Re-epitelisasi Hasil Pangamatan Histopatologi HP.

51 Fibroblast Growth Factor yang menghasilkan sekresi proteinase oleh sel endotelial yg dapat memulai pendegradasian membran basal dan merangsang migrasi sel endotelial dan proliferasi untuk pembentukan pembuluh baru Vegad 1996. Pada hari ke-21 jumlah neokapiler yang terbentuk mulai menurun pada kelompok kontrol positif dan kelompok sediaan salep ekstrak. Hal ini menunjukkan bahwa fase proliferasi persembuhan luka mendekati awal fase maturasi, dimana peranan kapiler dalam menyediakan nutrisi bagi regenerasi sel- sel selama masa persembuhan luka sudah mulai berkurang. Perbandingan antara kelompok salep ekstrak dengan kelompok kontrol positif menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata P0,05, hal ini mengindikasikan bahwa kedua kelompok memiliki kandungan zat aktif yang dapat mempercepat proses peradangan sehingga meningkatkan pula pembentukan neokapiler. Selanjutnya gambar neokapiler disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 Gambar neokapiler pada luka kelompok salep ekstrak pada hari ke-7 Pewarnaan HE, Bar 40µm

4.2.5 Re-epitelisasi

Re-epitelisasi merupakan proses perbaikan sel-sel epitel kulit sehingga luka akan menutup. Semakin cepat terjadi reepitelisasi akan membuat struktur epidermis kulit mencit segera mencapai keadaan normal Kalangi dalam Putriyanda 2006. 52 Re-epitelisasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi mobilisasi, migrasi, mitosis dan diferensiasi sel epitel. Tahapan-tahapan ini akan mengembalikan intregitas kulit yang hilang. Mitosis dan migrasi sel epitel akan berfungsi untuk mengembalikan integritas dari kulit. Pada permulaan kulit re-epitelisasi akan terjadi melalui pergerakan sel-sel epitel dari tepi jaringan bebas menuju jaringan rusak. Hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap persentase re-epitelisasi pada daerah luka disajikan pada tabel 7. Tabel 7 Rataan persentase re-epitelisasi pada pemeriksaan kulit mencit Hari ke- Kontrol Negatif kontrol positif Salep Ekstrak 3 0,00 ± 0,00 A 0,00 ± 0,00 A 0,00 ± 0,00 A 5 20,75 ± 2,18 A 33,90 ± 3,86 B 45,63 ± 0,87 C 7 55,33 ± 6,25 A 63,67 ± 1,43 B 65,20 ± 2,77 B 14 100,00 ± 0,00 A 100,00 ± 0,00 A 100,00 ± 0,00 A 21 100,00 ± 0,00 A 100,00 ± 0,00 A 100,00 ± 0,00 A Keterangan : Huruf superscipt yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata P0,05. Persentase re-epitelisasi pada hari ke-3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 antara kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok salep ekstrak. Hal ini dikarenakan belum terbentuknya re- epitelisasi yang terjadi di daerah luka, karena daerah luka berada dalam kondisi lembab. Hal ini dipengaruhi oleh faktor sediaan pembawa salep yang lebih dominan dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep absorbsinya sehingga melapisi permukaan luka dan menjaganya pada kondisi lembab. Dalam kondisi lembab ujung epitel yang terkoyak luruh dan dapat difagosit dengan mudah oleh sel-sel radang sehingga belum bisa melakukan proses regenerasi. Pada hari ke-5 sel-sel epitel mulai terbentuk untuk menutup luka pada ketiga kelompok. Perbedaan yang nyata P0,05 terlihat pada hari ke-5 dimana persentase re-epitelisasi kelompok salep ekstrak cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif. Meningkatnya proses re-epitelisasi dipengaruhi oleh kandungan bahan aktif pada sediaan salep ekstrak yang dapat merangsang proliferasi sel epitel setelah partikel asing difagosit oleh sel radang, sehingga proses re-epitelisasi cepat berlangsung. 53 Hasil persentase re-epitelisasi antara kelompok kontrol positif dengan sediaan salep ekstrak pada hari ke-7 memperlihatkan tidak berbeda nyata P0,05. Tetapi apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif maka berbeda nyata P0,05. Pada pengamatan patologi anatomi dalam fase ini, terlihat adanya jaringan granulasi yang ditandai dengan munculnya keropeng pada daerah luka. Persembuhan luka sangat dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena semakin cepat proses re-epitelisasi semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat persembuhan luka. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian salep ekstrak batang pohon pisang Ambon mempunyai kemampuan mempercepat penutupan luka dengan proses re-epitelisasi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Proliferasi sel epitel untuk menutup luka dipengaruhi oleh adanya ujung bebas dari lapisan epidermis yang telah terkoyak dan beberapa faktor pertumbuhan seperti epidermal growth factor EGF, transforming growth factor- ∀ TGF ∀ dan keratinocytes growth factor KGF. Proliferasi sel epitel yaitu berupa aktivitas mitosis dari sel-sel epitel yang berada di tepi luka. Ketika berproliferasi, beberapa sel epitel yang telah matang meluncur keluar dari tepi luka dengan gerakan amuboid menuju bagian permukaan luka dermis. Akibatnya sel epitel yang bermigrasi dari segala arah akhirnya menyatu di bagian tengah luka. Apabila sel-sel epitel telah menyatu di bagian tengah luka, maka luka akan tertutup sepenuhnya dan terbebas dari kontaminasi lingkungan luar tubuh sehingga proses pematangan jaringan di bawahnya akan berlangsung dengan lebih baik. Suatu luka dapat dikatakan sembuh apabila daerah luka tersebut telah mengalami epitelisasi secara menyeluruh dan tidak lagi membutuhkan perawatan Schmidt dan Greenspoon dalam Handayani 2006. Grafik pemeriksaan mikroskopis persentase re-epitelisasi pada daerah luka disajikan pada Gambar 17. 54 RE-EPITELISASI 20 40 60 80 100 120 3 5 7 14 21 Hari ke- j u m la h R e -e p it e li s a s i Kontrol Negatif Salep Betadine Ekstrak Batang Pisang Gambar 17 Grafik persentase re-epitelisasi pada ketiga kelompok perlakuan Pada hari ke-14 dan ke-21 sudah tidak terlihat perbedaan lagi antara masing-masing kelompok Tabel 7, karena pada hari ke-14 dan hari ke-21 epitel telah menutup dengan sempurna di daerah luka. Selanjutnya gambar histopatologi daerah luka pada hari ke-3, hari ke-5, hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-21 disajikan pada Gambar 18, 19, 20, 21 dan Gambar 22. 55 A B C Gambar 18 Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke-3 pasca perlakuan. A. Kelompok kontrol negatif, terdapat infiltrasi sel radang dan belum terbentuknya re-epitel; B . Kelompok salep Betadine ® , terdapat infiltrasi sel radang dan belum terbentuk re-epitel dan C . Kelompok salep ekstrak, terdapat infiltrasi sel radang dan belum terbentuk re-epitel. Pewarnaan HE, Bar 100µm A B C Gambar 19 Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke-5 pasca perlakuan. A. Kelompok kontrol negatif, terdapat infiltrasi sel radang dan mulai terbentuk re- epitel 20,75; B . Kelompok salep Betadine ® , terdapat infiltrasi sel radang dan mulai terbentuk re-epitel 33,90 dan

C. Kelompok salep ekstrak batang

pohon pisang ambon terdapat infiltrasi sel radang dan mulai terbentuk re-epitel 45,63. Pewarnaan HE, Bar 100µm A B C Gambar 20 Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke-7 pasca perlakuan. A. Kelompok kontrol negatif, terdapat infiltrasi sel radang dan mulai terbentuk re- epitel 55,33; B. Kelompok salep Betadine ® , terdapat infiltrasi sel radang dan mulai terbentuk re-epitel 63,67 dan

C. Kelompok salep ekstrak batang

pohon pisang ambon terdapat infiltrasi sel radang dan mulai terbentuk re-epitel dan keropeng mulai terlepas 65,20. Pewarnaan HE, Bar 100µm 56 A B C Gambar 21 Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke-14 pasca perlakuan. A. Kelompok kontrol negatif luka sudah tertutup dan re-epitel sudah terbentuk sempurna 100;

B. Kelompok salep Betadine

® , luka sudah menutup dan re- epitel sudah terbentuk sempurna 100 dan

C. Kelompok salep ekstrak

batang pohon pisang ambon, luka sudah menutup dan re-epitel sudah terbentuk sempurna 100. Pewarnaan HE, Bar 100µm A B C Gambar 22 Perbandingan luka secara mikroskopis pada hari ke-21 pasca perlakuan. A. Kelompok kontrol negatif, re-epitel sempurna dan sudah tampak folikel rambut; B. Kelompok Betadine ® , re-epitel sudah sempurna dan terdapat folikel rambut dan

C. Kelompok salep ekstrak batang pohon pisang ambon re-epitel sudah

sempurna dan terdapat folikel rambut. Pewarnaan HE, Bar 100µm 57

2.6 Fibroblas Jaringan Ikat

Dokumen yang terkait

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Mill.) pada proses persembuhan luka mencit (Mus musculus albinus)

0 13 6

Kajian Aktivitas Fraksi Air Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus)

0 5 70

Kajian Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus Albinus.)

0 10 88

Aktivitas dan uji stabilitas sediaan gel ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam proses persembuhan luka pada mencit (mus musculus albinus)

8 74 65

PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP SIFAT FISIK SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOLIK BONGGOL PISANG AMBON (Musa paradisiaca var. Pengaruh Basis Salep Terhadap Sifat Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanolik Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum L.) Sebaga

3 11 17

PENGARUH BASIS SALEP TERHADAP SIFAT FISIK SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOLIK BONGGOL PISANG Pengaruh Basis Salep Terhadap Sifat Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanolik Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum L.) Sebagai Penyembuhan Luka Terbuka Pa

0 3 12

PENDAHULUAN Pengaruh Basis Salep Terhadap Sifat Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanolik Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum L.) Sebagai Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus.

0 3 14

DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Basis Salep Terhadap Sifat Fisik Sediaan Salep Ekstrak Etanolik Bonggol Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum L.) Sebagai Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus.

0 3 4

PENGARUH PERAWATAN LUKA DENGAN PEMBERIAN GETAH TUNAS PISANG AMBON (Musa paradisiaca var. sapientum) TERHADAP KOLONI BAKTERI FASE INFLAMASI LUKA BAKAR GRADE II PADA MENCIT (mus musculus) STRAIN Balbc

0 0 16