Interaksi obat antijamur sistemik dan antiretroviral Rancangan Penelitian Kerangka Konsep Penelitian Variabel Penelitian Kerangka Operasional

Golongan ini menghambat enzim glucan synthase, yang berperan dalam sintesis 1,3- -glucan, suatu polisakarida dalam dinding sel berbagai jamur patogen. Serabut glukan, bersama kitin bertanggung jawab bagi kekuatan dan bentuk dinding sel jamur, yang penting dalam memelihara integritas osmotik dinding sel dan berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel. 31 Obat golongan ini yaitu caspofungin, anidulafungin dan micafungin.

c. Interaksi obat antijamur sistemik dan antiretroviral

Obat antijamur sistemik yang dapat berinteraksi dengan antiretroviral yaitu 1 Golongan azol : 29 Absorbsi ketokonazol dan itrakonazol akan berkurang bila bersamaan dengan didanosin. Konsentrasi plasma itrakonazol akan berkurang bila bersamaan dengan nevirapin. Konsentrasi plasma ritonavir, saquinavir akan meningkat bila bersamaan dengan ketokonazol, sedangkan efek interaksinya dengan indinavir dan nelfinavir masih belum jelas. Konsentrasi plasma zidovudin meningkat bila bersamaan flukonazol Konsentrasi plasma ritonavir, saquinavir meningkat bila bersamaan dengan itrakonazol. Konsentrasi plasma NNRTI meningkat bila bersamaan dengan vorikonazol Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 Konsentrasi plasma ritonavir meningkat bila bersamaan dengan posakonazol. 2 Golongan inhibitor sintesis glukan : Konsentrasi caspofungin menurun bila bersamaan dengan efavirenz, nelfinavir, nevirapin. 31

2.2. Infeksi HIV dan AIDS

2.2.1. Defenisi

Acquired immunodeficiency syndrome AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV Human immunodeficiency virus, suatu retrovirus. 32

2.2.2. Patogenesis

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret vagina. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA. Bila virus masuk ke dalam tubuh penderita, maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel pejamu dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. 32 HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T CD4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain limfosit T CD4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T CD4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. 32 HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun pertumbuhan virus baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat mempercepat replikasi virus sedemikian hebat sehingga terjadi penghancuran limfosit T CD4 secara besar-besaran yang akhirnya menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan sistem kekebalan tubuh ini mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala-gejala klinis AIDS. 32 Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan spektrum luas, mulai dari infeksi tanpa gejala pada infeksi primer HIV hingga gejala berat pada stadium yang lebih lanjut. Karena gejala infeksi tidak spesifik dan pengidap HIV biasanya tampak sehat untuk beberapa waktu sebelum timbul gejala klinis, maka pemeriksaan laboratorium lebih berperan untuk menegakkan diagnosis infeksi. 33 Sejalan dengan meningkatnya stadium klinis infeksi HIVAIDS serta penurunan kadar CD4, mulai terjadi berbagai infeksi oportunistik yang merupakan penyebab kematian pada 80 ODHA 1 . Limfosit T CD4 merupakan target utama HIV, karena afinitas virus tersebut terhadap penanda permukaan CD4. limfosit T CD4 berperan pada beberapa fungsi imunologik penting dan hilangnya fungsi limfosit tersebut menyebabkan penurunan respon imun secara progresif. Banyak peneliti yang menemukan hubungan erat antara munculnya infeksi oportunistik dengan jumlah Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 atau persentase limfosit T CD4. Menurunnya jumlah CD4 akan meningkatkan resiko dan keparahan infeksi oportunistik. 1

2.2.3. Diagnosis

Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi individu tertentu. Untuk diagnosis HIV, yang lazim dipakai : 32 a. ELISA : sensitifitas tinggi, 98,1-100. Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan recombinant antigen, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core. b. Western blot : spesifisitas tinggi 99,6-100. Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam. c. PCR Polymerase Chain Reaction.

2.2.4. Strategi Pengobatan

Dengan semakin banyaknya ODHA yang memerlukan antiretroviral ARV, maka strategi penanggulangan HIVAIDS dilaksanakan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Terapi antiretoviral diberikan dalam bentuk kombinasi 3 macam obat ARV. Obat ARV yang dianjurkan adalah salah satu dari kombinasi 3 macam obat sebagai berikut : 1. Zidovudin AZT, lamivudin 3TC, nevirapin 2. Stavudin d4T, 3TC, nevirapin 3. AZT, 3TC, efavirenz 4. d4T, 3TC, efavirenz, atau Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 5. AZT, 3TC, nelfinavir Terapi ARV pada ODHA dewasa dimulai saat infeksi HIV telah ditegakkan secara laboratoris disertai salah satu kondisi di bawah ini : 34,35 - Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut infeksi HIV, yaitu : infeksi HIV stadium IV kriteria WHO disebut AIDS klinis tanpa memandang jumlah CD4 atau infeksi HIV stadium III dengan jumlah CD4 350mm 3 - Infeksi HIV stadium I atau II dengan jumlah CD4 200mm 3 Terapi ARV pada anak berusia 18 tahun dengan HIV dimulai pada keadaan : 34,35 - Terbukti secara virologis terinfeksi HIV, yaitu penyakit HIV stadium pediatrik III menurut WHO disebut AIDS klinis tanpa memandang CD4; atau stadium pediatrik II dengan CD4 20 atau stadim pediatrik I dengan CD4 20 asimtomatik. - Bila tak tersedia sarana pemeriksaan virologis, yaitu penyakit HIV stadium pediatrik II atau III dan CD 4 20. Terapi ARV pada bayi berusia 18 bulan dimulai pada keadaan : 34,35 Penyakit HIV stadium pediatrik III menurut WHO disebut AIDS klinis tanpa memandang CD4 ; atau stadium pediatrik II dan stadium pediatrik I dengan CD 4 15. Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Desain penelitian adalah bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

a. Penelitian dilakukan di Poliklinik Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik untuk anamnesis, pemeriksaan klinis dan pengambilan kerokan kulit, kerokan kuku, rambut dan swab dari mukosa. b. Laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP H.Adam MalikLaboratorium Mikrobiologi FK USU untuk pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH dan pemeriksaan kultur. c. Laboratorium Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik untuk pemeriksaan kadar CD4.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Mei 2008 sampai bulan Maret 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua penderita HIV yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP H.Adam Malik. Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

3.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah semua penderita HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP HAM.

3.3.3. Besar Sampel

Besar sampel sama dengan sampel penelitian yaitu semua penderita HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berkunjung ke Pusyansus AIDS RSUP HAM yang diamati selama periode penelitian.

3.3.4. Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel dilakukan secara consecutive sampling, setiap penderita yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian selama periode penelitian.

3.4. Seleksi Subyek Penelitian

3.4.1. Kriteria inklusi

a. Semua penderita HIV b. Bersedia mengikuti penelitian

3.4.2. Kriteria eksklusi

Menggunakan obat antiretroviral

3.5. Kerangka Konsep Penelitian

Kadar CD4 Dermatomikosis Superfisialis Penderita HIV

3.6. Variabel Penelitian

Variabel bebas : penderita HIV Variabel terikat : dermatomikosis superfisialis Variabel kendali : tehnik pemeriksaan KOH, kultur dan CD4 Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008

3.7. Cara Kerja

3.7.1. Bahan dan Alat Yang Digunakan

1. Formulir isian 2. Sarung tangan 3. Masker 4. Amplop 5. Skalpel, gunting, pinset 6. Kapas 7. Kaca objek dan kaca penutup 8. Transport swab 9. Larutan KOH 10-30 10. Larutan alkohol 70 11. Larutan pewarna Gram 12. Larutan pewarna Lactophenol Cotton Blue 13. Ose dan lampu bunsen 14. Cawan petri 15. Medium Sabouraud agar 16. Medium Potato Dekstrose agar 17. Medium Cornmeal agar 18. Tinta Parker biru hitam 19. Mikroskop 20. Alat potret 21. Inkubator 22. Tabung reaksi 23. Syringe 1 ml 24. EDTA 25. Reagensia “tritest” CD4 26. Lysing solution 27. Rotator 28. Mikropipet 29. Alat pembaca CD4 : FACS calibur

3.7.2. Cara

1. Subyek penelitian diseleksi sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi 2. Pengisian persetujuan ikut dalam penelitian 3. Pencatatan data dasar Pencatatan meliputi identitas pasien, anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan CD4, hasil pemeriksaan KOH dari kerokan lesi, serta hasil pemeriksaan kultur dan diagnosis kelainan kulit sesuai status subyek penelitian terlampir, yang mencakup : a. Anamnesis Anamnesis dicatat dalam status subyek penelitian, pertanyaan yang diajukan dalam bentuk kuesioner meliputi identitas dan karakteristik demografik yaitu nama inisial, jenis kelamin, umur, alamat, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Melalui anamnesis juga ditanyakan apakah ada keluhan kelainan kulit atau mukosa serta lama dan lokasi kelainan kulit tersebut. b. Pemeriksaan dermatologis Pemeriksaan dermatologis dikhususkan untuk mencari tanda-tanda infeksi jamur superfisialis pada kulit atau mukosa. Dicatat lokasi, efloresensi, dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan. 4. Pengambilan spesimen pemeriksaan KOH dan kultur Lesi pada kulit, kuku, skalp didesinfeksi dengan kapas alkohol 70, tunggu kering. Bagian tepi lesi kulit yang aktif dikerok dengan skalpel tumpul steril. Bila lesi pada kuku, maka bagian kuku yang ada lesi dan kulit sekitarnya dikerok, atau kuku dipotong. Sedangkan bila lesi pada kepala, spesimen pemeriksaan berupa rambut atau sisa rambut dipilih yang kusam, disertai bahan kerokan dari kulit sekitarnya. Kemudian spesimen dikumpulkan dan diletakkan dalam amplop putih. Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 Bila lesi di mukosa, pengambilan spesimen dengan cara pulasan swab menggunakan kapas lidi steril yang kemudian dimasukkan dalam wadah transport swab yang telah diisi larutan NaCl 0,9. Spesimen ini kemudian segera dibawa ke laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP HAMLaboratorium Mikrobiologi FK USU untuk pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH dan pemeriksaan kultur. 5. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan elemen jamur KOH dan pemeriksaan kultur dilakukan di laboratorium Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP HAMLaboratorium Mikrobiologi FK USU a. Pemeriksaan Elemen Jamur : Bahan pemeriksaan yang didapat, dipindahkan ke gelas objek, lalu ditetesi dengan larutan KOH 10-30. Untuk bahan berasal dari rambut dibiarkan selama 2-5 menit, sedangkan bahan yang berasal dari kuku dibiarkan lebih lama lagi. Tutup dengan gelas penutup, tekan perlahan untuk menghilangkan gelembung udara. Kemudian dipanaskan tetapi jangan sampai mendidih. Sediaan diperiksa dengan mikroskop, mulai dengan pembesaran rendah objektif 10x. Bila elemen jamur sudah terlihat, pembesaran dapat dinaikkan 20-40x agar pemeriksaan lebih detil. Pada sediaan yang berasal dari swab mukosa oral dilakukan juga pewarnaan Gram. Bahan pemeriksaan yang didapat diletakkan pada kaca objek, lalu direkatkan dengan api dan biarkan dingin terlebih dulu. Pulas dengan larutan karbol-gentianviolet selama 60 detik, lalu cuci dengan air Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 suling. Kemudian pulas dengan larutan jodium selama 30 detik, dan cuci dengan aquadest. Tambahkan alkohol 95 hingga tidak ada warna violet yang dilepaskan lagi oleh sediaan, kemudian cuci dengan air suling. Pulas dengan larutan safranin selama 10 detik, kemudian cuci dengan aquadest dan biarkan kering di udara. Periksa sediaan dengan mikroskop pembesaran rendah objektif 10x. Bila elemen jamur sudah terlihat, pembesaran dinaikkan 20-40x. Interpretasi hasil : Elemen jamur dermatofit : ditemukan hifa dan artrospora Kandida : ditemukan sel yeast, dengan atau tanpa pseudohifa Malassezia furfur : ditemukan spora berkelompok b. Pemeriksaan kultur Bahan pemeriksaan dari swab dioleskan ke media agar Sabouraud dan disebar dengan menggunakan ose steril, disimpan selama 24 jam dengan suhu 37ºC. Koloni yang diduga yeast diwarnai dengan pewarnaan Gram. Kemudian dilakukan slide culture kedalam media agar Corn meal selama 3 hari dengan suhu 37ºC, dan dilihat dibawah mikroskop. Bila dari slide culture kurang jelas, dilakukan uji fermentasi. Bahan pemeriksaan yang berasal dari kerokan ditaburkan dalam media agar Sabouraud dan media Potato Dekstrose agar dan disimpan dengan suhu kamar. Evaluasi hasil kultur dilakukan setiap hari dan diidentifikasi pertumbuhan jenis jamurnya. Koloni akan tumbuh dalam 1-4 minggu. Koloni dermatofita yang tumbuh dinilai makroskopis dan dilanjutkan Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 dengan pengambilan sebagian koloni, diletakkan di atas kaca objek ditetesi Lactophenol Cotton Blue, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop. 6. Pemeriksaan CD4 di laboratorium Patologi Klinik RS HAM Diambil darah vena sebanyak 1 ml dan diletakkan dalam tabung reaksi yang telah diberi EDTA. Darah EDTA 50 µL diletakkan dalam tabung reaksi lain dan ditambahkan reagensia 20 µL, kemudian diputar dengan rotator selama 1-2 menit. Lalu didiamkan dalam suhu ruangan selama 15 menit. Kemudian ditambahkan lysing solution yang telah diencerkan dengan aquadest dalam perbandingan 1:10 sebanyak 450 µL, diputar dengan rotator selama 1-2 menit, lalu didiamkan selama 15 menit dalam suhu ruangan. Putar dengan rotator kembali selama 1-2 menit, lalu letakkan tabung reaksi tersebut pada alat: FACS calibur dan dilakukan pembacaan hasil pemeriksaan CD4.

3.8. Kerangka Operasional

Sri Yusfinah Masfah Hanum : Hubungan Kadar CD4 Dengan Infeksi Jamur Superfisialis Pada Penderita HIV Di RSUP H.Adam Malik Medan, 2009 USU Repository © 2008 Seleksi penderita Klinis Dermatomikosis Superfisialis Pemeriksaan CD4 Pemeriksaan KOH dan Pemeriksaan kultur Kriteria Insklusi Kriteria Eksklusi Dermatomikosis Superfisialis Penderita HIV

3.9. Defenisi Operasional