Penyusunan Naskah Lakon Naskah Lakon Teater Modern Indonesia

KELAS XI SMAMASMKMAK 148 SEMESTER 1 Usmar Ismail dan Asrul Sani berhasil membentuk ATNI Akademi Teater Nasional Indonesia pada tahun 1955. ATNI banyak melahirkan tokoh-tokoh teater, di antaranya: Wahyu Sihombing, Teguh Karya, Tatiek Malyati, Pramana Padmodarmaja, Kasim Achmad, Slamet Rahardjo, N. Riantiarno, dan banyak lagi. Kemudian, sebagian menjadi penulis naskah lakon Indonesia. Setelah ATNI berdiri, perkembangan teater dan naskah lakon di tanah air terus meningkat, baik dalam jumlah grup maupun dalam ragam bentuk pementasan. Grup-grup yang aktif menyelenggarakan pementasan di tahun 1958-1964 adalah Teater Bogor, STB Bandung, Studi Grup Drama Djogja, Seni Teater Kristen Jakarta, dan banyak lagi, di samping ATNI sendiri yang banyak mementaskan naskah-naskah asing seperti Cakar Monyet karya W.W. Jacobs, Burung Camar karya Anton Chekov, Sang Ayah karya August Strinberg, Pintu Tertutup karya Jean Paul Sartre, Yerma karya Garcia Federico Lorca, Mak Comblang karya Nikolai Gogol, Monserat karya E. Robles, Si Bachil karya Moliere, dan lain-lain. Naskah Indonesia yang pernah dipentaskan ATNI, antara lain: Malam Jahanam karya Motinggo Busye, Titik-titik Hitam karya Nasjah Djamin, Domba-domba Revolusi karya B. Sularto, Mutiara dari Nusa Laut karya Usmar Ismail dan Pagar Kawat Berduri karya Trisnoyuwono. Teater Modern Indonesia semakin semarak dengan berdirinya Pusat Kesenian Jakarta di Taman Ismail Marzuki, yang diresmikan pada 10 November 1968. Geliat teater di beberapa provinsi juga berlangsung semarak. Terlebih setelah kepulangan Rendra dari Amerika dengan eksperimen- eksperimennya yang monumental, sehingga mendapat liputan secara nasional, seperti Bib Bob, Rambate Rate Rata, Dunia Azwar, dan banyak lagi. Kemudian, Ariin C. Noer mendirikan Teater Ketjil; Teguh Karya mendirikan Teater Populer; Wahyu Sihombing, Djadoek Djajakoesoema, dan Pramana Padmodarmaja mendirikan Teater Lembaga; Putu Wijaya Mendirikan Teater Mandiri; dan N. Riantiarno mendirikan Teater Koma. Bentuk naskah lakonnya tidak hanya untuk pertunjukan presentasional, tetapi juga representasional. Semaraknya pertumbuhan Teater Modern Indonesia dilengkapi dengan Sayembara Penulisan Naskah Drama dan Festival Teater Jakarta, sehingga keberagaman bentuk pementasan dapat kita saksikan hingga hari ini. Kemudian, kita mengenal Teater Payung Hitam dari Bandung, Teater Garasi dari Yogyakarta, Teater Kubur dan Teater Tanah Air dari Jakarta, dan banyak lagi. Grup- grup teater tersebut mempunyai bentuk-bentuk penyajian yang berbeda satu sama lain yang tidak hanya mengadopsi naskah lakon dari Barat, tetapi dengan menggali akar-akar teater tradisi kita dalam penulisan naskah lakonnya.

1. Penyusunan Naskah Lakon

Pertama yang harus kita lakukan adalah memilih dan menentukan tema, yaitu pokok pikiran atau dasar cerita yang akan ditulis. Saat memilih dan menentukan tema, harus mengingat kejadian peristiwa yang dalam pertunjukan dinyatakan sebagai laku atau action dan motif, yaitu alasan bagi timbulnya suatu laku atau kejadianperistiwa. Kejadianperistiwa dari laku harus diterangkan melalui rangkaian dan totalitas sebab-akibat. Timbulnya motif sebagai dasar laku merupakan keseluruhan dari rangsang dinamis yang menjadi lantaran seseorang mengadakan tanggapan. Dasar timbulnya motif, adalah kecenderungan- kecenderungan dasar yang dimiliki manusia, kecenderungan untuk dikenal, untuk mengejar kedudukan, dan lain-lain, yang disebabkan oleh keadaan isik dan status sosialnya. Juga disebabkan oleh sifat-sifat intelektual dan emosionalnya. SENI BUDAYA 149 Setelah memilih dan menentukan jalan cerita yang akan ditulis, langkah selanjutnya adalah merumuskan intisari cerita yang disebut premise. Apabila premise digunakan sebagai dasar ide gagasan, kita akan mendapat pola cerita, ke arah mana tujuan cerita yang kita tuangkan dalam bentuk naskah lakon. Apabila kita menyeleweng dari arah yang telah ditentukan, maka kita tidak akan sampai pada tujuan. Sebagaimana yang tersurat dan tersirat di dalam premise. Premise yang kita tentukan akan teruji dan terbukti kebenarannya jika kita sampai pada titik tujuan, titik akhir lakon. Oleh karena itu, kita harus benar-benar yakin akan premise yang telah ditentukan. Jangan menulis sebuah lakon yang premisenya masih kita sangsikan sendiri Misalnya kita menentukan premise, siapa yang menggali lubang akan terperosok sendiri ke dalamnya. Bagaimana dengan kebenaran premise itu? Yakinkah kita? Nah, kalau kita yakin, kita harus berpegang pada premise itu, sehingga kita akan terhindar dari bahaya kerja yang meraba-raba. Kalau premise yang kita tulis ternyata sama dengan premise naskah lakon tertentu, kita jangan kecil hati karena hasil tulisannya akan berbeda. Pengolahannya pasti akan berbeda dengan naskah lakon yang sudah ada. Misalnya, naskah lakon “Jayaprana dan Layonsari” dari Bali, premisenya sama dengan naskah lakon tragedi “Romeo Juliet karya Williams Shakespeare, tetapi kedua naskah lakon tersebut berbeda. Sebagai akhir uraian tentang premise, baiklah kita kemukakan kenyataan bahwa tidak ada lakon yang baik tanpa premise. Oleh karena itu, kita sebutkan beberapa contoh: • “MACBETH” karya Williams Shakerpeare Premise: “Nafsu angkara murka membinasakan diri sendiri”. • “TARTUFFE” karya Moliere Premise: “Siapa menggali lubang untuk orang lain, akan terjerumus sendiri ke dalamnya”. • “RUMAH BONEKA” karya Hendrik Ibsen Premise: “Tiada keserasian dalam pernikahan akan mendorong perceraian”. • “DEAD END” karya Sidney Kingsley Premise: “Kemiskinan mendorong kejahatan”. • “API” karya Usmar Ismail. Premise: “Ambisi angkara membinasakan diri sendiri”

2. Menginterpretasi Naskah Lakon