Perkembangan Perbankan Daerah
64 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009
3.8. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas bank umum di Sumsel pada triwulan I 2009 tergolong sangat likuid dengan besaran angka rasio likuiditas
sebesar 118,43. Rasio tersebut tercatat meningkat jika dibandingkan dengan
rasio likuiditas triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 113,52.
Meningkatnya rasio likuiditas merupakan dampak dari peningkatan
aktiva likuid sebesar 0,62 qtq menjadi sebesar Rp35,11 triliun tanpa disertai
peningkatan pasiva likuid. Jumlah pasiva likuid 1 bulan tercatat sebesar Rp29,65
triliun atau mengalami penurunan sebesar 3,55 dari triwulan sebelumnya
qtq.
3.9. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Total aset pada triwulan I 2009 hingga Februari 2009
tercatat sebesar Rp1.077,76 miliar, meningkat sebesar 27,94 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yoy yang tercatat sebesar Rp842,40 miliar. Namun demikian
apabila apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya qtq tercatat mengalami penurunan sebesar 6,90.
Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp635,72 miliar, meningkat 18,46 dibanding tahun sebelumnya yoy, namun mengalami penurunan sebesar 4,38
dibandingkan triwulan sebelumnya qtq yang tercatat sebesar Rp664,81 miliar. Dana investasi tidak terikat mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 91,65 atau
sebesar Rp582,66 miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp319,04 miliar pangsa 50,19 dari total DPK dan deposito mudharabah sebesar
Rp263,62 pangsa 41,47 dari total DPK. Sejalan dengan peningkatan aset dan penghimpunan DPK, penyaluran pembiayaan
secara tahunan yoy juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni sebesar
Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Likuiditas
Perbankan Sumatera Selatan
118.43 113.52
128.19 169.26
189.27
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 2008
2009
R p
Triliun
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
Aktiva Likuid 1 bulan Pasiva Likuid 1 bulan
Rasio Likuiditas
Sumber : LBU Bank Indonesia, diolah
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009 65
39,50. Demikian halnya apabila dibandingkan posisi triwulan sebelumnya qtq, penyaluran pembiayaan juga mencatat pertumbuhan walaupun hanya sebesar 6,24. Dari
total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp1.028,71 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar 64,23 dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan
mudharabah tercatat sebesar Rp247,21 miliar atau memiliki pangsa sebesar 24,03 dan pembiayaan musyarakah tercatat sebesar Rp72,17 miliar atau memiliki pangsa sebesar
7,02. Sementara itu, piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil yakni masing-masing sebesar 4,31 dan 0,42.
Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih besar dibanding pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit Ratio FDR meningkat dari
sebesar 145,65 pada triwulan sebelumnya menjadi 161,82.
Tabel 3.4 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan Rp Juta
2009 Tw I
Tw II Tw III
Tw IV Tw I
Total Aset 842,396
915,243 1,033,505
1,157,639 1,077,759
Dana Pihak Ketiga 536,641
553,707 593,064
664,814 635,719
1. Simpanan Wadiah 54,798
54,640 57,580
56,350 53,059
- Giro Wadiah 49,697
50,329 48,754
42,666 40,524
- Tabungan Wadiah 5,101
4,311 8,826
13,684 12,535
2. Dana Investasi tidak terikat 481,843
499,067 535,484
608,464 582,660
- Tabungan Mudharabah 271,919
314,323 320,200
341,336 319,039
- Deposito Mudharabah 209,924
184,744 215,284
267,128 263,621
Komposisi Pembiayaan 737,437
838,681 947,832
968,282 1,028,707
- Piutang Murabahah 411,351
477,313 567,266
598,252 660,737
- Piutang Istishna 6,544
6,285 4,619
4,426 4,297
- Piutang Qardh 28,717
26,143 32,108
35,172 44,301
- Pembiayaan Mudharabah 253,071
268,576 274,888
259,573 247,205
- Pembiayaan Musyarakah 37,754
60,364 68,951
70,859 72,167
2008 INDIKATOR
Data s.d Februari 2009
Perkembangan Perbankan Daerah
66 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009
RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN
ANALISIS KETERKAITAN KENAIKAN NON PERFORMING LOAN DENGAN KARAKTERISTIK BANK UMUM SEBAGAI DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL
STUDI KASUS PERBANKAN SUMATERA SELATAN DAN KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Krisis keuangan global yang berawal dari kasus gagal bayar subprime mortgage yang diikuti kemudian oleh bangkrutnya beberapa perusahaan besar di Amerika Serikat dan
negara-negara maju lainnya menciptakan peningkatan pengangguran dan penurunan daya beli masyarakat bagi negara berkembang hal tersebut menyebabkan anjloknya kinerja
ekspor dan harga komoditas ekspor. Perekonomian Sumatera Selatan dan Bangka Belitung merupakan propinsi yang tidak terkecuali mengalami penurunan drastis ekspor mengingat
perekonomian keduanya selama ini sangat tergantung pada ekspor komoditas di sektor primer, yakni karet, crude palm oil CPO dan timah.
Dampak buruk turunan dari krisis keuangan global terhadap perekonomian daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung pada akhirnya juga dialami oleh perbankan. Hal
tersebut yang tercermin dalam bentuk kenaikan Non Performing Loan NPL yang merupakan gambaran kredit bermasalah yang penyebabnya adalah ketidakmampuan
nasabah membayar angsuran pokok pinjaman dan bunga yang dibebankan sesuai yang diperjanjikan. Kenaikan NPL perbankan Sumatera Selatan dan Bangka Belitung secara
umum diketahui sebagai dampak dari krisis, namun perlu pula diketahui karakteristik bank yang cenderung memiliki NPL yang tinggi.
Metode yang digunakan untuk mengetahui keterkaitan karakteristik bank terhadap NPL adalah diskriminan analisis. Teknik analisis diskriminan mampu memberikan
pembedaan antara kelompok bank yang NPL-nya meningkat dan kelompok bank yang NPL- nya menurun atau tetap. Kemudian variabel-variabel hasil identifikasi yang merupakan
variabel prediktor dapat digunakan untuk memberi penjelasan terhadap kedua kelompok bank yang dibedakan berdasarkan naik turunnya NPL bank yang bersangkutan berdasarkan
karakteristiknya.
Data yang digunakan adalah data Laporan Bank Umum perbankan, dengan rincian 55 bank di Sumatera Selatan dan 15 bank yang ada di Bangka Belitung pada posisi
Desember 2008 dan Januari 2009. Pemilihan periode tersebut dilakukan berdasarkan pengamatan bahwa NPL mulai meningkat setelah krisis berlangsung. Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Non Performing Loan NPL adalah kredit yang masuk ke dalam kualitas kredit
kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia SE No. 73DPNP. NPL yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan angka perubahan NPL bulan Desember 2008 dan Januari 2009, dengan kategori 1 = meningkat, 0 = menurun atau tetap.
2. Kredit merupakan total kredit rupiah dan valas yang disalurkan oleh masing-masing bank. Dalam hal ini, nilai kredit yang digunakan merupakan perubahan kredit pada
Suplemen 4
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009 67
bulan Desember 2008 dan Januari 2009 dengan kategori 1 = meningkat dan 0 = menurun atau tetap.
3. Alokasi kredit, yaitu prioritas penyaluran kredit pada sektor ekonomi dengan kategori berikut:
1 = pertanian, 2 = pertambangan, 3 = industri, 4 = listrik, gas dan air, 5 = konstruksi, 6 = perdagangan, 7 = angkutan, 8 = jasa dunia, 9 = jasa sosial dan 10 =
lain-lain.
4. Status bank, dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan status kepemilikan bank yaitu bank pemerintah dan non pemerintah swasta dan campuran. Kategori yang
digunakan adalah kategori 1 = bank pemerintah dan 0 = others bank non pemerintah
5. Lokasi bank adalah daerah atau tempat bank beroperasi. Dalam penelitian ini lokasi bank dibedakan menjadi dua yaitu Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, dengan
kategori 1 = bank yang berlokasi di Sumatera Selatan dan 0 = bank yang berlokasi di Bangka Belitung.
6. Sektor penyaluran kredit merupakan pembedaan alokasi kredit pada sektor ekonomi berdasarkan sektor primer atau bukan primer others. Kredit yang
tergolong sektor primer yaitu total keseluruhan kredit di sektor pertanian, pertambangan dan industri. Sedangkan sektor bukan primer others adalah total
kredit di sektor listrik, gas dan air, konstruksi, perdagangan, angkutan, jasa dunia, jasa sosial dan lain-lain. Kategori yang digunakan yaitu 1 = primer dan 0 = others.
Dalam persamaan ekonometrika, keterkaitan NPL dengan karakteristik bank dapat ditulis:
NPL = βo + β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
+ β
5
X
5
dimana: NPL :
Non Performance Loan βo
: konstanta β
i
: koefisien i = 1,2, 3, 4 dan 5
X
1
: status bank X
2
: alokasi kredit X
3
: perubahan
kredit X
4
: lokasi bank X
5
: sektor kredit Persamaan tersebut distandardisasi dengan tujuan untuk memaksimalkan nilai
lambda dan nilai koefisien yang merupakan ukuran kepentingan variabel yang digunakan dalam melakukan pembedaan terhadap variabel terikat. Proses standardisasi dilakukan
dengan cara melakukan pembagian koefisien Xi terhadap akar dari jumlah seluruh koefisien X sebagai berikut:
wi = ____βi____ dimana wi = koefisisien Xi
√ ∑ βi Contoh : w1 =________ β1__________
√ β1 + β2 + β3 + β4 + β5
Perkembangan Perbankan Daerah
68 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009
Hasil standardisasi akan membentuk suatu persamaan diskriminan sebagai berikut:
NPL1 = w1X1 + w2X2 + w3X3 + w4X4 + w5X5
dimana NPL1 adalah fungsi diskriminan dan nilai w1, w2, w3, w4 dan w5 koefisien diskriminan variabel X
1,
X
2,
X
3,
X
4,
dan X
5.
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 13 menghasilkan persamaan sebagai berikut:
NPL = βo + β
1
X
1
+ β
2
X
2
+ β
3
X
3
+ β
4
X
4
+ Β
5
X
5
NPL = 0.115 – 1.281X1 + 0,082X2 + 1.933X3 – 1.110X4 + 1.284X5
Hasil persamaan yang didapat tersebut kemudian distandardisasi membentuk persamaan baru sebagai berikut:
NPL = – 1.344X1 + 0,086X2 + 2.028X3 – 1.165X4 + 1.347X5
Nilai koefisien
masing-masing variabel yang didapat dari tabel canonical
discriminant function coefficients dan distandardisasi menunjukkan pentingnya variabel diskriminator secara relatif dalam memberikan pembedaan. Berdasarkan nilai koefisien
tersebut dapat dikatakan bahwa X1, X3, X4 dan X5 yaitu status bank, perubahan kredit, lokasi bank dan sektor kredit merupakan variabel yang penting dan mempunyai ukuran
efek atau pengaruh yang besar untuk melakukan pembedaan terhadap bank yang NPL-nya meningkat atau sebaliknya.
Tabel I. 1 Canonical Discriminant Function Coefficient
Tingkat signifikansi variabel dapat dilihat pada tabel test of equality of group means. Dari keempat variabel yang dianggap penting berdasarkan koefisien variabel
ternyata hanya dua prediktor yang signfikan terhadap fungsi diskriminan yaitu status bank dan perubahan kredit. Dari nilai Wilk’s Λ yang dikonversi menjadi rasio F X1 status bank
dan X3 perubahan kredit masing-masing 3,369 dan 15,76. Selain itu kedua variabel tersebut berada pada tingkat signifikansi 10 yang berarti status bank dan perubahan
kredit dapat digunakan untuk membentuk suatu pembedaan.
Tabel I.2 Test of Equality of Group Means
1.933 -1.281
.082 1.284
-1.110 .115
perubahan kredit status bank
alokasi kredit sektor 37
lokasi bank Constant
1 Function
Unstandardized coefficients
.812 15.768
1 68
.000 .953
3.369 1
68 .071
.993 .454
1 68
.503 .969
2.148 1
68 .147
.987 .929
1 68
.339 perubahan kredit
stastus bank sektor 37
lokasi bank alokasi kredit
Wilks Lambda
F df1
df2 Sig.
Perkembangan Perbankan Daerah
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009 69
Kekuatan fungsi diskriminan digambarkan oleh nilai Canonical Corelation R
2
yaitu 0,571 atau sama dengan 0,326. Hal ini berarti hanya 32,6 variasi antara kelompok bank
yang NPL-nya meningkat dan menurun yang dapat dijelaskan oleh variabel status bank dan perubahan kredit.
Tabel I.3 Eigenvalues
Nilai Wilk’s Λ sebesar 0,674 sama dengan Chi Square 25,816 dan signifikan pada 0,000 menunjukkan bahwa fungsi diskriminan signifikan secara statistik yang berarti nilai
means score diskriminan untuk kedua kelompok bank berbeda secara signifikan.
Tabel I.4 Wilks’ Lambda
Tabel Clasiffication Result menunjukkan seberapa baiknya kombinasi dari kelima
variabel independent yang digunakan dalam mengklasifikasi atau memprediksi apa yang akan menyebabkan NPL perbankan meningkat. Secara keseluruhan, 78,6 sampel telah
diklasifikasi dengan benar. Namun dalam hal ini, penggunan discriminant analisys ternyata lebih baik dalam memprediksi apa yang menyebabkan NPL menurun 84,6 benar
daripada memprediksi apa yang menyebabkan NPL meningkat 75 benar sebab berdasarkan pada sampel bank umum yang digunakan, jumlah bank yang NPL-nya
meningkat lebih sedikit dibandingkan dengan NPL bank umum yang menurun.
Tabel I.5 Classification Results
Berdasarkan berdasarkan hasil pengolahan data dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Beberapa karakteristik bank seperti perubahan kredit yang disalurkan dan status bank mempunyai keterkaitan yang signifikan terhadap naik-turunnya NPL. Sedangkan lokasi
bank, alokasi kredit serta penempatan kredit di sektor primer ataupun bukan primer tidak signifikan mempengaruhi atau berinteraksi dengan NPL perbankan di Sumatera
Selatan dan Bangka Belitung.
22 4
26 11
33 44
84.6 15.4
100.0 25.0
75.0 100.0
perubahan npl menurun atau tetap
meningkat menurun atau tetap
meningkat Count
Original menurun
atau tetap meningkat
Predicted Group Membership
Total
78.6 of original grouped cases correctly classified. a.
.674 25.816
5 .000
Test of Functions 1
Wilks Lambda
Chi-square df
Sig. .483
a
100.0 100.0
.571 Function
1 Eigenvalue
of Variance Cumulative
Canonical Correlation
First 1 canonical discriminant functions were used in the analysis.
a.
Perkembangan Perbankan Daerah
70 Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009
2. Dalam kondisi krisis, peningkatan penyaluran kredit dapat menyebabkan peningkatan probabilita terjadinya NPL dan bank pemerintah merupakan bank yang cenderung
mempunyai NPL yang tinggi.
Respon Kebijakan
Beberapa saran atau masukan yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah 1. Dalam kondisi krisis global, pengawasan ekstra ketat dan kemampuan mendeteksi dini
bagi kalangan perbankan menjadi semakin penting untuk mencegah peningkatan NPL, terlebih lagi bagi bank pemerintah.
2. Ekspansi kredit tetap diperlukan untuk menggerakkan sektor riel, namun dilakukan dengan resiko yang tetap terukur.
3. Diperlukan penelitian lanjutan, untuk melihat hubungan karateristik internal bank dengan perubahan NPL.
4.1. APBD Tahun 2009