Pembuktian PPD Pengaturan Penyalahgunaan Posisi Dominan di

87 consumer loss yang muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual produk dibandingkan dari yang seharusnya dapat dijangkau lebih murah atau kuantitas output di pasaran yang jumlahnya lebih rendah atau sedikit dari yang seharusnya konsumen dapatkan menjadi naik. Kerugian konsumen lainnya dengan adanya tindakan PPD ini adalah hilangnya kesempatan konsumen untuk memperoleh harga yang lebih rendah, hilagnya kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan yang lebih banyak pada harga yang sama, kerugian intangible konsumen, serta terbatasnya alternatif pilihan konsumen.

c. Pembuktian PPD

Pembuktian dugaan PPD, KPPU menggunakan pendekatan yang dibagi atas 3 tiga tahap, yakni: 1. Pendefenisian pasar bersangkutan 2. Pembuktian adanya posisi dominan di pasar bersangkutan 3. Pembuktian apakah pelaku usaha yang yang memiliki posisi dominan tersebut telah melakukan PPD. 88 Adapun bagan proses pembuktian PPD ini yaitu Bagan Proses Pembuktian Pasal 25 34 34 Peraturan KPPU Nomor 6 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 Tentang Penyalahunaan Posisi Dominan Berdasarkan UU No.5 tahun 1999, Hal. 20 Acuan: Psl 25 ayat 2 -Pangsa pasar 50 -Pangsa pasar 75 Produk dan Geografis Stop Dugaan Pelanggaran Pasal 25 Tahap I: Defenisi Pasar Bersangkutan Tahap II: Pembuktian Posisi Dominan Tahap III: Pembuktian Penyalahgunaan Posisi Dominan Psl 25 ayat 1 poin: A danatau B danatau C Dugaan Pelanggar an Psl 25 tidak terpenuhi Dugaan Pelanggaran Psl 25 terpenuhi Tidak Memenuhi Memenuhi Memenuhi Stop Tidak Memenuhi 89 Dari bagan di atas, maka penafsiran Pasal 25 ayat 2 semakin jelas. Karena dari baga tersebut, diketahui bahwa ketentuan penguasaan pangsa pasar 50 untuk satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dan 75 untuk dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha sebagaimana diatur di dalam Pasal 25 ayat 2 tersebut tidak bersifat absolut. Secara normatif ketentuan Pasal 25 ayat 2 bersifat per se. Artinya, apabila suatu pelaku usaha sudah menguasai pangsa pasar 50 untuk satu pelaku usaha dan 75 untuk dua atau tiga pelaku usaha, maka penguasaan pangsa pasar tersebut langsung dilarang. Andaikata pendekatan per se diterapkan kepada Pasal 25, maka sama dengan menghambat tujuan UU No. 51999, yaitu mendorong pelaku usaha berkembang berdasarkan persaingan usaha yang sehat. Akan tetapi di dalam praktiknya KPPU telah menerapkan ketentuan Pasal 25 ayat tersebut dengan pendekatan rule of reason. Hal ini untuk menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 4, Pasal 13, Pasal 17 dan Pasal 18 UU No. 51999 yang menggunakan pendekatan rule of reason dalam penerapannya. Alasan Pasal 25 harus diterapkan dengan menggunakan pendekatan rule of reason yaitu jika Pasal 25 diterapkan dengan pendekatan per se, 90 maka akan membatasi pertumbuhan perkembangan pelaku usaha yang efisien dan inovatif serta kompetitif di pasar yang bersangkutan. 35 Penafsiran serta penerapan seperti ini memang akan memicu perdebatan diantara KPPU dengan praktisi hukum yang menginginkan ketentuan Pasal 25 diterapkan sesuai dengan ketentuan Pasal 25 tersebut tanpa perlu menginterpretasikan lebih lanjut. Akan tetapi harus dilihat prinsip dan tujuan hukum persaingan usaha, yaitu bukan untuk menghambat persaingan tetapi untuk mendorong persaingan usaha. Jadi, pelaku usaha yang dapat bersaing dengan sehat dan melakukan efisiensi dan inovasi serta dapat menjadi lebih unggul atau mempunyai posisi dominan lebih dari pada yang ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat 2 tidak seharusnya dilarang. Sekali lagi pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar lebih dari 50 dan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 pangsa pasar, tidak dilarang asalkan pencapaian tersebut dicapai dengan persaingan usaha yang sehat atau fair. Sehingga karena ketentuan Pasal 4, 13, 17 35 Lubis , Andi Fahmi, Buku Ajar Hk Persaingan Usaha antara Teks dan Konteks, ROV Creative Media , Jakarta, 2009, hal. 170 91 dan Pasal 18 menggunakan pendekatan rule of reason, maka ketentuan Pasal 25 harus diterapkan dengan pendekatan rule of reason. Kalau tidak demikian, maka prinsip ketentuan Pasal 25 bertentangan dengan ketentuan Pasal 4, 13, 17, dan Pasal 18 UU No. 51999. Sebaliknya, jika suatu pelaku usaha tidak menguasai pangsa pasar lebih dari 50 untuk satu pelaku usaha monopoli, tetapi dalam praktiknya dapat melakukan praktik monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat terjadi tergantung korelasi penguasaan pangsa pasar suatu pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan sisa pangsa pasar yang dimiliki oleh pesaing-pesaingnya. Misalnya, kalau pelaku usaha A mempunyai pangsa pasar 40 sementara pangsa pasar pesaingnya tersebar kecil-kecil dikuasai oleh 6 pelaku usaha dengan penguasaan pangsa pasar masing-masing 10, yaitu pelaku usaha B menguasai 10, C10, D 10, E 10, F 10 dan Pelaku usaha G menguasai 10. Jadi, jika struktur pasar yang demikian, maka Pelaku usaha A yang mempunyai pangsa pasar 40 dapat dikatakan sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dibandingkan dengan 92 penguasaan pangsa pasar pesaingnya masing-masing menguasai 10. 36 Dalam hal ini jika pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar 40 tersebut mau, dia dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat di pasar yang bersangkutan. Dengan demikian ketentuan penetapan penguasaan pasar lebih dari 50 untuk satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dan penguasaan pangsa pasar lebih dari 75 untuk dua atau tiga pelaku usaha tidak berlaku mutlak, karena penguasaan pangsa pasar di bawah 50 untuk pasar monopoli dan di bawah 75 untuk pasar oligopoli yang ditetapkan oleh Pasal 25 ayat 2 UU No. 5 dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat, tergantung berapa sisa pangsa pasar yang dimiliki oleh pesaing- pesaingnya. Oleh karena itu Heermann mengatakan bahwa posisi dominan tidak harus berarti pangsa pasar paling sedikit 50 atau 75. Ketentuan Pasal 25 tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan ini dapat dielaborasi dengan beberapa pasal lain dalam UU Persaingan Usaha 37 , yakni: 1. Pasal 6 36 Silalahi, Udin, Perusahaan Saling Mematikan Bersekongkol: Bagaimana Cara Memenangkan?, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007, hal. 196 37 Peraturan KPPU Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 25 Tentang Penyalahunaan Posisi Dominan Berdasarkan UU No.5 tahun 1999. 93 Perusahaan yang memiliki posisi dominan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga di pasar, diantaranya melalui penetapan kebijakan harga melalui perjanjian yang berbeda untuk barang danatau jasa yang sama atau sejenis diskriminasi harga. 2. Pasal 15 Perusahaan yang memiliki posisi dominan memiliki kemampuan untuk melakukan perjanjian tertutup, dalam hal ini mitra dagang perusahaan yang bersangkutan tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk memperoleh persyaratan perjanjian yang lebih adil dan proporsional secara ekonomis. 3. Pasal 17 Perusahaan dengan posisi dominan pada hakekatnya identik dengan memiliki kekuatan monopoli. Dalam kondisi tersebut potensi terjadinya praktik monopoli yang menghambat persaingan usaha sehat sangat mungkin terjadi. 4. Pasal 18 Perusahaan dengan posisi dominan, khususnya di tingkat hilir memiliki kemampuan untuk menguasai penerimaan pasokan atau menjadi 94 pembeli tunggal melalui penetapan syarat-syarat pembelian tidak wajar kepada supliernya. 5. Pasal 19 Perusahaan dengan posisi dominan pada hakekatnya memiliki kemampuan untuk menguasai pasar sehingga dapat melakukan perilaku seperti diskriminasi, membatasi peredaran barang atau jasa dan berbagai perilaku anti persaingan lainnya. 6. Pasal 20 Perusahaan dengan posisi dominan memiliki kemampuan untuk menetapkan jual rugi atau harga yang sangat rendah dengan tujuan untuk menyingkirkan pesaing secara tidak sehat. 7. Pasal 26 Perusahaan dapat melakukan penyalahgunaan posisi dominan secara tidak langsung, yang diakibatkan dari rangkap jabatan antar perusahaan yang bersangkutan. 8. Pasal 27 Perusahaan dapat melakukan penyalahgunaan posisi dominan secara tidak langsung, yang 95 diakibatkan kepemilikan silang antar perusahaan yang bersangkutan. 9. Pasal 28 Perusahaan yang memiliki posisi dominan dapat merupakan perusahaan hasil dari penggabungan beberapa perusahaan, peleburan dalam satu kelompok perusahaan danatau pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain. Elaborasi Pasal 25 tentang penyalahgunaan posisi dominan ini dengan beberapa Pasal lain yang telah diuraikan di atas tidak berimplikasi pada penerapan Pasal oleh KPPU. Artinya, KPPU dapat menerapkan Pasal 25 sebagai dakwaan tunggal apabila terkait struktur pasar, ataupun menggunakan pasal lain dakwaan berlapis yang terkait dengan pembuktian struktur pasar dan perilaku dari terlapor dalam menyelidiki dugaan penyalahgunaan posisi dominan. 38

C. Pasar Bersangkutan

Dokumen yang terkait

KEBIJAKAN MODAL MINIMUM, KEBIJAKAN KEPEMILIKAN TUNGGAL DAN PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN DALAM PERSAINGAN USAHA INDUSTRI PERBANKAN

0 3 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Sanksi dalam Hukum T2 322014001 BAB II

0 1 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Doktrin sebagai Sumber Hukum T2 322014015 BAB II

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Membangun Usaha Pasca Konflik T2 092010007 BAB II

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha T2 322010007 BAB I

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Penyalahgunaan Posisi Dominan dalam Hukum Persaingan Usaha T2 322010007 BAB IV

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Praktek Diskriminasi Non Harga sebagai Tindakan Anti Persaingan dalam Hukum Persaingan Usaha

0 0 17

BAB II KRITERIA PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN (ABUSE OF - HARMONISASI PENGATURAN POSISI DOMINAN DALAM ASEAN ECONOMIC COMMUNITY DTINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 43

BAB III HARMONISASI PENGATURAN TENTANG PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN (ABUSE OF DOMINANT POSITION) DALAM ASEAN - HARMONISASI PENGATURAN POSISI DOMINAN DALAM ASEAN ECONOMIC COMMUNITY DTINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA Repository - UNAIR REPOSITO

0 0 39