1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di siswa mulai dari Sekolah Dasar. Reys dalam Runtukahu, 2014: 28-29
mengatakan bahwa Matematika adalah studi tentang cara berpikir dengan strategis organisasi, analisis dan sintesis, seni, bahasa, dan alat untuk memecahkan
masalah-masalah abstrak dan praktis. Meskipun Matematika sangat penting bagi siswa, namun pada kenyataannya tak jarang ditemukan siswa yang tidak
menyukai Matematika. Pembelajaran Matematika bertujuan mengembangkan kecerdasan matematis-logis. Kecerdasan matematis-logis merupakan kemampuan
untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola, pemikiran logis dan ilmiah Lwin, 2008: 43. Siswa menganggap bahwa Matematika adalah pelajaran yang
sangat sulit, salah satunya terkait materi geometri. Hal tersebut terlihat pada saat siswa mengerjakan soal matematika masih ada beberapa siswa yang kesulitan
dalam menjawab soal mengenai geometri. Siswa perlu belajar geometri agar mereka dapat menggunakan Matematika secara lebih luas dalam kehidupannya
dan sebagai dasar untuk belajar Matematika lanjutan Runtukahu, 2014: 149. Di Sekolah Dasar, Matematika diajarkan mulai dari kelas I hingga kelas VI dengan
materi yang berbeda sesuai tingkat kesulitan yang telah ditentukan. Siswa kelas V PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
harus menguasai materi tentang konsep bangun ruang sesuai dengan kompetensi dasar. Bangun ruang yang dipelajari meliputi tabung, kubus, balok, kerucut, limas
segiempat, dan limas segitiga. Konsep bangun ruang yang dipahami siswa dengan baik dapat mengembangkan inteligensi ruang-visual siswa. Menurut Gardner
dalam Suparno, 2004: 29-31, inteligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat termasuk kepekaan terhadap bentuk.
Oleh karena itu sangatlah penting bagi siswa mempelajari konsep bangun ruang sejak tingkat Sekolah Dasar.
Pada saat melakukan kegiatan Program Pengakraban Lingkungan II Probaling di SD Bopkri Gondolayu pada tanggal 12 Februari 2015 sampai
tanggal 28 Mei 2015, peneliti berkesempatan melakukan pengamatan di kelas V pada saat kegiatan pembelajaran Matematika tentang bangun ruang. Berdasarkan
pengamatan selama probaling II tersebut peneliti mengamati dalam mengajar materi bangun ruang, guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan
tanya jawab. Model pembelajaran yang digunakan guru saat mengajar juga belum nampak karena guru hanya fokus terhadap materi yang disampaikan, sehingga
beberapa siswa masih terlihat kesulitan saat pembelajaran berlangsung. Kesulitan siswa yang terlihat yaitu kurang mampu memahami perbedaan jaring-jaring
bangun ruang. Bangun ruang merupakan bagian dari materi Geometri. Bangun ruang
adalah bangun tiga dimensi yang memiliki volume atau isi Sari, 2012: 1. Syudam dalam Clement Battista, 1992 menjelaskan bahwa geometri
merupakan bagian dari Matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis Tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir logis. Pengajaran geometri di Sekolah Dasar dimulai dari bangun-bangun datar bangun dua dimensi kemudian bangun-bangun ruang
bangun tiga dimensi Runtukahu, 2014: 150. Bangun ruang yang dipelajari di Sekolah Dasar antara lain kubus, balok, tabung, kerucut, limas segiempat, dan
limas segitiga. Materi bangun ruang yang diajarkan di kelas V SD meliputi pengenalan sifat-sifat dan jaring-jaring bangun ruang kubus, balok, tabung,
kerucut, limas segiempat, dan limas segitiga. Berdasarkan gagasan di atas, peneliti ingin mengetahui tentang model, metode, dan media yang digunakan guru saat
mengajarkan bangun ruang mengenai sifat-sifat dan jaring-jaring bangun ruang. Oleh karena itu, peneliti menyusun daftar pertanyaan dalam sebuah angket yang
berkaitan dengan hal tersebut. Peneliti bersama teman-teman penelitian kolaboratif membagi angket
kepada 11 guru kelas dari kelas I sampai kelas V. Hasil data yang diperoleh dari 2 guru kelas V menyatakan bahwa metode pembelajaran yang digunakan dalam
mengajar materi geometri menggunakan metode diskusi, demonstrasi, dan ceramah. Selain itu data yang diperoleh dari 9 guru lainnya menunjukkan hasil
yang hampir sama dalam menggunakan metode pembelajaran yaitu ceramah, diskusi, demonstrasi dan presentasi. Model pembelajaran yang dominan untuk
diterapkan yaitu kooperatif dan CTL. Metode dan model pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
siswa dalam memahami materi yang dipelajari. Peneliti mengarisbawahi pernyataan guru kelas V yang mengatakan jika
siswa masih memiliki kesulitan dalam membedakan variasi jaring-jaring bangun ruang khususnya kubus dan balok. Data tersebut diperkuat dengan membagikan
angket kepada siswa kelas VI yang sudah mempelajari tentang jaring-jaring bangun ruang kubus dan balok. Peneliti membagikan angket siswa di 2 sekolah
yang berbeda yaitu di SD Sendangadi 2 dan di SD Kanisius Kadirojo. Peneliti memperoleh data dari hasil angket tersebut yaitu: 14 siswa di SD Sendangadi 2,
50 siswa tidak memahami jaring-jaring kubus, dan 78 siswa tidak memahami jaring-jaring balok. Sedangkan 20 siswa di SD Kanisius Kadirojo, 50 siswa
tidak memahami jaring-jaring kubus dan 60 siswa tidak memahami jaring-jaring balok. Kesulitan tersebut hendaknya harus segera diatasi agar masalah yang
menunjukkan bahwa siswa belum memahami konsep geometri dengan benar dapat diminimalisir dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa masih kesulitan dalam mempelajari materi tentang bangun ruang kubus dan balok, guru
pun juga kurang kreatif dalam memberikan kegiatan pembelajaran yang menarik minat belajar siswa. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengembangkan
prototipe berupa perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang kubus dan balok berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar.
Peneliti menerapkan teori van Hiele karena van Hiele seorang ahli matematika yang khusus mempelajari tentang geometri. Prototipe yang disusun berdasarkan
level analisis yang sesuai dengan level siswa kelas V dan mengintegrasikan lima fase van Hiele dalam pembelajaran. Dengan demikian siswa akan terbantu dalam
memahami materi tentang bangun ruang dengan benar. Hal tersebut terbukti dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh Trisna, dkk 2013 dengan judul
“Pengaruh Pembelajaran Berbasis Model van Hiele Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ditinjau dari Kemampuan Visualisasi Spasial pada Siswa Kelas V di
Gugus II Kecamatan Bul eleng”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran berbasis model van Hiele mampu memudahkan siswa dalam memahami konsep geometri dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat
Pembelajaran Geometri Materi Bangun Ruang Berdasarkan Model van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar
”.
1.2 Rumusan Masalah