menggunakan stopwatch Setiadi 1998. Data infiltrasi berupa laju infiltrasi air kedalam tanah persatuan waktu mlmm
2
sekon.
Gambar 6 Cara pengukuran laju infiltrasi di lokasi penelitian menggunakan metode Setiadi 1998.
3.3.4 Curah hujan
Curah hujan diukur dengan menggunakan penakar hujan yang terbuat dari corong plastik dan botol jerigen plastik berukuran 20 lt ombrometer buatan yang
diletakkan di tempat terbuka Gambar 7. Pengukuran curah hujan dilakukan selama 30 kali kejadian hujan. Untuk mengukur banyaknya air yang tertampung
dalam jerigen, air tersebut dituangkan ke dalam tabung pengukur, sehingga dapat diketahui volume V dalam mm
3
, dengan luas corong A adalah πr
2
= 3,14 x jari-jari corong mm
2
. Untuk menghitung curah hujan harian, digunakan persamaan:
CH = VA dimana: CH = Curah hujan
V = Volume air hujan yang tertampung dalam jerigen mm
3
A = Luas permukaan corong mm
2
.
Gambar 7 Cara pengukuran curah hujan harian di lokasi penelitian dengan menggunakan ombrometer buatan.
3.3.5 Intersepsi
Pengukuran intersepsi dilakukan dengan cara menghitung selisih jumlah curah hujan di tempat terbuka, dikurangi dengan jumlah air hujan yang mengalir
melalui curahan tajuk dan aliran batang. Berdasarkan metode Heth dan Karchon 1963, perhitungan intersepsi dapat menggunakan persamaan:
Ic = CH – Tfi – Sfi
dimana: Ic = Intersepsi tajuk CH = Curah hujan
Tfi = Curahan tajuk Sfi = Aliran Batang
3.3.6 Pengamatan aliran permukaan dan erosi
Pengukuran aliran permukaan dilakukan plot percobaan yang terbuat dari bahan karpet yang tidak tembus air. Plot percobaan berukuran 8 m x 4 m
memanjang dari atas ke bawah lereng. Banyaknya plot percobaan sebanyak 2 buah untuk setiap sampel jenis tumbuhan, dengan demikian jumlah seluruh plot
sebanyak 4 plot. Plot percobaan ini dibuat pada kemiringan tanah lebih dari 50 yang diukur dengan Clinometer Suunto. Untuk mengukur volume aliran
permukaan, maka pada bagian ujung bawah plot dibuat penampungan air dari drum. Drum yang digunakan berukuran ± 100 liter dan ± 50 liter dengan
diameter ± 50 cm. Drum I dipasang untuk menampung aliran permukaan dan erosi langsung dari plot percobaan dan bagian atasnya dibuat lubang pembagi sebanyak
5 buah. Lubang pembagi ini berfungsi untuk menghitung banyaknya air yang keluar bila terjadi luapan. Masing-masing lubang berdiameter 1 cm, berkedudukan
rata dan berjarak 2 cm satu sama lain. Drum II dipasang untuk menampung luapan yang terjadi pada salah satu lubang pembagi dari drum I dengan
menghubungkannya memakai selang plastik Gambar 8. Sehingga jumlah total volume luapan adalah 5 x volume drum II. Semua drum diberi penutup untuk
menghindari masuknya air secara langsung dari atas.
Banyaknya aliran permukaan yang tertampung pada setiap plot erosi dapat dihitung menggunakan persamaan matematis di bawah ini, yaitu:
Untuk mendapatkan nilai aliran permukaan dalam satuan tinggi kolom air, maka volume total aliran permukaan dibagi dengan luas petak percobaan, dimana
luas petak percobaanya 32 m
2
.
Gambar 8 Plot percobaan erosi di lokasi penelitian menggunakan metode Santosa 1985.
Penentuan berat tanah yang tererosi dapat dilakukan dengan cara mengambil contoh air dari setiap drum, yaitu drum I dan drum II sebanyak 1 liter untuk setiap
plot erosi. Agar mendapat hasil yang baik, terlebih dahulu dilakukan pengadukan hingga homogen. Setelah itu sampel air tersebut disaring dengan menggunakan
kertas saring, yang sudah diketahui berat keringnnya. Selanjutnya kertas saring dan endapannnya tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur 105
C sampai beratnya konstan, kemudian dilakukan penimbangan.
Untuk menghitung berat tanah yang tererosi dapat menggunakan persamaan matematis dibawah ini, yaitu:
W
tc
= W
1
+ W
2
Santosa 1985 W
1
dan W
2
= V
d
V
s
x W
ksc
– W
ks
Vap = V
1
+5V
2
Santosa, 1985 dimana : Vap = Volume total aliran permukaan mm
3
V
1
= Volume aliran permukaan pada drum I mm
3
V2 = Volume aliran permukaan pada drum II mm
3
drum I drum II
8 m 4 m
Nilai erosi = berat tanahluas petak percobaansatuan waktu grm
2
bulan Luas petak percobaan = 32 m
2
= 32000 mm
2
.
3.4 Analisis data