BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu perusahaan memiliki tujuan untuk mencapai keunggulan, baik keunggulan untuk bersaing dengan perusahaan lain maupun untuk tetap dapat
survive. Agar mencapai keunggulan tersebut harus meningkatkan kinerja individual karyawannya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi
kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan Daft, 2003.
Kinerja yang baik menuntut karyawan untuk berperilaku sesuai yang diharapkan oleh perusahaan. Perilaku yang menjadi tuntutan perusahaan saat ini
tidak hanya perilaku in-role yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam job description, tetapi juga perilaku extra-role yaitu kontribusi peran
ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan dari perusahaan. Perilaku extra-role ini disebut juga dengan Organizational Citizenship Behavior OCB. Novliadi,
2006. Organizational Citizenship Behavior OCB merupakan perilaku
bermanfaat yang dilakukan oleh karyawan, secara bebas dari ketentuan atau kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan
organisasi Bateman, Organ Dennis, 2006. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menolong volunteer untuk tugas-
tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan dan merupakan
Universita Sumatera Utara
salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu.
Konsep OCB telah membentuk wacana baru dalam perilaku organisasi. Konsep ini telah memacu organisasi untuk menjadi lebih inovatif, fleksibel,
produktif dan responsif demi kelangsungan serta kesuksesan organisasi. Hal ini didukung oleh sejumlah penelitian terbaru yang menemukan bahwa OCB
mengarahkan karyawan kepada sejumlah perilaku etis serta peningkatan performa kerja Garg Rastogi, 2006.
Ditambahkan Sarwono Soeroso 2001, OCB dapat menjadi konsep dalam pengembangan organisasi yang dapat membantu organisasi untuk mencapai
standar yang diinginkan, setiap personel dalam organisasi harus mampu melampaui performa standar yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Greenberg dan Baroon 2000 mengemukakan bahwa pada dasarnya perilaku OCB memiliki ciri yang spesifik yaitu merupakan perilaku yang
melampaui peran formal yang menjadi tugasnya atau deskripsi kerja dalam organisasi, dilakukan secara sadar dan sukarela serta kesadaran penuh untuk
kepentingan organisasi, dan tidak dituntut atau tercantum dalam suatu organisasi. Jadi, hal yang membedakan OCB dengan perilaku kerja biasa adalah OCB
merupakan suatu pilihan yang bersifat sukarela yang dilakukan oleh karyawan, perilaku tersebut merupakan hal di luar deskripsi jabatan yang diwajibkan atas
dirinya serta memiliki dampak yang positif terhadap organisasi Newstrom Davis, 2002.
Perilaku yang tergolong dalam OCB sangat bervariasi, mulai dari tindakan sepele seperti selalu membicarakan hal positif tentang perusahaannya, menolong
Universita Sumatera Utara
rekan kerja menyelesaikan masalah, menunda mengambil cuti sampai dengan perilaku yang lebih kompleks seperti mengusulkan suatu ide inovatif untuk
mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Perilaku OCB yang terlihat sederhana ini apabila terus dilakukan oleh banyak karyawan maka akan
sangat membantu organisasi dalam meningkatkan produktivitasnya serta melampaui kinerja perusahaan kompetitor Sweeny McFarlin, 2002.
Semua tindakan yang mencerminkan OCB tersebut di atas dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, hal ini didukung oleh pendapat George dan Jones
1992 yang berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Ditambahkan Newstrom Davis 2002,
mereka mengemukakan tiga alasan utama yang melatarbelakangi munculnya OCB, yaitu karakteristik kepribadian karyawan, adanya harapan dengan
melakukan OCB maka mereka akan memperoleh penghargaan reward tertentu dari orang lain, dan berusaha membangun citra positif terhadap dirinya dengan
tujuan atau kepentingannya tertentu. Menurut para ahli, teori trait kepribadian dapat menggambarkan
konsistensi dan perbedaan individu dalam berinteraksi dengan orang lain Gregory Jess, 2000. Salah satu teori trait kepribadian yang dapat digunakan untuk
memberi gambaran kepribadian seseorang adalah teori trait kepribadian big-five. Raad 2000 mengemukakan bahwa teori big-five dapat digunakan untuk
penelitian lintas budaya dan berbagai situasi, dengan hasil yang relatif stabil. Selain itu menurut McCrae dan Costa 2003, kelima dimensi dari teori big-five
bersifat universal, dan telah digunakan dalam penelitian di berbagai Negara.
Universita Sumatera Utara
Menurut Greenberg dan Baron 2000, kelima tipe kepribadian big-five memiliki gambaran kepribadian masing-masing. Tipe kepribadian openness to
experience menggambarkan individu yang ingin tahu, ketertarikan yang luas, kreatif, original, imajinatif, dan modern. Tipe kepribadian conscientiousness
menggambarkan individu yang terorganisasi, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapi, berambisi, dan tekun. Tipe kepribadian
extraversion menggambarkan kepribadian yang sociable, aktif, senang berbicara, berorientasi pada manusia, optimis, menyenangkan, dan penuh kasih sayang. Tipe
kepribadian agreeableness menggambarkan individu yang berhati lembut, baik hati, percaya, suka menolong, pemaaf, mudah percaya, dan terus terang. Tipe
neuroticism menggambarkan kepribadian yang gelisah, pencemas, emosional, merasa tidak aman, dan tidak puas diri.
Teori trait kepribadian big-five juga telah digunakan dalam berbagai penelitian yang berhubungan dengan organisasi, seperti penentuan karir individu
Londsbury, Saudargas Gibson, 2004. Hossam 2007 juga melakukan penelitian dengan menghubungkan five-factor model personality dengan
organizational citizenship behavior. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa five-factor model memiliki hubungan yang positif dengan organizational
citizenship behavior OCB. Sampath 2008 juga melakukan penelitian mengenai pengaruh five-factor
model of personality terhadap organizational citizenship behavior, penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa empat tipe dari lima tipe kepribadian
big-five memiliki korelasi yang positif dan signifikan dengan OCB. Keempat tipe
Universita Sumatera Utara
tersebut diantaranya adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience.
Dari kelima tipe kepribadian big-five tersebut, empat diantaranya mengarah pada aspek yang membentuk organizational citizenship behavior.
Diantaranya yaitu, tipe openness to experience mengarah pada aspek conscientiousness, tipe conscientiousness mengarah pada aspek conscientiousness
dan sportsmanship, tipe extraversion mengarah pada aspek altruism dan courtesy, tipe agreeableness mengarah pada altruism dan civic virtue.
Selain itu, disamping kepribadian ada banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi OCB, Mowday, Steers Porter 1983 mengatakan OCB akan
ditampilkan oleh karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi. Karena karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi akan memiliki kesediaan
untuk menampilkan usaha yang besar. Hal ini terlihat melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat lebih maju. Begitu juga
Meyer dan Herscovitch 2001 menjelaskan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi akan melakukan tidak hanya tugas-tugas yang telah
menjadi kewajibannya tetapi dengan sukarela mengerjakan hal-hal yang dapat digolongkan sebagai usaha-usaha ekstra. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa OCB cenderung terlihat ketika karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi.
Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen organisasi ini
berarti lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi
Universita Sumatera Utara
kepentingan organisasi Kuntjoro, 2002. Ini menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi, akan bekerja seolah-olah memiliki
organisasi. Hal inilah yang memberikan organisasi kemampuan yang lebih dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuannya Mathis dan Jackson, 2001.
Ditambahkan Allen Mayer 1990, mereka menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja penuh dedikasi karena
karyawan yang memiliki komitmen tinggi menganggap bahwa hal paling penting yang harus dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi. Karyawan yang
memiliki komitmen organisasi yang tinggi juga memiliki pandangan yang positif dan akan melakukan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Hal ini membuat
karyawan memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
Komitmen karyawan terhadap organisasi memiliki 3 tipe, yaitu Affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment Meyer
Allen, 1990. Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki
komitmen organisasi dengan dasar affective memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan yang memiliki komitmen yang berdasarkan continuance, begitu
juga halnya dengan karyawan yang memiliki komitmen yang berdasarkan tanggung jawab atau normative. Karyawan yang memiliki komitmen affective
akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, karyawan yang memiliki komitmen continuance akan
menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Komitmen continuance memiliki
Universita Sumatera Utara
pertimbangan untuk bertahan di perusahaan, apabila ada tawaran yang lebih menguntungkan dari perusahaan lain, maka ia akan meninggalkan perusahaan.
Sementara itu, komponen normative berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki
karyawan. Komitmen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
Berbagai penelitian mengenai komitmen organisasi dan organizational citizenship behavior juga telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Teresia 2007,
yang menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi antara komitmen organisasi dan OCB, yaitu hubungan yang positif antara komitmen organisasi dan
OCB. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi, maka semakin tinggi pula perilaku OCB. Ditambahkan juga oleh
Mohammad 2011, bahwa komitmen organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB.
Mengetahui begitu pentingnya pengaruh OCB terhadap kemajuan perusahaan, sehingga tidak mengherankan jika kajian terhadap OCB ini menjadi
begitu penting khususnya bagi organisasi yang terus ingin meningkatkan performa dan produtivitasnya. Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh PT Pertamina
UPMS I Medan yang kini telah membuktikan dirinya sebagai salah satu perusahaan BUMN terkemuka di Indonesia, yang senantiasa mengedepankan
kepuasan konsumennya dengan cara mempertahankan dan senantiasa meningkatkan prestasi kerja karyawannya.
PT Pertamina UPMS I Medan merupakan salah satu unit pemasaran dari PT Pertamina Persero yang berperan penting dalam mensuplai kebutuhan bahan
Universita Sumatera Utara
bakar minyak BBM maupun non BBM di Indonesia. Perkembangan tingkat permintaan bahan bakar minyak di Indonesia khususnya wilayah Sumatera Utara
terus mengalami tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Semua ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pemakai kendaraan
pribadi maupun kendaraan umum dan invasi perkembangan industri yang semakin meningkat. Hal ini harus dikolaborasikan dengan meningkatnya kualitas
pelayanan pemasaran BBM dalam negeri. Dalam mencapai keberhasilan perusahaan maka karyawan dituntut memberikan kontribusi peran ekstra atau
OCB dalam melaksanakan pekerjaan. Peneliti menduga bahwa kepribadian karyawan PT Pertamina UPMS I
Medan mengindikasikan OCB yang tinggi. Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan salah seorang karyawan di Divisi TS, dimana ia menceritakan bahwasanya
ia seringkali melakukan pekerjaan di luar dari job description nya, seperti membuat memo, mengisikan KPI dan aspek-aspek penilaian kinerja rekan
kerjanya, dan lain sebagainya. Berikut cuplikan wawancaranya: “Iya mbak, saya lagi bikin memo. Biasanya itu.. saya disuruh-suruh begini,
saya juga gak keberatan, wong saya juga lagi lowong kerjaannya. Trus saya juga sering ngisiin KPI nya temen-temen, ya gak apa-apa juga
namanya bantu temen mbak. Trus biasanya bapak-bapak ini, kayak Pak Muksin, Pak Sis gini.. Mereka kan gak melek teknologi..jadi ya biasanya
malas dengan urusan begituan. Jadi ya saya lah yang ngisiin penilaian kinerja mereka. Saya sih gak masalah, seneng aja bantu mereka, namanya
rekan kerja apalagi usianya lebih tua”. Dapat dilihat dari penggalan wawancara di atas, bahwasanya karyawan
Divisi TS terbiasa untuk memberikan bantuan kepada rekan kerjanya dengan senang hati tanpa merasa dibebankan dan mau mengerjakan tugas tambahan di
luar dari job description. Selanjutnya, peneliti kembali melakukan wawancara dengan karyawan lainnya di Divisi yang sama. Berikut penggalan wawancaranya:
Universita Sumatera Utara
“Saya biasanya datang ke kantor itu jam tujuh kurang lima belas mbak, itu udah paling telat banget sih. Seringnya jam setengah tujuh saya udah di
ruangan. Ya biasanya langsung ngerjain pekerjaan saya mbak, karna biasanya kerjaan saya juga cukup banyak jadi butuh waktu banyak juga
mbak….. Kalo pulang kantor saya paling cepet itu ya jam lima mbak, dan seringnya
sih jam setengah enam mbak”. Dari penggalan wawancara di atas, dapat dilihat bahwasanya karyawan
tersebut bekerja melebihi jam kantor yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dimana seharusnya masuk kerja itu jam 07.15, sementara ia datang jam 06.30 dan
pulang kantor itu seharusnya jam 16.00 tetapi ia pulang jam 17.30. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki kesungguhan dalam bekerja dan mengorbankan
waktunya untuk pekerjaan. Selain wawancara peneliti juga melakukan observasi pada Divisi TS, dan
dari hasil observasi diperoleh data bahwa karyawannya memiliki OCB yang tinggi. Hal ini terlihat dari antusias karyawannya dalam bekerja, mereka datang
sebelum jam kantor dimulai dan pulang kerja melebihi jam kantor. Di samping itu, para karyawan juga saling menolong dalam bekerja dan mau membantu
pekerjaan rekan kerja serta bersedia mengerjakan pekerjaan yang diinstuksikan kepada mereka walaupun itu tidak terdapat dalam job description.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana perbedaan Organizational Citizenship Behavior OCB karyawan
ditinjau dari karakter kepribadian big-five dan tipe komitmen organisasi PT Pertamina UPMS I Medan.
Universita Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah