25
Gambar 5 Skema transek kuadrat dalam pengamatan kondisi Caulerpa racemosa
3.2.2.2 Analisis antioksidan
Dalam analisis antioksidan properti antioksidan yang dianalisis adalah total fenol AOAC 1990, aktivitas antioksidan metoda DPPH Molyneoux 2004,
dan bilangan peroksida Kataren 1986. Dalam penelitian ini dilakukan 2 macam analisis terhadap properti antioksidan. Analisis yang pertama adalah analisis
antioksidan terhadap Caulerpa racemosa dari tiga lokasi penelitian dimana pada analisis ini digunakan ekstrak kering Caulerpa racemosa dengan pelarut etil
asetat. Analisis yang kedua adalah analisis antioksidan terhadap Caulerpa racemosa yang diperoleh dari stasiun 1. Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi
1m
50m 1 m
Kuadrat
Garis pantai Transek
26
dengan tiga macam pelarut yaitu pelarut polar metanol, semi polar etil asetat dan non polar heksana dan sampel digunakan dalam dua bentuk yaitu segar dan
kering. a.
Persiapan rumput laut Santoso et al. 2009 Persiapan rumput laut dilakukan di laboratorium basah Budidaya Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung. Tahap persiapan rumput laut diawali dengan pembersihan dan pencucian rumput laut segar menggunakan air
laut untuk menghilangkan berbagai macam kotoran yang menempel pada rumput laut, seperti batu-batuan, kerikil, lumpur, kulit kerang, kayu, ranting, rumput laut
jenis lain dan benda-benda asing lainnya. Rumput laut ditiriskan dan ditimbang masing-masing ± 100 g, kemudian disimpan dalam kondisi beku frozen pada
suhu -20
o
C untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Sementara itu untuk sampel kering, rumput laut segar yang sudah dicuci
dengan air laut, ditiriskan kemudian dipotong-potong dan diperkecil ukurannnya dengan gunting serta dikeringkan hingga kering. Setelah kering, rumput laut
dihaluskan dengan blender dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup. b.
Ekstraksi Santoso et al. 2009 yang dimodifikasi Tahapan ekstraksi dilakukan di laboratorium Balai Besar Pengolahan
Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ekstraksi tunggal. Pada analisis antioksidan terhadap
ekstrak kering etil asetat dari tiga lokasi penelitian, ekstraksi sampel kering dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan 6 erlenmeyer bervolume 1000 ml
untuk sampel kering. Sampel untuk tiap lokasi menggunakan 2 erlenmeyer. Masing-masing sampel yang ditimbang untuk diekstrak dalam erlenmeyer adalah
sebanyak ± 4.50 g. Tahapan ekstraksi diawali dengan sonikasi pertama selama 30 menit,
dilanjutkan dengan maserasi selama 24 jam dan sonikasi kedua yang dilakukan selama 30 menit menggunakan sonikator. Pada ekstraksi ini digunakan pelarut etil
asetat. Volume masing-masing pelarut dalam tiap erlenmeyer untuk sonikasi pertama adalah 350 ml. Kemudian pada tahap maserasi pelarut ditambahkan ke
27
dalam tiap erlenmeyer sebanyak 100 ml Setelah maserasi, sonikasi kedua dilakukan selama 30 menit.
Pada analisis antioksidan dengan pelarut dan kondisi sampel yang berbeda, ekstraksi sampel segar maupun kering dilakukan dengan terlebih dahulu
menyiapkan 6 erlenmeyer bervolume 500 ml, untuk sampel segar dan 6 erlenmeyer bervolume 1000 ml untuk sampel kering. Sampel untuk tiap jenis
pelarut menggunakan 2 erlenmeyer. Ekstraksi sampel segar B diawali proses penghancuran sampel sebanyak ± 1080 g dengan cawan mortar. Masing-masing
jenis pelarut menggunakan sampel sebanyak ± 180 g dengan dua kali ulangan, sehingga tiap erlenmeyer ± 180 g sampel. Pada sampel kering K, sampel yang
ditimbang untuk diekstrak dalam erlenmeyer adalah sebanyak ± 9 g. Pada proses pengeringan, dari 800 gram sampel segar diperoleh sampel
kering sebanyak + 20 gram. Sehingga perbandingan antara sampel segar dan kering adalah 40 : 1. Dalam penelitian ini digunakan sampel segar 180 gram dan
sampel kering 9 gram, atau dengan perbandingan 20 : 1. Hal ini menunjukkan jumlah sampel segar yang digunakan setengah dari jumlah sampel kering yang
digunakan, sehingga jumlah pelarut pada sampel segar adalah setengah dari jumlah sampel kering yang digunakan, sehingga pelarut pada sampel segar adalah
setengah dari sampel kering. Tahapan ekstraksi diawali dengan sonikasi pertama selama 30 menit, dilanjutkan dengan maserasi selama 24 jam dan sonikasi kedua
yang dilakukan selama 30 menit menggunakan sonikator. Volume masing-masing pelarut dalam tiap erlenmeyer untuk sonikasi pertama adalah 700 ml pada sampel
kering dan 350 ml pada sampel segar. Pada tahap maserasi pelarut ditambahkan ke dalam tiap erlenmeyer sebanyak 200 ml pada sampel kering dan 100 ml pada
sampel segar pada tahap maserasi. Maserasi merupakan ekstraksi yang dilakukan dengan mengaduk sampel dalam pelarut selama 24 jam menggunakan magnetik
stirer dan meletakkan sampel di atas hot plate tanpa perlakuan panas serta pada kondisi suhu ruang. Setelah maserasi, sonikasi kedua dilakukan selama 30 menit.
Tahap setelah ekstraksi adalah filtrasi. Pada tahap ini, sampel hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring biasa dengan ukuran tiap sisi 10-15 cm untuk
memisahkan padatan dan dilanjutkan dengan penyaringan kedua dengan kertas saring Whatman nomor 42. Filtrat ekstrak ditampung dalam botol vial berukuran
28
75 ml. Setelah diperoleh ekstrak hasil penyaringan, pelarut dari setiap ekstrak diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 40
o
C hingga ekstrak menjadi pasta. Ekstrak kasar yang diperoleh dari masing-masing pelarut baik pada
sampel basah dan kering dilakukan uji aktivitas antioksidan metode DPPH dan determinasi kandungan total fenol.
c. Kandungan fenol AOAC 1990
Sampel rumput laut sebanyak 0.50 - 0.60 g dicampur dengan 30 ml aquades dan 5 ml larutan NaOH 0.2 N di dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian aquades
ditambahkan hingga tanda tera. Dari larutan tersebut sebanyak 25 ml dipipet dan dituangkan ke dalam erlemenyer 250 ml, kemudian larutan ditambahkan dengan
25 ml bromat bromide 0.20 N, aquades 50 ml dan 5 ml HCL pekat. Larutan diaduk selama 1 menit kemudian ditambahkan lagi 5 ml KI 5 dan diaduk
kembali selama 1 menit kemudiam larutan ditambahkan 5 tetes amilum sebagai indikator dan diaduk kembali selama 1 menit.
Larutan sampel kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat, Na
2
SO
3
0.10 N a ml hingga warna berubah menjadi bening. Untuk blanko semua prosedur
digunakan namun tanpa sampel. Total fenol dihitung berdasarkan rumus berikut : b-a x N thio x BM fenol6x 1000
0.1 x sampel gram Keterangan :
a = ml titran larutan thiosulfat dalam sampel b = ml titran larutan thiosulfat dalam blanko
6 = jumlah atom brom yang digunakan dalam proses bromisasi
d. Aktivitas antioksidan metoda DPPH Molyneux 2004
Aktivitas antioksidan Caulerpa racemosa berdasarkan pada aktivitas penghambatan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl DPPH, ditentukan
berdasarkan metode Molyneux 2004 dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 45 µl ekstrak rumput laut dicampur dengan 1.50 ml buffer asetat 0.10 M pH 7. Larutan
kemudian ditambah dengan 2.905 ml metanol dan 150 µl DPPH yang memiliki konsentrasi 1 mgml. Larutan tersebut tersebut diaduk merata dan didiamkan di
dalam inkubator dengan suhu 37 C atau ruang gelap selama 20 menit. Asam
askorbat 1-16 mgml digunakan sebagai kontrol positif. Larutan diukur pada X 100
Total fenol
=
29
absorbansi 517 nm menggunakan UV-Vis spectrophotometer Hitachi U-2800. Kemampuan ekstrak rumput laut dalam menghambat radikal DPPH dihitung
berdasarkan persamaan sebagai berikut :
Aktivitas antioksidan juga dapat diekspresikan dalam ascorbic acid equivalent antioxidant capacity AEAC Leong dan Shui 2002 in Yan 2006
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Keterangan : A
= Absorbansi kontrol A1 = Absorbansi sampel
AA = Asam Askorbat AAA = Absorbansi asam askorbat
Perhitungan IC
50
atau inhibiton concentration berdasarkan pada persamaan berikut :
e. Uji bilangan peroksida Kataren 1986
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak Kataren 1986. analisis ini dilakukan untuk
mengetahui adanya sifat antioksidan pada Caulerpa racemosa. Pada uji bilangan peroksida, bilangan peroksida dianalisis pada sistem emulsi minyak kelapa.
Minyak yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya. Santan kental tersebut dipanaskan dengan
cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya. Setelah terpisah kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan
ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan disaring lagi dengan kertas Whatman nomor 42 agar diperoleh minyak kelapa yang bening.
Sistem emulsi minyak dibuat dengan mengacu metode Santoso 2003 yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3 minyak kelapa dan 97 air
IC
50
askorbat AEAC mgAA 100 g 100000
Aktivitas penghambatan = [A – A
1
A X 100]
IC
50
= AEAC = A
o
A
1
A
o
-AA x [ ] AAmgml xvol extract ml x 100g sampel
30
yang mrngandung 0.30 Tween 20. Sebanyak + 5 g emulsi minyak digunakan sebagai model untuk mempelajari aktivitas antioksidan ekstrak rumput laut
Caulerpa rasemosa. Aplikasi dilakukan dengan menambahkan 16 mg ekstrak rumput laut
kedalam 30 g emulsi minyak kelapa untuk tiap perlakuan. Selanjutnya dari enam jenis ekstrak tersebut dilakukan penentuan bilangan peroksida terhadap emulsi
minyak kelapa. Analisis bilangan peroksida dilakukan terhadap sistem emulsi yang telah
ditambahkan ekstrak. Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 g di dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari 60 asam
asetat glasial dan 40 kloroform. Setelah minyak larut ditambahkan 0.50 ml larutan KI jenuh dan didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap sambil
dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0.10 N dengan indikator pati 1 . Titrasi dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna.
Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan Na
2
S
2
O
3
0.10 N yang ditunjukkan oleh skala pada burret, merupakan volume total larutan Na
2
S
2
O
3
0.10 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Dengan cara yang sama dibuat juga untuk penetapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan miligram
oksigen per 100 g minyak lemak yaitu dengan rumus sebagai berikut : a-b x N x 8 x100
G Keterangan :
a = jumlah ml larutan untuk titrasi sampel
b = jumlah ml larutan untuk titrasi blanko
N = normalitas larutan
8 = setengah dari berat atom oksigen
G = berat sampel
mg O
2
100g sampel =
31
3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data