Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar berdasarkan teori van hiele untuk siswa kelas V sekolah dasar.

(1)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN DATAR BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR Dian Listyawati

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian berawal dari potensi dan masalah terkait kesulitan siswa kelas VSD N Caturtunggal 6 memahami sifat-sifat bangun datar. Potensi yang ada adalah konsep geometri sifat-sifat bangun datar harus dikuasai siswa kelas V karena dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan matematis-logis dan ruang visual. Masalah yang muncul pada siswa adalah 89% belum memahami sifat-sifat layang-layang, 85% belum memahami sifat persegi, dan 82% belum memahami sifat-sifat belah ketupat. Selain itu guru kurang bervariasi dalam menggunakan model pembelajaran. Maka, peneliti mengembangkan prototipe dengan tujuan menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe.

Penelitian ini menggunakan penelitian pengembangan (R&D) dengan menerapkan 6 langkah menurut Sugiyono, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) ujicoba produk. Produk yang dihasilkan berupa protipe perangkat pembelajaran berdasarkan lima fase van Hiele yaitu (1) fase informasi, (2) fase orientasi langsung, (3) fase penjelasan, (4) fase orientasi bebas, dan (5) fase integrasi. Prototipe telah divalidasi dengan hasil skor rata-rata 3,62 maka layak diujicobakan.

Ujicoba terbatas dilakukan di SD N Caturtunggal 6 pada tanggal 16 Desember 2015 dengan menerapkan perangkat pembelajaran sifat-sifat bangun datar persegi berdasarkan lima fase van Hiele. Peneliti mendapatkan data jika siswa memahami sifat-sifat bangun datar persegi. Data tersebut ditunjukkan dari fase integrasi yaitu 63% siswa mendapat nilai 100, 21% siswa mendapat nilai 96, 11% siswa mendapat nilai 92 dan 5% siswa mendapat nilai 88.


(2)

ABSTRACT

TWO-DIMENSIONAL SHAPE GEOMETRIC-LEARNING-MEDIA-PROTOTYPE DEVELOPMENT BASED ON VAN HIELE THEORY FOR STUDENTS IN

GRADES V ELEMENTARY SCHOOL Dian Listyawati

Universitas Sanata Dharma 2016

The study was started from the potential and the problems related to students of class V SD N Caturtunggal 6 difficulties in understanding the properties of two-dimensional shape. The potential was the concept of two-two-dimensional characteristic of geometric properties that should be understood by fifth grader students because it could help students develop logical-mathematical ability and visual-space. The problems were 89% of the students did not understand the nature of the kite, 85% of the students did not understand the nature of the square, and 82% of students did not understand the properties of a rhombus. In addition, teachers had a little variation in using learning model. Thus, researchers had developed a prototype with the aim to explain and describe the process of developing a prototype quality.

This study was research and development (R&D) by applying the six steps according Sugiyono, namely (1) the potential and problem, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) products testing. The product was in the form of prototype devices based on five van Hiele’s learning phases: (1) information phase, (2) direct orientation phase, (3) explanation phase, (4) free orientation phase, and (5) the integration phase. The prototype had been validated with the average score of 3,62 then it was worth to be tested.

Limited test was conducted in SD N Caturtunggal 6 on December 16, 2015 by applying the learning device properties of square by five phases of van Hiele. Researchers got the data that students could understand the properties of a square. The data was shown that on the integration phase, 63% of students got 100, 21% of students got 96, 11% of students got 92 and 5% of students got 88.


(3)

i

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT

PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN DATAR

BERDASARKAN TEORI VAN HIELE UNTUK SISWA

KELAS V SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Dian Listyawati NIM: 121134162

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Allah SWT atas segala anugerah dan Rahmat yang telah diberikan selama proses penyusunan skripsi.

2. Kedua dosen pembimbing Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum dan Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd yang selalu mendukung dan membimbing dalam penyelesaian skripsi.

3. Seluruh keluarga yang tiada henti memberikan kasih dan lantunan doa.

4. Teman seperjuangan kolaboratif skripsi (Agnes, Apin, Bety, Dhany, dan Tika) yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

5. Teman kelas C yang menemaniku selama 6 semester dan selalu memberikan keceriaan.

6. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

7. Segala pihak yang mendukung dan membantu dalam setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bisa diucapkan satu per satu.


(7)

v

HALAMAN MOTTO

Kita hidup untuk saat ini, kita bermimpi untuk masa depan, dan kita belajar untuk kebenaran abadi

-Chiang Kai Shek-

Man Jadda Wajada

Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan mendapatkan

Maka, ingatlah kepada Ku, niscaya Aku ingat kepadamu, bersyukurlah kepada Ku dan janganlah kamu ingkar kepada Ku


(8)

(9)

(10)

viii

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI MATERI BANGUN DATAR BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR Dian Listyawati

Universitas Sanata Dharma 2016

Penelitian berawal dari potensi dan masalah terkait kesulitan siswa kelas VSD N Caturtunggal 6 memahami sifat-sifat bangun datar. Potensi yang ada adalah konsep geometri sifat-sifat bangun datar harus dikuasai siswa kelas V karena dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan matematis-logis dan ruang visual. Masalah yang muncul pada siswa adalah 89% belum memahami sifat-sifat layang-layang, 85% belum memahami sifat persegi, dan 82% belum memahami sifat-sifat belah ketupat. Selain itu guru kurang bervariasi dalam menggunakan model pembelajaran. Maka, peneliti mengembangkan prototipe dengan tujuan menjelaskan proses pengembangan dan mendeskripsikan kualitas prototipe.

Penelitian ini menggunakan penelitian pengembangan (R&D) dengan menerapkan 6 langkah menurut Sugiyono, yaitu (1) potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6) ujicoba produk. Produk yang dihasilkan berupa protipe perangkat pembelajaran berdasarkan lima fase van Hiele, yaitu: (1) fase informasi, (2) fase orientasi langsung, (3) fase penjelasan, (4) fase orientasi bebas, dan (5) fase integrasi. Prototipe telah divalidasi dengan hasil skor rata-rata 3,62 maka layak diujicobakan.

Ujicoba terbatas dilakukan di SD N Caturtunggal 6 pada tanggal 16 Desember 2015 dengan menerapkan perangkat pembelajaran sifat-sifat bangun datar persegi berdasarkan lima fase van Hiele. Peneliti mendapatkan data jika siswa memahami sifat-sifat bangun datar persegi. Data tersebut ditunjukkan dari fase integrasi yaitu 63% siswa mendapat nilai 100, 21% siswa mendapat nilai 96, 11% siswa mendapat nilai 92 dan 5% siswa mendapat nilai 88.


(11)

ix ABSTRACT

TWO-DIMENSIONAL SHAPE GEOMETRIC-LEARNING-MEDIA-PROTOTYPE DEVELOPMENT BASED ON VAN HIELE THEORY FOR STUDENTS IN

GRADES V ELEMENTARY SCHOOL Dian Listyawati

Universitas Sanata Dharma 2016

The study was started from the potential and the problems related to students of class V SD N Caturtunggal 6 difficulties in understanding the properties of two-dimensional shape. The potential was the concept of two-two-dimensional characteristic of geometric properties that should be understood by fifth grader students because it could help students develop logical-mathematical ability and visual-space. The problems were 89% of the students did not understand the nature of the kite, 85% of the students did not understand the nature of the square, and 82% of students did not understand the properties of a rhombus. In addition, teachers had a little variation in using learning model. Thus, researchers had developed a prototype with the aim to explain and describe the process of developing a prototype quality.

This study was research and development (R&D) by applying the six steps according Sugiyono, namely (1) the potential and problem, (2) data collection, (3) product design, (4) design validation, (5) design revisions, and (6) products testing.

The product was in the form of prototype devices based on five van Hiele’s learning

phases: (1) information phase, (2) direct orientation phase, (3) explanation phase, (4) free orientation phase, and (5) the integration phase. The prototype had been validated with the average score of 3,62 then it was worth to be tested.

Limited test was conducted in SD N Caturtunggal 6 on December 16, 2015 by applying the learning device properties of square by five phases of van Hiele. Researchers got the data that students could understand the properties of a square. The data was shown that on the integration phase, 63% of students got 100, 21% of students got 96, 11% of students got 92 and 5% of students got 88.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun DatarBerdasarkan Teori Pembelajaran van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Nugrahana, S.J., S.S., BST., M.A, Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum selaku dosen pembimbing 1 yang telah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran serta memberikan kritik, saran, semangat, dan dorongan yang positif dalam menyelesaikan skripsi.

4. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberi pengarahan dan nasehat dalam membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Para validator, yang telah berkenan membantu dalam proses validasi instrumen dan produk.


(13)

(14)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR RUMUS ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Spesifikasi Produk ... 9

1.6 Definisi Operasional ... 12

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 14

2.1 Kajian Pustaka ... 14

2.1.1 Pembelajaran Matematika ... 14

2.1.1.1 Hakikat Matematika ... 14

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 15

2.1.1.3 Geometri dalam Matematika Sekolah Dasar ... 16

2.1.1.4 Bangun Datar ... 17

2.1.2 Model Pembelajaran ... 18

2.1.3 Teori Pembelajaran van Hiele ... 19

2.1.3.1 Sejarah Teori Pembelajaran van Hiele ... 19

2.1.3.2 Lima Level dalam Pemahaman Ide-ide Ruang van Hiele ... 21

2.1.3.3 Lima Fase Tahapan Pembelajaran van Hiele ... 23

2.1.4 Pembelajaran Kontekstual ... 25

2.1.4.1 Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Kontekstual ... 25


(15)

xiii

2.1.5 Inteligensi Ganda ... 28

2.1.5.1 Kriteria suatu Inteligensi ... 28

2.1.5.2 Sembilan Inteligensi Ganda ... 30

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

2.3 Kerangka Berpikir ... 37

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 38

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Setting Penelitian ... 39

3.2.1 Objek Penelitian ... 40

3.2.2 Subjek Penelitian ... 40

3.2.3 Lokasi Penelitian ... 40

3.2.4 Waktu Penelitian ... 40

3.3 Rancangan Penelitian ... 41

3.4 Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 41

3.5 Instrumen Penelitian ... 44

3.5.1 Lembar Observasi ... 45

3.5.2 Angket Pra-penelitian ... 45

3.5.2.1 Angket Pra-penelitian untuk Guru ... 45

3.5.2.2 Angket Pra-penelitian untuk Siswa ... 46

3.5.3 Angket Validasi Ahli ... 47

3.5.3.1 Lembar Validasi Angket Pra-penelitian Guru oleh Dosen ... 48

3.5.3.2 Lembar Validasi Angket Pra-penelitian Siswa oleh Dosen ... 49

3.5.3.3 Lembar Angket Validasi Produk oleh Dosen ... 50

3.5.3.4 Lembar Angket Validasi Produk oleh Guru ... 50

3.5.4 Tes ... 52

3.5.4.1 Lembar Tes Fase Informasi ... 52

3.5.4.2 Lembar Tes Fase Orientasi Langsung ... 53

3.5.4.3 Lembar Tes Fase Penjelasan ... 53

3.5.4.4 Lembar Tes Fase Orientasi Bebas ... 54

3.5.4.5 Lembar Tes Fase Integrasi ... 54

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.6.1 Observasi ... 56

3.6.2 Angket ... 56

3.6.2.1 Angket Pra-penelitian ... 56

3.6.2.1 Angket Uji Validasi Ahli ... 57

3.6.3 Tes ... 57

3.6.4 Dokumentasi ... 58

3.7 Teknik Analisis Data ... 58

3.7.1 Data Kualitatif ... 58

3.7.2 Data Kuantitatif ... 59


(16)

xiv

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

4.1 Hasil Penelitian ... 62

4.1.1 Penjelasan Proses Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Model van Hiele ... 62

4.1.1.1 Potensi dan Masalah ... 62

4.1.1.2 Pengumpulan Data ... 65

4.1.1.2.1 Hasil Angket Guru ... 65

4.1.1.2.2 Hasil Angket Siswa ... 67

4.1.1.3 Desain Produk ... 69

4.1.1.4 Validasi Desain ... 71

4.1.1.5 Revisi Desain ... 74

4.1.1.6 Ujicoba Produk ... 74

4.1.2 Diskripsi Kualitas Prototipe Perangkat Pembelajaran Model vanHiele dalam Membantu Siswa Kelas V Sekolah Dasar untuk Mmahami Konsep Persegi . ... 75

4.1.2.1 Fase Informasi ... 75

4.1.2.2 Fase Orientasi Langsung ... 81

4.1.2.3 Fase Penjelasan ... 85

4.1.2.4 Fase Orientasi Bebas ... 90

4.1.2.5 Fase Integrasi ... 93

4.2 Pembahasan ... 99

BAB 5 PENUTUP ... 105

5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 106

5.3 Saran ... 106

DAFTAR REFERENSI ... 107


(17)

xv

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 2.1 Literature Map dari Penelitian-Penelitian Sebelumnya ... 36 Bagan 3.1 Langkah-Langkah Penggunaan Metode R&D Sugiyono ... 41 Bagan 3.2 Prosedur Penelitian dan Pengembangan yang Dimodifikasi ... 41


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Observasi ... 45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Pra-Penelitian untuk Guru ... 46

Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Pra-Penelitian untuk Siswa ... 47

Tabel 3.4 Kisi-kisi Lembar Validasi Angket Pra-Penelitian Guru oleh Dosen . 48 Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Validasi Angket Pra-Penelitian Siswa oleh Dosen . 49 Tabel 3.6 Kisi-kisi Lembar Angket Validasi Produk oleh Dosen ... 50

Tabel 3.7 Kisi-kisi Lembar Angket Validasi Produk oleh Guru ... 51

Tabel 3.8 Kisi-kisi Lembar Tes Fase Informasi ... 52

Tabel 3.9 Kisi-kisi Lembar Tes Fase Orientasi Langsung ... 53

Tabel 3.10 Kisi-kisi Lembar Tes Fase Penjelasan ... 53

Tabel 3.11 Kisi-kisi Lembar Tes Fase Orientasi Bebas ... 54

Tabel 3.12 Kisi-kisi Lembar Tes Fase Integrasi ... 55

Tabel 3.13 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 60

Tabel 4.1 Hasil Rekap Observasi ... 63

Tabel 4.2 Hasil Angket Guru Wali Kelas V Sekolah Dasar ... 66

Tabel 4.3 Hasil Angket Siswa ... 667

Tabel 4.4 Hasil Validasi Produk oleh Dosen ... 71

Tabel 4.5 Hasil Validasi Produk oleh Guru ... 72

Tabel 4.6 Rata-rata Hasil Validasi Produk oleh Dosen dan Guru ... 74


(19)

xvii

DAFTAR RUMUS

Halaman Rumus 3.1 Rumus Persentase Jawaban dalam Angket Pra-penelitian Siswa .... 60


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Kegiatan Menyusun Puzzle ... 76

Gambar 4.2 Kegiatan Menempel Puzzle pada HVS ... 76

Gambar 4.3 Hasil Puzzle ... 77

Gambar 4.4 Kegiatan Menggambar Persegi ... 78

Gambar 4.5 Siswa Memperbaiki Ukuran ... 78

Gambar 4.6 Hasil Menyusun Pertanyaan ... 79

Gambar 4.7 Siswa Menyampaikan Pertanyaan ... 80

Gambar 4.8 Contoh Benda di Dalam Kelas yang Berbentuk Persegi ... 81

Gambar 4.9 Hasil Siswa Dalam Membuat Daftar ... 82

Gambar 4.10 Kegiatan Menempel ... 83

Gambar 4.11 Kegiatan Presentasi ... 84

Gambar 4.12 Media Persegi ... 84

Gambar 4.13 Peneliti Menjelaskan Sifat-sifat Bangun Datar Persegi ... 85

Gambar 4.14 Peneliti Mendatangi Siswa yang Belum Paham ... 85

Gambar 4.15 Hasil Catatan Siswa ... 86

Gambar 4.16 Kegiatan Percobaan ... 87

Gambar 4.17 Hasil Percobaan ... 88

Gambar 4.18 Hasil Tabel Pertanyaan dan Jawaban ... 89

Gambar 4.19 Kegiatan Bermain Games ... 90

Gambar 4.20 Kegiatan Menyusun Bangun Persegi ... 91

Gambar 4.21 Kegiatan Menempel Bangun Persegi ... 91

Gambar 4.22 Hasil Menyusun Persegi ... 92

Gambar 4.23 Hasil Mengerjakan Soal ... 93

Gambar 4.24 Kegiatan Evaluasi ... 94

Gambar 4.25 Hasil Evaluasi ... 94

Gambar 4.26 Kegiatan Merangkum ... 95

Gambar 4.27 Hasil Merangkum ... 95

Gambar 4.28 Kegiatan Merefleksikan ... 96

Gambar 4.29 Hasil Refleksi ... 96

Gambar 4.30 Kegiatan Aksi ... 97


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. HASIL ANALISIS KEBUTUHAN OBSERVASI ... 110

1.1 Lembar Observasi ... 110

1.2 Hasil Analisis Kebutuhan Observasi 7 Mei 2015 ... 111

1.3 Hasil Analisis Kebutuhan Observasi 14 Mei 2015 ... 112

LAMPIRAN 2. HASIL ANGKET PRA-PENELITIAN ... 113

2.1 Lembar Angket Pra-penelitian untuk Guru ... 113

2.2 Hasil Angket Pra-penelitian oleh Guru SD N Caturtunggal 6 ... 115

2.3 Hasil Angket Pra-penelitian oleh Guru SD Ambarukmo ... 117

2.4 Lembar Angket Pra-penelitian untuk Siswa ... 119

2.5 Hasil Angket Pra-penelitian oleh Siswa ... 121

2.6 Rekap Nilai Hasil Angket Pra-penelitian Siswa ... 123

LAMPIRAN 3. HASIL VALIDASI ANGKET PRA-PENELITIAN ... 124

3.1 Lembar Validasi Pra-penelitian Guru untuk Dosen ... 124

3.2 Hasil Validasi Angket Pra-penelitian Guru oleh Dosen ... 124

3.3 Lembar Validasi Pra-penelitian Siswa untuk Dosen ... 126

3.4 Hasil Validasi Angket Pra-penelitian Siswa oleh Dosen ... 128

LAMPIRAN 4. HASIL VALIDASI PRODUK ... 130

4.1 Angket Validasi Produk untuk Dosen ... 132

4.2 Hasil Validasi Produk oleh Dosen ... 134

4.3 Angket Validasi Produk untuk Guru ... 136

4.4 Hasil Validasi Produk oleh Guru ... 139

LAMPIRAN 5. HASIL PEKERJAAN SISWA PADA SETIAP FASE ... 143

5.1 Hasil Pekerjaan Siswa pada Fase Informasi ... 143

5.2 Hasil Pekerjaan Siswa pada Orientasi Langsung ... 146

5.3 Hasil Pekerjaan Siswa pada Fase Penjelasan ... 148

5.4 Hasil Pekerjaan Siswa pada Fase Orientasi Bebas ... 152

5.5 Hasil Pekerjaan Siswa pada Fase Integrasi ... 153

5.6 Rekap Nilai Soal Evaluasi pada Fase Integrasi ... 156

5.7 Hasil Rubrik Penilaian ... 157

LAMPIRAN 6. PERANGKAT PEMBELAJARAN PERSEGI ... 158

6.1 Silabus ... 158

6.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 161

6.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 182

LAMPIRAN 7. DOKUMENTASI ... 202


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab I ini, peneliti memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathemata yang berarti belajar atau hal yang dipelajari (things that are learned) sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan degan penalaran. Matematika merupakan ilmu struktur, urutan (order), dan hubungan yang meliputi dasar-dasar perhitungan, pengukuran, dan penggambaran bentuk objek. Ilmu ini melibatkan logika dan kalkulasi kuantitatif (Supatmono, 2009: 5-7).

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 20 tahun 2006 tentang Standar Isi (dalam Wijaya, 2012: 16), menyebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki beberapa kemampuan, yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulatif matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang dan menyelesaikan model matematika, serta menafsirkan cara memecahkan masalah yang diperoleh, 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan


(23)

atau masalah, dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Dasar. Matematika yang diberikan pada siswa Sekolah Dasar memuat konsep dasar untuk memahami konsep yang lebih tinggi. Matematika juga terdapat pada ilmu yang lain, misalnya pada biologi, ekonomi, fisika, dan lain-lain. Matematika dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misal pada perdagangan, pengukuran, ramalan atau perkiraan, statistika, dan sebagainya. Melihat hal tersebut maka konsep matematika yang diajarkan pada tingkat Sekolah Dasar memerlukan penguasaan konsep yang memadai agar tidak menimbulkan kesulitan siswa dalam belajar matematika pada tingkat yang lebih tinggi.

Menurut Runtukahu (2014: 149-150) mengatakan bahwa siswa berkesulitan belajar matematika perlu belajar geometri agar dapat menggunakan matematika secara lebih luas dalam kehidupannya dan sebagai dasar untuk belajar matematika lanjutan. Pembelajaran geometri juga sangat penting karena dapat mengasah kemampuan anak dalam bidang inteligensi matematis-logis dan inteligensi ruang-visual. Menurut Gardner (dalam Suparno, 2003: 29-31), inteligensi matematis-logis adalah kemampuan yang berkaiatan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, sedangkan inteligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat termasuk kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang.


(24)

Peneliti memiliki kesempatan untuk melakukan pengamatan saat Probaling di SD Bopkri Gondolayu pada tanggal 12 Februari 2015 sampai tanggal 28 Mei 2015. Peneliti juga memiliki kesempatan 2 kali untuk masuk kelas V saat pelajaran matematika materi bangun datar. Berdasarkan kedua pengamatan tersebut peneliti mendapati bahwa guru kecenderungan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, sedangkan model pembelajaran belum nampak serta terdapat beberapa siswa kelas V yang masih kesulitan dalam membedakan sifat bangun datar sehingga meminta guru untuk mengulangi penjelasan. Hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pemahaman siswa pada penguasaan materi yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, peneliti mendapati bahwa guru sangat berperan dalam proses pembelajaran, penerapan model dan metode pembelajaran serta penggunaan media saat pembelajaran dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Oleh karena itu, peneliti bersama teman-teman penelitian kolaboratif membagi angket kepada 11 guru wali kelas untuk mengetahui model dan metode pembelajaran yang digunakan guru saat mengajar materi bangun datar, sekaligus untuk menanyakan tentang kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari materi geometri.

Peneliti menyimpulkan kecenderungan penggunaan model dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru wali kelas serta kesulitan yang dialami oleh siswa dari data angket guru di setiap kelas. Data tersebut sebagai berikut: 1) guru

kelas I SD N Ambarukmo dalam proses pembelajaran menggunakan metode ceramah dan demonstrasi, sedangkan untuk model menggunakan jigsaw. Terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh siswa yaitu kesulitan dalam memberi nama bangun datar


(25)

dan bagian-bagiannya. 2) Guru kelas II SD N Sendangadi 2 dan SD N Gunungpring 3

saat proses pembelajaran memiliki kesamaan dalam menggunakan metode yaitu ceramah, tanya jawab, diskusi dan demonstrasi, sedangkan model pembelajaran menggunakan model kontekstual. Terdapat beberapa siswa yang masih kesulitan dalam membedakan sisi dan sudut serta belum dapat simetris dalam menggambar bangun datar. 3) Guru kelas III SD N Ambrukmo 3 dan SD N Sendangadi 2 saat

proses pembelajaran memiliki persamaan dalam menggunakan metode pembelajaran yaitu observasi dan tanya jawab, sedangkan model pembelajaran menggunakan CTL. Kesulitan yang di alami oleh siswa yaitu dalam membedakan antara bangun datar persegi dan persegi panjang. 4) Guru kelas IV SD N Sendangadi 2 dan SD N

Kadirojo menggunakan metode diskusi, demonstrasi, dan ceramah sedangkan untuk model pembelajaran menggunakan CTL dan kooperatif. Terdapat beberapa siswa yang mengalami kesulitan membedakan bentuk dan jaring dari bangun ruang kubus dan balok. 5) Guru kelas V SD Sendangadi 2, SD Kanisius Kadirojo SD Caturtunggal

6 dan SD Ambarukmo juga memiliki kesamaan dalam menggunakan metode pembelajaran yaitu ceramah, demontrasi, dan diskusi, sedangkan model pembelajaran menggunakan kontekstual. Siswa mengalami kesulitan dalam membedakan jaring-jaring balok dan kubus serta limas dan prisma. Beberapa siswa juga masih mengalami kesulitan dalam menentukan nama bangun datar yang mempunyai beberapa sifat sama dan kesulitan dalam memahami sifat-sifat persegi.

Berdasarkan data di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa yang sejak awal mengalami kesulitan belajar geometri maka dalam mempelajari materi geometri atau materi lain yang lebih kompleks juga akan mengalami kesulitan,. Hal tersebut


(26)

terbukti pada angket guru kelas 1 hingga kelas V, beberapa siswa sejak kelas I sudah mengalami kesulitan belajar geometri bangun datar. Hal tersebut menyebabkan kesulitan yang berkelanjutan dalam mempelajari materi geometri hingga siswa kelas V. Selain itu, peneliti mendapati pentingnya siswa kelas V memahami konsep yang benar tentang geometri pada materi bangun datar. Berdasarkan buku pelajaran matematika kelas V dan Kompetensi Dasar 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar, siswa kelas V harus memahami sifat-sifat bangun datar. Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian ini menggaris bawahi pernyataan guru kelas V yang menyatakan siswa kesulitan dalam kesulitan menentukan nama bangun datar yang mempunyai beberapa sifat sama dan kesulitan dalam memahami sifat-sifat persegi.

Peneliti memberikan angket kepada 27 siswa kelas VI di SD Caturtunggal 6 untuk memperkuat data dari hasil angket guru wali kelas V. Peneliti memberikan angket kepada siswa kelas VI karena siswa kelas VI merupakan siswa yang sudah mempelajari materi sifat-sifat bangun datar pada kelas V. Peneliti juga ingin mengetahui tingkat pemahaman siswa yang sudah mempelajari sifat-sifat bangun datar. Peneliti memperoleh data dari angket siswa tersebut yaitu sebagai berikut: 89% siswa belum memahami sifat layang-layang, 85% siswa belum memahami sifat-sifat persegi, dan 82% siswa belum memahami sifat-sifat-sifat-sifat belah ketupat. Berdasarkan data angket siswa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa yang belum memahami sifat-sifat bangun datar, terutama bangun datar layang-layang, persegi, dan belah ketupat. Data tersebut sesuai dengan angket guru kelas V. Siswa kesulitan dalam kesulitan menentukan nama bangun datar yang mempunyai beberapa


(27)

sifat sama terbukti dari siswa kesulitan dalam memahami materi persegi dan belah ketupat yang mempunyai beberapa sifat sama.

Melihat hal ini, seorang guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang dapat menunjang proses pembelajaran geometri. Menurut Joyce & Weil (dalam Rusman, 2014: 133), “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”. Salah satu model pembelajaran yang menawarkan pembelajaran geometri bangun datar sesuai dengan tahapan berpikir siswa dalam mempelajari geometri adalah model pembelajaran berdasarkan teori van Hiele. Bagian yang paling menonjol dari model pembelajaran tersebut adalah lima tingkatan dalam pemahaman ide-ide ruang. Setiap tingkatan mengembangkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri (van De Walle, 2008: 151-154). Hal tersebut terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian oleh Pareka (2014) yang menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap pemahaman siswa tentang bangun datar.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengembangkan prototipe berupa perangkat pembelajaran dalam pembelajaran geometri bangun datar persegi, belah ketupat dan layang-layang yang berdasarkan teori pembelajaran van Hiele. Prototipe tersebut bertujuan agar siswa dapat mempelajari materi geometri bangun datar sesuai dengan tahapan berpikirnya sehingga prototipe disusun berdasarkan level analisis yang sesuai dengan level siswa kelas V dalam mempelajari materi sifat-sifat bangun datar kelas V dan mengintegrasikan lima fase van Hiele. Oleh karena itu,


(28)

penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Datar Berdasarkan Teori Van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah

Dasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana proses pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar berdasarkan teori van Hiele pada siswa kelas V Sekolah Dasar?. 1.2.2. Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri berdasarkan teori van Hiele dalam membantu siswa kelas V Sekolah Dasar memahami konsep sifat-sifat bangun datar?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1. Menjelaskan proses pengembangkan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar berdasarkan teori van Hiele pada siswa kelas V Sekolah Dasar.

1.3.2. Mendiskripsikan kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri berdasarkan teori van Hiele dalam membantu siswa kelas V Sekolah Dasar memahami konsep sifat-sifat bangun datar.


(29)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berkut:

1.4.1. Bagi Siswa

1.4.1.1 Siswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari geometri materi bangun datar berdasarkan teori van Hiele.

1.4.1.2 Siswa mampu memahami geometri materi bangun datar dengan mudah melalui penerapan perangkat pembelajaran berdasarkan teori van Hiele.

1.4.2. Bagi Guru

1.4.2.1 Memberikan pengetahuan baru dalam mengembangkan prototipe yang inovatif berdasarkan teori van Hiele.

1.4.2.2 Membantu guru mengetahui manfaat model pembelajaran van Hiele sehingga dapat mengembangkan pengetahuan siswa dalam menanamkan konsep bangun datar.

1.4.3. Bagi Sekolah

1.4.3.1 Menambah dokumen bagi sekolah mengenai penelitian pengembangan prototipe perangkat pembelajaran dalam pembelajaran geometri materi bangun datar berdasarkan teori van Hiele.

1.4.4. Bagi Peneliti

1.4.4.1 Mendapatkan pengalaman berharga dalam usaha pengembangan produk berdasarkan teori van Hiele dalam membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan memahami konsep bangun datar.


(30)

1.5 Spesifikasi Produk

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa prototipe yang berukuran A4 (21 cm x 29,7 cm) dengan judul prototipe perangkat pembelajaran bangun datar persegi, belah ketupat, dan layang-layang berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar. Kekhasan dari prototipe ini adalah menggunakan lima fase dalam pembelajaran van Hiele. Kelima fase tersebut, yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi langsung, dan fase integrasi. Setiap fase mengembangkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Dengan demikian, siswa dapat memahami materi bangun datar sesuai dengan tahapan berpikirnya.

Prototipe dilengkapi dengan cover yang menunjukkan judul prototipe, nama penyusun, tingkat pendidikan, dan foto kegiatan saat ujicoba prototipe. Prototipe ini berisi 3 bagian, yaitu:

1.5.1 Bagian Pertama

Bagian pertama merupakan bagian pendahuluan dari prototipe. Bagian ini bertujuan untuk mengantarkan pembaca prototipe mengenal dan memahami teori van Hiele. Bagian pertama terdiri dari tiga sub judul sebagai berikut:

1.5.1.1 Kekhasan Tingkat Berpikir dalam Belajar Geometri Berdasarkan Teori

van Hiele

Kekhasan tingkat berpikir dalam belajar geometri berdasarkan teori van Hiele memuat tentang penjelasan lima level dalam pemahaman ide-ide ruang van Hiele. Kelima level tersebut, yaitu: level 0 (visualisasi), level 1 (analisi), level 2 (deduksi


(31)

informal), level 3 (deduksi), dan level 4 (ketepatan). Peneliti dalam mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran berdasarkan level 1 (analisis).

1.5.1.2 Lima Fase dalam Teori van Hiele

Teori van Hiele terdiri dari lima fase yang berurutan. Peneliti dalam mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran menerapkan kelima fase van Hiele dalam kegiatan pembelajaran. Kelima fase tersebut, yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi.

1.5.1.3 Penerapan Kelima Fase van Hiele dalam Pembelajaran

Peneliti dalam bagian ini menjabarkan langkah-langkah penerapan kelima fase van Hiele dalam pembelajaran sifat-sifat bangun datar persegi, belah ketupat dan layang-layang. Penjabaran penerapan kelima fase van Hiele dijelaskan secara rinci pada setiap fasenya. Selain itu, penjabaran juga di lengkapi dengan foto kegiatan saat ujicoba, foto media pembelajaran yang digunakan, silabus, RPP, dan LKS.

1.5.2 Bagian Kedua

Bagian kedua berisi silabus dan 3 RPP materi sifat-sifat bangun datar persegi, belah ketupat, dan layang-layang. Peneliti juga menerapkan lima fase proses pembelajaran berdasarkan teori van Hiele pada silabus dan ketiga RPP tersebut. Penjelasan silabus dan RPP sebagai berikut:

1.5.2.1 Silabus

Silabus mencakup tiga pembelajaran, yaitu: pembelajaran materi sifat-sifat bangun datar persegi, belah ketupat, dan layang-layang. Silabus yang disusun mengacu KTSP dan memiliki komponen sebagai berikut: kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber


(32)

belajar. Kegiatan pembelajaran dalam silabus ini mengacu pada lima fase proses pembelajaran berdasarkan teori van Hiele, yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelaan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi. Contoh format silabus yang dikembangkan dapat dilihat pada lampiran 6.1.

1.5.2.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Peneliti menyusun tiga RPP, yaitu: RPP 1 tentang materi sifat-sifat bangun datar persegi, RPP 2 tentang materi sifat-sifat bangun datar belah ketupat, dan RPP 3 tentang materi sifat-sifat bangun datar layang-layang. Kegiatan dalam ketiga RPP yang disusun merupakan penjabaran dari indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Kegiatan pembelajaran juga mengacu pada lima fase proses pembelajaran berdasarkan teori van Hiele, sehingga RPP ini menjadi perpaduan antara KTSP dan model pembelajaran van Hiele dengan komponen sebagai berikut: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan, materi pokok, pendekatan, metode, dan model pembelajaran, kegiatan pembelajaran, media, alat, bahan dan sumber belajar serta penilaian. Contoh format RPP yang dikembangkan dapat dilihat pada lampiran 6.2.

1.5.3 Bagian Ketiga

Bagian ketiga berisi tiga LKS, yaitu: LKS pembelajaran 1 tentang materi sifat-sifat bangun datar persegi, LKS pembelajaran 2 tentang materi sifat-sifat-sifat-sifat bangun datar belah ketupat, dan LKS pembelajaran 3 tentang materi sifat-sifat bangun datar layang-layang. Penyusunan LKS mencakup seluruh kegiatan proses pembelajaran dari awal hingga akhir dan mengacu pada lima fase proses pembelajaran berdasarkan teori van Hiele sehingga kegiatan dalam LKS juga diperinci pada setiap fase. LKS


(33)

dilengkapi dengan gambar dan warna yang menarik supaya siswa terdorong untuk mengikuti kegiatan dalam LKS dan lebih mudah dalam memahami materi. Siswa dalam mengikuti kegiatan dalam LKS juga dipermudah dengan bantuan petunjuk yang tersedia.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1. Prototipe adalah perangkat pembelajaran matematika pada pokok bahasan geometri bangun datar persegi, belah ketupat, dan layang-layang yang dikembangkan berdasarkan teori van Hiele sehingga dapat membantu siswa dalam memahami geometri materi bangun datar sesuai dengan tingkatan berpikirnya.

1.5.2. Matematika adalah ilmu pasti yang berhubungan dengan penalaran dan merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Dasar.

1.5.3. Geometri adalah konsep dasar matematika yang membutuhkan penalaran yang logis dalam mempelajarinya.

1.5.4. Model pembelajaran adalah pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

1.5.5. Model pembelajaran van Hiele adalah model pembelajaran berdasarkan teori van Hiele yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir siswa dalam mempelajari geometri. Kekhasan dari teori van Hiele ini adalah kelima fase dalam pembelajaran van Hiele. Kelima fase tersebut, yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi langsung, dan fase integrasi.


(34)

1.5.6. Bangun datar adalah bangun dua dimensi yang bisa mempunyai sisi lurus maupun lengkung.

1.5.7. Siswa SD adalah siswa kelas 5 SD N Caturtunggal 6, Depok, Sleman, Yogyakarta yang menjadi subjek penelitian.


(35)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab 2 ini, akan dibahas mengenai empat bagian, yaitu: kajian pustaka, kerangka berpikir, penelitian yang relevan, dan pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Pada sub bab kajian pustaka ini memuat pembelajaran matematika, model pembelajaran, teori pembelajaran van Hiele, pembelajaran kontekstual, dan inteligensi ganda.

2.1.1 Pembelajaran Metematika 2.1.1.1Hakikat Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang

berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika

disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013: 186). “Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara deduktif,

dengan argumen yang konsisten” (Susanto, 2013: 186-187). Menurut Klien (dalam Runtukahu, 2014: 28) matematika merupakan ilmu pengetahuan yang tidak berdiri


(36)

sendiri karena dapat membantu siswa dalam memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pasti yang mempunyai unsur utama penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Jadi, matematika perlu ditanamkan sejak siswa menginjak usia Sekolah Dasar karena dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari karena pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memuat berbagai konsep yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

2.1.1.2Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lainnya. Mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar meliputi aspek bilangan, geometri, dan pengukuran, serta pengolahan data (Depdiknas, 2004: 134-135). Berdasarkan peraturan mentri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada mata pelajaran Matematika SD/MI meliputi kemampuan memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya; memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifatnya; memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, serta debit; memahami konsep koordinat; memahami konsep pengumpulan data dan penyajiannya; memiliki sikap menghargai matematika; serta memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.


(37)

Peneliti dalam penelitian ini membatasi pada materi sifat-sifat bangun datar melalui kegiatan berdasarkan lima fase tahapan pembelajaran van Hiele. Peneliti hanya melakukan penelitian tentang bangun datar persegi, belah ketupat, dan layang-layang. Bangun datar merupakan salah satu materi dari geometri. Geometri dalam matematika Sekolah Dasar sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa karena siswa dapat langsung mengamati bentuk geometri pada lingkungan sekitar.

2.1.1.3Geometri dalam Matematika Sekolah Dasar

Kata geometri berasal dari bahasa Yunani ge yang berarti bumi dan metrein yang artinya mengukur. Pengukuran merupakan sebuah proses yang menghubungkan bilangan dengan atribut sebuah objek atau peristiwa. Pengukuran sangat berguna bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari topik matematika lain. Oleh karena itu, pengukuran perlu diajarkan kepada siswa (Runtukahu, 2014: 48).

Menurut Haryono (2014: 139) geometri adalah cabang matematika yang mempelajari hubungan di dalam ruangan. Pengajaran geometri di Sekolah Dasar dimulai dari bangun datar kemudian bangun ruang, akan tetapi sebelumnya perlu ditanamankan pengetahuan tentang garis dan titik (Runtukahu, 2014: 149-150). Pengetahuan geometri sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa. Siswa dapat mengembangkan konsep geometri dengan mengamati bentuk geometri yang terdapat di lingkungan sekitar siswa (Runtukahu, 2014: 46-47).

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep pembelajaran geometri yang benar perlu diajarkan kepada siswa sejak dini karena pembelajaran


(38)

geometri sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran geometri melibatkan lingkungan sebagai sumber belajar sehingga siswa tidak asing dengan media yang digunakan saat proses pembelajaran. Selain itu, geometri juga merupakan bidang studi yang mempelajari bangun datar serta erat kaitannya dengan pengukuran.

2.1.1.4Bangun Datar

Bangun datar atau bangun dua dimensi adalah kurva tertutup sederhana yang terletak pada bidang datar (Runtukahu, 2014). Bidang datar dibatasi oleh beberapa ruas garis. Jumlah dan model ruas garis yang membatasi bangun datar tersebut menentukan nama dan bentuk bangun datar tersebut (Djuwita, 2015: 3).

Jenis-jenis bangun datar bermacam-macam antara lain: segitiga, persegi, persegi panjang, jajar genjang, trapesium, layang-layang, belah ketupat, dan lingkaran (Djuwita, 2015: 3-28). Penelitian ini memuat materi bangun datar persegi, belah ketupat dan layang-layang dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Persegi

Persegi adalah bangun datar dua dimensi yang terbentuk dari empat buah rusuk yang sama panjang dan memiliki empat buah sudut siku-siku.

2. Belah ketupat

Belah ketupat adalah bangun datar dua dimensi yang terbentuk dari empat rusuk yang sama panjang dan memiliki dua pasang sudut bukan siku-siku yang sama besar dengan sudut di hadapannya.


(39)

3. Layang-layang

Layang-layang adalah bangun datar yang berbentuk segi empat yang terbentuk dari segitiga sama kaki yang alasnya berhimpitan.

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa bangun datar adalah bangun dua dimensi. Data dari angket siswa menunjukkan bahwa sifat-sifat bangun datar persegi, belah ketupat dan layang-layang merupakan materi yang belum dipahami oleh siswa kelas V Sekolah Dasar. Guru dapat membantu siswa dalam mempelajari dan memahami sifat-sifat bangun datar tersebut dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran dapat dipilih dengan berbagai pertimbangan dari karakteristik siswa maupun kondisi lingkungan kelas atau sekolah.

2.1.2 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tujuan jangka panjang pembelajaran adalah membantu siswa mencapai kemampuan optimal untuk dapat belajar lebih mudah dan efektif di masa datang, namun untuk mencapai hal tersebut perlu model pembelajaran (Sugiyanto, 2010: 3). Joyce & Weil (dalam Rusman, 2014: 133) berpendapat bahwa, “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas

atau yang lain”. Terdapat beberapa dasar pertimbangan dalam memilih model


(40)

materi pembelajaran, 3) kondisi siswa, dan 4) ketersediaan sarana-prasarana belajar (Sugiyanto, 2010: 3).

Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna bagi siswa sangatlah penting. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menentukan model pembelajaran. Model pembelajaran digunakan sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, kondisi siswa, materi pembelajaran, dan sarana prasarana. Oleh karena itu, guru perlu memahami berbagai macam model pembelajaran agar mengetahui tujuan, ciri dan karakteristik dari setiap model pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Peneliti dalam pengembangan ini, menggunakan model pembelajaran van Hiele yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, kondisi siswa, dan sarana prasarana dalam pembelajaran geometri bangun datar.

2.1.3 Teori Pembelajaran van Hiele

2.1.3.1Sejarah Teori Pembelajaran van Hiele

Teori van Hiele dicetuskan oleh dua tokoh pendidikan matematika dari Belanda, yaitu Pierre van Hiele dan isterinya yaitu Dina van Hiele. Kedua tokoh tersebut mengungkapkan tentang proses perkembangan kognitif yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri (Mason, 2002: 4). Tahun 1954 Pierre van Hiele menuliskan hasil penelitiannya dalam disertasi. Beliau melakukan penulisan setelah mengadakan penelitian di lapangan, dengan melalui observasi dan tanya jawab,


(41)

mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri.

Penelitian tersebut mereka selesaikan bersama di Universitas Utrecht. Dina van

Hiele meninggal setelah menyelesaikan disertasinya, kemudian Pierre van Hiele mengklarifikasi, mengubah, dan memajukan teorinya sehingga muncullah teori pembelajaran van Hiele (Crowley, 1987: 1).

Teori van Hiele telah diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri di sekolah. Uni Soviet dan Amerika Serikat murapakan contoh negara yang telah mengubah kurikulum geometri berdasarkan teori van Hiele. Uni Soviet melakukan perubahan kurikulum menjadi sesuai dengan teori van Hiele pada tahun 1960-an, sedangkan di Amerika Serikat pengaruh teori van Hiele mulai terasa sekitar permulaan tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an, terjadi peningkatan minat penelitian yang memusatkan pada teori van Hiele (Crowley, 1987: 1). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa teori van Hiele sangat cocok digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya geometri karena teori van Hiele muncul berdasarkan proses perkembangan kognitif yang dilalui siswa dalam mempelajari geometri. Siswa perlu memiliki banyak pemikiran dan pengalaman pada tingkat yang lebih rendah dulu sebelum mempelajari konsep geometri formal. Hal tersebut karena teori van Hiele terdiri dari lima level dalam pemahaman ide-ide ruang. Kelima level tersebut merupakan tahapan pemikiran geometri dari yang sederhana menuju yang lebih rumit.


(42)

2.1.3.2Lima Level dalam Pemahaman Ide-Ide Ruang van Hiele

Menurut van De Walle (2008: 151-154) saat ini, teori van Hiele menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam kurikulum geometri di Amerika. Bagian yang paling menonjol dari model pembelajaran tersebut adalah lima level dalam pemahaman ide-ide ruang. Setiap level mengembangkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Perbedaan yang signifikan dari satu level ke level berikutnya adalah objek-objek pikiran yang mampu kita pikiran secara geometris.

Level 0: Visualisasi

Objek-objek pikiran pada level 0 berupa bentuk-bentuk dan bagaimana “rupa” mereka”.

Penekanan pada level 0 terdapat pada bentuk yang dapat diamati, dirasakan, dibentuk, dipisahkan, atau digunakan dengan beberapa cara oleh siswa. Tujuan umumnya yaitu menelusuri bagaimana bentuk serupa atau berbeda, serta menerapkan ide-ide untuk membuat berbagai kelompok dari bentuk (baik secara fisik maupun mental). Dengan demikian, hasil pemikiran pada level 0 adalah kelas-kelas atau kelompok-kelompok dari bentuk yang terlihat “mirip”.

Level 1: Analisis

“Objek-objek pemikiran pada level 1 berupa kelompok-kelompok bentuk bukan bentuk-bentuk individual”.

Siswa pada tingkat ini mulai mengerti bahwa sebuah kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Ide-ide dalam suatu bentuk dapat digeneralisasikan pada semua bentuk yang sesuai dengan golongan tersebut. Dengan demikian, hasil pemikiran pada tingkat 1 adalah sifat-sifat dari bentuk.


(43)

Level 2: Deduksi informasi

“Objek pemikiran pada tingkat 2 adalah sifat-sifat dari bentuk”.

Siswa pada tingkat ini akan dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat-pendapat informal, deduktif tentang bentuk, dan sifat-sifatnya. Hasil pemikiran pada level 2 adalah hubungan diantara sifat-sifat obyek geometri. Dengan demikian, siswa pada level 2 dapat menghubungkan sifat-sifat dari dua atau lebih obyek geometri.

Level 3: Deduksi

“Objek pemikiran pada tingkat 3 berupa hubungan di antara sifat-sifat objek geometri”.

Siswa pada tingkat ini mulai menghargai kebutuhan dari sistem logika yang berdasar pada kumpulan asumsi minimum dan kebenaran lain yang dapat diturunkan. Siswa juga mampu bekerja dengan pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometris dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan logika daripada naluri. Hasil pemikiran pada tingkat 3 berupa sistem-sistem deduktif dasar geometri. Karakteristik tipe pemikiran pada tingkat 3 sama dengan yang dibutuhkan pada pelajaran geometri sekolah tinggi tipikal. Siswa membuat daftar aksioma dan definisi untuk membuat teorema serta membuktikan teorema dengan menggunakan pemikiran logis yang teratikulasi.

Level 4: Ketepatan (Rigor)

“Objek-objek pemikiran pada tingkat 4 berupa sistem-sistem deduktif dasar dari geometri”.

Tingkat teratas dalam tingkatan van Hiele, objek-objek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri, bukan hanya penyimpulannya dalam sistem. Secara


(44)

umum ini adalah tingkatan mahasiswa jurusan matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu matematika. Hasil pemikiran dari tingkat 4 adalah perbandingan dan perbedaan diantara berbagai sistem-sistem geometri dasar.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V Sekolah Dasar berada pada level 1 yaitu analisis. Hasil pemikiran pada tingkat 1 adalah sifat-sifat dari bentuk. Materi geometri bangun datar kelas V Sekolah Dasar mengenai sifat-sifat bangun datar yang berkaitan dengan bentuk dan sifat sehingga siswa mempelajari bahwa sekumpulan bentuk yang tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Dengan demikian, muncul fase tahapan pembelajaran van Hiele untuk membantu siswa dalam memahami sifat-sifat dari bentuk atau bangun datar tersebut. Fase tersebut sejalan dengan level pemahaman ide-ide ruang van Hiele yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2.1.3.3Lima Fase Tahapan Pembelajaran van Hiele

Model pembelajaran van Hiele terdiri dari lima fase berurutan, yang sekaligus sebagai tujuan pembelajaran (Crowley, 1987: 5), yaitu sebagai berikut:

1 Fase Informasi/inkuiri (Information/Inquiry)

Fase ini merupakan tahapan awal. Siswa bersama dengan guru saling bertanya jawab tentang materi yang akan dibahas. Hal tersebut mempunyai tujuan, yaitu guru mengetahui pengetahuan/informasi awal siswa tentang materi yang akan dibahas dan siswa belajar tentang kegiatan yang akan mereka lakukan.


(45)

2 Fase Orientasi Langsung (Directed Orientation)

Tahapan ini siswa mengeksplorasi materi dengan menggunakan media yang sudah disediakan oleh guru. Kegiatan yang dilakukan harus secara bertahap agar dapat mengungkapkan karakteristik tahapan ini kepada siswa. Sehingga dalam kegiatan ini diperlukan beberapa tugas singkat supaya memperoleh respon khusus dari siswa. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah merangsang siswa agar aktif dalam mengeksplorasi obyek, melalui beberapa kegiatan seperti: melipat, mengukur untuk menemukan hubungan sifat dari bentuk-bentuk bangun datar atau bangun ruang.

3 Fase Penjelasan (Explication)

Siswa pada tahapan ini mengekspresikan dan saling bertukar pikiran tentang topik sebelumnya yang telah diamati. Hal tersebut membantu siswa dalam menggunakan bahasa yang akurat dan tepat, selain itu guru juga tidak dominan. 4 Fase Orientasi Bebas (Fee Orientation)

Siswa menjumpai tugas yang lebih kompleks dan dengan langkah yang cukup banyak, tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan dengan beberapa cara. Siswa mendapatkan pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan tugas. Hal ini bertujuan agar siswa memperoleh pengalaman menyelesaikan permasalahan dalam belajar dan menggunakan strateginya sendiri.

5 Fase Integrasi (Integration)

Tahapan ini adalah tahapan terakhir. Pada tahapan terakhir ini siswa meninjau kembali dan merangkum sehingga siswa mempunyai gambaran dan hubungan baru tentang materi yang telah mereka pelajari. Saat kegiatan ini guru dapat membimbing dan mendampingi siswa dalam membantu mengintegrasikan


(46)

pengetahuannya. Tujuan kegiatan ini adalah mengintegrasikan pengetahuan yang telah diamati dan didiskusikan.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran van Hiele memiliki lima fase tahapan pembelajaran, yaitu: fase informasi/inkuiri (information/inquiry), fase orientasi langsung (directed orientation), fase penjelasan (explication, fase orientasi bebas (ree orientation), fase integrasi (integration). Setiap fase memiliki karakteristik dan tujuan masing-masing. Hal tersebut membuat kegiatan pembelajaran antar fase berbeda namun tetap berkesinambungan. Kegiatan pada kelima fase juga dapat mengguanakan media konkret dan sangat memungkinkan untuk mengajak siswa melakukan pengamatan pada lingkungan sekitar kelas maupun sekolah sehingga proses pembelajaran berdasarkan model pembelajaran van Hiele sangat erat kaitannya dengan pembelajaran kontekstual. Dengan demikian, membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa yang realistis untuk dapat memecahkan masalah.

2.1.4 Pembelajaran Kontekstual

2.1.4.1Pengertian dan Tujuan Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan Trianto (2009: 105), John Dewey merupakan tokoh pertama yang mengusulkan penerapan pembelajaran kontekstual di kelas-kelas Amerika Serikat. Beliau mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa pada tahun 1916.

Selama mengadakan telah pustaka menjadi semakin jelas bahwa pembelajaran kontekstual merupakan perpaduan dari banyak praktik yang baik


(47)

dan beberapa pendekatan reformasi pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional pendidikan untuk semua siswa. Menurut University of Washington (dalam Trianto, 2009: 105) Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa TK hingga SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam kegiatan di dalam sekolah maupun luar sekolah sehingga siswa dapat memecahkan masalah. Sedangkan menurut Blanchard (dalam Trianto, 2019: 105) pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang terjadi dari pengalaman sesungguhnya. Tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa yang lebih realistis karena inti pembelajaran kontekstual adalah untuk mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktik (Taniredja, 2011: 50).

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual memberikan ruang kepada siswa untuk dapat belajar dengan situasi yang nyata dengan berbagai macam media konkret sehingga dapat mendorong siswa menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa dapat menemukan dan membangun sendiri pengetahuan serta ketrampilan baru. Peneliti dalam pengembangan ini mengintegrasi hal tersebut pada kegiatan pembelajaran berdasarkan teori van Hiele. Kegiatan pembelajaran berdasarkan teori van Hiele secara garis besar menggali pengetahuan awal siswa melalui media konkret kemudian siswa dihadapkan dengan berbagai permasalahan dan siswa belajar untuk memecahkan masalah tersebut dengan pengetahuan dan ketrampilan mereka sendiri sehingga siswa membangun pengetahuan dan ketrampilan baru.


(48)

Peneliti dalam mengintegrasikan pembelajaran kontekstual ke dalam teori van Hiele juga memperhatikan langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual tersebut mencakup komponen utama dari pembelajaran kontekstual.

2.1.4.2Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas

Menurut Depdiknas (dalam Trianto, 2009: 107), pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum dan bidang studi apa saja serta kelas dengan kondisi bagaimanapun. Suatu kelas dikatakan menggunakan pembelajaran kontekstual apabila menerapkan tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual. Ketujuh komponen utama tersebut, yaitu: kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian autentik (authentic assessment).

Secara garis besar langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual sebagai berikut: 1) mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan membangun sendiri pengetahuan serta keterampilan barunya, 2) melaksanakan kegiatan inkuri untuk semua topik, 3) melaksanakan kegiatan bertanya untuk mengembangkan sifat ingin tahu siswa, 4) membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk belajar kelompok, 5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, 6) melakukan refleksi di akhir pembelajaran, dan 7) melakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.


(49)

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual. Ketujuh komponen tersebut sangat fleksibel karena dapat diterapkan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun sehingga peneliti dalam pengembangan ini dapat dengan mudah mengintegrasikan pembelajaran kontektual kedalam teori van Hiele. Selain itu, pembelajaran kontekstual juga dapat diintegrasikan dengan inteligensi ganda. Suatu inteligensi harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria tersebut digunakan untuk mengetahui dan menentukan apakah kemampuan itu sungguh merupakan inteligensi.

2.1.5 Inteligensi Ganda

2.1.5.1Kriteria suatu inteligensi

Menurut Gardner (dalam Suparno, 2003: 21-22), kemampuan disebut inteligensi apabila seseorang menunjukkan suatu kemahiran dan ketrampilan dalam memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemunya dalam kehidupan. Selain itu, juga dapat menciptakan suatu produk baru, dan bahkan dapat menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan baru. Secara garis besar, maka dalam kemampuan ada unsur pengetahuan dan keahlian.

Syarat kemampuan yang dapat dipertimbangakan sebagai inteligensi dalam teori inteligensi Gardner yaitu bersifat universal. Kemampuan itu harus berlaku bagi banyak orang, bukan hanya untuk beberapa orang. Selain itu, kemampuan juga berdasarkan unsur biologis. Kemampuan sudah ada sejak seseorang lahir, meski dapat dikembangkan melalui pendidikan.


(50)

Menurut Amstrong (dalam Suparno, 2003: 23) Kemampuan manusia yang dimasukkan kedalam inteligensi ganda harus memenuhi delapan kriteria untuk menentukan apakah kemampuan itu sungguh inteligensi. Kedelapan kriteria itu adalah sebagai berikut:

Terisolasi dalam bagian otak tertentu. Setiap inteligensi berkaitan dengan

bagian otak tertentu. Bila kemampuan ini hilang karena kerusakan otak, maka tidak akan mempengaruhi kerusakan kemampuan lainnya.

Kemampuan itu independen. Ini tampak pada orang yang pandai tapi idiot (idiot savants) dan orang autis. Orang tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam hal tertentu, tetapi mempunyai kelemahan pada kemampuan lainnya. Kemampuan tersebut dalam diri seserang saling independen dan tidak terkait ketat sehingga dianggap menjadi inteligensi yang berdiri sendiri.

Memuat satuan operasi khusus. Setiap inteligensi mengandung keterampilan operasi tertentu yang berbeda satu sama lain dan seseorang dengan keterampilan operasi tersebut dapat mengekspresikan kemampuannya dalam menghadapi persoalan.

Mempunyai sejarah perkembangan sendiri. Setiap inteligensi

mempunyai waktunya sendiri dalam berkembang, menuju puncak lalu akan turun. Kita dapat melihat puncak inteligensi pada orang-orang yang berinteligensi tertentu secara luar biasa. Misalnya, Mohamad Ali pada saat jaya-jayanya menjadi jago tinju profesional.

Berkaitan dengan sejarah evolusi zaman dulu. Setiap inteligensi dapat


(51)

tersebut karena sejalan dengan perkembagan otak manusia dari manusia purba dan bahkan dari makhluk lain yang berkaitan.

Dukungan psikologi eksperimental. Dari tugas-tugas psikologis yang diberikan tampak bahwa inteligensi bekerja saling terisolasi. Seseorang yang kuat/pandai dalam bidang tertentu belum tentu kuat/pandai dalam bidang lain. Hal tersebut sangat jelas bahwa bahwa inteligensi itu terisolasi.

Dukungan dari penemuan psikometrik. Inteligensi yang ditemukan

Gradner memang benar terbukti dari beberapa tes psikologis terstandar. Misalnya, Wecbsler Inteligensi Scale for Children yang mengandung tes inteligensi linguistik, matematis-logis, visual, dan kinestetik-badani.

Dapat disimbolkan. Kemampuan untuk menggunakan simbol dalam hidup

merupakan salah satu tanda tingkah laku inteligensi manusia. Menurut Gardner, setiap inteligensi yang ditelitinya memiliki simbol khusus yang berbeda-beda dan sistem notasi yang khas.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemahiran dan keterampilan dalam memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemunya dalam kehidupan. Suatu inteligensi harus memenuhi delapan kriteria. Gardner mengemukakan beberapa inteligensi dan inteligensi yang dapat diterima berjumlah sembilan karena kesembilan inteligensi tersebut memenuhi kedelapan kriteria.

2.1.5.2Sembilan Inteligensi Ganda

Menurut Gardner (dalam Chatib, 2012: 78), “salah besar apabila kita mengamsusikan bahwa IQ adalah suatu entitas atau besaran tunggal dan tetap,


(52)

yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Kecerdasan menurut Gardner memperkuat perspektifnya tentang kecerdasan kognitif manusia. Kecerdasan adalah sebuah perilaku yang diulang-ulang. Kecerdasan terbentuk dari proses pembelajaran, perilaku, pola kehidupan, antar manusia, dan alam atau lingkungan yang terkristalisasi dalam kebiasaan.

Inteligensi ganda yang belum berkembang dapat dikembangkan dan dilatih menjadi lebih baik lewat pendidikan. Seseorang dapat belajar untuk mengenali dan menyadari inteligensi ganda dalam hidupnya. Dengan demikian, dapat mengembangkan inteligensi ganda tersebut agar berdampak lebih maju untuk hidup selanjutnya (Suprano, 2003: 67).

Otak manusia sangat kompleks dan misterius, yang merupakan sumber bagi banyak hal karena didalamnya tersimpan kepribadian dan kecerdasan. Kecerdasan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Melalui kajian ilmiah psikologi, Gardner yang juga merupakan ahli saraf di Universitas Harvard membuat klasifikasi kecerdasan berdasarkan fakta empiris. Tahun 1999, Howard Gardner kemusdian menghasilkan karya intelektual berjudul Intelligence Reframed yang menyatakan bahwa otak manusia setidaknya menyimpan sembilan jenis kecerdasan yang disepakati dan diterima (Chatib, 2012: 79). Sembilan kecerdasan tersebut yaitu inteligensi linguistik, inteligensi matematis-logis, inteligensi ruang, inteligensi kinestetik-badani, inteligensi musikal, inteligensi interpersonal, inteligensi lingkungan/naturalis, dan inteligensi eksistensial. (Suparno, 2003: 19-45). Peneliti dalam pengembangan penelitian ini menggembangkan inteligensi matematis-logis dan ruang visual. Berikut penjelasan dari kedua inteligensi tersebut:


(53)

1. Inteligensi matematis-logis

Inteligensi matematis-logis (logical-matematical intelligence) adalah kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dalam perhitugan, kepekaan pada pola logika secara efektif, abstraksi dan kategorisasi. Anak yang memiliki inteligensi ini biasanya mempunyai nilai matematika yang tinggi, dapat memecahkan masalah dengan logis dan suka belajar skema serta bagan.

Inteligensi matematis-logis dapat dikembangkan dengan beberapa latihan. Latihan tersebut antara lain: membuat simbol, membuat kesimpulan dari konkret ke abstrak, membuat garis besar jalan pikiran, membuat grafik, mengurutkan bilangan, berhitung. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dengan problem solving. Hal tersebut membantu siswa untuk mengembangkan penalaran dengan selalu melihat sebab-akibatnya

2. Inteligensi ruang

Inteligensi ruang (spatial intelligence) atau kadang disebut dengan intelligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Selain itu juga mengenal bentuk dan benda secara tepat dan memiliki kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang. Anak yang memiliki inteligensi ini dapat dengan mudah belajar ilmu ukur ruang, mudah menentukan letak suatu benda yang berada dalam ruangan dan dapat membayangkan suatu bentuk.

Inteligensi ruang-visual dapat dikembangkan dengan beberapa latihan. Latihan tersebut antara lain: dilatih untuk membayangkan sesuatu bentuk/ benda di otaknya, berlatih dengan warna, menggambar, membuat peta, membangun suatu bangun petak-petak yang mengembangkan gambaran, mematung, bermain


(54)

mencari jejak, dan mengamati gambar 3 dimensi. Cara-cara tersebut dipilih sesuai dengan situasi siswa dan sekolah.

Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat sembilan inteligensi ganda. Setiap inteligensi dapat dikembangkan dengan beberapa latihan. Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan inteligensi matematis-logis dan inteligensi ruang-visual karena pembelajaran geometri materi sifat-sfiat bangun datar kelas V berkaitan dengan kedua inteligensi tersebut. Siswa dalam materi tersebut belajar pola logika, membayangkan benda abstrak dan mengkategorikan bentuk benda sehingga dapat mengembangkan inteligensi matematis logis. Siswa juga mempelajari keruangan (bentuk, garis, dan lain sebagainya) sehingga dapat mengembangkan inteligensi ruang-visual. Latihan-latihan tersebut peneliti kemas kedalam kegiatan pembelajaran dengan berdasarkan lima fase teori van Hiele.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat empat penelitian sebelumnya tentang pembelajaran berdasarkan teori van Hiele yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Berikut ini penjabaran dari keempat penelitian tersebut.

Penelitian pertama dilakukan oleh Erdogan, dkk (2009) dengan judul “The Effect of the Van Hiele Model Based Instruction on the Creative The inking Levels of 6th Grade Primary School Students”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proses pembelajaran berdasarkan model van Hiele pada tingkat berpikir kreatif siswa. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa


(55)

instruksi sesuai dengan model van Hiele lebih efektif daripada instruksi sesuai dengan metode tradisional dalam mengembangkan tingkat berpikir kreatif siswa.

Penelitian kedua dilakukan oleh Sasmita (2012) dengan judul “Pengaruh Teori Belajar van Hiele dalam Pembelajaran Geometri terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V di Desa Sinabun”. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut yaitu hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran geometri dengan teori van Hiele lebih baik dari pada hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran geometri dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal tersebut dikarenakan perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan proses penyampaian materi. Pembelajaran geometri dengan teori van Hiele melalui beberapa fase, yaitu: fase informasi (information), fase orientasi langsung (directed orientation), fase penjelasan (explication), fase orientasi bebas (free orientation), dan fase integrasi (integration).

Penelitian ketiga dilakukan oleh Nur’aeni (2010) dengan judul “Pengembangan Kemampuan Komunikasi Geometris Siswa Sekolah Dasar

Melalui Pembelajaran Berbasis Teori van Hiele”. Menurut hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kemampuan komunikasi geometris siswa Sekolah Dasar dapat dikembangkan melalui pembelajaran berbasis teori van Hiele yaitu dengan adanya lima fase dalam pembelajaran; 1) fase informasi, 2) fase orientasi terarah, 3) fase eksplitasi, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. Tahap pembelajaran van Hiele, juga dapat meningkatkan kemajuan kemampuan berpikir geometri siswa dari level dasar ke level berikutnya secara berurutan. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis teori van Hiele merupakan salah satu alternatif


(56)

pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan komunikasi geometris.

Penelitian keempat dilakukan oleh Pareka (2014) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran van Hiele Terhadap Kemampuan Memahami pada Konsep Geometri Bangun Datar dalam Pelajaran Matematika Kelas V SD Ungaran”. Peneliti menerapkan lima fase pembelajaran van Hiele kedalam kegiatan pembelajaran. Lima fase tersebut, yaitu: fase inkuiri/informasi, fase orientasi terarah, fase uraian, fase orientasi bebas, dan fase integrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami siswa pada konsep geometri bangun datar. Hasil tersebut ditunjukkan dari perbandingan selisih skor pretest dan posttest, kelompok eksperimen memiliki skor dengan efek besar sedangkan kelompok kontrol memiliki skor dengan efek kecil.

Keempat penelitian di atas digunakan oleh peneliti untuk menambah referensi tentang penelitian pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar berdasarkan teori van Hiele pada siswa kelas V Sekolah Dasar. Keempat penelitian tersebut juga masih relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, hal tersebut dapat dilihat dalam penelitian ini memperhatikan tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri dengan cara menerapkan lima fase tahapan pembelajaran geometri berdasarkan teori van Hiele dalam setiap kegiatan pembelajaran. Kelima fase tersebut, yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi. Bagan literature map dari penelitian sebelumnya dapat dilihat pada halaman selanjutnya.


(57)

Bagan 2.1 Literature Map dari Penelitian-penelitian Sebelumnya Yang akan diteliti

Listyawati Dian (2015)

Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Datar Berdasarkan Teori Van Hiele pada

Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Pareka Putri El (2014)

Model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap pemahaman

siswa kelas V Sekolah Dasar tentang bangun datar. Erdogan, dkk.

(2009)

Model van Hiele mengembangkan tingkat berpikir kreatif siswa.

Sasmita Lisa, dkk (2012)

Hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar yang mengikuti pembelajaran geometri menggunakan teori van

Hiele lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran geometri menggunakan pembelajaran

konvensional.

Nur’aeni Hj Epon

(2010)

Pembelajaran berbasis teori van Hiele mengembangkan kemampuan

komunikasi geometris. Model Pembelajaran van Hiele


(58)

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian Erdogan, dkk (2009) menginspirasi peneliti jika mdel pembelajaran van Hiele mengembangkan tingkat berpikir kreatif siswa. Bahkan menurut Sasmita (2012), hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar yang mengikuti pembelajaran geometri menggunakan teori van Hiele lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran geometri menggunakan pembelajaran konvensional. Menurut Nur’aeni (2010), pembelajaran berbasis teori van Hiele juga mengembangkan kemampuan komunikasi geometris. Selain itu, menurut Pareka (2014) model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap pemahaman siswa kelas V Sekolah Dasar tentang bangun datar.

Keempat penelitian tersebut menjadi acuan peneliti untuk mengembangkan sebuah prototipe. Prototipe tersebut berupa perangkat pembelajaran geometri materi sifat-sifat bangun datar persegi, belah ketupat dan layang-layang berdasarkan teori van Hiele pada kelas V Sekolah Dasar. Prototipe terdiri dari 3 perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran 1 tentang materi sifat-sifat persegi, perangkat pembelajaran 2 tentang materi sifat-sifat belah ketupat, dan perangkat pembelajaran 3 tentang materi sifat-sifat belah ketupat.

Prototipe perangkat pembelajaran tersebut peneliti susun untuk menjawab permasalahan siswa. Permasalahan tersebut yaitu, 27 siswa di SD Caturtunggal 6 yang belum memahami sifat-sifat persegi, belah ketupat dan layang-layang. Selain itu, prototipe perangkat pembelajaran tersebut peneliti kembangkan untuk memberikan guru satu contoh model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami materi geometri tentang sifat-sifat bangun datar.


(59)

Peneliti mengembangkan prototipe perangkat pembelajaran dengan memperhatikan level 1 yaitu analisis. Hasil pemikiran pada level 1 adalah sifat-sifat dari bentuk. Materi geometri bangun datar kelas V Sekolah Dasar mengenai sifat-sifat bangun datar yang berkaitan dengan bentuk dan sifat sehingga siswa mempelajari bahwa sekumpulan bentuk yang tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Hal tersebut bertujuan agar siswa lebih mudah dalam memahai sifat-sifat bangun datar berdasarkan tahapan berpikirnya. Hal tersebut menjadi acuan bagi peneliti dalam menyusun RPP dengan berdasarkan lima fase van Hiele, yaitu: fase informasi, fase orientasi langsung, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi.

2.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasakan teori di atas, maka dapat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

2.4.1 Bagaimana langkah-langkah pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar berdasarkan teori van Hiele pada siswa kelas V Sekolah Dasar?.

2.4.2 Bagaimana kualitas prototipe perangkat pembelajaran geometri berdasarkan teori van Hiele dalam membantu siswa kelas V Sekolah Dasar memahami konsep sifat-sifat bangun datar?.


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini diuraikan tentang jenis penelitian, setting penelitian, prosedur pengembangan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan jadwal penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Research and Development (R&D). Penelitian R&D merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011: 297). R&D juga dapat diartikan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada dan dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata, 2011: 164). Penelitian ini berbasis pada model pengembangan industri yang menggunakan penelitian untuk menemukan suatu desain produk dan prosedur yang baru (Sugiyono, 2015: 34). Penelitian R&D lebih menekankan pengembangan model-model proses, bahan, dan sarana yang berawal dari adanya kebutuhan akan sebuah produk untuk memecahkan suatu permasalahan. Penelitian jenis ini dapat menghasilkan produk berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).

3.2 Setting Penelitian

Setting penelitian pengembangan prototipe yang berupa perangkat pembelajaran matematika pada pokok bahasan geometri bangun datar persegi, belah ketupat,


(61)

dan layang-layang akan menguraikan tentang objek penelitian, subjek penelitian, dan lokasi penelitian.

3.2.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah prototipe yang berupa perangkat pembelajaran matematika pada pokok bahasan geometri bangun datar persegi, belah ketupat, dan layang-layang yang dikembangkan berdasarkan teori van Hiele sehingga dapat membantu siswa dalam memahami geometri materi bangun datar sesuai dengan tingkatan berpikirnya.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD N Caturtunggal 6 tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah 19 siswa, yang terdiri atas 10 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.

3.2.3 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan adalah SD N Caturtunggal 6. Sekolah tersebut terletak di Janti gang Pinus, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 10 bulan terhitung dari bulan Mei 2015 hingga Februari 2016.


(62)

3.3 Rancangan Penelitian

Menurut Sugiyono (2011: 298) penelitian R&D memiliki 10 langkah yang terdiri atas (1) analisis potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi masal.

Bagan 3.1 Langkah-Langkah Penggunaan Metode R&D Sugiyono

Langkah-langkah penggunaan metode R&D seperti yang dikemukakan Sugiyono pada bagan 3.1 berangkat dari adanya potensi atau masalah. Potensi atau masalah yang dikemukakan harus ditunjukkan dengan data empirik yang diperoleh berdasarkan laporan penelitian atau dokumentasi laporan tertentu yang masih up to date. Data sebagai sumber informasi tersebut kemudian dikumpulkan dan digunakan sebagai perencanaan produk tertentu untuk mengatasi masalah tersebut. Produk yang akan dihasilkan didesain dalam wujud gambar atau bagan sebagai pegangan untuk menilai dan membuatnya. Desain produk ini kemudian dinilai atau divalidasi oleh beberapa pakar yang sudah berpengalaman di bidangnya. Hasil dari validasi kemudian menjadi dasar pertimbangan perbaikan desain (Sugiyono, 2011: 298-302).

Potensi dan Masalah

Pengumpulan data

Desain Produk

Validisi Desain

Ujicoba pemakaian

Revisi Produk

Revisi Desain

Revisi Produk

Produksi Masal

Ujicoba Produk


(1)

198 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

200 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

202

LAMPIRAN 7. DOKUMENTASI


(6)

CURRICULUM VITAE

Dian Listyawati merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir di Sleman, 10 Juni 1994. Pendidikan dasar diperoleh di SD Muhammadiyah Ngabean 1, lulus pada tahun 2006. Pendidikan menengah pertama diperoleh di SMP N 1 Sleman, lulus pada tahun 2009. Pendidikan menengah lanjutan diperoleh di SMA N 1 Godean, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama menemupuh pendidikan di PGSD, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan. Berikut beberapa daftar kegiatan yang pernah di ikuti peneliti:

1. Pendamping Kelompok Parade Gamelan Anak 2012 se DIY-Jateng 2. Peserta English Club periode Agustus 2012 – Juli 2014

3. Peserta Kemampuan Mahir Dasar (KMD) periode 14 Januari 2013 - 19 Januari 2013

4. Peserta kuliah umum “Diseminasi Hasil Magang Dosen: Curriculum

Cambridge 2014

Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul “Pengembangan Prototipe Perangkat Pembelajaran Geometri Materi Bangun Datar Berdasarkan Teori Van Hiele untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENYAJIAN PEMBELAJARAN MATERI GEOMETRI PADA BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) SD BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

0 5 16

ANALISIS PROSES BERPIKIR GEOMETRI SISWA TUNANETRA PADA MATERI BANGUN DATAR DENGAN MENGGUNAKAN TEORI VAN HIELE(Sebuah Studi Kasus).

0 1 27

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE.

0 1 25

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE.

0 1 31

Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar sederhana berdasarkan teori van hiele untuk siswa kelas I sekolah dasar.

7 54 174

Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar sederhana berdasarkan teori van hiele untuk siswa kelas III sekolah dasar.

0 1 194

Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun datar sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas II sekolah dasar.

1 13 190

Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang berdasarkan model van Hiele untuk siswa kelas V Sekolah Dasar.

0 1 207

Pengembangan prototipe perangkat pembelajaran geometri materi bangun ruang sederhana berdasarkan teori van Hiele untuk siswa kelas IV sekolah dasar.

0 0 158

Penerapan Fase-fase Pembelajaran Geometri Berdasarkan Teori Van Hiele untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar pada Materi Bangun Datar Sederhana Siswa Kelas II SDN Dabasah 1 Bondowoso

0 0 5