Kinerja Reksa Dana Reksa Dana

1. Aggresive fund Reksa dana saham dengan gaya pengelolaan investasi agresif karena memiliki risiko penurunan harga lebih besar dibandingkan indeks pasar IHSG. Biasanya gaya pengelolaan ini diterapkan dalam kondisi pasar saham bullish. 2. Index fund Reksadana saham dengan gaya pengelolaan investasi yang moderat atau cenderung mengikut indeks sehingga risiko penurunan harganya hampir sama dengan indeks pasar IHSG. Biasanya gaya pengelolaan ini diterapkan pada saat pasar saham sedang bergerak datar tidak menentu flat. 3. Defensive fund Reksadana saham dengan gaya pengelolaan berlawanan dengan arah pergerakan investasi pada umumnya sehingga menghasilkan risiko penurunan harga yang lebih kecil dibandingkan dengan total risiko IHSG. Biasanya gaya pengelolaan ini diterapkan pada saat pasar saham sedang bearish.

2.2.6 Kinerja Reksa Dana

Menurut Haslem 1988:79, performance is most important when selecting a mutual fund. Dengan mengetahui informasi tentang kinerja reksa dana, investor dapat membuat suatu keputusan dalam pengoptimalan portofolio reksa dananya. Kinerja masa lalu tidak dapat menjadi patokan masa depan, tetapi tetap dapat menjadi referensi pengambilan keputusan Hendrayana, 2013:119. Universitas Sumatera Utara Dari hasil pengukuran kinerja, akan didapat apakah kinerja masa lalu tergolong unggul superior atau inferior. Untuk menyebut kinerja manajer sebagai unggul atau inferior, diperlukan imbal hasil atas portofolio yang sama yang dikelola secara aktif atau pasif untuk perbandingan Sharpe et. al, 2006:336. Artinya, jika kinerja suatu reksa dana lebih unggul daripada kinerja pembandingnya, maka dapat dikatakan reksa dana tersebut berkinerja superior, dan sebaliknya, jika kinerja suatu reksa dana tidak lebih baik daripada kinerja pembandingnya, maka dapat dikatakan reksa dana tersebut berkinerja inferior. Pembagian antara NAB dan Unit Penyertaan bukti kepemilikan reksa dana disebut NABUp atau lazim dikenal sebagai harga reksa dana Rudiyanto, 2013:67. Oleh karena itu, NABUp merupakan suatu data yang dibutuhkan untuk menilai kinerja investasi suatu reksa dana. Kinerja portofolio sering diukur secara periodik dengan interval sekurang-kurangnya empat tahun, dengan imbal hasil diukur untuk sejumlah periode dalam interval itu-biasanya bulanan atau triwulanan. Sharpe et. al, 2006:333. Dalam pengukuran kinerja, sering ditemukan kesalahan yang justru merugikan investor. Kesalahan yang sering ditemukan dalam kinerja reksa dana antara lain berkaitan dengan hal-hal berikut ini Pratomo dan Ubaidillah,2005: 1. Menilai kinerja berdasarkan pertumbuhan dana NAB. 2. Menghitung kinerja reksa dana tanpa memperhatikan adanya pembagian keuntungan dividen. Universitas Sumatera Utara 3. Membandingkan kinerja reksa dana untuk periode yang berbeda serta tidak menggunakan tolak ukur benchmark tertentu. 4. Membandingkan kinerja reksa dana yang mempunyai portofolio investasi berlainan. Pengukuran kinerja masing-masing reksa dana dengan menggunakan model risk-adjusted return, yaitu: Sharpe’s Measure, Treynor’s Measure, dan Jensen’s Measure Bodie et. al, 2006. Namun, dalam penelitian ini ditambahkan Metode M 2 karena M 2 sendiri merupakan pengembangan Metode Sharpe yang lebih terukur. Penjelasan semua metode pengukuran kinerja reksa dana saham yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. The Sharpe Performance Measure Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan Reward-to-Variability Ratio RVAR. Rasio Sharpe adalah ukuran kinerja yang menyesuaikan risiko dengan menggunakan acuan Capital Market Line CML ex post. Sharpe et. al, 2006:333. Rasio ini mengukur imbal hasil dibanding risiko total portofolio, dimana risiko total adalah deviasi standar imbal-hasil portofolio itu. Indeks Sharpe dapat digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa portofolio berdasarkan kinerjanya. Semakin tinggi Indeks Sharpe suatu portofolio dibanding portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut Tandelilin, 2001:325. Universitas Sumatera Utara 2. The Treynor Performance Measure Indeks Treynor Reward-to-Volatility merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor. Sama halnya seperti Indeks Sharpe, pada Indeks Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Tandelilin, 2001:327. Perbedaannya dengan Indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas security market line sebagi patok duga, dan bukan garis pasar modal seperti pada Indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis diukur dengan Beta Tandelilin, 2001:327. Menurut Tandelilin 2001:329, Indeks Sharpe dan Treynor akan memberikan informasi peringkat kinerja portofolio yang berbeda. Perbedaan peringkat kedua pengukuran tersebut menunjukkan perbedaan baik buruknya diversifikasi portofolio tersebut relatif terhadap portofolio sejenis. Oleh karena itu, kedua pengukuran tersebut sebaiknya dilakukan bersama, namun pilihan indeks mana yang sebaiknya dipakai tergantung dari persepsi investor terhadap tingkat diversifikasi dari portofolio tersebut. Seperti halnya Metode Sharpe, dengan mempertimbangkan risiko, semakin tinggi nilai pengukuran Treynor semakin baik kinerja reksa dana tersebut. Universitas Sumatera Utara 3. The Jensen Performance Measure Metode Jensen menyatakan perbedaan tingkat pengembalian aktual dari suatu portofolio selama periode tertentu dengan premium risiko risk premium tersebut yang seharusnya diperoleh berdasarkan risiko sistematik portofolio tersebut dan penggunaan CAPM. Metode Jensen melakukan pengukuran dengan menilai kinerja dari manajer investasi didasarkan atas seberapa besar manajer investasi tersebut mampu memberikan kinerja diatas kinerja pasar sesuai risiko yang dimilikinya. Persamaan Indeks Jensen dan Indeks Treynor adalah sama-sama menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan.Sedangkan perbedaannya adalah Indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan Indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus hanya mengikuti return pasar. Nilai Indeks Jensen yang positif menyatakan portofolio memiliki rata-rata tingkat pengembalian diatas pasar dan dikatakan memiliki kinerja superior unggul. Sedangkan nilai indeks negatif menandakan portofolio tersebut memiliki rata-rata pengembalian dibawah pasar dan dikatakan memiliki kinerja inferior buruk. Universitas Sumatera Utara 4. The M 2 Performance Measure Metode M 2 merupakan pengembangan dari Metode Sharpe, yang dimodifikasi oleh Franco Modigliani dan cucunya, Leah Modigliani, sehingga nama metode tersebut disesuaikan dengan dengan nama penemunya menjadi M-Squared-Method M 2 . Pada dasarnya metode ini sama dengan Metode Sharpe yaitu pengukurannya didasarkan pada CML ex post. Namun, pada metode ini ada unsur risiko dan return benchmarknya. Metode ini menghitung berapa besar tingkat pengembalian suatu portofolio jika memiliki standar deviasi yang sama dengan portofolio pasar atau Bechmark-nya Sharpe et. al, 2006. Agar standar deviasi portofolio sama dengan standar deviasi benchmark, maka investasi pada portofolio dapat digabungkan dengan investasi pada risk free. Misalnya jika suatu portofolio memiliki standar deviasi yang lebih rendah dari pada standar deviasi benchmark, maka investor dapat memberi leverage dengan meminjam dana pada tingkat risk free untuk selanjutnya diinvestasikan pada portofolio Bodie, Kane, Marcus. 2006. Untuk mengetahui apakah portofolio berkinerja baik atau buruk, M 2 dapat dibandingkan secara langsung dengan imbal hasil rata- rata portofolio pasar untuk melihat apakah portofolio itu berkinerja diatas atau dibawah kinerja portofolio pasar yang berbasis risiko disesuaikan Sharpe et. al, 2006:353 Universitas Sumatera Utara

2.3 Penelitian Terdahulu

Wahdah dan Hartanto 2012 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengukuran Kinerja Reksa Dana Saham di Indonesia”. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kinerja dari sejumlah reksa dana saham di Indonesia berdasarkan nilai aktiva bersihnya, menafsirkan besar risikonya, dan mengukur return-nya dibandingkan dengan tingkat return pasarnya. Penelitian yang menggunakan metode Sharpe, Treynor, dan Jensen ini meneliti Reksa Dana Saham yang aktif beroperasi di Bursa Efek selama periode 2008 sampai 2010. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. 9 dari 10 Reksa Dana Saham memperoleh hasil positif yang menandakan berinvestasi di reksa dana saham dapat memberikan keuntungan, terkecuali untuk Reksadana Mega Dana Saham menanggung kerugian dengan return negatif sebesar 5,01. 2. Berdasarkan tingkat risiko dimana standar deviasi digunakan sebagai tolak ukur penyimpangan menandakan bahwa 10 sepuluh reksa dana saham mempunyai standar deviasi lebih kecil yang berarti memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dari pasar. 3. Berdasarkan kinerja pembanding yaitu kinerja pasar dan investasi bebas risiko, dibandingkan dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia dengan average return 7,42, terdapat 6 enam reksa dana saham yang menghasilkan kinerja lebih baik. Dengan tolak ukur LQ-45 yang memiliki average return 20,73 terdapat 2dua reksa dana saham yang mempunyai Universitas Sumatera Utara