24 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan Negara Indonesia setelah kemerdekaan adalah bagaimana membangun, menumbuhkan dan mengembangkan negara ke taraf yang lebih
baik. Dimana pembangunan, pertumbuhan dan pengembangan tersebut membutuhkan banyak dana untuk mencapai target yang diinginkan. Hal
tersebut tentunya harus diimbangi dengan adanya pemasukan-pemasukan dana dari berbagai sumber. Sumber-sumber penerimaan negara tersebut dapat
dikelompokkan menjadi penerimaan dari sektor: pajak, kekayaan alam, bea dan cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari Badan Usaha Milik Negara
dan sumber-sumber lain. Erly Suandy, 20011:2. Namun, dari banyaknya penerimaan negara tersebut sektor perpajakan lah yang paling banyak
memberikan kontribusi. Berdasarkan siaran pers Ditjen Pajak, pada tahun 2012 ini rencana
penerimaan negara melalui sektor pajak akan memberikan kontribusi sebesar 78,74 dari rencana penerimaan negara. Sedangkan untuk realisasi
penerimaan pajak untuk tahun 2011 adalah Rp 872,6 triliun atau mencapai 99,3 dari target sebesar Rp 878,7 triliun. Dibandingkan dengan
realisasi Tahun 2010, maka realisasi penerimaan perpajakan Tahun 2011 naik sebesar Rp 149,3 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 20,6.
Realisasi penerimaan tersebut terdiri dari: penerimaan Pajak Penghasilan
25 2
PPh sebesar Rp. 431,97 triliun, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM sebesar Rp. 277,73 triliun,
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan PBB sebesar Rp. 29,89 triliun. Secara umum, keseluruhan penerimaan mengalami pertumbuhan sebesar
20,6, terdiri dari: penerimaan PPh dengan pertumbuhan 20,84, penerimaan PPN dan PPnBM dengan pertumbuhan 20,45, serta penerimaan
PBB dengan pertumbuhan sebesar 4,58. Dilihat dari data diatas terlihat bahwa sangat pentingnya pembiayaan
dari sektor pajak, sehingga pemerintah pun harus benar-benar memperhatikan sektor perpajakan ini. Karena tingkat kepatuhan wajib pajak saat ini masih
sangat rendah. Dalam hal ini, pajak penghasilan yang merupakan penyumbang terbesar dari pemasukan pajak juga masih sangat rendah.
Rendahnya tingkat kepatuhan tersebut dapat terlihat pada rasio penyampaian SPT Tahunan PPh 2011 yang bersumber dari Ditjen Pajak seperti terlihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.1 Rasio Penyampaian SPT Tahunan PPh 2011
Uraian Badan
Orang Pribadi Total
WP terdaftar wajib SPT 1.590.154
16.104.163 17.694.317
SPT Tahunan PPh 520.375
8.812.251 9.332.626
Rasio Kepatuhan 32,72
54,72 52,74
Data Dirjen Pajak yang bersumber dari www.ortax.com
Dari data diatas menunjukkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak, yang ditandai dengan rendahnya tingkat penyampaian SPT Tahunan terutama
wajib pajak badan. Karena dapat dipahami dan dimengerti bahwa tujuan perusahaan berbanding terbalik dengan tujuan pemerintah. Disatu sisi
26 3
pemerintah membutuhkan pajak untuk membangun negara namun disisi lain perusahaan menganggap bahwa pajak merupakan beban yang mengurangi
keuntungan perusahaan. Menurut Warren et.al., 2008:2 tujuan dari kebanyakan perusahaan
adalah memaksimumkan laba atau keuntungan. Laba adalah selisih antara jumlah yang diterima dari pelanggan atas barang atau jasa yang dihasilkan
dengan jumlah yang dikeluarkan untuk membeli sumber daya alam ataupun pengeluaran lainnya dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut. Oleh
karena itu, perusahaan akan meningkatkan pendapatan dan menekan beban seminimal mungkin termasuk beban pajak. Yang merupakan beban yang
harus dibayar oleh perusahaan. Walaupun membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga negara
yang didasarkan pada undang-undang, tapi hampir semua orang tidak senang membayar pajak. Seperti asumsi Leon Yudkin Harnanto dalam Chairil
Anwar Pohan, 2011:3, yaitu: 1.
Wajib Pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh undang-undang.
2. Wajib Pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak tax evasion,
yakni usaha penghindaran pajak yang terutang secara ilegal, sepanjang wajib pajak tersebut mempunyai alasan yang meyakinkan bahwa
kemungkinan besar mereka tidak akan ditangkap dan yakin bahwa orang lain pun berbuat hal yang sama.
27 4
Asumsi ini dalam prakteknya biasa kita jumpai dan merupakan suatu kecenderungan yang sulit diberantas karena sudah menyangkut aspek filosofi
dan budaya individu atau wajib pajak. Kita tentunya masih ingat dengan kasus Asian Agri yang melakukan penggelapan pajak dengan modus antara lain
melalui penggelembungan biaya sebesar Rp 1,5 miliar, pembengkakan kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar dan menciutkan hasil penjualan Rp
889 miliar. Tujuannya untuk meminimalkan profit untuk menekan beban pajak. Akibat rekayasa tersebut negara dirugikan paling sedikit Rp794 miliar.
www.tempo.co Kasus diatas merupakan cerminan dari asumsi Leon Yudkin yang
kedua, yaitu meminimalkan pajak dengan cara ilegal. Hal ini tentu tidak sesuai dengan keinginan pemerintah yang tercermin dari slogan “pajak anda
membangun bangsa”, pemerintah tentunya mengharapkan peran serta dari seluruh wajib pajak baik orang pribadi maupun badan untuk membangun
negara dengan cara membayar pajak sesuai ketentuan yang telah diatur oleh undang-undang. Oleh karena kewajiban membayar pajak tidak dapat dihindari
oleh wajib pajak dalam hal ini wajib pajak badan. Maka perusahaan perlu melakukan perencanaan pajak tax planning atau sesuai dengan asumsi Leon
Yudkin yang pertama diatas. Perencanaan pajak tax planning menurut Mohammad Zain 2005:3 adalah sebagai beikut:
Perencanaan pajak tax planning adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang
pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal itu dimungkinkan baik oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial.
28 5
Perencanaan pajak tax planning yang dapat dilakukan perusahaan sangat banyak macamnya, antara lain perencanaan pajak tax planning untuk
Pajak Penghasilan Pasal 21. Menurut Pasal 21 UU PPh, Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Perencanaan pajak untuk PPh Pasal 21 merupakan hal yang sangat penting, karena selain mencari
keuntungan yang semaksimal mungkin perusahaan juga harus memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Karena pemberian gaji dan tunjangan yang besar
akan membuat karyawan lebih termotivasi untuk lebih giat dalam bekerja, yang pada akhirnya membuat kinerja perusahaan akan semakin baik dan akan
meningkatkan keuntungan perusahaan itu sendiri. Menurut Chairil Anwar Pohan 2011:91 perencanaan pajak untuk PPh
Pasal 21 setidaknya dapat dilakukan dengan memilih perhitungan PPh Pasal 21. Ada tiga metode yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menghitung
PPh Pasal 21, yaitu: 1.
Gross Method PPh Pasal 21 ditanggung oleh Karyawan Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung
sendiri jumlah pajak penghasilannya, yang biasanya dipotong langsung dari gaji karyawan yang bersangkutan.
29 6
2. Net Method PPh Pasal21 ditanggung oleh Perusahaan
Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya.
3. Gross-Up Method Tunjangan pajak yang di gross up
Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang
akan dipotong dari karyawan. Dengan memilih salah satu dari perhitungan diatas diharapkan dapat
membantu perusahaan untuk meminimalkan pajak dengan cara yang legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan juga membantu perusahaan
untuk mensejahterakan karyawannya dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Dilihat dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Eva Theresa Ruchjana 2008 tentang upaya penghematan pajak dengan metode
perhitungan gross-up,
menunjukkan bahwa
perhitungan PPh
21 menggunakan metode penghaslan neto, jika dibandingkan dengan
menggunakan metode gross-up maka posisi laba baik komersial maupun laba fiskal sebelum pajak menurun atau perhitungan laba perusahaan sebelum
pajak dengan menggunakan metode gross-up lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode neto. Pajak Penghasilan Badan yang dihitung
dengan menggunakan metode gross-up akan lebih kecil dibandingkan dengan metode neto.
30 7
Dengan uraian diatas perencanaan pajak tax planning PPh Pasal 21 merupakan isu penting yang menarik untuk diteliti, karena sasarannya sejalan
dengan kebutuhan perusahaan yang menitikberatkan pada peningkatan laba dan juga sejalan dengan keinginan karyawan yang menginginkan
kesejahteraan yang lebih baik dari perusahaan. Berdasarkan pada uraian halaman sebelumnya, maka penelitian ini diberi judul:
“Analisis Perbandingan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Metode
Gross, Metode
Net, dan Gross Up dan Dampaknya Terhadap Beban Pajak Penghasilan Badan Koperasi Satya Ardhia Mandiri KOSAMI
”
B. Perumusan Masalah