Keterbatasan Penghasilan Faktor-Faktor Penyebab “ Ninja Sawit”

61 kurangnya. Jadi untuk menambah uang jajan Maulana memutuskan untuk ikut “ninja sawit”

4.3 Faktor-Faktor Penyebab “ Ninja Sawit”

“Ninja sawit” merupakan bentuk tindakan perilaku menyimpang yang di akibatkan oleh banyak faktor. Gejala suatu penyimpangan dalam suatu masyarakat tidak mustahil mengakibatkan timbulnya budaya khusus sub-culture. Menurut Sebalt, maka kebudayaan khusus merupakan bagian dari kebudayaan umum yang dianut oleh bagian tertentu dari masysrakat dan penduduk kebudayaan umum Hans Sebald 1969: 205 kebudayaan khusus tadi mungkin sesuai dengan kebudayaan umum, atau mungkin bertentangan counter-culture. Walaupun bertentangan, kebudayaan tandingan tidak selalu buruk. Soerjono Soekanto, 1992: 92. Salah satu faktor orang melakukan tindakan kriminal yaitu Kemiskinan. karena lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhaan hidup yang pokok. Dikatakan dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti, pangan, tempat berteduh, dan lain-lain. Emil Salim, 1982.

4.3.1 Keterbatasan Penghasilan

Adapun salah satu faktor yang menyebabkan sebahagian masyarakat Desa Mariah Jambi melakukan “ninja” yaitu karena minimnya penghasilan dan pekerjaan, membuat mereka terjebak ke dalam “ninja sawit” dan karena faktor 62 adanya kesempatan dan wantu yang membuat sebahagian dari mereka melakukan “ninja sawit” Di Desa Mariah Jambi merupakan salah satu desa yang di kelilingi oleh perkebunan sawit milik pemerintah, tetapi perkebunan ini disalah gunakan oleh sebahagian masyarakatnya. Di Kabupaten Simalubgun khususnya Desa Mariah Jambi hampir 50 masyarakatnya tidak memiliki pekerjaan tetap. kemudian 50 masyarakat lainnya bekerja sebagai buruh serabutan, data ini diperkuat dari data kelurahan Desa Mariah Jambi. Sehingga masyarakatnya masih banyak yang mengalami social ekonomi kebawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semangkin melonjak. Mayoritas masyarakat Desa Mariah Jambi bekerja sebagai buruh, baik itu buruh tani, buruh pabrik, buruh bangunan dan buruh perkebunan. Penghasilan mereka berfariasi tergantaunag frekuensi kerja yang dilakukan. Adapun peerjaan yang yang dilakukan seperti: memanen padi , memanen jagung, membeteng atau yang sering disebut meninggikan pembatas sawah dan bekerja sebagai kuli angkat ikan. Upah yang di terima dalam setiap kerja berbeda-beda, jika bekerja sebagai kuli angkat jangung satu hari dibayar sebangak Rp. 70.000, kemudian jika bekerja memanen padi upah yang di peroleh lebih banyak, karena mereka bekerja dengan sistem borong, biasanya dalam satu hari mereka bisa mendap gaji sebanyak Rp150.000. kemudian upah dari menjadi kuli bangunan yaitu Rp. 80.000. Jadi rata-rata penghasilan mereka dalam satu bulan tidak menentu, karena hasil yang diperoleh tergantung dengan tenaga yang telah mereka keluarkan jadi maksimal gaji merka dalam satu bulan adalah Rp. 1.500.000 bahkan terkadang dalam satu 63 bulan mereka hanya mendapat Rp. 500.000. sebagaimana yang dikatakan oleh HRM beliau mengatakan senbagai berikut: Saya bekerja sebagai buruh, pekerjaan apa saja saya kerjakan. Dari mulai menjadi buruh bangunan, buruh tani, bahkan buru pabrikpun saya kerjakan. saya sudah sekitar 10 tahun bekerja sebagai buruh, rata-rata dalam satu bulan saya mendapat gaji maksimal Rp 1.500.000 dan terkadang bisa dalam satu bulan saya hanya mendapat gaji Rp. 600.000. hal itu bisa terjadi karena tidak setiap hari pekerjaan itu ada. Pernyataan HRM juga ditambah dan diperjelas oleh pernyataan dari SL dimana, SL berkata bahwa: Saya bekerja sebagai BHL pemanen buah sawit buruh harian lepas diperkebunan sawit PTPN IV Bahjanbi.Dalam satu bulan gaji yang di peroleh tidak menentu, karena tergantung dari seberapa banyak buah sawit yang diperoleh SL. paling banyak uang yang dibawa pulang ke rumah sekitar Rp 2.000.000 jika lagi banjir buah atau banyak buah sawit yang bisa dipanen. Jika lagi musim “terek” buah sawit atau lagi tidak ada buah SL hanya bisa bergaji Rp 1.000.000 bahkan bisa hanya Rp 500.000 saja biasanya hal ini terjadi jika musim panas. Berdasarkan dari pengamat peneliti sebahagian masyarakat yang bekerja sebagai buruh rata-rata mereka sudah berkeluarga dan memiliki anak. Kemudian mereka memiliki anak maksimal tiga orang anak. Jadi untuk memnuhi kebutuhan keluarganya mereka harus bekerja ekstra keras menjadi buruh dan penghasilan yang pas-pasa. Hal ini berbanding terbalik dengan “ninja sawit” yang pekerjaannya lumayan ringan tetapi uang yang diperoleh cukup banyak. Dalam satu minggu bisa memperoleh uang Rp. 800.000. jadi sebahagian dari mereka yang berprovesi sebagai buruh banyak mengambil jalan pintas untuk bisa memperoleh uang dan untuk mencukupi keluarganya. Seperti yang dilatakan oleh bapak HRM dan SL yaitu: 64 HRM mendapat uang sekitar Rp 70.000 dalam setiap kali melakukan “ninja sawit”. maka rata-rata Dalam satu minggu bisa mencapai Rp 800.000an jadi dalam satu bulan HRM bisa memperoleh uang sekitar Rp.2.000.000 dari hasil “ninja sawit”. Jika hanya mengharap uang dari pekerjaan sebagai buruh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari dan untuk biaya sekolah kedua anak saya ujar HRM. Hal yang sama juga dikatakan SL Karena gajinya yang tidak menentu dan tidak mencukupi SL memutuskan utuk ikut melibatkan diri dalam dunia “ninja sawit”. SL dalam satu kali “ninja” mendapat uang selitar Rp. 100.000 sedangkan dalam satu minggu SL bisa 3-4 kali “ninja” dan dalam satu hari bisa sampai dua kali “ninja”, jadi dalam satu minggu SL bisa mendapat uang dari “ninja” sekitar Rp 500.000 bahkan bisa mencapai Rp 1.000.000 per minggu. Jadi dalam satu bulan bisa mencapai Rp 3.000.000 “ninja Sawit” dilakukan tidak hanya pada orang yang bekerja sebagai buruh kasar saja. Tetapi ada juga orang yang bekerja disebuah swalayan yang cukup besar dan memiliki gaji yang lumayan masih saja merasa kurang walaupun belum menikah kemudian Ia memutuskan untuk ikut begabung di kelompok “ninja sawit” sebagai mana yang telah dikatakan oleh salah satu informan saya yang bekerja disebuah swalayan dan dia bernama sentana: Saya adalah seorang karyawan di sebuah swalayan, saya sudah bekerja sekitar dua tahun. Setiap bulannya, saya memperoleh gaji sebanyak Rp 2.300.000 termasuk bonus. Tetapi gaji tersebut saya rasa tidak bisa memenuhi semua kebutuhan hidup saya pribadi seperti cicilan sepeda motor, biaya malam mingguan dan uang saku. Sehingga saya memutuskan harus mencari uang tambahan dengan cara ninja sawit, karena “ninja sawit” bisa dilakukan pada waktu luang ketika saya lagi libur. Hal yang sama juga dilakun oleh salah satu informan saya yang bekerja sebagai security disebuah perumahan elit di Pematang siantar ia bernama Boncu. Adapaun hal yang dikataannya adalah: Saya memperoleh gaji sebanyak Rp 1.500.000 setiap bulan. Tetapi gaji tersebut saya rasa tidak bisa memenuhi semua kebutuhan hidup pribadi saya karena sekarang semua kebutuhan pokok yang serba mahal. Sehingga saya mencari sampingan lain untuk mencari uang tambahan ujar boncu. 65 Pada saat itulah sebahagian masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap mulai terbiasa untuk melakukan “ninja sawit”. Pada sebahagian masyarakat melakukan “ninja sawit” bukanlah suatu masalah yang sangat parah dan harus di berantas. Tetapi bagi pihak perkebunan “ninja sawit” sendiri menjadi suatu samasalah yang sangat bahaya. Karena dapat merugikan perkebunan. Masyarakat setempat sudah terbiasa dengan operasi “ninja sawit”. Mereka sudah tidak terkejut apabila melihat “ninja sawit” disiang hari atau melewati kampong atau rumah-rumah penduduk dengan membawa buah dari hasil “ninja”.

4.3.2 Faktor Malas Faktor prilaku

Dokumen yang terkait

Sistem Pemasaran Beras Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus : Desa Bah Jambi II, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara)

0 34 124

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

5 18 121

TORTOR PARSAORAN PADA UPACARA ADAT PERNIKAHAN PARMALIM PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA MARIAH JAMBI KECAMATAN JAWA MARAJA BAH JAMBI TIMURAN KABUPATEN SIMALUNGUN.

6 16 29

PENGARUH MIGRASI ETNIS JAWA TERHADAP BUDAYA ETNIS SIMALUNGUN DI DESA BAH JAMBI II KEC. TANAH JAWA KAB. SIMALUNGUN.

2 4 23

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 16

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 2

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 1 9

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 27

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 3

Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

0 0 19