C. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara seseorang mengekspresikan diri dengan watak dan kemampuan seseorang menggunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasa
seseorang, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya dan semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan kepadanya.
Semakin kaya kosa kata seseorang dan semakin mantap pula dia memahami makna kosa kata itu, maka semakin beragam pula gaya bahasa yang
dimanfaatkannya. Selain itu semakin mudah pula dia memahami serta menghayati gaya bahasa yang dipakai orang lain Tarigan, 1985: 112.
Keraf 1991: 129 menyatakan bahwa gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari mudah tidaknya makna yang ditangkap oleh pembaca, yaitu apakah
acuan yang masih dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih mempertahankan makna
dasar, maka bahasa tersebut masih bersifat polos. Tetapi apabila sudah ada perubahan makna, baik berupa makna denotatifnya, maka acuan tersebut memiliki
gaya bahasa. Keraf 1991: 130 kemudian membedakan gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna ke dalam dua kelompok yaitu: gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris yaitu gaya bahasa yang semata-mata
merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Jenis-jenis gaya bahasa ini yaitu: aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau
preterisio, apostrof, asyndeton, polisindenton, kiasmus, ellipsis, eufimismus, litotes, hysteron, proteron, pleonasme dan tautology, periphrasis, prolepsis atau
antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbola, paradoks, dan oksimoron. Gaya bahasa kiasan merupakan
penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna atau dapat dikatakan maknanya tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata-kata yang
membentuknya. Jenis-jenis bahasa kiasan yaitu: persamaan atau simile, metafora, alegorie, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,
hipalase, ironi, satire, innuendo, antifrasis, dan paronomasia. Tarigan 1986: ix membagi gaya bahasa menjadi 1 gaya bahasa
perbandingan yang terdiri dari perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antithesis, pleonasme dan tautologi, periphrasis,
antisipasi atau prolepsis, koreksio atau epanortesis; 2 gaya bahasa pertentangan yang terdiri dari hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis,
zeugma dan silepsis, satire, innuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof dan inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase,
sinisme, sarkasme; 3 gaya bahasa pertautan yang terdiri dari metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme,
ellipsis, gradasi, asindenton, polisindeton; dan 4 gaya bahasa perulangan yang terdiri dari aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, teutotes, anafora,
epistrofa, simploke, mesodiplosis, anadiplosis. Jadi, gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa yang diarahkan untuk
suatu tujuan tertentu. Penelitian ini difokuskan kepada gaya bahasa metafora yang terdapat dalam iklan-iklan mobil Volkswagen berbahasa Jerman.