29 kognitif, dan kehilangan motivasi. Adapun indikator kejenuhan
menurut Schaufeli dan Enzmann 1998: 21-22 berupa: a. Kelelahan emosi: perasaan depresi, perasaan sedih, perubahan
suasana hati, penurunan kemampuan mengendalikan emosio, ketakutan yang tidak jelas, kecemasan, dan peningkatan
ketegangan. b. Kelelahan fisik: sakit kepala, mual, gelisah, kedutan, sakit otot,
masalah seksual, gangguan tidur tidak bisa tidur, mimpi buruk, atau tidur yang berlebihan, penurunan berat badan secara tiba-tiba,
kurang nafsu makan, sesak napas, meningktanya ketegangan pra- menstruasi, siklus menstruasi tidak normal, hiperventilasi
pernafasan yang berlebihan, kelamahan tubuh lelah, letih, lesu, bisul, gangguan pencernaan, penyakit jantung koroner, sering
pilek, timbul wabah yang sebeumnya sudah ada asma, diabetes, peningkatan deyut jantung, cedera akibat aktivitas yang
mengandung resiko, tekanan darah tinggi, peningkatan respon kulit, serta kolesterol tinggi
c. Kelelahan kognitif: ketidakberdayaan, ketakutan menjadi “gila”, perasaan terjebak, perasaan gagal, perasaan tidak cukup
insufisiensi, harga diri yang rendah, kesibukan diri, rasa bersalah, muncul ide untuk bunuh diri, sulit berkonsentrasi, pelupa, memiliki
kesulitan dengan tugas-tugas yang kompleks, pemikiran yang kaku
30 dan skematik, kesulitan dalam pengambilan keputusan, melamun
dan berkhayal, kesepian, frustasi. d. Kehilangan motivasi: kehilangan semangat, kehilangan idealisme,
kekecewaan, penarikan diri, sserta kebosanan.
5. Fase-fase Kejenuhan Burnout Belajar
Kejenuhan tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan terbentuk melalui sekian proses yang dialami individu dalam beberapa waktu.
Hal tersebut seperti yang dijabarkan Freudenberger Kraft, 2006:31 mengenai 12 tahap pembentukan kejenuhan yakni:
a. A compulsion to prove oneself, Keharusan untuk membuktikan diri. Siswa ingin menunjukkan
prestasi, baik akademik maupun non akademik secara sempurna.
b. Working harder, Siswa ingin membuktikan bahwa dirinya mampu mengerjakan
tugas secara sempurna dengan kemampuan yang dimiliki tanpa bantuan orang lain.
c. Neglecting their needs, Siswa
beranggapan bahwa untuk membuktikan kemampuannya, mereka harus mengorbankan kebutuhan-
kebutuhan dasarnya seperti tidur, makan dan berkunjung dengan teman maupun keluarga.
31 d. Displacement of conflicts, Siswa menyadari bahwa ada
masalah yang sedang dialami, akan tetapi sumber masalah tersebut tidak diketahui. Gejala burnout belajar mulai muncul
pada tahap ini. e. Revision of values, Nilai-nilai yang dianut siswa mulai
berubah, dimana siswa mulai menyampingkan hobi dan teman dari kehidupan sehari-hari.
f. Denial of emerging problems, siswa mulai tidak memiliki toleransi mereka menganggap
temannya bodoh, malas, terlalu tergantung atau tidak disiplin. Kontak sosial mulai menyempit sinisme dan perlawanan dan
persaingan sangat terlihat. g. Withdrawal,
Penarikan diri, siswa mengurangi kontak sosial sampai batas terendah, menjadi individubyang tertutup terhadap lingkungan.
Mereka merasa semakin tidak memliki arah da harapan banyak yang melampiaskan ke alkohol dan obat-obatan terlarang.
h. Obvious behavioral changes, siswa menjadi penakut, pemalu dan apatis dan mereka merasa
dirinya tidak berharga i. Depersonalization,