Tingkat Pendidikan Terakhir Status Pernikahan Bagian Jabatan Implikasi Manajerial

a. Jenis Kelamin

Karyawan tetap BRI Cabang Bogor secara keseluruhan terdiri dari 58 laki-laki dan 42 perempuan, kondisi tersebut tidak memunculkan permasalahan dalam pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kelamin karena baik karyawan laki-laki maupun perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama sesuai dengan jabatannya masing-masing.

b. Usia

Analisis terhadap faktor usia responden perlu dilakukan karena usia karyawan berkaitan dengan pengalaman kerja yang dimilikinya juga menentukan produktivitasnya dalam bekerja. Usia karyawan menyebar ke dalam empat kelompok yaitu sebesar 27 masuk ke dalam kelompok usia 20-29 tahun, 10 masuk ke dalam kelompok usia 30-39 tahun, 36 masuk ke dalam kelompok usia 40-49 tahun dan sebesar 27 masuk ke dalam kelompok usia lebih dari 49 tahun, jadi dapat disimpulkan bahwa karyawan tetap BRI rata-rata masih berada pada batas usia produktif untuk bekerja. Hal ini masih memungkinkan para karyawan untuk menerima pendidikan guna kepentingan kualitas kerja.

c. Tingkat Pendidikan Terakhir

Karakteristik lain dari responden adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang dimiliki responden berpengaruh dalam menentukan mutu kerjanya sendiri. Sebagian besar karyawan berpendidikan akhir S1 dengan persentase sebesar 52 . Karyawan yang memiliki tingkat pendidikan akhir SLTA sebesar 29, Diploma sebesar 17 dan hanya 2 yang berpendidikan akhir S2.

d. Status Pernikahan

Karakteristik responden dalam penelitian ini juga dilihat berdasarkan status pernikahan. Mayoritas karyawan BRI Cabang Bogor berstatus menikah dengan persentase sebesar 71, sedangkan 29 lainnya berstatus belum menikah.

e. Bagian

Karakteristik responden berdasarkan bagian pada BRI Cabang Bogor terdiri dari tiga kelompok, yaitu bagian pemasaran, operasional dan bisnis mikro. Karyawan yang berada di bagian pemasaran sebesar 19, bagian operasional sebesar 54 dan sebesar 27 berada di bagian bisnis mikro.

f. Jabatan

Jabatan responden diklasifikasikan ke dalam dua kelompok jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Sebesar 21 karyawan menduduki jabatan struktural dan karyawan yang menduduki jabatan fungsional sebesar 79.

g. Masa Kerja

Masa kerja dari responden mencerminkan loyalitas karyawan terhadap perusahan. Karyawan BRI Cabang Bogor yang memiliki masa kerja 1-10 tahun sebasar 31, masa kerja 11-20 tahun sebesar 37 , 13 memiliki masa kerja 21-30 tahun, sedangkan sebesar 19 memiliki masa lebih dari 30 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh karyawan memiliki loyalitas terhadap perusahaan. Karakteristik karyawan yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status pernikahan, bagian, jabatan dan masa kerja di atas diidentifikasi memiliki hubungan dengan stres kerja karyawan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan suatu pengujian untuk melihat hubungan antara stres kerja dengan karakteristik karyawan menggunakan uji asosiasi Chi-Square Lampiran 4. Uji asosiasi Chi-Square dilakukan terhadap 52 karyawan yang dijadikan objek pada penelitian ini. Berdasarkan hasil uji asosiasi Chi-Square antara stres kerja dengan karakteristik karyawan, diperoleh bahwa karakteristik karyawan baik ditinjau dari segi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status pernikahan, bagian, jabatan maupun masa kerja memiliki nilai χ² hitung χ² tabel dan nilai signifikansi lebih besar dari 5 persen Sig α = 0,05. Hal ini mengidentifikasikan bahwa seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Uji Chi-Square Karakteristik Karyawan dengan Stres Kerja Stres Kerja Karakteristik Karyawan Chi-Square Hitung χ 2 Chi-Square Tabel χ 2 df Sig. Kesimpulan Jenis Kelamin 1,353 5,991 2 0,508 Terima H Usia 5,811 12,592 6 0,445 Terima H Pendidikan Terakhir 5,031 12,592 6 0,540 Terima H Status Pernikahan 0,947 5,991 2 0,623 Terima H Bagian 2,494 9,488 4 0,646 Terima H Jabatan 1,274 5,991 2 0,529 Terima H Masa Kerja 5,140 12,592 6 0,526 Terima H Kesimpulannya adalah karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja karena tinggi rendahnya stres kerja karyawan tidak tergantung pada karakteristik karyawan. 4.4. Faktor Penyebab Stres stressor dan Gejala Stres Kerja Karyawan 4.4.1. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja stressor Karyawan Stres kerja yang dialami seseorang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab stres stressor baik yang berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan seseorang. Robbins 2002 mengkategorikan faktor penyebab stres ke dalam tiga kelompok, yaitu faktor lingkungan, faktor organisasional dan faktor individual. Faktor penyebab stres kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya faktor organisasional, yakni faktor yang berasal dari dalam pekerjaan. Faktor lingkungan dan faktor individual tidak dibahas mengingat kedua faktor tersebut berasal dari luar pekerjaan sehingga berada di luar kendali pihak manajemen perusahaan. Faktor-faktor organisasional yang menjadi stressor kerja karyawan BRI mencakup tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan tahap hidup organisasi. Penilaian responden terhadap stressor kerja dilihat dari skor rataan indikator stressor kerja Lampiran 5. Adapun penilaian responden terhadap indikatorpernyataan tentang stressor kerja dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja stressor Karyawan Bobot Nilai Indikator Stressor Kerja 1 2 3 4 5 Skor Rataan Keterangan Tugas yang diberikan perusahaan berlebihan 5 13 10 10 14 3,29 Sedang Tanggung jawab yang diberikan perusahaan sangat memberatkan 10 9 19 6 8 2,87 Sedang Dikejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan 0 10 2 16 24 4,04 Tinggi Tugas yang dilakukan tidak terjadwal dengan baik 19 15 0 18 0 2,33 Rendah Mengalami kesulitan memenuhi target perusahaan 10 21 12 9 0 2,38 Rendah Mendapat waktu istirahat yang kurang untuk menjalankan pekerjaan 10 14 5 8 15 3,08 Sedang Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu 9 25 3 15 0 2,46 Rendah Bekerja dengan peralatan yang tidak memadai 10 28 0 14 0 2,35 Rendah Lingkungan kerja yang banyak gangguan 10 28 6 8 0 2,23 Rendah Rata-rata Tuntutan Tugas 2,78 Sedang Mengerjakan tugas yang berbeda-beda 0 0 5 42 5 4,00 Tinggi Melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak dimengertitidak cocok 10 21 0 21 0 2,62 Rendah Menerima tugas yang bertentangan satu sama lain 10 33 9 0 0 1,98 Rendah Tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak sesuai dengan harapan 10 28 6 8 0 2,23 Rendah Ditekan dengan banyak peraturan dalam menjalankan tugas 10 34 0 8 0 2,12 Rendah Mengalami konflik dari tugas yang dibebankan atasan yang berlainan 10 34 0 8 0 2,12 Rendah Merasakan konflik dari tugas yang dibebankan atasan langsung saya 19 25 0 8 0 1,94 Rendah Menerima penugasan yang berbeda- beda dari dua atasanlebih 5 9 30 8 0 2,79 Sedang Rata-rata Tuntutan Peran 2,47 Rendah Hubungan yang tidak harmonis dengan rekan kerja 35 9 0 8 0 1,63 Sangat Rendah Mengalami konflik dengan rekan kerja 26 18 0 8 0 1,81 Sangat Rendah Mengalami kesulitan berkomunikasi dengan atasan 10 13 29 0 0 2,37 Rendah Kurangnya dukungan dari atasan 10 15 19 8 0 2,48 Rendah Ada hubungan yang tidak baik antara atasan dan karyawan 10 28 6 8 0 2,23 Rendah Rata-rata Tuntutan Hubungan Antarpribadi 2,10 Rendah Merasa kurang jelas dengan informasi dari perusahaan mengenai pekerjaan 10 33 9 0 0 1,98 Rendah Tidak tahu apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan yang saya jalankan 30 22 0 0 0 1,42 Sangat Rendah Merasa tidak jelas dalam hal ruang lingkup pekerjaan 15 22 15 0 0 2,00 Rendah Lanjutan Tabel 5. Bobot Nilai Indikator Stressor Kerja 1 2 3 4 5 Skor Rataan Keterangan Merasa sulit memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan 15 37 0 0 0 1,71 Sangat Rendah Merasa tidak tahu harus bertanggung jawab kepada siapa dalam bekerja 21 21 10 0 0 1,79 Sangat Rendah ProsedurInstruksi kerja kurang jelas 15 31 6 0 0 1,83 Sangat Rendah Alur komunikasi tidak jelas 15 31 6 0 0 1,83 Sangat Rendah Rata-rata Struktur Organisasi 1,79 Sangat Rendah Atasan terlalu banyak mengatur 15 9 6 22 0 2,67 Rendah Atasan bertindak kurang adil dalam pembagian pekerjaan kepada bawahan 10 9 25 8 0 2,60 Rendah Merasa tidak mengetahui bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja saya 10 5 13 24 0 2,98 Sedang Merasa tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan 10 13 29 0 0 2,37 Rendah Merasa tidak ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan perusahaan 10 13 29 0 0 2,37 Rendah Atasan tidak memberitahu dengan jelas perubahan-perubahan kebijaksanaan di perusahaan 10 5 29 8 0 2,67 Rendah Atasan tidak memberitahu tugas yang harus saya lakukan 10 33 9 0 0 1,98 Rendah Rata-rata Kepemimpinan Organisasi 2,52 Rendah Peluang yang kecil untuk mendapat promosi 5 20 19 3 5 2,67 Rendah Mendapat pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan berbeda dari sebelumnya 0 4 9 23 16 3,98 Tinggi Merasa tidak mempunyai kesempatan untuk lebih maju dalam bekerja 15 13 9 15 0 2,46 Rendah Mengalami promosi kerja ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuan yang dimiliki 15 15 7 15 0 2,42 Rendah Mengalami promosi kerja ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuan yang dimiliki 10 8 23 11 0 2,67 Rendah Umpan balik terhadap hasil kerja tidak sesuai dengan harapan 18 7 9 12 6 2,63 Rendah Pemberhentian karyawan menjadi pemicu kecemasan saya untuk bekerja dengan baik 15 8 15 10 4 2,62 Rendah Rata-rata Tahap Hidup Organisasi 2,78 Sedang Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh kesimpulan mengenai persepsi karyawan terhadap stressor kerja, yaitu: 1. Tuntutan tugas Tuntutan tugas ialah berbagai faktor yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang biasanya menyangkut jenis rancang bangun pekerjaan orang tersebut, seperti sifat tugas, waktu, kondisi kerja dan tata ruang di mana seseorang bekerja. Kesemuanya itu harus diperhitungkan agar tidak menyebabkan timbulnya stres. Skor rataan faktor tuntutan tugas sebesar 2,78 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap stressor kerja yang disebabkan karena tugas yang diberikan perusahaan berlebihan, tanggung jawab yang diberikan perusahaan sangat memberatkan, dikejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, tugas yang dilakukan tidak terjadwal dengan baik, mengalami kesulitan memenuhi target perusahaan, mendapat waktu istirahat yang kurang, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, bekerja dengan peralatan yang tidak memadai dan lingkungan kerja yang banyak gangguan, dialami karyawan dengan tingkat yang sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun pada umumnya karyawan berpendapat pekerjaan yang dilakukan melebihi kapasitas waktu yang dimiliki sehingga karyawan merasa dikejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan dan waktu istirahat menjadi berkurang, namun karyawan tetap mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu karena menganggap tugas yang dibebankan sebagai suatu tantangan yang harus diselesaikan dengan baik. Hal ini juga didukung dengan tersedianya peralatan kerja yang cukup memadai dan lingkungan kerja yang kondusif.

2. Tuntutan Peran

Tuntutan peran berkaitan dengan berbagai tekanan yang dibebankan kepada seseorang sebagai akibat peranannya dalam organisasi. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Konflik dalam peranan menyebabkan timbulnya harapan yang sulit atau tidak mungkin terpenuhi. Ketidakjelasan peran tercipta apabila harapan terhadap seseorang tidak jelas dan karyawan tidak memahami betul apa yang sesungguhnya diharapkan daripadanya. Peran yang diharapkan dimainkan seseorang harus sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, pengalaman, bakat, minat dan penugasan yang dipercayakan kepadanya agar tidak menghadapi stres yang berat. Skor rataan faktor tuntutan peran sebesar 2,47 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap stressor kerja yang disebabkan karena mengerjakan tugas yang berbeda-beda, melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak dimengertitidak cocok, menerima tugas yang bertentangan satu sama lain, tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak sesuai dengan harapan, ditekan dengan banyak peraturan dalam menjalankan tugas, mengalami konflik dari tugas yang dibebankan atasan yang berlainan, mengalami konflik dari tugas yang dibebankan atasan langsung dan menerima penugasan yang berbeda-beda dari dua atasanlebih, dialami karyawan dengan tingkat yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun pada umumnya karyawan berpendapat tugas yang dikerjakan berbeda-beda, namun tugas tersebut dirasa tidak bertentangan satu sama lain, sehingga masih dapat dimengerti oleh karyawan. Peraturan yang cukup fleksibel juga turut mendukung karyawan selama bekerja. Selain itu, yang terpenting adalah adanya kesesuaian antara tujuan yang ditetapkan perusahaan dengan harapan karyawan, sehingga konflik peran yang dirasakan dari tugas baik yang dibebankan oleh atasan langsung maupun atasan yang berlainan masih dapat diatasi.

3. Tuntutan Hubungan Antarpribadi

Tuntutan hubungan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar. Seseorang akan semakin bergairah untuk menampilkan kinerja yang memuaskan apabila terdapat rekan kerja yang mendukung. Artinya, diperlukan hubungan interpersonal yang serasi. Tanpa hubungan yang demikian, seseorang sangat mungkin akan menghadapi stres. Skor rataan faktor tuntutan hubungan antarpribadi sebesar 2,10 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap stressor kerja yang disebabkan karena hubungan yang tidak harmonis dengan rekan kerja, mengalami konflik dengan rekan kerja, mengalami kesulitan berkomunikasi dengan atasan, kurangnya dukungan dari atasan dan adanya hubungan yang tidak baik antara atasan dengan karyawan, dialami karyawan dengan tingkat yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya karyawan berpendapat hubungan mereka dengan rekan kerja cukup harmonis. Adapun konflik yang terjadi hanya sebatas pada permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan karena permasalahan pribadi, sehingga hubungan yang baik antar karyawan tetap terjaga. Begitu juga hubungan dengan atasan karena karyawan cukup mudah berkomunikasi dengan atasan dan adanya dukungan dari atasan itu sendiri. 4. Struktur Organisasi Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Ketidakjelasan struktur dalam menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab dapat menjadi sumber potensial dari stres. Skor rataan faktor struktur organisasi sebesar 1,79 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap stressor kerja yang disebabkan karena merasa kurang jelas dengan informasi dari perusahaan mengenai pekerjaan, tidak tahu apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan yang dijalankan, merasa tidak jelas dalam hal ruang lingkup pekerjaan, merasa sulit memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam menjalankan pekerjaan, merasa tidak tahu harus bertanggung jawab kepada siapa dalam bekerja, prosedurinstruksi kerja kurang jelas dan alur komunikasi yang kurang jelas, dialami karyawan dengan tingkat yang sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya karyawan berpendapat stuktur organisasi yang ada di perusahaan sudah jelas dalam mendeskripsikan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab masing-masing karyawan sesuai dengan jabatannya. Selain itu, struktur organisasi yang jelas menggambarkan alur komunikasi yang jelas pula, sehingga karyawan mengetahui dari mana informasi diperoleh dan kepada siapa harus bertanggung jawab. Struktur organisasi BRI dapat dilihat pada Lampiran 6.

5. Kepemimpinan Organisasi

Kepemimpinan organisasi menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior dari organisasi. Tidak sedikit atasan yang senang menciptakan suasana ketegangan, keresahan dan bahkan ketakutan dikalangan para bawahannya, melakukan tekanan dalam bentuk tuntutan penyelesaian tugas dengan standar mutu dan kuantitas yang sulit atau sukar terpenuhi atau melakukan pengawasan yang sangat ketat. Situasi yang demikian dapat menimbulkan stres para bawahannya. Skor rataan faktor kepemimpinan organisasi sebesar 2,52 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap stressor kerja yang disebabkan karena atasan terlalu banyak mengatur, atasan bertindak kurang adil dalam pembagian pekerjaan kepada bawahan, merasa tidak mengetahui bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja bawahan, merasa tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan, merasa tidak ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan perusahaan, atasan tidak memberitahu dengan jelas perubahan-perubahan kebijaksanaan di perusahaan dan atasan tidak memberitahu tugas yang harus dilakukan, dialami karyawan dengan tingkat yang rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya karyawan berpendapat atasan sudah cukup baik dalam menjalankan tugas dan wewenang yang dimilikinya. Atasan memberikan pekerjaan berdasarkan deskripsi pekerjaan yang sudah ditetapkan sesuai jabatannya masing-masing dan memberikan kesempatan dalam pengambilan keputusan sesuai kewenangan yang dimiliki karyawan serta memberikan keleluasaan kepada karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Karyawan juga diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan perusahaan dengan memberikan pendapat atau saran agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang terbaik bagi semua pihak. Namun demikian, karyawan masih merasa kurang mengetahui bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja mereka. Hal ini terkait dengan teknis penilaian kinerja yang dilakukan, dimana penilaian kinerja dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu atasan dan karyawan itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan subjektivitas.

6. Tahap Hidup Organisasi

Organisasi berjalan melalui suatu siklus. Tahap hidup organisasi dimulai dengan lahirnya organisasi tersebut, kemudian dalam perjalanannya bertumbuh, berkembang, mapan atau dewasa untuk kemudian mengalami kemunduran dan pada akhirnya hilang. Suatu tahap hidup organisasi menciptakan masalah dan tekanan yang berbeda untuk para karyawan. Skor rataan faktor tahap hidup organisasi sebesar 2,78 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap stressor kerja yang disebabkan karena peluang yang kecil untuk mendapat promosi, mendapat pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan yang berbeda dari sebelumnya, merasa tidak mempunyai kesempatan untuk lebih maju dalam bekerja, mengalami promosi kerja ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuan yang dimiliki, mengalami promosi kerja ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuan yang dimiliki, umpan balik terhadap hasil kerja tidak sesuai dengan harapan dan pemberhentian karyawan menjadi pemicu kecemasan untuk bekerja dengan baik, dialami karyawan dengan tingkat yang sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan sudah berada pada tahap mapandewasa dan sedang melakukan pengembangan- pengembangan dan inovasi karena pada umumnya karyawan berpendapat adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang baru yang harus mereka miliki. Pengetahuan dan keterampilan baru tersebut berkaitan dengan tuntutan tugas dan tuntutan peran yang meningkat dan harus terpenuhi, terutama jika karyawan menduduki jabatan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dampak lain dari proses pengembangan ialah peluang dan kecepatan promosi menjadi tidak sama setiap saat, sehingga karyawan merasakan adanya kesenjangan antara kedudukannya sekarang dalam perusahaan dengan kedudukan yang diharapkan. Meskipun demikian, para karyawan tetap berusaha untuk bekerja keras menghadapi tuntutan tersebut sebab mereka melihat prospek karier yang meningkat, kemungkinan menduduki jabatan yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebih besar di masa yang akan datang. Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa stressor kerja yang berada pada kategori sedang yaitu faktor tuntutan tugas dan tahap hidup organisasi. Faktor tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi dan kepemimpinan organisasi berada pada kategori rendah. Sedangkan faktor yang berada pada kategori sangat rendah adalah faktor struktur organisasi. Kecenderungan stressor kerja tertinggi yang dialami karyawan adalah dikejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, mengerjakan tugas yang berbeda-beda dan mendapat pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan berbeda dari sebelumnya.

4.4.2. Gejala Stres Kerja Karyawan

Gejala stres merupakan hasilkeluaran dari stres yang dialami seseorang. Gejala stres kerja karyawan BRI mencakup gejala fisiologis, psikologis dan perilaku. Penilaian responden terhadap gejala stres dilihat dari skor rataan indikator gejala stres Lampiran 7. Adapun penilaian responden terhadap indikatorpernyataan tentang gejala stres dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Gejala Stres Kerja Karyawan Bobot Nilai Indikator Gajala Stres Kerja 1 2 3 4 5 Skor Rataan Keterangan Mengalami gangguan pencernaan akibat bekerja 15 9 10 15 3 2,65 Rendah Sakit kepala karena beban pekerjaan 17 6 8 19 2 2,67 Rendah Rata-rata Gejala Fisiologis 2,66 Rendah Merasa putus asa dalam bekerja 14 17 8 13 0 2,38 Rendah Mudah tersinggung 12 15 5 20 0 2,63 Rendah Sulit untuk berkonsentrasi 14 0 11 27 0 2,98 Sedang Menunda-nunda mengerjakan pekerjaan 15 20 0 17 0 2,37 Rendah Merasa bosan dengan pekerjaan 10 4 22 16 0 2,85 Sedang Merasa gelisah dalam bekerja 14 4 34 0 0 2,38 Rendah Kurang puas dengan hasil kerja 10 15 27 0 0 2,33 Rendah Tidak bersemangat dalam bekerja 10 13 29 0 0 2,37 Rendah Tidak senang mengikuti kegiatan di kantor 10 18 10 14 0 2,54 Rendah Rata-rata Gejala Psikologis 2,54 Rendah Tidak masuk kerja 26 15 11 0 0 1,71 Sangat Rendah Sukar tidur akibat pekerjaan 10 12 14 16 0 2,69 Rendah Nafsu makan berkurang karena beban kerja 8 22 10 12 0 2,50 Rendah Ada Keinginan berhenti bekerja 26 12 14 0 0 1,77 Sangat Rendah Rata-rata Gejala Perilaku 2,17 Rendah Berdasarkan penilaian responden tersebut, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai persepsi karyawan terhadap gejala stres kerja, yaitu:

1. Gejala Fisiologis

Gejala fisiologis merupakan gejala yang timbul akibat stres kerja yang dialami seseorang berkaitan dengan kondisi fisik orang tersebut. Skor rataan gejala fisiologis sebesar 2,66 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap gejala stres berupa mengalami gangguan pencernaan dan sakit kepala karena beban pekerjaan, dialami karyawan dengan tingkat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umumnya karyawan jarang mengalami gejala fisiologis berupa gangguan pencernaan dan sakit kepala.

2. Gejala Psikologis

Gejala psikologis merupakan gejala yang timbul akibat stres kerja yang dialami seseorang berkaitan dengan kondisi kejiwaanmental orang tersebut. Skor rataan gejala psikologis sebesar 2,54 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap gejala stres berupa merasa putus asa dalam bekerja, mudah tersinggung, sulit untuk berkonsentrasi, menunda-nunda mengerjakan pekerjaan, merasa bosan dengan pekerjaan, merasa gelisah dalam bekerja, kurang puas dengan hasil kerja, tidak bersemangat dalam bekerja dan tidak senang mengikuti kegiatan di kantor, dialami karyawan dengan tingkat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun pada umumnya karyawan sulit berkonsentrasi, merasa bosan dengan pekerjaan rutin yang dilakukan dan terkadang mudah tersinggung, namun karyawan tidak merasa putus asa dan gelisah dalam bekerja. Karyawan tetap bersemangat dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, sehingga jarang menunda-nunda pekerjaan dan mereka cukup puas dengan hasil kerja yang dicapai.

3. Gejala Perilaku

Gejala perilaku merupakan gejala yang timbul akibat stres kerja yang dialami seseorang berkaitan dengan tingkah laku orang tersebut. Skor rataan gejala perilaku sebesar 2,17 mengandung arti bahwa persepsi karyawan terhadap gejala stres berupa tidak masuk kerja, sukar tidur akibat pekerjaan, nafsu makan berkurang karena beban kerja dan ada keinginan berhenti bekerja, dialami karyawan dengan tingkat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun pada umumnya karyawan mengalami sukar tidur dan nafsu makan berkurang akibat pekerjaan, karyawan tetap menunjukkan komitmennya terhadap persahaan dengan rajin masuk kerja dan tetap menjadi bagian dari perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa gejala stres yang dialami karyawan baik gejala fisiologis, psikologis maupun perilaku berada pada tingkat rendah. Kecenderungan gejala stres yang sering dialami oleh karyawan adalah sulit untuk berkonsentrasi dan merasa bosan dengan pekerjaan. 4.5. Tingkat Stres Kerja Karyawan 4.5.1. Tingkat Stres Kerja Karyawan Secara Keseluruhan Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stressor seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu, yang dapat menimbulkan berbagai macam gejala stres dan pada akhirnya berdampak pada pelaksanaan kerja karyawan yang bersangkutan. Kondisi stres kerja karyawan dilihat berdasarkan hasil analisis terhadap stressor kerja faktor organisasional dan gejala stres yang dialami karyawan Lampiran 8. Kondisitingkat stres kerja karyawan BRI secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat Stres Kerja Karyawan Secara Keseluruhan Indikator Stres Kerja Skor Rataan Keterangan Tuntutan tugas 2,78 Sedang Tuntutan peran 2,47 Rendah Tuntutan hubungan antarpribadi 2,10 Rendah Struktur organisasi 1,79 Sangat Rendah Kepemimpinan organisasi 2,52 Rendah Tahap Hidup organisasi 2,78 Sedang Faktor Stres Kerja stressor Rata-rata 2,41 Rendah Fisiologis 2,66 Rendah Psikologis 2,54 Rendah Perilaku 2,17 Rendah Gejala Stres Rata-rata 2,46 Rendah Rata-rata Stres Kerja 2,44 Rendah Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tingkat stres kerja yang dialami karyawan secara keseluruhan tergolong pada kategori rendah dengan skor rataan sebesar 2,44. Rendahnya tingkat stres kerja karyawan tersebut dikarenakan faktor penyebab stres kerja stressor dan gejala stres yang timbul dari adanya stres kerja juga berada pada kategori rendah dengan skor rataan masing-masing sebesar 2,41 dan 2,46.

4.5.2. Tingkat Stres Kerja Berdasarkan Karakteristik Karyawan

Tingkat stres kerja karyawan dalam penelitian ini tidak hanya dilihat secara keseluruhan, tetapi juga akan dilihat perbedaannya berdasarkan karakteristik karyawan yang mencakup jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, status pernikahan, bagian, jabatan dan masa kerja. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pihak manajemen perusahaan dalam mengelola stres kerja karyawan. Tingkat stres kerja karyawan berdasarkan karakteristik jenis kelamin, status pernikahan dan jabatan akan dilihat perbedaannya menggunakan uji Independent Sample T Test Lampiran 9, sedangkan stres kerja karyawan berdasarkan karakteristik usia, tingkat pendidikan terakhir, bagian dan masa kerja akan dilihat perbedaannya menggunakan uji ANOVA Lampiran 10 . Tingkat stres kerja karyawan berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Stres Kerja Berdasarkan Karakteristik Karyawan Karakteristik Karyawan Skor Rataan Stres Kerja Laki-laki 2,43 Jenis Kelamin Perempuan 2,23 20-29 tahun 2,36 30-39 tahun 2,20 40-49 tahun 2,32 Usia 49 tahun 2,43 SMA 2,33 Diploma 2,56 S1 2,26 Pendidikan Akhir S2 3,00 Menikah 2,35 Status Pernikahan Belum Menikah 2,33 Pemasaran 2,20 Operasional 2,46 Bagian Bisnis Mikro 2,21 Struktural 2,45 Jabatan Fungsional 2,32 1-10 tahun 2,19 11-20 tahun 2,42 21-30 tahun 2,14 Masa Kerja 30 tahun 2,60

1. Stres kerja berdasarkan jenis kelamin

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata stres kerja karyawan laki-laki sebesar 2,43 sedangkan perempuan 2,23. Perbedaan stres kerja karyawan laki-laki dan perempuan sebesar 0,20. Selisih perbedaan stres kerja ini relatif kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja antara karyawan laki-laki dan perempuan. Hal ini juga dibuktikan melalui uji t Lampiran 9 yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 42,3 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan jenis kelamin.

2. Stres kerja berdasarkan Usia

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja karyawan berdasarkan usia. Rata-rata stres kerja karyawan dengan usia 20-29 tahun sebesar 2,36, karyawan dengan usia 30-39 tahun mengalami rata-rata stres kerja sebesar 2,20, rata-rata stres kerja sebesar 2,32 dirasakan karyawan yang berada pada usia 40-49 tahun, sedangkan karyawan dengan usia lebih dari 49 tahun memiliki rata-rata stres kerja sebesar 2,43. Perbedaan stres kerja juga dibuktikan oleh hasil uji ANOVA Lampiran 10 dengan nilai signifikansi 96,8 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan usia.

3. Stres kerja berdasarkan tingkat pendidikan terakhir

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata stres kerja karyawan dengan pendidikan SLTA sebesar 2,33, karyawan dengan pendidikan Diploma mengalami rata-rata stres kerja sebesar 2,56, rata-rata stres kerja sebesar 2,26 dirasakan karyawan yang memiliki pendidikan S1, sedangkan karyawan dengan pendidikan S2 memiliki rata-rata stres kerja sebesar 3,00. Perbedaan stres kerja berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dibuktikan oleh hasil uji ANOVA Lampiran 10 dengan nilai signifikansi 75,1 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan.

4. Stres kerja berdasarkan status pernikahan

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata stres kerja karyawan yang berstatus menikah sebesar 2,35 sedangkan yang berstatus belum menikah sebesar 2,33. Perbedaan stres kerja karyawan yang berstatus menikah dan yang berstatus belum menikah sebesar 0,02. Selisih perbedaan stres kerja ini relatif kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja antara karyawan yang berstatus menikah dan yang berstatus belum menikah. Hal ini juga dibuktikan melalui uji t Lampiran 9 yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 94,9 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan status pernikahan.

5. Stres kerja berdasarkan bagian

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja karyawan berdasarkan bagian. Rata-rata stres kerja karyawan pada bagian pemasaran sebesar 2,20, karyawan pada bagian operasional mengalami rata-rata stres kerja sebesar 2,46, sedangkan karyawan pada bagian bisnis mikro memiliki rata-rata stres kerja sebesar 2,21. Perbedaan stres kerja juga dibuktikan oleh hasil uji ANOVA Lampiran 10 dengan nilai signifikansi 60,5 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan bagian.

6. Stres kerja berdasarkan jabatan

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata stres kerja karyawan yang menduduki jabatan struktural sebesar 2,45 sedangkan yang menduduki jabatan fungsional sebesar 2,33. Perbedaan stres kerja karyawan yang menduduki jabatan struktural dan yang menduduki jabatan fungsional sebesar 0,12. Selisih perbedaan stres kerja ini relatif kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja antara karyawan yang menduduki jabatan struktural dan yang menduduki jabatan fungsional. Hal ini juga dibuktikan melalui uji t Lampiran 9 yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 65,9 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan jabatan.

7. Stres kerja berdasarkan masa kerja

Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata stres kerja karyawan dengan masa kerja 1-10 tahun sebesar 2,19, karyawan dengan masa kerja 11-20 tahun mengalami rata-rata stres kerja sebesar 2,42, rata-rata stres kerja sebesar 2,14 dirasakan karyawan dengan masa kerja 21-30 tahun, sedangkan karyawan dengan masa kerja lebih dari 30 tahun memiliki rata-rata stres kerja sebesar 2,60. Perbedaan stres kerja dibuktikan oleh hasil uji ANOVA Lampiran 10 dengan nilai signifikansi 63,6 lebih besar dari α = 5, sehingga terima H . Kesimpulannya, tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan jika dilihat dari perbedaan masa kerja. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan ditinjau dari seluruh karakteristik karyawan.

4.6. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Karyawan

Penanggulangan terhadap stres kerja karyawan sudah selayaknya mendapatkan perhatian dan kesungguhan dari manajemen perusahaan agar tujuan perusahaan bisa lebih mudah dicapai. Upaya penanggulangan stres kerja karyawan dalam penelitian ini akan dilihat dari dua sisi, yaitu menurut persepsi karyawan dan persepsi manajemen perusahaan sendiri. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah upaya penanggulangan stres kerja yang dilakukan perusahaan selama ini sudah optimal atau belum. Analisis yang digunakan berupa analisis data kualitatif dengan memberikan predikat pada variabel yang diteliti sesuai dengan kondisi sebenarnya.

4.6.1. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Menurut Persepsi Karyawan

Persepsi karyawan terhadap upaya penanggulangan stres kerja diperoleh dari hasil penelitian melalui kuesioner terbuka. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa dari total responden sebanyak 52 orang karyawan, responden yang berpendapat bahwa manajemen perusahaan sudah mengupayakan penanggulangan stres kerja yang dialami karyawannya adalah sebanyak 35 orang 67, sedangkan 17 orang 33 lainnya berpendapat bahwa pihak manajemen perusahaan belum mengupayakan penanggulangan stres kerja yang dialami karyawannya. Adapun upaya-upaya penanggulangan stres kerja yang sebaiknya dilakukan oleh pihak manajemen menurut persepsi karyawan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan sharingtukar pendapat antara karyawan dengan atasan setiap hari. 2. Mengadakan kegiatan rekreasi secara berkala dan rutin dengan mengikutsertakan anggota keluarga karyawan suami, istri dan anak. 3. Melakukan pendekatan personal terhadap masing-masing karyawan berkaitan dengan permasalahankonflik yang dialami karyawan. 4. Mengadakan program berlibur ke luar kota. 5. Lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup karyawan yang semakin meningkat. 6. Melakukan penilaian terhadap hasil kerja karyawan dengan lebih teliti, adil dan bijaksana. Analisis kualitatif terhadap upaya penanggulangan stres kerja menurut persepsi karyawan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Menurut Persepsi Karyawan No. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Pemberian Kategori Jumlah Responden Persentase 1. Melakukan sharingtukar pendapat setiap hari Komunikasi 8 15 2. Rekreasi secara berkala dan rutin Kesejahteraan karyawan 15 29 3. Melakukan pendekatan personal terhadap masing- masing karyawan berkaitan dengan permasalahan- permasalahankonflik yang dialami karyawan Komunikasi 7 13 4. Refreshingberlibur ke luar kota Kesejahteraan karyawan 6 12 5. Lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan Kesejahteraan karyawan 10 19 6. Melakukan penilaian terhadap hasil kerja karyawan dengan lebih teliti, adil dan bijaksana. Penilaian kinerja 6 12 Total 52 100 Berdasarkan hasil analisis kualitatif dapat diidentifikasi bahwa upaya penanggulangan stres kerja karyawan menurut persepsi karyawan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu kesejahteraan karyawan, komunikasi, dan penilaian kinerja.

4.6.2. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Menurut Persepsi Manajemen Perusahaan

BRI Kantor Cabang Bogor selama ini sudah mengupayakan penanggulangan stres kerja yang dialami oleh karyawannya. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, upaya-upaya penanggulangan stres kerja yang dilakukan oleh pihak manajemen BRI yaitu sebagai berikut: 1. Mengadakan kegiatan bimbingan rohani secara berkala dan rutin dengan mendatangkan penceramah yang dilaksanakan sebanyak 1-2 kali dalam satu bulan. 2. Mengadakan sharing antara karyawan dengan atasan berkaitan dengan permasalahan pekerjaan. Sharing untuk seluruh karyawan di semua bagian dilakukan secara berkala dan rutin setiap hari jumat. Sedangkan sharing untuk permasalahan yang mendesak dapat dilakukan kapan saja. 3. Menyelenggarakan kegiatan Forum Peningkatan Kinerja FPK karyawan. Kegiatan FPK ini merupakan upaya pengembangan mental karyawan melalui pendekatan program outbond dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan emosional emotional intelligence dan meningkatkan kemampuan karyawan dalam pengambilan keputusan. 4. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan berupa kenaikan gaji secara berkala, bonus, insentif dan tunjangan. 5. Memberikan jaminan kesehatan dengan menyediakan sarana olah raga dan fasilitas kesehatan berupa rawat jalan dan rawat inap untuk suami, istri dan anak sampai anak ketiga. 6. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan karyawan guna mengembangkan kompetensi karyawan. 7. Menerapkan Sistem Manajemen Kinerja SMK dengan metode Manajemen by Objektif MBO dalam penilaian kinerja karyawan yang diharapkan dapat memberikan gambaran obyektif tentang kompetensi dan hasil kerja karyawan. 8. Menetapkan sistem imbal jasa yang adil berdasarkan beban kerja, penerapan konsep kompetensi, evaluasi jabatan dan sistem grading, dengan tetap memperhatikan kesinambungan kinerja perusahaan. 9. Menyediakan fasilitas kerja yang memadai guna menciptakan kondisi kerja yang mendukung dan lingkungan kerja yang kondusif. 10. Melakukan rotasi kerja secara berkala guna mengurangi kejenuhan karyawan terhadap pekerjaan dan mengembangkan keterampilan karyawan. 11. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memperoleh promosi jabatan melalui program job opening. Analisis kualitatif terhadap upaya penanggulangan stres kerja menurut persepsi manajemen tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Menurut Persepsi manajemen perusahaan No. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Pemberian Kategori 1. Mengadakan bimbingan rohani Kesejahteraan karyawan 2. Mengadakan sharing antara karyawan dengan atasan Komunikasi 3. Menyelenggarakan kegiatan Forum Peningkatan Kinerja FPK karyawan Pengembangan karyawan 4. Memberikan kenaikan gaji secara berkala, bonus, insentif dan tunjangan Kesejahteraan karyawan 5. Memberikan jaminan kesehatan Kesejahteraan karyawan 6. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan karyawan Pengembangan karyawan 7. Menerapkan Sistem Manajemen Kinerja SMK dengan metode Manajemen by Objektif MBO dalam penilaian kinerja karyawan Penilaian kinerja 8. Memberikan imbal jasa yang adil Kesejahteraan karyawan 9. Menyediakan fasilitas kerja yang memadai Kesejahteraan karyawan 10. Melakukan rotasi kerja secara berkala Pengembangan karyawan 11. Menyelenggarakan program job opening Pengembangan karyawan Berdasarkan hasil analisis kualitatif dapat diidentifikasi bahwa upaya penanggulangan stres kerja karyawan menurut persepsi manajemen diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu kesejahteraan karyawan, pengembangan karyawan, komunikasi dan penilaian kinerja. Hasil analisis kualitatif terhadap upaya penanggulangan stres kerja karyawan baik dilihat menurut persepsi karyawan maupun menurut persepsi manajemen perusahaan mengindikasikan bahwa selama ini pihak manajemen sudah mengupayakan penanggulangan stres kerja yang dialami karyawannya, namun dalam implementasinya upaya tersebut dirasakan oleh karyawan masih kurang karena masih ada upaya yang menurut karyawan belum optimal dilakukan oleh manajemen perusahaan. Upaya yang dirasakan belum optimal mencakup kesejahteraan karyawan, komunikasi dan penilaian kinerja Tabel 11. Tabel 11. Upaya Penanggulangan Stres Kerja Menurut Persepsi Karyawan dan Persepsi Manajemen Upaya Penanggulangan Stres Kerja Persepsi Karyawan Persepsi Manajemen • Kesejahteraan karyawan • Komunikasi • Penilaian kinerja • Kesejahteraan karyawan • Pengembangan karyawan • Komunikasi • Penilaian kinerja

4.7. Implikasi Manajerial

Karyawan merupakan kekayaan utama bagi setiap perusahaan yang menjadi perencana, pelaksana dan pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Karyawan sebagai pelaku yang menunjang tercapainya tujuan perusahaan memiliki pikiran, perasaan dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pekerjaannya. Sikap ini akan menentukan prestasi kerja, dedikasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Sikap-sikap positif harus dibina, sedangkan sikap-sikap negatif hendaknya dihindarkan sedini mungkin. Mengingat hal tersebut, maka pemeliharaan hubungan yang kontinyu dan serasi dengan para karyawan dalam setiap perusahaan menjadi sangat penting, terutama pemeliharaan karyawan terhadap kemungkinan terjadinya stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian terhadap stres kerja karyawan PT BRI Persero Tbk, dapat disimpulkan bahwa tingkat stres kerja yang dialami karyawan saat ini sudah berada pada tingkat rendah. Namun, pihak manajemen harus selalu tetap waspada agar stres yang dialami karyawan tersebut tidak mengarah pada stres yang negatif dan bersifat destruktif. Oleh karena itu, pihak manajemen sebaiknya mengoptimalkan upaya penanggulangan stres kerja karyawan agar tingkat stres yang dialami berada pada titik optimum yang dapat memaksimalkan kinerja karyawan. Mengingat masih adanya upaya yang dirasakan belum optimal menurut karyawan, maka pihak manajemen hendaknya melakukan penyesuaian kembali terkait dengan pengimplementasian upaya penanggulangan stres kerja karyawan. Adapun upaya penanggulangan stres kerja yang dirasakan belum optimal menurut karyawan adalah menyangkut komunikasi, kesejahteraan karyawan dan penilaian kinerja. Dengan demikian, penyesuaian-penyesuaian yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen antara lain sebagai berikut: a. Meningkatkan kesejahteraan karyawan yang tidak hanya terpusat pada kesejahteraan finansial, tetapi juga kesejahteraan non finansial. Manajemen dapat membantu karyawan dalam menanggulangi stres kerja yang dialami dengan memberikan tantangan kerja yang proporsional kepada karyawan, meningkatkan perhatian pada kehidupan beragama karyawan, membantu karyawan untuk menjalani hidup yang lebih sehat, mengembangkan program rekreasi bersama guna memulihkan kondisi fisik dan mental karyawan yang kemungkinan menurun akibat pekerjaan. Selain itu, manajemen hendaknya tidak hanya mempertimbangkan beban kerja, kompetensi, evaluasi jabatan dan sistem grading dalam menentukan imbal jasa kepada karyawan, kebutuhan karyawan ditengah tuntutan hidup yang semakin meningkat juga perlu untuk dipertimbangkan, namun tetap memperhatikan kesinambungan kinerja perusahaan. b. Meningkatkan komunikasi organisasional dengan karyawan baik formal maupun tidak formal untuk mengurangi ketidakpastian, yakni mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran. Manajemen dapat menggunakan komunikasi yang efektif seperti mengadakan sharingtukar pendapat antara karyawan dengan atasan terkait dengan permasalahan pekerjaan secara berkala dan rutin yang dapat dilakukan minimal dua kali dalam satu minggu. Ini dilakukan sebagai cara untuk membentuk persepsi karyawan mengingat bahwa apa yang dikategorikan karyawan sebagai peluang, kendala atau tuntutan, hanyalah merupakan suatu penafsiran, dimana penafsiran tersebut dapat dipengaruhi oleh lambang dan tindakan yang dikomunikasikan pihak manajemen. c. Mempertahankan sistem penilaian kinerja yang sudah baik, tetapi tetap perlu meninjau ulang dan memperhatikan apa yang diharapkan oleh karyawan terkait dengan teknis penilaian kinerja dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan penilaian kinerja untuk menghindari kemungkinan terjadinya subjektivitas penilaian, sehingga dapat dihasilkan penilaian kinerja yang objektif. Upaya lain yang dapat dilakukan manajemen untuk membantu karyawan dalam menanggulangi stres kerja yang dialami adalah sebagai berikut: a. Merumuskan suatu kebijaksanaan manajemen untuk membantu para karyawan menghadapi berbagai stres. b. Mensosialisasikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres. c. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya itu. d. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber-sumber stres. e. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat diidentifikasikan dan dihilangkan secara dini. f. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat dielakkan. g. Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka menghadapi stres. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor penyebab stres kerja stressor karyawan PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor terdiri dari tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur oganisasi, kepemimpinan organisasi dan tahap hidup organisasi. Stressor kerja yang berada pada kategori sedang yaitu faktor tuntutan tugas dan tahap hidup organisasi. Faktor tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi dan kepemimpinan organisasi berada pada kategori rendah. Sedangkan faktor yang berada pada kategori sangat rendah adalah faktor struktur organisasi. Kecenderungan stressor kerja tertinggi yang dialami karyawan adalah dikejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, mengerjakan tugas yang berbeda-beda dan mendapat pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan berbeda dari sebelumnya. Gejala stres yang dialami karyawan PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor berupa gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku. Gejala stres yang dialami karyawan baik gejala fisiologis, psikologis maupun perilaku berada pada tingkat rendah. Kecenderungan gejala stres yang sering dialami oleh karyawan adalah sulit untuk berkonsentrasi dan merasa bosan dengan pekerjaan. 2. Tingkat stres kerja karyawan PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor secara keseluruhan tergolong pada kategori rendah. Rendahnya tingkat stres kerja karyawan dikarenakan faktor penyebab stres kerja stressor dan gejala stres yang timbul dari adanya stres kerja juga rendah. Seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja karyawan. Tidak ada perbedaan stres kerja secara signifikan ditinjau dari seluruh karakteristik karyawan. 3. Pihak manajemen PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor sudah mengupayakan penanggulangan stres kerja yang dialami karyawannya, namun dalam implementasinya upaya tersebut dirasakan oleh karyawan masih belum optimal. Upaya penanggulangan stres kerja karyawan yang sebaiknya dilakukan pihak manajemen menurut persepsi karyawan mencakup kesejahteraan karyawan, komunikasi dan penilaian kinerja, sedangkan upaya penanggulangan stres kerja karyawan menurut persepsi manajemen mencakup kesejahteraan karyawan, pengembangan karyawan, komunikasi dan penilaian kinerja. Dengan demikian, upaya yang dirasakan belum optimal mencakup kesejahteraan karyawan, komunikasi dan penilaian kinerja.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan yaitu : 1. PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor hendaknya mempertahankan tingkat stres kerja karyawan saat ini, namun harus selalu tetap waspada agar stres yang dialami karyawan tersebut tidak mengarah pada stres yang negatif dan bersifat destruktif. 2. PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor hendaknya meningkatkan frekuensi pemantauan terhadap kegiatan operasional perusahaan dan lebih menyempurnakan rancang bangun tugas yang meliputi sifat tugas, waktu dan tata ruang kerja, sehingga berbagai stressor kerja yang berasal dari kondisi kerja dapat diidentifikasi dan diminimalisir sedini mungkin. 3. PT BRI Persero Tbk Cabang Bogor sebaiknya mengoptimalkan upaya penanggulangan stres kerja karyawan agar tingkat stres yang dialami berada pada titik optimum yang dapat memaksimalkan kinerja karyawan dengan meningkatkan kesejahteraan karyawan baik kesejahteraan finansial maupun non finansial, meningkatkan komunikasi organisasional yang efektif baik formal maupun informal, meninjau ulang dan memperhatikan apa yang diharapkan oleh karyawan terkait dengan teknis penilaian kinerja dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaanya, sehingga tujuan perusahaan dan tujuan karyawan dapat tercapai secara seimbang sesuai yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKA Andraeni, Ni Nyoman Novitasari. 2003. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan PT.H.M. Sampoerna, Tbk Surabaya. Tesis pada Studi Pengembangan SDA, Universitas Airlangga, Surabaya. http:www.damandiri.or.iddetail.php?id=307. [05 Februari 2008] Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Universitas Trisakti, Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 1998. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta. Bagus, Indro. 2007. Dunia Perbankan Menuju Era Perbandingan Kualitas. http:www.detikfinance.comindex.phpdetik.readtahun2007bulan12tg l13time163052idnews866652idkanal5. [02 Februari 2008] Basri, Norani Aulia. 2005. Perubahan Organisasi dan Manajemen Stres. http:www.indomedia.combpost0320055opiniopini1.htm. [08 Februari 2008] George, D. Mallery. 2003. SPSS for Windows 2003 step by step: A Simpel Guide and Reference 11.0 Update. Allyn and Bacon, Boston. Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta: BPFE Hasibuan, Melayu SP. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara, Jakarta. Henny. 2007. Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Customer Care pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Bekasi. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ilmi, Bahrul. 2003. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja dan Identifikasi Manajemen Stres yang Digunakan Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin. http:adln.lib.unair.ac.idgo.php?id=jiptunair-gdl-s2- 2003-ilmi2c-735-stressPHPSESSID=11316cc. [08 Februari 2008] Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi- dimensi Karyawan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kountur, Ronny. 2005. Statistik Praktis. Penerbit PPM, Jakarta. Nawawi, Hadari. 2001. Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Noviandari, R.R. 2007. Analisis Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus PT. Pos Indonesia Persero, Jakarta Timur 13000. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Patel. 1996. http:one.indoskripsi.comjudul-skripsi-tugas-makalahpsikologi- eksperimenpengaruh-aromaterapi-terhadap-tingkat-stres-mahasiswa. [12 Agustus 2008] Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Robbins, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. PT Prenhallindo, Jakarta. Siagian, Sondang P. 2004. Teori Pengembangan Organisasi. PT Bumi Aksara, Jakarta. Siagian, Sondang P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara, Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta. Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta, Bandung. Sumarsono, Sonny. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Graha ilmu, Yogyakarta. Tim Penyusun. 1995. Seratus Tahun Bank Rakyat Indonesia 1895-1995. Humas PT. Bank Rakyat Indonesia Persero,Tbk. Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Umar, Husein. 2005. Metode Peneitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Widyasari, Putri. 2007. Stres Kerja. http:rumahbelajarpsikologi.com index.phpstres-kerja.html. [11 Februari 2008] www.bri.co.id [24 Maret 2008] No . KUESIONER PENELITIAN Analisis Stres Kerja Karyawan pada PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk Cabang Bogor • Kuesioner ini dibuat untuk mendapatkan data bagi pembuatan tugas akhir, karenanya mohon kesediaan BapakIbuSdrSdri untuk mengisi kuesioner ini. • Kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan studi dan tidak akan dipublikasikan secara luas. • Sebelum menyimak pertanyaan, disarankan BapakIbuSdrSdri membaca petunjuk yang terdapat pada setiap bagian pertanyaan. • Mohon BapakIbuSdrSdri menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner ini. Apabila ada pertanyaan yang tidak dijawab akan menyebabkan seluruh jawaban tidak dapat diolah. • Jawaban BapakIbuSdrSdri dijamin kerahasiaannya dan sama sekali tidak berpengaruh terhadap karir dan pekerjaan. • Tidak ada jawaban yang dinilai salah, untuk itu mohon diisi sesuai dengan kenyataan yang BapakIbuSdrSdri alami dan kerjakan sehari-hari selama bekerja. Elis Susanti Departemen Manajemen, FEM, IPB IDENTITAS RESPONDEN Petunjuk: Jawab pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda √ pada kotak jawaban sesuai dengan pilihan BapakIbuSdrSdri. 1. Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan 2. Usia: 20-29 tahun 40-49 tahun 30-39 tahun 49 tahun 3. Pendidikan terakhir: SLTA S1 Diploma S2 4. Status pernikahan: Menikah Belum menikah 5. Bekerja di bagian:.............................................................. 6. Jabatan:.............................................................................. 7. Masa kerja: 1-10 tahun 21-30 tahun 11-20 tahun 30 tahun 8. Status karyawan: Tetap Kontrak Petunjuk: Beri tanda √ pada kotak jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang BapakIbuSdrSdri alami rasakan akhir-akhir ini. Jawaban pilihan yang tersedia: SJ = Sangat Jarang J = Jarang KK = Kadang-kadang S = Sering SS = Sangat Sering

I. FAKTOR STRES KERJA STRESSOR Tuntutan Tugas

Jawaban No. Pernyataan SJ J KK S SS 1 Tugas yang diberikan perusahaan berlebihan 2 Tanggung jawab yang diberikan perusahaan sangat memberatkan 3 Dikejar waktu dalam menyelesaikan pekerjaan 4 Tugas yang dilakukan tidak terjadwal dengan baik 5 Mengalami kesulitan memenuhi target perusahaan 6 Mendapat waktu istirahat yang kurang untuk menjalankan pekerjaan 7 Tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu 8 Bekerja dengan peralatan yang tidak memadai 9 Lingkungan kerja yang banyak gangguan Tuntutan Peran Jawaban No. Pernyataan SJ J KK S SS 1 Mengerjakan tugas yang berbeda-beda 2 Melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak dimengertitidak cocok 3 Menerima tugas yang bertentangan satu sama lain 4 Tujuan yang ditetapkan perusahaan tidak sesuai dengan harapan 5 Ditekan dengan banyak peraturan dalam menjalankan tugas 6 Mengalami konflik dari tugas yang dibebankan atasan yang berlainan 7 Merasakan konflik dari tugas yang dibebankan atasan langsung saya 8 Menerima penugasan yang berbeda-beda dari dua atasanlebih Tuntutan Hubungan Antarpribadi Jawaban No. Pernyataan SJ J KK S SS 1 Hubungan yang tidak harmonis dengan rekan kerja 2 Mengalami konflik dengan rekan kerja 3 Mengalami kesulitan berkomunikasi dengan atasan 4 Kurangnya dukungan dari atasan 5 Ada hubungan yang tidak baik antara atasan dan karyawan Struktur Organisasi Jawaban No. Pernyataan SJ J KK S SS 1 Merasa kurang jelas dengan informasi dari perusahaan mengenai pekerjaan 2 Tidak tahu apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan yang saya jalankan 3 Merasa tidak jelas dalam hal ruang lingkup pekerjaan 4 Merasa sulit memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan 5 Merasa tidak tahu harus bertanggung jawab kepada siapa dalam bekerja 6 ProsedurInstruksi kerja kurang jelas 7 Alur komunikasi tidak jelas Kepemimpinan Organisasi Jawaban No. Pernyataan SJ J KK S SS 1 Atasan terlalu banyak mengatur 2 Atasan bertindak kurang adil dalam pembagian pekerjaan kepada bawahan 3 Merasa tidak mengetahui bagaimana penilaian atasan terhadap hasil kerja saya 4 Merasa tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan 5 Merasa tidak ada kesempatan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan perusahaan 6 Atasan tidak memberitahu dengan jelas perubahan-perubahan kebijaksanaan di perusahaan 7 Atasan tidak memberitahu tugas yang harus saya lakukan