Relasi Positif dengan Orang Lain

49 Sebelum ibu meninggal, subjek merupakan anak yang sangat dekat dengan almarhum ibunya. Ibu merupakan tempat untuk subjek menceritakan banyak hal. Sebaliknya, subjek justru memiliki hubungan yang biasa saja dengan kakak dan bapaknya. Subjek merupakan pribadi yang sangat tertutup dengan kakaknya. Kedekatan dengan kakak mulai terjalin setelah kematian ibu. Subjek mulai bisa terbuka dengan kakaknya karena menyadari sudah tidak ada ibu yang biasanya menjadi tempat untuk bercerita. Meskipun saat ini kakaknya telah menikah, akan tetapi situasi tersebut tidak merubah kedekatan subjek dengan kakaknya. Bahkan subjek juga dekat dengan kakak iparnya. Hal ini tampak pada pernyataan yang subjek utarakan saat wawancara: “Njuk ibu nggak ada, wah njuk cerita sama siapa nggak ada ibu to. Njuk cerita sama sapa ini. Njuk coba ngomong mbak. Nggak sih dari dulu sebelum mbak nikah sampai sekarang tetep aja deket. Soalnya sama suaminya mbak juga deket.” Subjek 1, 954-958 dan 1026-1029 Relasi positif dengan orang lain juga tampak dari kedekatan subjek dengan bapak, yang juga baru mulai terbangun setelah ibu meninggal. Awalnya, subjek membutuhkan penyesuaian untuk beraktifitas sehari-hari dengan bapak. Subjek merasa aneh karena sebelumnya subjek banyak melakukan aktifitas bersama almarhum ibunya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu subjek mulai 50 terbiasa untuk beraktiftas bersama dengan bapak. Subjek berangkat dan pulang sekolah pun bersama bapak, bahkan subjek juga sering tidur bersama bapaknya. Hal ini tampak dari hasil wawancara dengan subjek: “Akhire yo trus nggak papa sih, njuk sama bapak. Soale dulu apa-apa sama ibu, kemana-mana nganter apa-apa sama ibu. Nggak ada ibu, terus kan sama bapak kan piye gitu kan kalau sama bapak. Terus sama mbak juga nggak bisa, terus berjalannya waktu sama bapak njuk bisa. Terus apa-apa sama bapak gitu. Ya, kadang juga kalau lagi males bobok di kamar ya bobok sama bapak, ndeketi bapak. Dianter kemana-mana juga ma bapak. Berangkat sekolah, pulang sekolah juga ma bapak.” Subjek 1, 1044-1054 dan 1159-1164 Ketika menghadapi masalah, subjek lebih terbuka untuk bercerita dengan kakak bukan ke bapak. Dengan bapak, subjek hanya terbuka untuk menceritakan tentang kegiatan sekolah. Subjek mengatakan demikian: “Menceritakan hal yang memang subjek tidak dapat menyelesaikan sendiri ke mbak, tidak pernah ke bapak 1061- 1068. Kalau sama bapak paling cerita apa gitu sing cuma di sekolah gitu tak certain. Cuma nggak kayak cerita sama mbak gitu. Kayak masih kayak anak kecil yang sering cerita ke bapak ibu gitu itu. Di sekolah gini-gini tu masih tak certain ke bapak. Tiap hari itu. “Mosok to, tadi gini-gini.” Subjek 1, 1061-1068 dan 1086-1094 Selain itu, subjek juga sangat dekat dengan keponakannya yang berusia 2,5 tahun. Berikut pernyataan subjek: “Emm, keponakan usia 2,5 tahun, cowok. Deket banget. Telepon-teleponan juga dia tahu suaraku. Manggil aku tu 51 nggak mau tante, tapi “Crist” gitu. Belum bisa ‘r’, jadi terus “Cis’. Nek kesini juga kayak udah lupa kalau punya mamah gitu. Mesti apa-apa sama aku.” Subjek 1, 1071-1079 Subjek sering menjdi tempat bercerita neneknya tentang anak- anaknya yang tinggal di luar kota. Subjek sering membantu neneknya untuk menghubungi saudara-sudaranya yang tinggal jauh. Berikut pernyataan subjek ketika wawancara: “Sama mbah ya cuma biasa aja, cuma ngomong-ngomong biasa. Cuma mbah suka, “Om yang di surabaya tu gini, gini, gini. Om yang di Jakarta tu gini, gini, gini. Kok nggak pernah telepon ya?”. Kayak gitu. Embah yang lebih banyak cerita. Kalau sama mbah nggak pernah yang cerita-cerita. Kalau sama embah ya itu cuma nyeritake saudara-saudara yang di luar. Suka tak teleponin, “Ni mbah nek meh ngomong sama tante yang di Surabaya.” Nek misal mbah diceritain sama tante yang di Surabaya atau apa, misal apa gitu nanti ceritain ke aku.” Subjek 1, 1116-1132

3. Otonomi

Berdasarkan hasil wawancara, dimensi otonomi tampak dari sikap subjek dalam mengatasi kesulitan mengatur waktudi kegiatan- kegiatan yang diikuti. Beberapa kegiatan yang subjek ikuti, waktunya sering bersamaan. Oleh sebab itu, subjek selalu mendahulukan kegiatan yang waktunya lebih mendesak. Subjek mengatakan demikian: “Hambatan-hambatan tu kalau tabrakan sama acara gereja. Kan aku juga seksi apresiasi seni, paling banyak acara sih. Ada pentas seni, ada apa gitu. Nanti terus, “Kok kamu ini kan tin ketua apresiasi seni kok malah nggak datang?”. Aku juga mentingin yang lebih dulu, soale misal besuk minggu tampil 52 vocal grup. Terus itu hari Jumat. Sedangkan acara buat di OSIS tu masih kamis, atau apa. Kan aku ndahuluin yang lebih dulu gitu lo. Aku juga dah ijin. Cuma nanti biasa, “Kok nggak dateng to kamu ki”. Jadi, aku mendahulukan yang lebih mendekati dulu.” Subjek 1, 135-152 Ketika merasa bingung dengan banyaknya kegiatan yang diikuti, subjek mencoba untuk bercerita dengan orang lain. Meskipun subjek mendapatkan masukan-masukan, namun pada akhirnya subjek tetap memutuskan keputusannya sendiri. Subjek mengatakan demikian: “Aku pernah cerita aku tu kok gini-gini ya. Udah di gereja jadi koordinator, terus vocal grup, di sekolah masih OSIS gini, gini, gini. Aku tu pulang juga kadang jam 5 terus masih ke gereja, masih apa-apa. Terus ini piye gitu. Terus pernah tanya juga sama yang lain kok aku, po aku keluar ya dari OSIS. Soalnya, kalau keluar dari gereja kan udah dilantik sama yang Gembala paling tinggi to. Udah panggilan, di gereja. Wong ya udah pelayanan juga. Po keluar dari OSIS ya. Terus malah dibilangi, kalau kita udah dikasih kayak gitu, itu tu bukan karena gimana-gimana. Itu tu karna kita bisa. Terus aku kayak mikir-mikir gitu lo. Oh berarti bukan karna apa-apa tapi karna aku bisa. Oh berarti aku bisa ya. Oh berarti mbok mau sekayak apa pun tu aku bisa. Ya wis trus aku memutuskan lanjut semua” Subjek 1, 174-199

4. Penguasaan Lingkungan S

ubjek merupakan siswa yang aktif mengikuti kegiatan di sekolah. Selain tanggung jawabnya sebagai pelajar untuk belajar, subjek juga aktif dalam mengikuti beberapa kegiatan, yakni di OSIS, PSK dan grup vokal. Subjek memiliki peran untuk mengelola 53 setiap organisasi yang diikuti. Hal ini tampak dari keaktifan subjek dalam menjalankan tanggung jawabnya di organisasi, seperti yang dikatakannya ketika wawancara seperti ini: “Kegiatan di sekolah sih apa ya, belajar biasa, belajar kayak biasa gitu. Terus OSIS aktif juga. Terus biasanya kalau nanti OSIS ada deadline event yang udah H- berapa gitu, pasti kita pulang sampai jam 4 jam 5. Terus kalau biasanya ada kelas vocal, biasanya jam 4 baru selesai. OSIS, terus pengurus PSK =Persekutuan Siswa Kristen juga, terus itu kelas vocal. Tapi kelas vocal juga kadang kalau pas ada, kalau nggak ya nggak. Subjek 1, 4-19 Subjek senang terlibat di organisasi karena bisa ikut berperan untuk memperbaiki kekurangan, seperti yang dikatakannya demikian: “Itu sih kayak misal, kita liat terus kok kayak gini to. Nanti kalau nggak bisa ikut, nggak bisa benerin. Misal liat apa gitu, terus cuma liat. Ah, kok gitu to. Nah, sedangkan kalau kita ikut, terus didalemnya kita bisa ngasih mbok gini, mbok gini, mbok gini. Jadi, nanti tampilane kayak yang kita pengen. Kayak gitu” Subjek 1, 220-229 Di OSIS, subjek berani menegur ketua ketika bersikap tidak benar. Subjek mengatakan demikian: “Kan ketuanya cowok. Suaranya bagus, dia juga dari SMP tu emang dia udah seni banget lah hidupnya. Terus, dia ngambekan kadang. Emang tertib, dia suka ngasih tau, “Kamu tu mbok kerja, kamu tu udah dipilih guru, mbok ayo. Nah dia itu, kalau udah nggak suka, yo wis nggak suka gitu lo kak. Makanya aku to, “Mbok ayo itu diajak” Aku bilang gitu sama ketua. Terus nanti, “Emoh dia nggak mau kerja kok.” Ya kan kamu ketua, Ayo diajak” Subjek 1, 246-260 54 Selain itu, penguasaan lingkungan juga tampak dari keterlibatan subjek dalam mengelola organisasi PSK yang diikuti. Subjek mampu mampu menjalankan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sebagai bendahara, meskipun rekan kerjanya tidak ikut serta menjalankan tugas. Ketika wawancara, subjek mengatakan demikian: “Aku kan bendahara, kadang kan ngitung uang kolektan selesai ibadah. Tapi bendahara 1 tu kelas 2. Nah bendahara 2nya tu aku. Nah ini bendahara 1nya tu kadang malah pulang ibadah tu nggak ngapa-ngapain. Aku ngitung kayak gitu.” Subjek 1, 282-289 Selain itu, subjek juga memberi masukan dan mengajak teman- teman pengurus PSK untuk membuat perubahan acara di kegiatan PSK supaya lebih maju. Subjek mengatakan demikian: Emm..ada. Kebetulan seksi acara tu kelas X. Terus aku bisa bilange kan bisa lebih deket juga kan aku bilang. “Eh selama ini kan PSK tu cuma ibadah, terus selesai dari aula terus udah. Mbok dibikin game yo. Aku kan di ibadah remaja Pantekosta kan pernah ada game. Jiplak yo, jiplak game gerejaku.” “Nggak papa po jiplak. Nggak papa, ayo dicoba di sekolah kita” Tak coba bikin kertas-kertas kecil terus bikin ayat. Terus, aku bilang ke ketuanya, katanya “Halah mbok nggak usah” Intine kita udah jalan PSKnya udah lumayan kok. “Ya nggak papa to, ayo kita bikin.” Terus dicoba bikin. Terus bilang ke Pembina Rohani, “Pak bikin itu yo game, terus mbok tempat duduke jangan pakai kursi, lesehan Kok kayak bapak- bapak, ibu-ibu.” Terus, terus lesehan, akhirnya dicoba. Game- gamenya juga akhirnya mulai dicoba pas PSK.” Subjek 1, 374-400 Ketika di dalam kelas, subjek merupakan siswa yang aktif bertanya. Subjek mengatakan demikian: 55 “Hahaha….aktif banget. Kayak tanya sih, enggak yang diem. Ya sering, celoteh-celoteh gitu lah orangnya. Kadang juga menurutku, kok kayak aku pernah kayak gini. Terus nanya, “Aku pernah kayak gini pak itu termasuk itu juga nggak?” Kadang temen-temen tu kadang njuk geli gara-gara aku nanya. “Ih ya ampun, cuma kayak gitu aja ditanyain” “Ya wong nggak tau kok, hahaha..” Subjek 1, 521-533 Setelah ibu meninggal, subjek belajar sendiri untuk mengerjakan tugas-tugas rumah seperti setlika, menjahit dan memasak. Selain itu, subjek juga menyiapkan makanan untuk bapak seperti yang dulu almarhum ibu lakukan untuk bapak. Subjek mengatakan demikian: “Emm..lebih itu sih, apa-apa njuk bisa. Dulu, aku setlika nggak bisa. Ibu to dulu yang setlika. Jahit, itu tu dulu nggak bisa trus sekarang belajar sendiri bisa. Dulu kan ibu tu sering terima pesanan roti. Nah aku, bapak mbak tu kan nggak bisa, belum belajar sama sekali. Njuk belajar sendiri. Njuk belajar masak. Dulu kan, kalau bapak mau makan kan ibu yang nyiapin, nah kalau sekarang ya ngambilin maem.” Subjek 1, 1249-1261

5. Tujuan Hidup

Berdasarkan hasil wawancara, subjek memiliki keinginan supaya dirinya bisa mahir berbahasa inggris. Keinginan tersebut berkaitan dengan masa depannya supaya mempermudah subjek dalam memahami bacaan ketika nantinya kuliah dan supaya dapat berkomunikasi lancar dengan bahasa Inggris. Hal tersebut dapat dari hasil wawancara yang mengatakan demikian: