ dari masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:
4.3 Analisis Data
4.3.1 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda yang berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kedua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Untuk mengetahui pengaruh antara Return on Equity ROE, Price Earning Ratio PER,
Debt to Equity Ratio DER, dan Price to Book Value PBV terhadap Return Saham digunakan persamaan regresi :
Y = β
+ β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
+ e Perhitungan analisis regresi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
i
Tabel 6 Hasil Perhitungan Regresi
Sumber : Hasil analisa SPSS Dari tabel 6, maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut :
Return Saham = 0,208 + 0,018 ROE + 0,004 PER – 0,110 DER + 0,081 PBV
Dari persamaan regresi linier berganda dapat dijelaskan : 1.
Konstanta β sebesar 0,208 artinya bahwa jika perusahaan tidak
mempublikasikan laporan keuangan dan rasio keuangan Return on Equity, Price Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Price to Book
Value maka return saham naik sebesar 0,208 atau mengalami kenaikan sebesar 0,208.
2. Koefisien regresi untuk Return on Equity
β
1
Coefficients
a
,208 ,356
,582 ,564
,018 ,009
,280 2,019
,050 ,004
,002 ,329
2,464 ,018
-,110 ,130
-,110 -,848
,402 ,081
,030 ,360
2,675 ,011
Constant ROE
PER DER
PBV Model
1 B
Std. Error Unstandardized
Coefficients Beta
Standardized Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: Return Saham a.
sebesar 0,018 artinya bahwa setiap perubahan satu satuan pada rasio keuangan Return on
Equity maka return saham akan mengalami kenaikan sebesar 0,018. Dalam hal ini faktor-faktor lain yang mempengaruhi return saham
dianggap tetap.
3. Koefisien regresi untuk Price Earning Ratio
β
2
4. Koefisien regresi untuk Debt to Equity Ratio
β sebesar 0,004 artinya
bahwa setiap perubahan satu satuan pada rasio keuangan Price Earning Ratio maka return saham akan mengalami kenaikan sebesar 0,004.
Dalam hal ini faktor-faktor lain yang mempengaruhi return saham dianggap tetap.
3
5. Koefisien regresi untuk Price to Book Value
β sebesar -0,110 artinya
bahwa setiap perubahan satu satuan pada rasio keuangan Debt to Equity Ratio maka return saham akan mengalami penurunan sebesar 0,110.
Dalam hal ini faktor-faktor lain yang mempengaruhi return saham dianggap tetap.
4
sebesar 0,081 artinya bahwa setiap perubahan satu satuan pada rasio keuangan Price to Book
Value maka return saham akan mengalami kenaikan sebesar 0,081. Dalam hal ini faktor-faktor lain yang mempengaruhi return saham
dianggap tetap.
4.3.2 Koefisien Determinasi Tabel 7
Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 ,598a
,358 ,292
1,23233 2,664
a Predictors: Constant, PBV, PER, DER, ROE b Dependent Variable: Return Saham
Sumber : Hasil analisa SPSS
Untuk mengetahui besar presentase variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas, maka dicari nilai R
2
. Dari tabel 7 diperoleh nilai R
2
atau nilai koefisien determinasi sebesar 0,358 atau 35,8 hal ini berarti 35,8 variasi total return bisa dijelaskan oleh
variasi dari ke empat variabel bebas yaitu ROE, PER, DER, dan PBV sedangkan sisanya sebesar 64,2 dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar
model.
4.3.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.3.1 Pengujian Multikolinieritas
Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolinearitas antar variabel independent digunakan variance inflation factor VIF. Berdasar
hasil dari masing-masing variabel independent dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8 Perhitungan VIF
Coefficientsa
Collinearity Statistics Tolerance
VIF ,858
1,165 ,925
1,082 ,981
1,020 ,909
1,100 a Dependent Variable: Return Saham
Sumber : Data Primer diolah Berdasarkan Tabel 8 tidak terdapat satu variabel yang mempunyai
nilai VIF 10, artinya ke empat variabel independent tersebut tidak
terdapat hubungan multikolinearitas dan dapat digunakan untuk memprediksi return saham selama periode pengamatan 2005- 2008.
Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan multikolinearitas pada variabel ROE, PER, DER, dan PBV karena nilai
VIF 10,00.
4.3.3.2 Pengujian Autokorelasi
Penyimpangan autokorelasi dalam penelitian diuji dengan uji Durbin-Watson DW-test. Hasil regresi dengan level of significance 0.05
α=0.05 dengan sejumlah variabel independent k = 4 dan banyaknya data n = 44. Berdasarkan output SPSS 13.00, maka hasil uji autokorelasi
dapat dilihat pada Tabel 7. Pengambilan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi berdasarkan
tabel autokorelasi Algifari,2000:89.
Tabel 9 Tabel Autokorelasi
Durbin Watson Kesimpulan
1,3263 1,3263 - 1,7206
1,7206 - 2,2794 2,2794 - 2,6737
2,6737 Ada Autokorelasi
Tanpa Kesimpulan Tidak ada Autokorelasi
Tanpa Kesimpulan Ada Autokorelasi
Dalam penelitian ini nilai DW 2,664 yang berarti tidak ada
kesimpulan atau netral.
4.3.3.3 Pengujian Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scatterplot. Berdasarkan Gambar
4.3, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal ini berdasarkan gambar grafik dimana titik-titik yang ada dalam grafik
tidak membentuk pola tertentu yang jelas dan titik-titik tersebut tersebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y.
Gambar 2 Grafik Scatterplot
Sumber : Data Primer diolah Selain menggunakan grafik scaterplot, pengujian heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan uji rank spearman. Hasil dari uji rank spearman seperti yang ditunjukkan dibawah ini,
5 4
3 2
1 -1
-2
Regression Standardized Predicted Value
4 3
2 1
-1 -2
-3 R
egression St
udent iz
ed R
esi dual
Dependent Variable: Return Saham Scatterplot
Tabel 10 Uji Rank Spearman
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel bebas nya tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.3.4 Pengujian Hipotesis 4.3.4.1 Uji t
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu antara Return on Equity terhadap Return saham, Price
Earning Ratio terhadap Return saham, Debt to Equity Ratio terhadap Return saham, dan Price to Book Value terhadap Return saham dalam penelitian ini
dilakukan pengujian dua arah terhadap koefisien regresi yaitu uji t Ketentuan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan uji dua arah dengan tingkat signifikansi pada
α sebesar 10
= 0,05. 2.
Mengadakan distribusi uji t dengan derajat kebebasan df = n – k – 1.
Correlations
1,000 ,078
,035 ,400
. ,614
,821 ,007
44 44
44 44
,078 1,000
,063 ,405
,614 .
,685 ,006
44 44
44 44
,035 ,063
1,000 ,350
,821 ,685
. ,020
44 44
44 44
,400 ,405
,350 1,000
,007 ,006
,020 .
44 44
44 44
Correlation Coefficient Sig. 2-tailed
N Correlation Coefficient
Sig. 2-tailed N
Correlation Coefficient Sig. 2-tailed
N Correlation Coefficient
Sig. 2-tailed N
ROE PER
DER PBV
Spearmans rho ROE
PER DER
PBV
Correlation is significant at the 0.01 level 2-tailed. .
Correlation is significant at the 0.05 level 2-tailed. .
3. H
O
: βi = 0
,
variabel X
1
, X
2
, X
3
, X
4
Ha : βi ≠ 0, variabel X
secara parsial tidak mempunyai pengaruh terhadap return saham Y.
1
, X
2
, X
3
, X
4
4. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis
secara parsial mempunyai pengaruh terhadap return saham Y.
- Ho diterima Jika -t
tab
≤ t
hit
≤ t - Ho ditolak, Ha diterima
tab
Jika t
hit
-t
tab
atau t
hit
t
tab
Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa : 1.
Return on Equity ROE Nilai t
hitung
2,021 t
tabel
1,684, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini
berarti bahwa variabel ROE X
1
2. Price Earning Ratio PER
mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham Y.
Nilai t
hitung
2,464 t
tabel
1,684, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini berarti bahwa variabel PER X
2
3. Debt to Equity Ratio DER
mempunyai pengaruh secara parsial terhadap return saham Y.
Nilai t
hitung
-0,851 t
tabel
-1,684, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti bahwa variabel DER X
3
tidak mempunyai pengaruh secara parsial terhadap return saham Y.
4. Price to Book Value PBV
Nilai t
hitung
2,675 t
tabel
1,684, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini berarti bahwa variabel PBV X
4
Dengan hipotesis melalui uji t dapat disimpulkan bahwa variabel ROE X
tidak mempunyai pengaruh secara parsial terhadap return saham Y.
1
, PER X
2
, PBV X
4
, terbukti secara parsial sebagai variabel yang berpengaruh terhadap return saham Y, sedangkan DER X
4
terbukti sebagai variabel yang tidak berpengaruh terhadap return saham Y.
4.3.5 Uji Normalitas
Pengujian normalitas data penelitian adalah untuk menguji apakah dalam model statistik variabel-variabel penelitian berdistribusi tidak
normal. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau
tidak, salah satunya dengan menggunakan analisis grafik. Metode yang handal adalah dengan melihat normal probabilty plot, dimana pada grafik
normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal seperti ditampilkan dalam
Gambar 3 berikut:
Gambar 3 Grafik Normal Plot
Sumber : Data Primer diolah Berdasarkan grafik normal plot menunjukkan bahwa model regresi
layak digunakan dalam penelitian karena memenuhi asumsi normalitas.
4.4 Pembahasan
Secara parsial berdasarkan pembuktian hipotesis dari persamaan regresi Tabel 6 dapat dibahas sebagai berikut:
1. Return on Equity ROE
Hasil penelitian ini mengindikasi bahwa investor masih menggunakan ROE sebagai ukuran kinerja perusahaan untuk
memprediksi return saham dipasar modal. Semaikin tinggi rasio ROE maka semakin baik kinerja perusahaan dan semakin tinggi
pula tingkat return yang bakal diterima oleh investor.
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
Observed Cum Prob
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
E xpect
ed C
um P
rob
Dependent Variable: Y Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Laba yang diterima perusahaan pertambangan dapat meningkatkan return bagi investor. Karena investor percaya
terhadap kinerja perusahaan dalam meningkatkan laba yang dapat meningkatkan harga saham dipasaran. Semakin tinggi harga saham
perusahaan maka semakin tinggi return saham yang diterima oleh investor.
Semakin tinggi rasio ini maka akan memberikan tingkat kembalian yg lebih besar pada pemegang saham. Harahap,
2002:305 2.
Price Earning Ratio PER Kenaikan PER akan menaikkan jumlah return yang diterima
investor. Para investor akan membeli saham ketika saham tersebut adalah undervalued, yaitu harga sebenarnya lebih besar dari pada
harga pasarnya. Sebaliknya, para investor akan menjual saham ketika saham tersebut overvalued, yaitu harga pasarnya lebih besar
dari pada harga sebenarnya. PER merupakan rasio harga saham suatu perusahaan dengan pendapatan per lembar saham.
Perusahaan-perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan mempunyai return saham tinggi, dan selanjutnya PER yang lebih
tinggi, yang mendorong terjadinya growth stock, dan begitu juga sebaliknya.
Harga saham yang terus meningkat dapat memunculkan kepercayaan bagi investor terhadap perusahaan pertambangan.
Saham-saham perusahaan pertambangan merupakan saham-saham unggulan yang selalu mengalami kenaikan nilai saham. Dengan
peningkatan nilai saham perusahaan pertambangan maka return saham yang diterima investor pun akan meningkat.Semakin banyak
permintaan akan saham pertambangan, maka harganya pun akan semakin melambung.
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya 2007 yang menyatakan bahwa variabel PER tidak
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap return saham. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Basu 1977 dalam Meythi 2007
juga menyimpulkan bahwa variabel PER berpengaruh signifikan dan positif.
Saham dengan nilai PER yang tinggi akan memperoleh pengembalian yang lebih tinggi dari saham dengan PER yang
rendah. PER yang tinggi menunjukkan ekspetasi investor tentang prestasi perusahaan dimasa yang akan datang cukup tinggi.
Harahap, 2002:311 3.
Debt to Equity Ratio DER Semakin besar DER mencerminkan kinerja perusahaan yang
buruk, dikarenakan perusahaan banyak memanfaatkan hutang jangka panjang sebagai pendanaan usahanya,
sehingga mengakibatkan semakin besar resiko yang harus ditanggung
investor. Kreditur jangka panjang lebih menyukai rasio DER yang
kecil karena menunjukkan bahwa semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik modal sehingga semakin kecil risiko
kreditur yang secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan return saham bagi pemilik modal Prastowo, 2002:
84. Investor tidak melihat penggunaan hutang dalam perusahaan
akan mengurangi return yang diterima. Penggunaan hutang bagi perusahaan pertambangan digunakan untuk mengeksplor tambang-
tambang baru yang ada. Dalam artian perusahaan menginvestasikan hutangnya untuk jangka panjang. Hal ini
berpengaruh pada perolehan laba bagi perusahaan. Hutang tersebut dapat meningkatkan laba perusahaan. Sehingga investor percaya
pada perusahaan pertambangan. Apa lagi perusahaan pertambangan merupakan perusahaan yang paling diburu investor,
dikarenakan begitu besarnya pendapatan dan laba yang dihasilkan oleh perusahaan pertambangan. Selain itu masih banyak
kandungan-kandungan mineral di Indonesia yang belum tereksplor oleh perusahaan-perusahaan pertambangan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharli 2005, bahwa DER tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap return saham. Sedangkan Ulupui 2007 menyatakan bahwa DER memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan.
4. Price to Book Value PBV
PBV merupakan perbandingan antara harga pasar dengan nilai buku suatu saham. Rasio PBV kebanyakan digunakan untuk
menilai harga-harga saham. Nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai bukunya maka
nilai rasio PBV akan naik pula. Harga saham tersebut akan mahal dipasar. Hal ini disebabkan karena kinerja perusahaan
pertambangan yang semakin baik, dan dilihat oleh investor sebagai investasi yang menguntungkan. Apabila banyak investor yang
menanamkan investasi nya pada saham perusahaan pertambangan, maka harga saham perusahaan pertambangan akan terus naik.
Harga pasar yang semakin meningkat akan memberikan keuntungan tersendiri bagi investor jangka panjang. Karena selisih
harga saham ketika membeli dengan harga saham ketika akan dijual tinggi sekali. Saham-saham yang menjadi incaran investor
akan langka dipasaran dan ini menyebabkan permintaan lebih tinggi dari penawaran, dan harga saham perusahaan pertambangan
akan semakin meningkat lagi. Keuntungan investor dapat terlihat ketika harga saham perusahaan pertambangan mengalami
kenaikan.
Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Rosenberg dkk yang dikutip oleh Eduardus Tandelilin dalam Analisis
Investasi dan Manajemen Portofolio 2001: 195, mengemukakan bahwa saham-saham yang memiliki rasio PBV yang rendah akan
menghasilkan return saham yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan saham-saham yang memiliki rasio PBV yang tinggi.
Sedangkan menurut penelitian Wijaya 2008, PBV tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan positif.
Rasio PBV bisa menjadi pertimbangan bagi para investor untuk menentukan investasinya.
100
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Return on equity ROE mampu meningkatkan return saham karena
peningkatan laba perusahaan pertambangan dapat menarik kepercayaan investor terhadap saham-saham perusahaan
pertambangan. Kepercayaan investor ini dapat menaikkan harga saham-saham perusahaan pertambangan, sehingga keuntungan
investor pun akan semakin besar dengan adanya kenaikan harga saham.
2. Price Earning Ratio PER mampu meningkatkan return saham.
Semakin tinggi harga saham perusahaan pertambangan maka semakin tinggi pula return yang diterima investor. Investor percaya bahwa
harga dari saham perusahaan pertambangan akan mengalami pertumbuhan dalam jangka panjang. Dan hal itu akan memberikan
keuntungan bagi investor, terdapat selisih yang besar saat membeli saham dan menjualnya kembali.
3. Debt to Equity Ratio DER tidak memberikan pengaruh terhadap
return saham. Investor tidak melihat penggunaan hutang dalam perusahaan akan mengurangi return yang diterima. Penggunaan
hutang bagi perusahaan pertambangan digunakan untuk mengeksplor tambang-tambang baru yang ada. Dalam artian perusahaan
menginvestasikan hutangnya untuk jangka panjang. Hal ini berpengaruh pada perolehan laba bagi perusahaan. Hutang tersebut
dapat meningkatkan laba perusahaan. Sehingga investor percaya pada perusahaan pertambangan. Apa lagi perusahaan pertambangan
merupakan perusahaan yang paling diburu investor, dikarenakan begitu besarnya pendapatan dan laba yang dihasilkan oleh perusahaan
pertambangan. Selain itu masih banyak kandungan-kandungan mineral di Indonesia yang belum tereksplor oleh perusahaan-
perusahaan pertambangan. 4.
Price to Book Value PBV mampu meningkatkan return saham. Nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai bukunya maka nilai rasio
PBV akan naik pula. Harga saham tersebut akan mahal dipasar. Hal ini disebabkan karena kinerja perusahaan pertambangan yang semakin
baik, dan dilihat oleh investor sebagai investasi yang menguntungkan. Apabila banyak investor yang menanamkan investasi nya pada saham
perusahaan pertambangan, maka harga saham perusahaan pertambangan akan terus naik. Harga pasar yang semakin meningkat
akan memberikan keuntungan tersendiri bagi investor jangka panjang. Karena selisih harga saham ketika membeli dengan harga saham
ketika akan dijual tinggi sekali. Saham-saham yang menjadi incaran investor akan langka dipasaran dan ini menyebabkan permintaan lebih