URAIAN TEORITIS Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Meda

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi II.1.1 Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi dapat diartikan menurut pandangan yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran tertentu. Ada pula yang menyebut komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan berupa lambang, suara, gambar, dan lain-lain dari suatu sumber kepada sasaran audience dengan menggunakan saluran tertentu. Hal ini dapat digambarkan melalui sebuah percakapan misalnya sebagai bentuk awal dari sebuah komunikasi. Orang yang sedang berbicara adalah sumber source dari komunikasi atau dengan istilah lain disebut komunikator. Orang yang mendengarkan disebut sebagai audience, sasaran, pendengar, atau komunikan. Apa yang disampaikan oleh orang yang sedang berbicara disebut sebagai pesan, sementara kata-kata yang disampaikan melalui udara disebut sebagai saluran atau channel. “Komunikasi berasal dari kata-kata bahasa Latin communis yang berarti umum common atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan commonness dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide, atau sikap” Suprapto, 2006:4. Jadi, kalau ada dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk perbincangan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan. Kesamaan bahasa yang Universitas Sumatera Utara dipergunakan dalam perbincangan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa perbincangan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa ynag dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang diperbincangkan. Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan diatas sifatnya sariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak ynag terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima paham atau keyakinan, melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain Effendy, 2006:9. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan commonness; kesepahaman antara sumber source dengan penerima audiencereceiver. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian, dan lain-lain yang sama seperti apa yang dikehendaki oleh si pengirim pesan. Wilbur Schram menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menrik perhatian komunikan. Universitas Sumatera Utara 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4. Pesan harus menyampaikan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

II.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Dari pengetian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini juga bisa disebut komponen atau elemen komunikasi. Untuk itu, kita perlu mengetahui unsur-unsur komunikasi Cangara, 2002: 23-27. Adapun unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut : 1. Sumber Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi juga bisa dalam bentuk kelompok misalnya, partai, organisasi, atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source atau sender. Universitas Sumatera Utara 2. Pesan Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa Inggris pesan biasanya diterjemahkan dengan kata message, content, atau information. 3. Media Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam- macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi. Selain indera manusia, ada juga saluran komunikasi seperti surat, telepon, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi massa, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, poster, spanduk dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain : radio, film, televisi, video recording, audio cassette dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 4. Penerima Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima adalah elemen penting dalam komunikasi, karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau media. 5. Pengaruh Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tinglah laku seseorang De Fleur, 1982. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. 6. Tanggapan Balik Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan. Hal-hal seperti itu yang menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber. Universitas Sumatera Utara 7. Lingkungan Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu. Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik misalnya geografis. Komunikasi sering sekali sulit dilakukan karena faktor jarak yang begitu jauh, dimana tidak tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya. Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan status sosial. Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain, menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak. Sedangkan dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena pertimbangan waktu, misalnya musim. Namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi memiliki nilai. Jadi, setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi. Bahkan ketujuh unsur itu saling bergantung satu sama lainnya. Universitas Sumatera Utara

II.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain di mana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang-lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh body language, seperti senyuman tertawa, dan menggeleng atau menganggukan kepala. Komunikasi antara pribadi umumnya dipahami lebih bersifat pribadi private dan berlangsung secara tatap muka face to face.

II.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Effendy 1986b mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Sementara itu Dean C. Barnlund 1968 mengemukakan, komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Rogers dalam Universitas Sumatera Utara Depari 1988 mengemukakan pula, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Tan 1981 mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas maka kita dapat melihat beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dari komunikasi kelompok dan komunikasi massa. De Vito 1976mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mengandung lima ciri sebagai berikut : 1 keterbukaan opennes; 2 empati empathy; 3 dukungan suportiveness; 4 perasaan positif positivness; dan 5 kesamaan equality. Evert M. Rogers dalam Depari 1988 menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi, yaitu : 1 arus pesan cenderung dua arah; 2 konteks komunikasi adalah tatap muka; 3 tingka umpan balik yang tinggi; 4 kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas sangat tinggi; 6 kecepatan menjangkau sasaran yang besar sangat lamban; dan 6 efek yang terjadi antara lain adalah perubahan sikap. I.2.2 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi Interpersonal dalam Komunikasi Antarpribadi Pola-pola komunikasi antarpribadi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Universitas Sumatera Utara Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik, yaitu : sikap percaya, sikap suportif dan terbuka. a. Sikap Percaya trust Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko Griffin, 1967:224-234. Menurut Johnson 1981, mempercayai meliputi membuka diri dan rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. Sejauhmana kita percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional. Menurut Deutsch 1958, harga diri dan otoritarianisme mempengaruhi percaya. Orang yang harga dirinya positif akan cenderung mempercayai orang lain, sebaliknya orang yang mempunyai kepribadian otoriter cenderung sukar mempercayai orang lain. Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya, yaitu ; menerima, empati dan kejujuran. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai Anita Taylor, 1977:193. Saya menerima Anda bila saya menerima anda sebagaimana adanya; tidak menilai atau mengatur. Saya memandang Anda secara realistis. Saya tahu Anda mempunyai perilaku yang menyenangkan dan yang menyebalkan. Universitas Sumatera Utara Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan. Kita selalu cenderung menilai dan sukar menerima. Akibatnya, hubungan antarpribadi tidak akan berlangsung seperti yang kita harapakan. Bila kita tidak bersikap menerima, kita akan mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan menghancurkan percaya. Orang enggan pula menerima kita karena takut pada akibat-akibat jelek yang akan timbul dari reaksi kita. Sikap menerima menggerakkan percaya, karena tidak akan merugikan orang lain. Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perlilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai orang berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi. Betapapun jeleknya perilakunya kita tetap berkomunikasi dengannya sebagai persona, bukan sebagai objek Rakhmat, 2005:131-132. Empati adalah faktor kedua yang menumbuhkan sikap percaya pada diri orang lain. Empati telah didefenisikan bermacam-macam. Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita Freud, 1921 ; sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi Scotland, et al., 1978:12; sebagai “imaginative intellectual and emotional participation in anther person’s experience” Bennet, 1979. Defenisi terakhir dikontraskan dengan pengertian simpati. Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imaginatif pada posisi orang lain. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati Universitas Sumatera Utara kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakan. Kejujuran adalah faktor yang ketiga yang menumbuhkan sikap percaya. Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Sikap menerima kita dapat tanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tak bersahabat; empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura. Supaya ditanggapi sebenarnya, kita harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus menghindari terlalu banyak melakukan “penopengan” atau “pengolahan kesan”. Kita tidak menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan lambang-lambang verbal dan non-verbal. Kejujuran menyebabkan perilaku kita dapat diduga. Ini mendorong orang lain untuk percaya kepada kita Rakhmat, 2005:133. b. Sikap Suportif Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif komunikasi antarpribadi akan gagal; karena orang defensif akan lebih melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif dan sebagainya atau faktor-faktor situasional. Diantara faktor-faktor situasional adalah perilaku orang lain. Jack R. Gibb menyebutkan eman perilaku yang menimbulkan perilaku suportif Gibb, 1961:10-15. Secara singkat perilaku yang menimbulkan iklim defensif dan suportif dapat diperhatikan pada tabel berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 2 Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb No. Iklim Defensif Iklim Suportif 1. Evaluasi Deskripsi 2. Kontrol Orientasi Masalah 3. Strategi Spontanitas 4. Netralitas Empati 5. Superioritas Persamaan 6. Kepastian Provisionalisme Dalam penelitian Gibb diungkapkan bahwa makin sering orang mengunakan perilaku di sebelah kiri, makin besar kemungkinan komunikasinya menjadi defensif. Sebaliknya, komunikasi defensif berkurang dalam iklim suportif, ketika orang menggunakan perilaku sebalah kanan. • Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain; memuji atau mngecam. Dalam mengevaluasi kita mempersoalkan nilai dan motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan orang lain, mengungkapkan betapa jelek perilakunya, meruntuhkan harga dirinya, kita akan melahirkan sikap defensif. Dekripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi Anda tanpa menilai. Deskripsi dapat juga terjadi ketika kita mnegevaluasi gagasan orang lain, tetapi orang merasa bahwa kita menghargai mereka menerima mereka sebagai individu yang patut dihargai. • Kontrol dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol artinya berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap, pendapat dan tindakannya. Melakukan kontrol juga berarti mengevaluasi orang lain Universitas Sumatera Utara sebagai orang yang jelek sehingga perlu diubah. Itu berarti kita tidak menerimanya. Setiap orang tidak ingin didominasi oang lain. Kita ingin menentukan perilaku yang kita senangi. Karena itu kontrol orang lain akan kita tolak. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Dalam orientasi masalah, Anda tidak mendiktekan pemecahan. Anda mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya. • Strategi dan Spontanitas. Strategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Anda menggunakan strategi bila orang menduga anda mempunyai motif-motif tersembunyi; Anda berkomunikasi dengan “udang di balik batu”. Spontanitas artinya ikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. Bila orang tahu kita melakukan strategi, ia akan menjadi defensif • Netralitas dan Empati. Natralitas berarti bersikap impersonal-memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, malainkan sebagai objek. Bersikap netral bukan berarti objektif, melainkan menunjukkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan perasaan dan pengalaman orang lain. Lawan netralis ialah empati. Tanpa empati, orang seakan-akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian. • Superioritas dan Persamaan. Superioritas artinya sikap menunjukkan Anda lebih tinggi atau lebih baik dripada orang lain karena status, kekuasaan, kamampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Superioritas akan melahirkan sikap defensif. Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain Universitas Sumatera Utara secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap persamaan, Anda tidak mempertegas perbedaan. Status boleh jadi berbeda , tetapi komunikasi anda tidak vertikal. Anda tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama. Dengan persamaan, Anda mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan. • Kepastian dan Provisionalisme. Dekat dengan superioritas adalah kepastian certainty. Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri, dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Provisionalisme, sebaliknya, adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita, untuk mengetahui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan; karena itu wajar juga kalau suatu saat pendapat dan keyakinannya bisa berubah. Provisial, dalam bahasa Inggris, artinya bersikap sementara atau menunggu sampai ada bukti yang lengkap. c. Sikap Terbuka Sikap terbuka open-mindedness amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme; sehingga untuk memahami sikap terbuka kita harus mengidentifikasikan terlebih dahulu karakteristik orang dogmatis. Milton Rokeach mendefenisikan dogmatisme sebagai: a. a relativly closed cognitive organization of beliefs and disbeliefs about reality b. organized around a central set of beliefs about absolute authority which, in turn c. provides a frame work for patterns of intolerance toward others. Universitas Sumatera Utara Rokeach, 1954:194-2004, dalam Rakhmat, 2005:136. Karakteristik sikap terbuka dikontraskan dengan karakteristik sikap tertutup dogmatis seperti dalam daftar berikut ini ; Tabel 3 Karakteristik Sikap Terbuka dan Sikap Tertutup No. Sikap Terbuka Sikap Tertutup 1 Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika Menilai pesan berdasarkan motif- motif pribadi 2 Membedakan suasana dengan mudah, melihat nuansa Berpikir simplistis 3 Berorientasi pada isi Berorientasi pada sumber pesan 4 Mencari informasi dari berbagai sumber Mencari informasi dari sumbernya sendiri 5 Lebih bersifat provisionalisme dan bersedia mengubah kepercayaannya Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. 6 Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya. Tidak mampu membiarkan inkonsistensi. Secara lebih rinci karakteristik orang-orang dogmatis dijelaskan di bawah ini; 1 Menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat sejauh mana proposisi itu sesuai dengan dirinya. Argumentasi yang objektif, logis, cukup bukti akan ditolak mentah-mentah. “Pokoknya aku tidak percaya,” begitu sering diucapkan orang dogmatis. Setiap pesan akan dievaluasi berdasarkan desakan dari dalam individu inner pressures. Rokeach menyebut desakan ini antara lain, kebiasaan, kepercayaan, petunjuk perseptual, motif ego irasional, hasrat berkuasa, dan kebutuhan Universitas Sumatera Utara untuk membesarkan diri. Orang dogmatis sukar menyesuaikan dirinya dengan perubahan lingkungan. 2 Berpikir simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam dan putih, tidak ada kelabu. Ia tidak sanggup membedakan yang setengah benar dan setengah salah, yang tengah-tengah. Baginya kalau tidak salah, benar. Tidak mungkin ada bentuk antara. Dunia dibagi dua : yang pro kita dimana segala kebaikan berada, dan kontra kita dimana segala kejelekan berada. 3 Berorientasi pada sumber. Bagi orang dogmatis yang paling penting ialah siapa yang berbicara, buakn apa yang dibicarakan. Ia terikat sekali pada otoritas yang mutlak. Ia tunduk pada otoritas, karena – seperti umumnya orang dogmatis – ia cenderung lebih cemas dan mempunyai rasa tidak aman yang tinggi. 4 Mencari informasi dari sumber sendiri. Orang-orang dogmatis hanya mempercayai sumber informasi mereka sendiri. Mereka tidak akan meneliti tentang orang lain dari sumber yang lain. Pemeluk aliran agama yang dogmatis hanya mempercayai penjelasan tentang keyakinan aliran lain dari sumber-sumber yang terdapat pada aliran yang dianutnya. 5 Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. Berbeda dengan orang terbuka yang menerima kepercayaannya secara provisional, orang dogmatis menerima kepercayaannya secara mutlak. Orang dogmatis kuatir, bila satu butir saja dari kepercayaannya yang berubah, ia akan kehilangan seluruh dunianya. Ia akan mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaannya sampai titik darah yang penghabisan. Universitas Sumatera Utara 6 Tidak mampu membiarkan inkonsistensi. Orang dogmatis tidak tahan hidup dalam suasana inkonsisten. Ia mengehindari kontradiksi atau benturan gagasan. Informasi yang tidak konsisten dengan desakan dari dalam dirinya akan ditolak, didistorsi, atau tidak dihiraukan sama sekali. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting dapat saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal melalui komunikasi yang dilakukan.

II.3 Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain Stuart dan Sudeen, 1998. Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin 1986 menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual , sosial dan spiritual. William H. Fitts 1971 megemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan frame of reference dalam berinteraksi dengan lingkungan. Ia menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya berarti ia menunjukkan suatu Universitas Sumatera Utara kesadaran diri self awareness dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan total self seperti yang dialami individu disebut juga diri fenomenal Snygg Combs, 1949, dalam Fitts, 1971. Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami dan dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang ia sadari. Keseluruhan kesadaran atau persepsi ini merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu. Fitts juga mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri.

II.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri a.

Orang Lain Gabriel Marcel, filusuf eksistensialis, yang mencoba menjawab misteri keberadaan, The Mistery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita. Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana Anda menilai diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Harry Stack Sullivan 1953 menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan dan menolak kita, kita cenderung tidak akan menyenangi diri kita. Universitas Sumatera Utara Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead 1934 menyebut mereka significant other – orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua saudara-saudara kita, dan orang-orang yang satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber 1966:105 menamainya affective others – orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif Rakhmat, 2005: 101-102.

b. Kelompok Rujukan Reference Group

Dalam pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpegaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau Anda memilih kelompok rujukan Anda, Ikatan Dokter Indonesia, Anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku Anda. Anda juga merasa diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan seluruh sifat-sifat dokter menurut persepsi Anda. Universitas Sumatera Utara

II.3.2 Dimensi-Dimensi dalam Konsep Diri

Fitts 1971 membagi konsep diri dalam 2 dimensi pokok, yaitu sebagai berikut : c. Dimensi Internal Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal internal frame of reference adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk : 4. Diri Identitas Identity self Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri self oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. 5. Diri Pelaku Behavioral self Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai. Universitas Sumatera Utara 6. Diri PenerimaanPenilai Judging self Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri dan identitas pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Diri penilai menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri self esteem yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri, dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh. d. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan Universitas Sumatera Utara sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu : 6. Diri Fisik physical self Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus dan sebagainya. 7. Diri Etik-moral moral-ethical self Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. 8. Diri Pribadi personal self Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 9. Diri Keluarga family self Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga. Universitas Sumatera Utara 10. Diri Sosial social self Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian pula seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki pribadi yang baik tanpa adanya tanggapan atau rekasi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik. Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh.

II.3.3 Perkembangan Konsep Diri

Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut disepanjang kehidupan manusia. Symond 1951, dalam Fitts, 1971 mengatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perpektif. Diri self berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari orang lain. Ketika ibu dikenali sebagai orang yang terpisah dari dirinya dan ia mulai mengenali wajah-wajah orang lain, seorang bayi membentuk pandangan yang masih kabur tentang dirinya sebagai seorang individu. Pada usia 6-7 tahun, batas-batas dari diri individu mulai menjadi lebih jelas sebagai hasil dari eksplorasi dan pengalaman dengan tubuhnya sendiri. Universitas Sumatera Utara Selama periode awal kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya didasari oleh persepsi tentang diri sendiri. Kemudian dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri ini menjadi lebih banyak didasari oleh nilai-nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain Taylor, 1953; Comb Snygg, 1959. Selama masa anak pertengahan dan akhir, kelompok teman sebaya mulai memainkan peran yang dominan, menggantikan orang tua sebagai orang yang turut berpengaruh terhadap konsep diri mereka. Anak makin mengidentifikasikan diri dengan ank-anak seusianya dan mengadopsi bentuk-bentuk tingkah laku dari kelompok teman sebaya. Selama masa anak akhir konsep diri yang sudah terbentuk sudah agak stabil. Tetapi dengan mulainya masa pubertas terjadi perubahan drastis pada konsep diri. Remaja yang masih muda mempersepsikan dirinya sebagai orang dewasa dalam banyak cara, namun bagi orang tua ia tetap masih seorang anak-anak. Walaupun ketidaktergantungan dari orang dewasa masih belum mungkin terjadi dalam beberapa tahun, remaja mulai terarah pada pengaturan tingkah laku sendiri. Karena perubahan-perubahan yang terjadi mempengaruhi remaja pada hampir semua area kehidupan, konsep diri juga berada dalam keadaan terus beriubah pada periode ini. Ketidakpastian masa depan, membuat formulasi dari tujuan yang jelas merupakan tugas yang sulit. Namun, dari penyelesaian masalah dan konflik remaja inilah lahir konsep diri orang dewasa. Nilai-nilai dan sikap- sikap yang merupakan bagian dari konsep diri pada akhir masa remaja cenderung menetap dan relatif merupakan pengaturan tingkah laku yang bersifat permanen. Pada usia 25-30 tahun biasanya ego orang dewasa sudah terbentuk dengan Universitas Sumatera Utara lengkap, namun mulai dari sini konsep diri menjadi semakin sulit untuk berubah Agustiani, 2006:143-144. II.4 Remaja II.4.1 Pengertian Remaja Secara sederhana remaja didefenisikan sebagai periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang sudah menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah tersinggung perasaannya dan sebagainya. Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut : 4. individu berkembang dari saat ia pertama kali menunjukkan tanda- tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual biologi. 5. individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa psikologi. 6. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri sosial-ekonomi. Pada tahun-tahun berikutnya, defenisi ini makin berkembang ke arah yang lebih kongkret operasional. WHO kemudian menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja Sarwono, 2004:9. Universitas Sumatera Utara Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik Hurlock,1991. Pandangan ini didukung oleh Piaget Hurlock, 1991 yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegerasi kemasyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya tidak berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif,lebih atau kurang dari usia pubertas. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegerasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan Shaw dan Costanzo,1985. Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu remaja sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan badai”. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya Monks,dkk., 1989, namun yang perlu Universitas Sumatera Utara ditekankan disini adalah fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada di masa amat potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik. Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir emosional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya Shaw dan Costanzo, 1985.

II.4.2 Pembagian Masa Remaja

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian konopka, 1973 dalam Pikunas, 1976 ; Ingersoll 1989, yaitu sebagai berikut : i. Masa Remaja Awal 12-15 tahun Pada masa ini individumulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. ii. Masa Remaja Pertengahan 15-18 tahun Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri self directed. Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan Universitas Sumatera Utara impulsivitas, dan mebuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. iii. Masa Remaja Akhir 19-22 tahun Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha menetapkan tujuan vokasional dan mengenbangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini. Sedangkan pembagian masa remaja menurut Mappiare 1982, berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu usia 1213 tahun sampai dengan 1718 tahun adalah remaja awal, dan usia 1718 tahun sampai 2122 tahun adalah remaja akhir.

II.5 Teori S-O-R

S-O-R adalah singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Menurut teori ini, organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu. Maksudnya adalah keadaan internal organisme berfungsi menghasilkan respon tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Menurut stimulus respons ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara perasaan dan reaksi komunikan. Menurut model ini organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu. Maksudnya keadaan Universitas Sumatera Utara internal organisme berfungsi menghasilkan respons tertentu juka ada stimulus respons tertentu pula Fisher, 1986. Jadi unsur-unsur model ini adalah ; a. Pesan Stimulus, S b. Komunikan Organism, O c. Efek Response, R Prof. Dr. Mar’at Effendy, 2002 : 253, dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelly yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, ada tiga variabel penting, yaitu : d. Perhatian e. Pengertian f. Penerima Dari uraian diatas, maka proses komunikasi S-O-R dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Effendy, 2002 : 253 Gambar diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjai pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada Stimulus Komunikasi Antarpribadi Respon Pembentukan Konsep Diri Organisme :  Perhatian  Pengertian  Penerima Universitas Sumatera Utara perhatian dari komunikan. Proses berikutnya adalah komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimya maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. Maka setelah terjadinya proses-proses di dalam diri komunikan, maka perubahan yang terjadi adalah ; a. Perubahan kognitif, pada perubahan ini pesan ditujukan kepada komunikan, bertujuan hanya untuk mengubah pikiran komunikan. b. Perubahan afektif, dalam hal ini adapun tujuan komunikator bukan saja hanya untuk diketahui oleh komunikan, melainkan diharapkan adanya timbul suatu bentuk perasaan tertentu seperti rasa iba, sedih, terharu, gembira, puas, dan lain sebagainya. c. Perubahan behavioral, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen yang terkait

Konsep Diri Mahasiswa Indekos Dalam Konteks Komunikasi Antarpribadi

2 65 115

Peranan Komunikasi Antarpribadi Dalam Membentuk Konsep Diri (Studi Kasus Tentang Layanan Konseling Individual Konselor Terhadap Pembentukan Konsep Diri Siswa/i Tunarungu Di SLB – B Karya Murni Kota Medan)

2 50 111

Komunikasi Kelompok Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Kelompok Terhadap Pembentukan Konsep Diri di Komunitas games online “Perang Kaum” )

6 66 116

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)

6 53 121

Tayangan “Jika Aku Menjadi” Di TransTV Dan Konsep Diri Mahasiswa ( Studi Korelasional Tentang Pengaruh Tayangan “Jika Aku Menjadi” Di TransTV Terhadap Konsep Diri Mahasiswa FISIP USU)

3 48 111

Efektivitas Komunikasi Antarpribadi Dan Pembentukan Perilaku Narapidana (Studi Korelasional Mengenai Efektivitas Komunikasi AntarPribadi Terhadap Pembentukan Perilaku Narapida di LP Kelas II A Kotamadya Binjai)

2 41 123

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)

11 139 114

ANALISIS KOMUNIKASI ANTARPRIBADI MANTAN PENGGUNA NARKOBA YAYASAN SINARDJATI PAMARDI PUTRA DALAM PEMBENTUKAN CITRA DIRI KE MASYARAKAT

0 6 17

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI REMAJA LAPAS DENGAN PENDAMPING Komunikasi Antarpribadi Remaja Lapas Dengan Pendamping (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Remaja di Lapas Klaten dengan pendamping Yayasan Sahabat Kapas Mencapai Keterbukaan Diri).

0 3 14

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI REMAJA LAPAS DENGAN PENDAMPING Komunikasi Antarpribadi Remaja Lapas Dengan Pendamping (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Remaja di Lapas Klaten dengan pendamping Yayasan Sahabat Kapas Mencapai Keterbukaan Diri).

0 4 15