Isolasi dan Elusidasi Struktur Kimia Senyawa Flavonoid Sebagai Inhibitor Enzim α-Glukosidase dari ekstrak Etanol Kulit Batang Raru (Vatica pauciflora Blume)

(1)

ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR KIMIA SENYAWA

FLAVONOID SEBAGAI INHIBITOR ENZIM

α

-GLUKOSIDASE

DARI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RARU

(

Vatica pauciflora

Blume)

DISERTASI

OLEH

IDA DUMA RIRIS

108103006/KIM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

PROMOTOR

Prof. Dr. Tonel Barus

Guru Besar Bidang Kimia Organik Bahan Alam

Fakultas MIPA USU MEDAN

CO-PROMOTOR

Prof.(RIS) Dr. Partomuan Simanjuntak MSc.

Lab Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi, LIPI Cibinong .

Prof.Basuki Wirjosentono MS.Ph.D.

Guru Besar Bidang Kimia Polimer.

Fakultas MIPA USU MEDAN


(3)

(4)

(5)

(6)

ISOLATION AND CHEMICAL STRUCTURE ELUCIDATION OF α-GLUCOSIDASE ENZYME INHIBITING FLAVONOID COMPOUNDS FROM ETHANOL EXTRACT BARKS

OF RARU (Vatica paucifloraBlume) ABSTRACT

Raru (Vatica paucifloraBlume) is a wild plant grows enormously in Central Tapanuli forest area. Barks of this plant are utilized for antidiabetic medicine by boiling and consuming the decoction. The aim of this study is to determine the chemical structure of bioactive compound from ethanolic extract of barks of Raru (Vatica pauciflora Blume) that act as α-glucosidase enzyme inhibitor. Isolation was done by extracting the barks usingn-hexane, ethylacetate, ethanol, and water as solvents. The ethanolic extract then were partitioned and run to column chromatography using SiO3 asd stationary phase. Compound VpEt-9-4-4-1 isolated from ethanol extract showed α-glucosidase enzyme inhibition with IC50 93.46. Based on spectral data of UV, FTIR. 1D NMR, 2D NMR (COSY, HMQC, HMBC) we got 2 methoxies, 1aromatic, and 1 carbonyl moieties. Compared to IUPAC data, compound VpEt-9-4-4-1 was determined as as 3,4,9-trihydroxy-2-(hydroxymethyl)-8,10-dimethoxy-2,3,4-tetrahydropyrano-(3,2-c)-isochromen-6-(10bH)-one with molecular formula C15H18O9. Mass measurement using HR-MS gave mass weight 341.087.

Keywords:Vatica paucifloraBlume, antidiabetic,α-glucosidase, compound VpEt-9-4-4-1

ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR KIMIA SENYAWA FLAVONOID PENGHAMBAT

ENZIM α-GLUCOSIDASE DARI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RARU (Vatica

paucifloraBlume) ABSTRAK

Raru (Vatica pauciflora Blume) adalah tumbuhan yang banyak tumbuh liar di daerah hutan Tapanuli Tengah. Kulit batang tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes dengan cara merebus dan meminumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan struktur kimia dari senyawa bioaktif dari ekstrak etanol kulit batang Raru (Vatica pauciflora Blume) yang memiliki aktivitas sebagai penghambat enzim α-glucosidase. Isolasi dilakukan dengan mengekstrak kulit batang menggunakan pelarutn-heksan, etilasetat, etanol, dan air. Ekstrak etanol kemudian dipartisi dan dikromatografi kolom menggunakan SiO3 sebagai fase diam. Senyawa VpEt-9-4-4-1yang diisolasi dari ekstrak etanol memperlihatkan aktivitas penghambatan enzim α-glucosidase dengan IC50 93.46. Berdasarkan data spektra UV, FTIR, NMR 1D, NMR 2D (COSY, HMQC, HMBC) diperoleh 2 metoksi, 1aromatik, dan 1 karbonil. Berdasarkan perbandingan data dengan IUPAC, senyawa VpEt-9-4-4-1 ditetapkan sebagai 3,4,9-trihidroksi-2-(hidroksmetil)-8,10-dimetoksi-2,3,4-tetrahidropirano-(3,2-c)-isokromen-6-(10bH)-onedengan rumus molekul C15H18O9. Pengukuran massa menggunakan HR-MS memberikan bobot massa 341.087.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi yang berjudul : “Isolasi dan Elusidasi Struktur Kimia Senyawa Flavonoid Sebagai Inhibitor Enzim α-Glukosidase dari ekstrak Etanol Kulit Batang Raru (Vatica pauciflora Blume)” ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K), yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Studi S3 Ilmu Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Dr. Sutarman, M.Sc, yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada saya untuk menjadi peserta Program Studi S3 Ilmu Kimia Angkatan 2010.

3. Ketua Program Studi S3 Ilmu Kimia Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc, dan pegawai: Lely yang telah memberikan bantuan kepada saya untuk menyelesaikan perkuliahan dan disertasi pada Program Studi S3 Ilmu Kimia.

4. Promotor saya Prof. Dr. Tonel Barus, Co-promotor Prof (Ris) Dr. Partomuan Simanjuntak, M.Sc, dan Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, yang dengan segala kesabaran dan tanpa bosan-bosannya telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan disertasi ini.


(8)

5. Tim Penguji saya Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc; Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc; Prof. Dr. Yunazar Manjang yang telah bersedia memberikan penilaian beserta saran-saran untuk perbaikan dan penyempurnaan disertasi saya.

6. Rektor Universitas Negeri Medan Prof. Dr. Ibnu Hajar, yang telah memberikan ijin kepada saya untuk mengikuti Program Studi S3 Ilmu Kimia di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

7. Dekan Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan Prof. Motlan Sirait, M.Sc, Ph.D, yang juga memberikan ijin kepada saya untuk mengikuti Program Studi S3 Ilmu Kimia di Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

8. Ketua Jurusan Ilmu Kimia MIPA Universitas Negeri Medan Drs. Jamalum Purba, M.Si, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

9. Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI di Cibinong Dr. Witjaksono, M.Sc, yang telah memberikan ijin penelitian dan juga staf di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi-LIPI Bustanussalam, S.Si., M.Si, dan Fauzan Rahman, STP, yang telah membantu selama melakukan penelitian.

10. Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Negeri Medan Prof. Manihar Situmorang, M.Sc, Ph.D, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

11. Staf Pengajar dan Pegawai Program Pasca Sarjana Ilmu Kimia Universitas Sumatera yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

12. Teman-teman Program Studi S2 dan S3 Ilmu Kimia Fakultas MI PA Universitas Sumatera Utara: Yusnaidar, Firman Sebayang, Abu Bakar, M. Said Siregar, Sukatik, Desi, Waty, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.


(9)

13. Teman-teman sejawat di Universitas Negeri Medan yaitu Dra. Nurliana Marpaung, M.Si; Dra. Nurliani Manurung, M.Pd; Edianto, Ph.D; Drs. Agus Kembaren, M.Si; Drs. Togi, M.Pd; Dr. Wesly Ht barat; Dr. Hamonangan Tambunan, M.Pd; dan teman-teman lainnya yang mendorong penulis dalam penyelesaian disertasi saya yang tak bisa saya sebut satu persatu.

Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada keluarga besar saya yaitu abang ipar saya B.V Silalahi, BA; adik saya S. Silalahi, SH, MH; dan keponakan saya Batara Parlindungan Silalahi, SH; Welfrid Kristian Silalahi, SH; dan Maria Goretty Simbolon, SH; dan juga keluarga besar Sihombing yang selalu memberikan motivasi dan doanya untuk saya hingga selesainya disertasi ini.

Disertasi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya (alm) M. Sihombing dan P. boru Aritonang yang semasa hidupnya mendorong saya untuk terus belajar sehingga saya dapat mencapai tingkat pendidikan seperti sekarang ini dan juga untuk suami: Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS, anak-anak saya yaitu: Sondang Aida Silalahi, M.Si; Vita Berarti Silalahi, ST; dr. Montesqieu Silalahi; Idris Agung Paulus Silalahi, A.Md; dan menantu saya JM.Turnip; Corry Imelda Tarigan, SST; Melda Nova Yanty Simatupang, S.Kom; serta cucu saya yang sangat saya sayangi Aleytha Fillian Turnip, Karen Alesyah Gabriella Turnip, Karel Moury Theodore Silalahi, dan Louis Lionel Silalahi yang selalu mendampingi dan memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini.


(10)

Dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namun telah memberi bantuan baik secara langsung dan tidak langsung, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis berharap kiranya disertasi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu kimia.

Hormat Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Juni 1958 di Sidikalang Dairi, yang merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara dari ayah yang bernama Drs. M. Sihombing dan ibu Pesta Aritonang.

Penulis menjalani pendidikan Sekolah Dasar di SD. Nadhatul Ulama (NU) di Bandung dan kemudian pindah ke SD. Nadhatul Ulama Medan di Jalan Meranti Medan hingga selesai di tingkat pendidikan Sekolah Dasar tahun 1969. Setelah tamat dari Sekolah Dasar penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Medan dari tahun 1970 sampai dengan tahun 1972. Selanjutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Methodist Thamrin Medan dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1975. Setelah tamat dari tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas, penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi pada tahun 1976 di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Kimia sampai tahun 1978. Pada tahun 1978 melanjutkan pendidikan di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Medan pada jurusan Kimia hingga mendapat gelar Sarjana pada tahun 1982.

Penulis melanjutkan pendidikan program Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor pada program studi Biologi pada tahun 1991 sampai dengan tahun 1994. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis mengikuti Program Doktor (S3) Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis pernah menjadi staf pengajar sebagai asisten luar biasa mulai tahun 1979. Kemudian penulis diangkat menjadi staf pengajar di IKIP Medan Jurusan Ilmu Kimia mulai dari tahun 1980 sampai sekarang dengan jabatan sebagai Lektor Kepala.


(12)

Penulis menikah dengan Prof. Dr. Albinus Silalahi, MS pada tahun 1978. Saat ini penulis sudah dikaruniai 4 orang anak, yaitu : Sondang Aida Silalahi, SE; Vita Berarti Silalahi, ST; dr. Montesqieu Silalahi; dan Idris Agung Paulus Silalahi, A.Md; serta menantu yaitu : JM. Turnip; Corry Imelda Tarigan, SST; dan Melda Nova Yanty simatupang, S.Kom; dan juga ke empat cucu yaitu Aleytha Fillian Turnip, Karen Alesyah Gabriella Turnip, dan Karel Moury Theodore Silalahi, dan Louis Lionel Silalahi.


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRACT...i

KATA PENGANTAR ...ii

RIWAYAT HIDUP ...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Perumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan Penelitian...6

1.4 Batasan Masalah ...7

1.5 Manfaat Penelitian...7

1.6 Hipotesis ...7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...8

2.1 Tanaman Raru ...8

2.1.1 Taksonomi Tanama Raru...9

2.1.2 Metabolit Sekunder...9


(14)

2.2.2 Pentingnya Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah ...16

2.2.3 Diabetes Melitus ...17

2.2.3.1 Diabetes Melitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus) ...17

2.2.3.2 Diabetes Melitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) ...17

2.2.4 Enzimα-Glukosidase ...18

2.2.5 Inhibisi Enzim α-Glukosidase...19

2.2.6 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ...20

2.2.7 Pengobatan Diabetes Melitus...21

2.2.8 Insulin ...22

2.2.9 Obat Antidiabetes Oral ...23

2.3 Isolasi, Elusidasi, dan Penentuan Struktur Kimia ...24

2.3.1 Ekstraksi...24

2.3.2 Metode Pemisahan dan Pemurnian ...25

2.3.3 Metode Penentuan Struktur Kimia...27

2.4 Uji ToksisitasBrine Shrimp Lethality Test(BSLT) ...32

2.4.1 Uji Aktivitas Pegahambatan Enzimα-Glukosidase SecaraIn Vitro...33

BAB 3 METODE PENELITIAN ...34

3.1 Prinsip Kerja Penelitian ...34

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian...34

3.3 Bahan, Alat, dan Prosedur Penelitian ...34


(15)

3.3.2 Alat ...35

3.3.3 Prosedur Penelitian ...35

3.4 Uji Antidiabetes Ekstrak dengan Mekanisme Penghambat5n Enzimα-Glukosidase SecaraInVitro(Sugiwati,2009)...36

3.5 Pengujian Toksisitas Dengan BSLT ...39

3.6 Uji Fitokimia terhadap ekstrak VpEtOH yang memiliki Aktivitas antidiabet paling tinggi (Harborn,1987)...40

3.7 Fraksinasi Dengan Metode Kromatografi Kolom...43

3.7.1 Uji Kemurnian Menggunakan KLT2 Dimensi ...45

3.8 Penentuan Struktur Kimia...45

3.9 Skema Ekstraksi, Fraksinasi Kulit Batang Raru (Vatica paucifloraBlume) ...46

3.9.1 Skema Kerja Isolasi, Pemurnian Senyawa Kimia Dari Ekstrak Etanol...46

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...48

4.1 Determinasi Tanaman...48

4.1.1 Pembuatan Ekstrak ...48

4.1.2 Uji Aktivitas Antidiabetes Terhadap Ekstrak ...49

4.1.3 Uji Toksistas Tiap Ekstrak Dengan Menggunakan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) ...49

4.1.4 Hasil uji Fitokimia terhadap ekstrak VpEt yang memiliki Antidiabetes paling tinggi ...50

4.2 Fraksinasi Ekstrak Etanol Dengan Kromatografi Kolom 1 ...51


(16)

4.2.2 Hasil Fraksinasi Gabungan dari Kolom II ...54

4.2.3 Hasil Fraksinasi Gabungan dari Kolom III...55

4.2.4 Pemurnian Fraksi 9-4-4...57

4.2.5 Hasil Analisis Spektrum Ultra Violet Isolat 9-4-4-1 ...57

4.2.6 Hasil Analisis Spektrum FTIR Isolat 9-4-4-1 ...58

4.2.7 Hasil Analisis NMR (Nuclear Magnetic Resonance 1 Dimensi(1H dan13C-NMR) ...59

4.2.8 Spektrum H NMR Untuk isolat 9-4-4-1 ...59

4.2.9 Spektrum13C-NMR Untuk isolat 9-4-4-1...60

4.2.10 Spektra NMR 2 Dimensi (HMQC; COSY dan HMBC) Untuk Isolat 9-4-4-1 ...61

4.2.11 Hasil Analisis Spektrum Massa (MS) Untuk Isolat 9-4-4-1 ...64

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...69

5.1 KESIMPULAN...69

5.2 SARAN ...70

DAFTAR PUSTAKA ...71


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1 Hasil Ekstrak Kulit Batang Raru (Vautica paucifloraBlume)... 48

4.2 Hasil Uji Antidiabetes Ekstrak dengan Metode Penghambatan Enzimα-Glukosidase ...49

4.3 Hasil Uji Toksisitas Ekstrakn-heksan, Etil Asetat, Etanol dan Air Kulit Batang Raru (Vautica paucifloraBlume)... 51

4.4 Hasil Uji Fitokimia Senyawa Kimia pada ekstrak VpEt... 51

4.5 Hasil Fraksinasi Gabungan dari Kolom I ... 52

4.6 Hasil Ujiα-Glukosidase Kromatografi Kolom 1 ... 53

4.7 Hasil Fraksinasi Gabungan dari Kolom II...54

4.8 Hasil Uji Hambatanα-Glukosidase Ekstrak Pada Kromatografi Kolom II ... 55

4.9 Hasil Fraksinasi Gabungan dari Kolom III ... 56

4.10 Hasil Uji Hambatanα-Glukosidase Ekstrak Pada Kromatografi Kolom III ... 57

4.11 Data FTIR Isolat 9-4-4-1 ... 59

4.12 Korelasi Pergeseran Kimia Karbon13C dan H-NMR Untuk Isolat 9-4-4-1Berdasarkan RMI 2 D HMQC... 60

4.13 Pergeseran Kimia (Proton dan Karbon) Untuk Senyawa Isolat 9-4-4-1 dengan Bergenin (Jamal, Dao,dan Rita) ... 67


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Isoaromadendrin R1= OH, R2= R3= H (1);

Taxifolin R1= R2= OH, R3= H (2);

5-hidroksi-3,4’,7-trimetoksiflafon (3). ...5

Gambar 2.1 Kerangka dasar Flavonoid ...11

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Enzimatis Glukosa dan Fenol ...12

Gambar 2.3 Kumarin ...13

Gambar 2.4 Masuknya Glukosa ke Dalam Sel ...14

Gambar 2.5 Ilustrasi Tipe Diabetes Melitus ...18

Gambar 2.6 Reaksi Enzimatikα-Glukosidase dan p-nitrofenil α-D-glukopiranosa ...17

Gambar 3.1 Skematis Ekstraksi, Fraksinasi Kulit Batang Raru (Vautica paucifloraBlume) ...46

Gambar 3.2 Skematis untuk Penentuan Struktur Kimia ...47

Gambar 4.1 Kromatogram KLT Hasil Fraksinasi Kolom I ...52

Gambar 4.2 Kromatogram KLT Hasil Fraksinasi Kolom II ...54

Gambar 4.3 Kromatogram KLT Hasil Fraksinasi Kolom III ...56

Gambar 4.4 Spektrum Ultra Violet Isolat 9-4-4-1 ...58

Gambar 4.5 Spektrum FTIR untuk Isolat 9-4-4-1 ...58

Gambar 4.6 Hasil Analisis Spektrum COSY Untuk Struktur Kimia Isolat 9-4-4-1...62

Gambar 4.7 Struktur Kimia Isolat 9-4-4-1 Hasil Analisis HMBC ...63

Gambar 4.8 Pergeseran kimia proton dan karbon untuk struktur kimia isolat 9-4-4-1 ...63

Gambar 4.9 Spektroskopi Massa (MS) Isolat 9-4-4-1 ...64

Gambar 10 Hasil Analisis Fragmentasi Struktur Kimia Senyawa Isolat 9-4-4-1...66


(19)

ISOLATION AND CHEMICAL STRUCTURE ELUCIDATION OF α-GLUCOSIDASE ENZYME INHIBITING FLAVONOID COMPOUNDS FROM ETHANOL EXTRACT BARKS

OF RARU (Vatica paucifloraBlume) ABSTRACT

Raru (Vatica paucifloraBlume) is a wild plant grows enormously in Central Tapanuli forest area. Barks of this plant are utilized for antidiabetic medicine by boiling and consuming the decoction. The aim of this study is to determine the chemical structure of bioactive compound from ethanolic extract of barks of Raru (Vatica pauciflora Blume) that act as α-glucosidase enzyme inhibitor. Isolation was done by extracting the barks usingn-hexane, ethylacetate, ethanol, and water as solvents. The ethanolic extract then were partitioned and run to column chromatography using SiO3 asd stationary phase. Compound VpEt-9-4-4-1 isolated from ethanol extract showed α-glucosidase enzyme inhibition with IC50 93.46. Based on spectral data of UV, FTIR. 1D NMR, 2D NMR (COSY, HMQC, HMBC) we got 2 methoxies, 1aromatic, and 1 carbonyl moieties. Compared to IUPAC data, compound VpEt-9-4-4-1 was determined as as 3,4,9-trihydroxy-2-(hydroxymethyl)-8,10-dimethoxy-2,3,4-tetrahydropyrano-(3,2-c)-isochromen-6-(10bH)-one with molecular formula C15H18O9. Mass measurement using HR-MS gave mass weight 341.087.

Keywords:Vatica paucifloraBlume, antidiabetic,α-glucosidase, compound VpEt-9-4-4-1

ISOLASI DAN ELUSIDASI STRUKTUR KIMIA SENYAWA FLAVONOID PENGHAMBAT

ENZIM α-GLUCOSIDASE DARI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RARU (Vatica

paucifloraBlume) ABSTRAK

Raru (Vatica pauciflora Blume) adalah tumbuhan yang banyak tumbuh liar di daerah hutan Tapanuli Tengah. Kulit batang tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat antidiabetes dengan cara merebus dan meminumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan struktur kimia dari senyawa bioaktif dari ekstrak etanol kulit batang Raru (Vatica pauciflora Blume) yang memiliki aktivitas sebagai penghambat enzim α-glucosidase. Isolasi dilakukan dengan mengekstrak kulit batang menggunakan pelarutn-heksan, etilasetat, etanol, dan air. Ekstrak etanol kemudian dipartisi dan dikromatografi kolom menggunakan SiO3 sebagai fase diam. Senyawa VpEt-9-4-4-1yang diisolasi dari ekstrak etanol memperlihatkan aktivitas penghambatan enzim α-glucosidase dengan IC50 93.46. Berdasarkan data spektra UV, FTIR, NMR 1D, NMR 2D (COSY, HMQC, HMBC) diperoleh 2 metoksi, 1aromatik, dan 1 karbonil. Berdasarkan perbandingan data dengan IUPAC, senyawa VpEt-9-4-4-1 ditetapkan sebagai 3,4,9-trihidroksi-2-(hidroksmetil)-8,10-dimetoksi-2,3,4-tetrahidropirano-(3,2-c)-isokromen-6-(10bH)-onedengan rumus molekul C15H18O9. Pengukuran massa menggunakan HR-MS memberikan bobot massa 341.087.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan obat tradisional merupakan budaya masyarakat di berbagai belahan dunia. Penggunaan Obat tradisional Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, sebelum obat modern dipasarkan, Oleh karena itu obat tradisional Indonesia yang merupakan warisan budaya bangsa yang perlu digali, diteliti, dan dikembangkan (Hedi, 2007).

Indonesia dikenal memiliki megabiodiversity, sehingga sangat kondusif untuk dilakukan eksplorasi. Pada saat ini diketahui kurang lebih 40.000 spesies tanaman yang berasal dari daerah tropis yang ada di dunia, dan sebanyak 30.000 spesies tanaman terdapat di Indonesia. Kurang lebih 1000 spesies tanaman sudah digunakan sebagai obat tradisional. Potensi yang dimiliki Indonesia ini belum

semuanya tereksplorasi maupun terdokumentasi dengan baik untuk

pengembangan obat bagi manusia. Perlu dikembangkan inventarisasi bahan alam yang berpotensi sebagai penghasil obat, serta pengetahuan tentang bahan aktif yang terdapat pada tanaman, fungsinya, dan struktur kimianya (Widyastuty, 2013).

Diabetes Melitus (DM) adalah kondisi dimana konsentrasi glukosa dalam darah secara kronis lebih tinggi daripada nilai normal (hiperglikemia) yang disebabkan kekurangan insulin atau fungsi insulin tidak efektif. DM dapat menyebabkan aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, dan gagal ginjal (Guyton, and Hall, 2007).


(21)

Pengukuran kadar glukosa dapat ditentukan secarainvitro dengan metoda enzimatik, yaitu dengan penambahan enzim Glukosa Oksidase (GOD), seperti enzimα-glukosidase. Dengan adanya oksigen atau udara, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukorunat disertai pemberian H2O2, dengan adanya enzim

peroksidase, H2O2 akan membebaskan O2yang mengoksidase akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang sesuai pula (Lucile,1997). Dengan menggunakan spektrofotometer intensitas warna dapat diukur, sehingga kadar glukosa darah dapat ditentukan.

Pada metabolisme karbohidrat insulin berperan merangsang glukosa transporter untuk membawa glukosa darah ke seluruh sel didalam tubuh, jika insulin berkurang maka glukosa dalam darah akan meninggi sehingga mengalami penyakit DM. Polisakarida dirubah oleh enzim α-glukosidase menjadi monosakarida selanjutnya diabsorbsi dalam usus halus menjadi glukosa dalam darah dan selanjutnya dengan adanya rangsangan insulin glukosa transporter dibangkitkan membawa glukosa ke dalam sel, selanjutnya digunakan sebagai energi, glikogen dan adiposa (Guyton, and Hall, 2007).

Pada pasien yang menderita penyakit DM, insulin tidak mencukupi untuk merangsang glukosa transporter, sehingga untuk mencegah supaya glukosa di dalam darah tidak menumpuk perlu hambatan terhadap enzimα-glukosidase.

Pengendalian hiperglikemia pada penderita DM antara lain pendekatan terapi berupa penghambatan enzim penghidrolisis karbohidrat seperti amilase dan α-glukosidase untuk memperlambat absorbsi glukosa sehingga kadar gula darah

tetap normal. Penghambatan α-glukosidase pada usus mamalia mampu


(22)

oligosakarida. Perlambatan penyerapan glukosa darah menyebabkan pengurangan hiperglikemia postprandial untuk mencegah komplikasi kronis dari Diabetes Melitus seperti retinopati dan neuropati. (Ngadiwiyanaet al, 2011).

Pengobatan dengan mengkonsumsi ekstrak tanaman secara langsung berupa air rebusan, jamu-jamuan maupun berupa kapsul herbal, seperti pada penyakit Diabetes Melitus sudah sejak lama dilakukan baik pada masyarakat pedesaan maupun perkotaan untuk menghindari effek dari obat-obatan kimia.

Belakangan ini lebih dari 80% penduduk di negara berkembang mengkonsumsi bahan alam terutama yang berasal dari tanaman, baik sebagai

menjaga kesehatan maupun berupa obat-obatan. Pada banyak Negara

berkembang, penggunaan obat bahan alam disukai karena untuk menghindari efek samping dari obat bahan kimia. Dan saat ini pengobatan berbasis tanaman memiliki pangsa pasar sekitar 30% (WHO, 2005).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan pengobatan secara tradisional yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar kita baik menggunakan daun, batang, kulit, akar, biji maupun buah dari tumbuhan tersebut (Heyne, 1987). Telah dilakukan penelitian bahwa ekstrak dari tanaman memberi dampak aktivitas sebagai antidiabetik seperti: Vermonia amygdalina, Bidens pilosa, Carica papaya, Citrus aurantiifolia, Ocimumgratisimum, Momordica Charantia dan Morinda lucida tanaman-tanaman tersebut telah dikonsumsi di Nigeria (Adebayo, 2008).

Ekstrak Terminalia cattapa Linn Fruits menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari kulit batangnya secara nyata dapat menurunkan glukosa darah tikus. Tikus wistar sebagai hewan percobaan diinduksi dengan aloksan untuk


(23)

meningkatkan kadar gula darahnya, sehingga tikus mengalami hiperglikemia (Nagappaet al,2003).

Penelitian uji aktivitas ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.)

dengan metoda toleransi glukosa memberikan dampak penurunan kadar gula darah tikus (Ketut et al, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, 2009 pada 4 jenis pohon tanaman raru sebagai tanaman pohon hutan yaitu: Cotylelobium melanoxylum

Pierre, 2. Shorea bolancarpoidesSymington, 3. Cotylelobium lanceolatum craib, 4. Cotylelobium melanoxylon Pierre,mengandung senyawa flavonoid dan dapat menurunkan kadar gula darah secarain vitro. Secarain vitro ekstrak kayu batang dapat menghambat enzimα- glukosidase sehingga kadar gula darah terkontrol.

Isolasi ekstrak etil asetat dari tanaman daun Arto carpus communis

ditemukan senyawa flavonoid yang mempunyai aktivitas sebagai antidiabetik yaitu 8- geranyl-4’

,5,7-trihidroksi flavone, hambatannya terhadap enzim α -glukosidase IC50 18,12 μg mL-1. Isolasi dilakukan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel dielusi dengan n-heksan-etil asetat (8:2), elusidasi

struktur dengan NMR (1H-NMR,13C-NMR, DEPT 135, HMQC dan HMBC)

(Lotulung, 2008).

Tiga Senyawa flafonoid yang mempunyai aktifitas sebagai antidiabetik adalah . 3-β-hydrokxynaringenin atau isoaromadendrin (1),Ttaxifolin (2), dan 5-hidroksi-3,4’,7 trimethoksiflavonone (3). Flavonoid tersebut diekstraksi dengan

pelarut etanol, senyawa 1 dan 2 ditemukan dari tanamanEuphorbia cuneataVahl, sedangkan senyawa yang ke 3 ditemukan dari ekstrak etanolSalvia verbenaca L.


(24)

Flavonoid diidentifikasi dengan data spektroskopi 1H, 13C NMR, DEPT, COSY,

HMQC dan NOESY (Bahar,2005).

Gambar 1. Isoaromadendrin R1= OH, R2= R3= H (1);

Taxifolin R1 = R2= OH, R3 = H (2); 5-hidroksi-3,4’ ,7-trimetoksiflafon (3).

Uji hambatan aktivitas antidiabetik ekstrak n-heksan, etil asetat, etanol, dan air dari tanaman kulit batang raru (Vatica pauciflora Blume) menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan α- glukosidase ekstrak etanol kulit batang lebih


(25)

tinggi dibandingkan ekstrak etil asetat, n- heksan maupun air dengan menggunakan acarbose sebagai kontrol (Ida, 2013).

Melihat potensi dari tanaman ini penulis merasa tertarik untuk menelusuri struktur kimia senyawa bioaktif sebagai antidiabet dari tanaman raru yang jenisnya berasal dari Tapanuli Tengah. Jenis tanaman tersebut telah diidentifikasi sebagai Vatica, pauciflora. Identifikasi dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI Cibinong. Jenis ini banyak dikonsumsi masyarakat sebagai obat yang diyakini dapat menurunkan kadar gula darah.

Pada penelitian ini dilakukan dengan mengekstrak kulit batang raru jenis

Vatica pauci flora Blume dan menguji aktivitas ekstrak sebagai daya hambat terhadap enzim α-glukosidase dan uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT). Terhadap ekstrak yang mempunyai aktivitas daya hambat enzim α -glukosidase yang paling tinggi ditelusuri dengan isolasi dan elusidasi, dan struktur kimianya berdasarkan data spektra spektroskopi (UV, FT IR1, RMI 1D, RMI 2D (COSY, HMQC, HMBC), dan HR MS.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa senyawa bioaktif yang dari kulit batang dari tanaman raru (Vatica paucifloraBlume).

2. Apakah senyawa tersebut dapat menghambat enzim α-glukosidase yang dapat bersifat antidiabetik.

3. Bagaimana struktur kimia dari senyawa yang dapat menghambat enzimα -glukosidase tersebut..


(26)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui cara mengisolasi senyawa bioaktif dari kulit batang raru tersebut.

2. Untuk mengetahui jenis senyawa yang dapat menghambat enzim α -Glukosidase diperoleh pada tumbuhan kulit batang raru.

3. Untuk mengetahui bioaktivitas kulit batang raru terhadap penurunan kadar glukosa darah secara invitro melalui bioaktivitas inhibisi enzim α -glukosidase.

4. Untuk mengetahui struktur kimia dari senyawa yang dapat menghambat enzim α-Glukosidase diperoleh pada tumbuhan kulit batang raru.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini dilakukan uji inhibisi enzim α-glukosidase secara in vitro

terhadap hasil ekstraksi darin-heksan, etil asetat, etanol, dan air dari kulit batang Raru (Vatica pauciflora Blume), ekstrak kulit batang diuji daya hambat paling besar terhadap enzim α- glukosidase. Selanjutnya dilakukan pemisahan dengan cara Kromatografi, kemudian hasil pemurnian yang diperoleh ditentukan struktur kimianya dengan metoda spektroskopi. Berdasarkan data UV, FT-IR RMI 1D , RMI 2D (COSY, HMQC, HMBC), dan HR MS.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang tanaman yang memiliki bioaktivitas antihiperglikemik dengan mekanisme penghambatan enzimα-glukosidase.


(27)

1. Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai masukan mengenai senyawa penghambat enzimα-glukosidase sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk keperluan pengobatan dan pengembangan potensi tanaman obat.

2. Mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang berperan dalam penurunan kadar gula darah dan dapat digunakan sebagai bahan obat anti diabetik.

1.6 Hipotesis

Di dalam kulit batang tumbuhan kulit batang Raru (Vatica pauciflora

Blume) terdapat senyawa bioaktif yang dapat menghambat enzimα-Glukosidase, dan dapat ditentukan strukturnya.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Raru

Raru merupakan tanaman kayu hutan yang kayu batangnya selama ini telah lama digunakan masyarakat Tapanuli sebagai bahan bangunan. Lama kelamaan kulit kayu raru digunakan sebagai bahan tambahan ke dalam minuman yang dikenal dengan nama tuak, dan belakangan ini air rebusan daunnya diyakini dapat mengobati luka yaitu dengan cara mencuci luka, dan kulit batangnya diyakini sebagai obat antidiabetik.

Tanaman ini tumbuh di daerah tropis kawasan maritim Asia berupa tanaman liar. Di Indonesia bagian Sumatera terdapat berbagai daerah seperti Tapanuli Tengah, Simalungun, dan Tapanuli Utara.

Vatica pauciflora Blume berhabitus pohon yang tingginya mencapai 30 m, dengan diameter mencapai 45 cm, ranting mengalah, menggundul dan tidak berkopeng. Penumpu panjang hingga 8 mm, memita (bentuk bidang bersegi empat panjang yang sempit dengan nisbah panjang : lebar melebihi 12 : 1), berlekuk balik. Tangkai daun panjang 10 – 18 mm, daun melanset lonjong, panjang 6,5 – 20 cm, lebar 2,2 – 8 cm, menjangat tipis.

Pangkal daun membaji, ujung melancip, panjang hingga 1,5 cm, tulang daun sekunder 5-7 pasang. Malai panjang hingga 9 cm, di ujung atau hampir di ujung (Suyektiningsih, 2009). Tanaman ini banyak jenisnya, yaitu:Cotylelobium melanoxylum Pierre, Shorea bolancarpoides Symington, Cotylelobium lanceolatum craib, Cotylelobium melanoxylon Pierre, Shora maxvelliana King,


(29)

Guttifera Shorea faguetiana Heim (Gunawan,2009). Gambar jenis pohon dan daun jenis tanaman Raru (Vatica pauciflora Blume) ini dapat terlihat pada lampiran 1.

2.1.1 Taksonomi Tanaman Raru

Tanaman jenis Raru ini termasuk dalam klasifikasi berdasarkan divisi yaitu Magnoliopita, berdasarkan kelas yaitu Magnoliopsida, termasuk dalam kelompok bangsa Malvales, termasuk dalam kelompok suku Dipterocarpaceae, dan kelompok marga Vatica. Jenisnya disebutVatica pauciflora Blume. Sinonim dari tanaman ini adalahvatica forbesianaBurck, Vatica lampongaBurck, Vatica ruminateBurck, Vatica sumatranaSlooten, Vatica wallichiiDyer.

Daerah tempat tumbuhnya tanaman ini adalah Sumatra dengan sebutan Raru dan Kalimantan dengan sebutan Resak.

2.1.2 Metabolit Sekunder

Senyawa organik yang dihasilkan oleh alam terdiri dari senyawa metabolit primer dan sekunder. Metabolit sekunder biasa disebut sebagai senyawa bahan alam atau (Natural product). Biosintesis metabolit sekunder diturunkan dari metabolit primer (gula, asam amino, lemak, dan nukleotida). Metabolit sekunder distribusinya pada tanaman tidak universal artinya tidak terdapat pada seluruh bagian tanaman penghasil. Metabolit sekunder juga spesifik pada tanaman itu sendiri. Misalnya metabolit sekunder seperti aroma bunga mawar hanya terdapat pada bunga mawar tidak terdapat pada bunga lain.

Metabolit primer terdistribusi secara universal terdapat pada seluruh tanaman penghasil, dan memberikan keterlibatan langsung pada metabolisme di


(30)

dalam sel organisme yang menghasilkan. Metabolit sekunder jauh lebih sedikit terdapat pada tumbuhan maupun hewan dibandingkan dengan metabolit primer.

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri dan

lingkungannya. Secara umum metabolit sekunder dalam bahan hayati

dikelompokkan berdasarkan sifat dan reaksi khas suatu metabolit sekunder dengan pereaksi tertentu. Metabolit sekunder dapat dikelompokkan sebagai: Alkaloid, Terpenoid, Flavonoid, Fenolik, Saponin, Kumarin, Zat warna kuinon, dan Karotenoid (Hanani E, 2010).

Alkaloid terdapat pada tumbuh-tumbuhan tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan, masing-masing tumbuhan mempunyai keaktifan biologis tertentu. Ada yang dapat digunakan sebagai obat, ada juga yang bersifat racun. Terdapat pada biji, daun, ranting dan kulit batang. Uumumnya tidak berwarna berupa kristal amorf, sedikit berupa cairan. mengandung satu atau lebih atom Nitrogen dalam cincin heterosiklik dan bersifat basa (Sirait, 2007).

Terpenoid adalah senyawa yang berasal tumbuhan dan hewan. Terdapat sebagai bermacm-macam senyawa seperti minyak atsiri yaitu monoterpen dan sekuisterpen (C10 dan C15) yang mudah menguap, diterpen (C20) sukar menguap,

sedangkan triterpen, sterol (C30), dan pigmen karoten (C40) tidak dapat menguap. Terpenoid penting untuk metabolisme pada tumbuhan dan metabolisme tumbuhan. Larut dalam lemak, pada tumbuhan terdapat pada sitoplasma. Senyawa terpenoid diekstraksi dengan eter dan kloroform (Harborn, 1987).


(31)

Fenolik adalah merupakan senyawa aromatik dengan gugus fungsi hidroksil. Sisi dan jumlah grup hidroksil pada grup fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif menekan terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksilasi yang meningkat menyebabkan toksisitas yang meningkat pula (Harborn,1987).

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki kerangka karbon terdiri dari 15 atom karbon. Inti dasarnya tersusun dengan konfigurasi C6– C3–

C6 yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah cincin diberi tanda A,B, dan C; atom karbon dinomori menurut sistim penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C serta angka beraksen untuk cincin B. Cakupan flavonoid yang sudah diketahui sangatlah luas. Pertama sekali terbentuk pada biosintetis adalah khalkon dan semua bentuk lain adalah turunannya (Markam, 1988).

O O

A

C

B

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 ` 2 ` 3` 4` 5` 6`

Gambar 2.1. Kerangka dasar Flavonoid (Markam, 1988).

Senyawa flavonoid terdapat hampir dalam semua tumbuhan hijau, terdapat sebagai senyawa campuran dan jarang sekali ditemukan sebagai senyawa tunggal (Harborn, 1987).

Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% berupa senyawa fenol, warnanya akan berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga mudah


(32)

dideteksi. Mekanisme reaksi glukosa dengan flavonoid pada proses penurunan glukosa darah dengan metoda enzimatis terjadi dalam dua tahap yaitu:

Gambar 2.2. Mekanisme Reaksi Enzimatis Glukosa dan Fenol.(Munawarah, 2009)

Reaksi tahap pertama adalah glukosa direaksikan dengan flavonoid (di alam berbentuk senyawa fenol) dengan metode enzimatis yang menggunakan enzim Glukosa Oksidase (GOD) menghasilkan Energi, Asam Glukonat dan Hidogen peroksida. Reaksi tahap kedua yaitu reaksi Hidrogen peroksida dengan reagen 4-amino-antipirin yang ditambahkan dengan enzim Para Amino-antipirin Peroksidase (PAP) menghasilkan senyawa yang berwarna merah (kuinonimin). Hasil akhir senyawa yang berwarna merah tersebut selanjutnya diukur dengan spektrofotometri dan didapatkan hasil bahwa pada menit ke 30 penurunan kadar


(33)

glukosa darah mencapai nilai optimal. Semakin lama waktu pengukuran akan mempengaruhi kepekatan warna dari flavonoid yang bereaksi dengan glukosa (warna semakin pudar) dikarenakan asam glukonat yang dihasilkan menguap (Munawarah, 2009).

Saponin adalah senyawa yang larut dalam air, identifikasi saponin sangatlah mudah dalam air bila digojok akan menghasilkan buih sabun. Saponin berasa pahit atau getir, senyawanya dapat membentuk larutan koloida, dapat mengiritasi membran mukosa dan membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Selain itu saponin juga bersifat toksik terhadap ikan dan hewan berdarah dingin lainnya, sehingga dapat digunakan sebagai racun ikan pada konsentrasi yang rendah, saponin sering menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus. Saponin juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber sapogenin yang dapat diubah menjadi sterol hewan yang mempunyai manfaat terapeutik antara lain kortison dan kontraseptik sterogen (Harborn, 1987).

Kumarin dijumpai pada jenis tumbuhan tinggi dan jarang ditemukan pada mikro organisme, mempunyai kerangka C6 – C3. Dari segi biogenetik kerangka

benzoripan-2-on dari kumarin berasal dari asam sinamat melalui reaksi-reaksi ortohidroksilasi dan reaksi laktonisasi (Harborn,1987)

O

O


(34)

Zat warna Kuinon merupakan heterosikel cincin terpadu yang strukturnya berubah dengan naftalen, terdapat pada tanaman merupakan zat warna. Isokaindina adalah isomer-isomernya yang mengandung Nitrogen (Sirait, 2007).

Karotenoid terdapat pada tumbuhan dan hewan, merupakan turunan isoprena yang berantai panjang. Karotenoid yang terdapat dalam tanaman dapat dirubah secara enzimatik menjadi vitamin A oleh kebanyakan hewan. Beta karote ditemukan di dalam sayur-sayuran berwarna dan buah-buahan seperti wortel, ubi jalar dan buah berwarna (Lehninger, 1993).

2.2 Absorbsi Glukosa Dalam Tubuh

Telah diketahui terdapat 5 tranporter glukosa yang berbeda-beda yaitu

GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3, GLUT 4, dan GLUT 5. Molekul- molekul ini

mengandung 492-524 asam amino dan afinitasnya terhadap glukosa bervariasi, dan masing-masing transporter di jaringan mempunyai tugas khusus. GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot dan adipose yang dirangsang oleh insulin. Dalam sitoplasma sel-sel peka insulin terdapat cadangan molekul GLUT 4, dan bila sel-sel ini terpapar insulin maka glukosa transporter tersebut bergerak cepat ke membran sel. Dan bila rangsangan insulin terhenti maka glukosa transporter tersebut kembali ke sitoplasma (Guyton and Hall, 2007). Ilustrasi dari masuknya glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(35)

Disakarida

Monosakarida

Absorbsi

Glukosa Darah Meningkat

Glukosa Masuk ke dalam Sel

Cadangan (Glikogen dan Adipose) Energi

GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3, GLUT 4,

GLUT 5 Karbohidrat

(Polisakarida)

α-Glukosidase

Brush border mikrovili usus

Gambar 2.4. Masuknya Glukosa ke Dalam Sel

2.2.1 Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Pada orang normal, pengaturan besarnya konsentrasi glukosa darah pada saat puasa yang pengukurannya dilakukan sebelum sarapan pagi adalah 80 dan 90 mg/100ml darah. Konsentrasi ini meningkat menjadi 120 sampai 140 satu jam setelah makan, namun konsentrasi gula darah akan kembali normal setelah 2 jam makan. Pada saat kelaparan fungsi glukoneogenesis dari hati menyediakan glukosa yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa.

Pengaturan kadar glukosa darah dapat dilihat sebagai berikut: (1) Hati berfungsi sebagai suatu sistim penyangga glukosa darah yang sangat penting. Pada saat sesudah makan glukosa darah meningkat, sekresi insulin juga meningkat. Sebanyak 2/3 dari seluruh glukosa yang diabsorbsi dari usus dalam waktu singkat akan disimpan di dalam hati sebagai glikogen, beberapa jam


(36)

kemudian bila konsentrasi glukosa darah dan kecepatan sekresi insulin berkurang, hati akan melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. Dengan cara ini, hati mengurangi fluktuasi konsentrasi glukosa darah sampai kira-kira 1/3 dari fluktuasi yang dapat terjadi.

(2) Fungsi hormon insulin dan glukagon sama pentingnya dengan sistim pengatur umpan balik untuk mempertahankan konsentrasi glukosa normal. Bila konsentrasi glukosa darah meningkat, sekresi insulin akan terjadi, insulin akan merangsang glukosa transporter untuk mentransfer glukosa darah ke sel-sel sehingga kadar glukosa di dalam darah menjadi normal kembali. Sebaliknya pada saat glukosa darah menurun sekresi glukagon akan meningkat, selanjutnya glukagon akan berfungsi merangsang meningkatnya kadar glukosa darah sehingga kembali normal. Hormon insulin dan glukagon berfungsi berlawanan, namun kerjanya berfungsi menormalkan kadar glukosa di dalam darah.

(3) Pada keadaan hipoglikemia, timbul suatu efek langsung akibat kadar glukosa darah yang rendah terhadap hipotalamus, yang akan merangsang sistem saraf simpatis. Selanjutnya hormon epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut dari hati. Jadi epinefrin juga membantu melindungi agar tidak timbul hipoglikemia yang berat.

(4) Pada saat keadaan diet karbohidrat setelah beberapa hari, sebagai respons terhadap hipoglikemia yang lama, akan timbul sekresi hormon kortisol dan pertumbuhan, kedua hormon ini mengurangi kecepatan pemakaian glukosa oleh sebagian besar sel tubuh, dan sebaliknya akan menambah jumlah pemakaian lemak sehingga akan mengembalikan kadar glukosa dalam darah kembali normal (Guyton, and Hall, 2007).


(37)

2.2.2 Pentingnya Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah

Meski selain glukosa, lemak dan protein dapat juga digunakan sebagai sumber energi, namun keberadaan glukosa sangatlah penting karena secara normal glukosa merupakan satu-satunya bahan makanan yang dapat digunakan oleh otak, retina, epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk menyuplai jaringan tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa darah harus dipertahankan untuk mencukupi nutrisi yang dibutuhkan.

Perlunya konsentrasi glukosa harus dijaga karena: 1) glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan, akan dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel. 2) Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya glukosa dalam air seni. 3) Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit. 4) Peningkatan jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat pada peningkatan resiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, dan kebutaan (Guyton, and Hall, 2007).

2.2.3 Diabetes Melitus (DM)

Diabetes melitus adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi


(38)

insulin atau berkurangnya efektivitas biologis dari insulin (atau keduanya). Menurut Francis, and Baxter, 2000, terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus yaitu sebagai berikut:

2.2.3.1 Diabetes Melitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes tipe I diyakini terjadi akibat infeksi atau gangguan toksik dari lingkungan yang merusak sel-sel B pankreas pada individu yang memiliki predisposisi genetik di mana sistem kekebalan tubuh yang agresif akan menghancurkan sel-sel B pankreas saat mengatasi agen invasif.

Pada Diabetes Melitus tergantung insulin, terjadi gangguan katabolik dimana tidak ada insulin dalam sirkulasi, glukosa plasma meningkat, dan sel-sel B pankreas gagal berespons terhadap rangsang insulinogenik. Tanpa adanya insulin, ketiga jaringan sasaran insulin (hati, otot dan lemak) tidak hanya gagal mengambil zat-zat gizi yang telah diabsorbsi sebagai mana mestinya, bahkan juga terus melanjutkan mengeluarkan glukosa, asam amino, dan asam lemak ke dalam aliran darah dari depot cadangannya masing-masing. Lebih jauh, perubahan dalam metabolisme lemak mengarah pada pembentukan dan akumulasi benda-benda keton.

2.2.3.2 Diabetes Melitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes Melitus tipe II merupakan sindroma resistensi insulin. Faktor-faktor yang mengurangi respons terhadap insulin adalah (1) Penghambat prareseptor yaitu antibodi insulin, (2) Penghambat reseptor yaitu Autoantibodi reseptor insulin dan Down-regulation reseptor akibat hiperinsulinemia. (3)


(39)

Penghambat post-reseptor yaitu Respons yang buruk dari organ-organ sasaran utama yaitu obesitas, penyakit hati, inaktivitas otot dan kelebihan hormonal yaitu glukokortikoid, hormon pertumbuhan, agen-agen kontrasepsi oral, progesterone, somatomamotropin korion manusia, katekolamin, dan tiroksin. Tipe diabetes mellitus digambar seperti gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5. Ilustrasi Tipe Diabetes Melitus (Despopoulos, dan Silbernagl, 1998)

2.2.4 Enzimα-Glukosidase

Enzimα- glukosidase memiliki nama kimiaα-D-glukosida glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa di dalam usus halus manusia. Enzim ini membantu dalam pemecahan rantai polisakarida pada ikatanα (1-6) pada setiap titik percabangan yang tidak dapat dipecahkan oleh enzim fosforilase. Produk dari aktivitas enzim ini adalah polimer (α 1-4) tak bercabang dan satu glukosa. Reaksi ini terjadi setelah aktivitas glikogen phosporilase dan glikogen transferase terjadi.


(40)

Pada reaksi inhibisi test α- glukosidase dapat terlihat antihiperglikemia pada setiap ekstrak tanaman yang mempunyai aktivitas antihiperglikemia dimana pada penelitian ini enzim α-glukosidase menghidrolisis p-nitrofenil α -D-glukopiranosida menjadi paranitrofenol yang berwarna kuning dari glukosa (Sugiwati, 2009)

Gambar 2.6. Reaksi Enzimatikα-Glukosidase dan p-nitrofenilα-D glukopiranosa. Perkembangan yang terus meningkat pada ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia biokimia dan kedokteran, memberikan dampak pada penemuan senyawa baru yang dapat menghambatα-glukosidase secara tepat guna dan cepat. Senyawa ini disebut dengan inhibitorα glukosidase (IAG), IAG tidak mencegah absorbsi karbohidrat dan gula kompleks, tetapi menghambat absorbsinya. Acarbose dan miglitol adalah inhibitor sama memperlambat pemecahan disakarida, yang mempunyai aplikasi yang sangat luas, seperti informasi mekanisme kerja enzim α-glukosidase. Hal ini dapat terjadi karena bentuk dan fungsi senyawa IAG yang mirip terhadap enzimα-glukosidase.


(41)

2.2.5 Inhibisi Enzimα-glukosidase

Senyawa yang dapat menghambat kerja enzim disebut inhibitor enzim. Inhibitor enzim terdiri dari dua jenis utama yang dibedakan dari cara kerjanya. Pertama inhibitor enzim yang saling bersaing dengan substrat memperebutkan pusat aktif, dan kedua inhibitor yang tidak bersaing pada pusat aktif tetapi tidak bereaksi untuk membentuk hasil. Suatu zat yang bersifat sebagai inhibisi bersaing atau kompetitif merupakan molekul yang mirip dengan substrat

Reaksi: E + S ES (aktif) Hasil

E + I EI (tidak aktif)

Dalam bagian ini inhibitor I bersaing dengan substrat S memperebutkan tapak aktif. Menurut azas Le Chatelier, jika S bertambah konsentrasi keseimbangan S harus bertambah dengan mengorbankan EI. Jadi kita dapat membalikkan pengaruh inhibitor kompetitif dengan hanya meninggikan konsentrasi substrat (David S.P, 1989).

Acarbose adalah inhibitor enzim α-glukosidase yang bersifat kompetitif dan reversibel di dalam usus manusia (Bischoff H, 1995). Ekstrak dari tanaman raru yang mempunyai bioaktivitas sebagai anti diabetik cara kerjanya mirip dengan acarbose (Gunawan P, 2009).

2.2.6 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah 1. Metode Oksidasi-Reduksi

Ion kupri dapat mereduksi glukosa dalam larutan alkali panas dan terbentuk ion kupro. Bila kondisi reaksi dijaga, maka ion kupro yang terbentuk sebanding dengan glukosa yang bereaksi dengan iodium dalam suasana asam dan


(42)

kelebihan iodium di dalam blangko dan sampel dititrasi dengan tisosulfat. Selisihnya dengan glukosa yang ada dalam sampel (Aryska, 2008).

2. Metode Kondensasi

Glukosa (dan aldosa lain) dapat berkondensasi dengan macam-macam senyawa aromatik dalam suasana asam panas membentuk produk-produk yang berwarna. Hidroksimetilpurpural terbentuk dari glukosa dalam larutan asam kuat panas. Gugus aldehid dari produk ini berkondensasi dengan suatu fenol untuk menghasilkan senyawa hijau yang dapat diukur secara fotometrik (Aryska, 2008).

3. Metode Enzimatik

Kadar glukosa darah diukur dengan metode enzimatik (glukosa oksidase) menggunakan alat glukometer. Prinsip kerja penggunaan alat ini yaitu : oksigen dengan bantuan enzim glukosa oksidase mengkatalis proses oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Dalam reaksi yang kedua, enzim peroksidase mengkatalisis reaksi oksidasi kromogen (akseptor oksigen yang tidak berwarna), kemudian oleh hydrogen peroksidase membentuk suatu produk kromogen teroksidasi berwarna biru yang diukur dengan glukometer. Tes strip pada glukometer mengandung bahan kimia glukosa oksidase ≥ 0,8 IU; garam naftalen asam sulfat 42μg; dan 3-metil-2-benzothiazolin hidrazon.

Glukosa + O2 + H2O <=======> Asam Glukonat + H2O2 (Aryska, 2008).


(43)

2.2.7 Pengobatan Diabetes Melitus

Secara teoritis, pengobatan Diabetes Melitus tipe I adalah dengan memberikan insulin secukupnya sehingga metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada pasien dapat senormal mungkin. Insulin tersedia dalam berbagai bentuk. Insulin “regular” mempunyai durasi kerja yang lamanya 3 sampai 8 jam, sedangkan insulin dalam bentuk lainnya (yang dipresipitasikan dengan seng atau dengan berbagai derivat protein) diabsorbsi secara lambat dari tempat penyuntikannya dan oleh karena itu mempunyai efek yang lamanya 10 sampai 48 jam. Biasanya, pasien diabetes tipe I yang berat setiap harinya diberi dosis tunggal insulin yang mempunyai daya kerja lama untuk meningkatkan seluruh metabolisme karbohidrat sepanjang hari. Lalu bila kadar glukosa darah naik terlalu tinggi, misalnya pada waktu makan, dapat diberikan tambahan insulin regular di hari tersebut. Jadi, pola pengobatan pasien disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu.

Pada orang dengan Diabetes Melitus tipe II, diet dan olah raga biasanya direkomendasikan untuk menurunkan berat badan dan mengurangi resistensi insulin. Jika upaya tersebut tidak berhasil, obat-obatan dapat diberikan untuk meningkatkan sensivitas insulin atau untuk merangsang produksi insulin pankreas. Akan tetapi, pada beberapa orang, insulin dari luar harus digunakan untuk mengatur kadar gula darah.

Di masa lalu, insulin yang digunakan untuk pengobatan dihasilkan dari pankreas hewan. Akan tetapi, insulin manusia yang dihasilkan dari rekombinasi proses DNA telah dipergunakan secara luas karena sebagian pasien mengalami


(44)

reaksi imunitas dan sensitisasi terhadap insulin hewan, sehingga membatasi efektivitas insulin hewan tersebut (Gayton and Hall, 2007).

2.2.8 Insulin

Insulin dihasilkan oleh sel β pada pulau langerhans pankreas dan disekresikan ke dalam darah sebagai reaksi langsung terhadap keadaan hiperglikemia. Pemberian insulin dilakukan apabila pankreas dari pasien tidak dapat bekerja memproduksi insulin secara maksimal. Insulin tidak dapat digunakan secara oral karena terurai oleh enzim-enzim protease di lambung, maka selalu diberikan sebagai injeksi. Dalam hati dirombak dengan cepat, plasma t½ nya hanya 5-10 menit, maka kerjanya hanya pendek, lebih kurang 40 menit.

Efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan mineral. Insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negative dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh (Guyton and Hall,2007).

2.2.9 Obat Antidiabetes Oral

Obat Oral untuk antidiabet tediri dari 5 golongan (Francis, and Baxter, 2000), dan memiliki cara kerja yang berbeda. Golongan-golongan tersebut adalah (1) Golongan Sulfonylurea. Golongan ini bekerja dengan menstimulir sel-sel β secara langsung untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Secara garis besar obat


(45)

ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas. Obat-obat golongan ini hanya efektif pada pasien diabetes mellitus tipe II yang pankreasnya masih aktif. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah: glibenklamida, glipizida, glikazida, glimepirida, glikuidon.

(2) Golongan Biguanida. Golongan ini bekerja menghambat

glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa jaringan. Berbeda dengan sulfonylurea, biguanida tidak menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan kadar gula darah pada orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, maka layak diberikan pada penderita yang kegemukan.

(3) Meglitinida. Meglitinida kerjanya merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas. Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat hypoglikemik generasi baru yang kerjanya mirip sulfonylurea. Pada umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obatan anti diabetik oral lain.

(4) Glukosidase inhibitor. Enzim menghambat kerja enzim-enzim yang mencerna karbohidrat, sehingga tidak semua karbohidrat dicerna menjadi glukosa dalam darah, obat golongan ini yaitu Acarbose, Miglitol.

(5) Thiazolidinedion. Meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin berikatan dengan PPARG (Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin.


(46)

2.3 Isolasi, Elusidasi, dan Penentuan Struktur Kimia

Isolasi dan elusidasi adalah suatu metoda pemisahan dan untuk menentukan struktur kimia. Untuk tanaman yang memiliki aktivitas daya hambat enzim α-glukosidase, isolasi dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian dilakukan pemisahan secara kromatografi, selanjutnya dilakukan elusidasi. Untuk penentuan struktur kimia digunakan dengan metode spektroskopi, dengan menggunakan alat instrumen UV, IR, RMI, dan Massa (Underwood, 2002).

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan substansi dari campuran dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut organik terhadap bahan segar atau bahan yang telah dikeringkan. Pada prinsipnya senyawa polar diekstraksi dengan pelarut polar, senyawa semi polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut semi polar, dan senyawa non polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut non polar.

Berdasarkan energy yang digunakan, ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara panas dan dingin, tergantung pada kestabilan senyawa yang diisolasi supaya tidak rusak (DEPKES RI., 1995).

2.3.2 Metode Pemisahan dan Pemurnian

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan yang mempunyai keuntungan dalam pelaksanaannya lebih sederhana, penggunaan waktu yang singkat dan terutama karena mempunyai kepekaan yang tinggi serta kemampuan memisahkan yang tinggi, dibandingkan metode pemisahan yang lain seperti destilasi, kristalisasi, pengendapan ekstraksi dan lain-lain.


(47)

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam system yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat yang menunjukkan perbedaan motilitas disebabkan perbedaan adsorbs, partisi, kelarutan,tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik.

Secara umum teknik kromatografi didasarkan pada distribusi zat terlarut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melalui media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai penyerap, atau dapat bertindak melarutkan zat sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam.

Pemisahan ini dapat ditempuh dengan dua cara yaitu (1) Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan secara fisikokimia yang digunakan secara luas untuk pemisahan dan identifikasi senyawa obat. Proses pemisahan terjadi akibat perbedaan distribusi komponen campuran di dalam fase gerak dan fase diam atau dengan kata lain berdasarkan perbedaan afinitas dan absorbs senyawa pada fase diam dan fase gerak (Meyer, 2004).

Lapisan pemisah terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Syarat fase


(48)

diam yang baik yaitu seragam, tidak larut dalam fase gerak dan zat terlarut. Fase diam yang sering digunakan adalah silika gel, alumina dan selulosa. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya, dimana zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah itu pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan fase gerak, selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus dideteksi.

Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut dan bergerak di dalam fase diam karena adanya daya kapiler. Pemakaian campuran pelarut dengan tingkat polaritas berbeda dapat memberikan daya pemisahan yang baik karena daya kembangnya dapat disesuaikan dengan semua jenis senyawa. Pada KLT, pemilihan fase gerak berdasarkan pada deret eluotropik, yaitu deret yang disusun menurut kemampuan elusi naik sebanding dengan kenaikan polaritas. KLT dapat digunakan pertama untuk mengetahui secara kualitatif, kuantitatif, atau preparatif dan kedua untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau High Performance Liquid Cromatografi (HPLC) ( Meyer, 2004).

(2) Kromatografi Kolom. Pada Kromatografi Kolom, zat penyerap (sorpsi) dimampatkan secara merata ke dalam kolom berupa tabung yang dapat terbuat dari kaca, logam atau plastik, dimana bagian bawahnya dilengkapi satu kran untuk mengendalikan laju aliran zat cair. Sebagai bahan sorpsi digunakan bahan yang


(49)

sama dengan kromatografi lapis tipis yaitu silika gel, aluminium oksida, poliamida, selulosa, selanjutnya arang aktif dan gula tepung. Sejumlah sediaan yang diperiksa diperiksa dilarutkan dengan sedikit pelarut, ditambahkan ke dalam puncak kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpas tekanan udara, masing-masing bergerak turun dengan difraksinasi dan fraksi yang mengandung zat yang sama disatukan. Adapun laju gerakan zat dipengaruhi oleh daya adsorbs zat penyerap, ukuran partikel dan luas permukaan, sifat dan polaritas pelarut, tekanan yang digunakan serta suhu system kromatografi (Roth, 2000).

2.3.3 Metode Penentuan Struktur Kimia

Spektrofotometri adalah pengukuran serapan atau emisi radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu yang monokromatis dari suatu zat baik dalam bentuk molekul atau atom. Spektrum biasanya diperoleh dengan melewatkan cahaya yang panjang gelombang tertentu melalui larutan encer suatu senyawa dalam pelarut yang sesuai dan tidak mengganggu penyerapan, misal air atau etanol (Underwood, 2002).

Untuk menentukan struktur kimia suatu senyawa dapat digunakan metode spektroskopi UV-Vis, Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FT-IR), Spektrometri Massa, dan Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (RMI).

Spektrofotometri UV-VIS yaitu pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm -380 nm) atau daerah cahaya


(50)

mengabsorbsi radiasi dalam daerah UV-Vis karena mengandung elektron yang dapat dieksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi.

Senyawa yang mengandung ikatan sigma seperti pada ikatan tunggal C-C akan tereksitasi pada panjang gelombang sangat pendek di bawah 150 nm berada di luar daerah ukur spektrofotometer sehingga tidak akan menimbulkan serapan. Senyawa memiliki elektron phi (π) (mempunyai ikatan rangkap) dan mempunyai pasangan elektron bebas lebih mudah tereksitasi dan menyerap pada panjang

gelombang yang lebih tinggi sehingga menimbulkan serapan pada

spektrofotometer. Spektrofotometri digunakan untuk menganalisis struktur dan memberikan petunjuk adanya gugus kromofor, menetapkan kadar, menggunakan serapan maksimum dari kurva absorbsi, memeriksa kemurnian, memeriksa langsung konsentrasi analit (Pare & Belanger, 1997).

Spektrofotometri Infra Red (IR) yaitu daerah radiasi spektrofotometri IR berada pada bilangan panjang gelombang 12800-10 cm-1. Umumnya daerah

radiasi IR terbagi dalam IR dekat (12800-4000 cm-1; 3,8-12 x 1014 Hz; 0,78-2,5

mikrometer), daerah IR tengah (4000-200cm-1; 3,8-12 x104 Hz, 2,5-50

mikrometer), daerah IR jauh (200-10 cm-1;60-3 x 1011Hz; 50-1000 mikrometer).

Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 4000-690 cm-1yang biasa disebut infra tengah (Khopkar, 1990)

Spektrofotometri IR mempunyai 2 macam instrument yaitu (1)

Spektrofotometer IR dispersive, adalah spektrofotometri yang menggunakan monokromator untuk memisahkan frekuensi individu yang melewati sampel sehingga absorbs dari masing-masing frekuensi dapat diukur.


(51)

(2) Spektrofotometer Fourier-transform, adalah spektrofotometri yang dalam instrumennya tidak dipisahkan radiasinya, tetapi hampir semua panjang gelombang mencapai detektor secara bersamaan yang disebut Fourier-transform, yang digunakan untuk mengubah hasil spectrum IR menjadi khas. Yang digunakan sebagai pengganti monokromator adalah interferometer yang dapat memisahkan radiasi menjadi dua bagian dan menghubungkannya kembali sehingga variasi intensitas yang keluar dapat diukur sekali. Beberapa keuntungan spektrofotometer Fourier-Transform dibandingkan dengan spektrofotometer dispersive adalah menghasilkan spektrum yang lebih cepat, resolusi yang lebih baik, dapat mengukur sampel dalam jumlah yang sangat sedikit (Silverstein, 2002).

3. Spektrometri Massa

Spektometri yang menggunakan penguraian senyawa organik dan perekaman pola fragmentasi menurut massanya. Uap cuplikan berdifusi ke dalam system spectrometer massa yang bertekanan rendah, kemudian diionkan dengan energi yang cukup untuk memutuskan ikatan kimia.

Dalam spektrometri massa reaksi pertama suatu molekul adalah ionisasi awal sebuah elektron. Hilangnya sebuah elektron menghasil ion molekul. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul dan menyebabkan terbentuknya ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh penembakan elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Umumnya spektrum massa diperoleh dengan mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion-ion yang bergerak cepat yang


(52)

dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Proses ionisasi menghasilkan partikel-partikel bermuatan positif dimana massa yang terdistribusi spesifik terhadap senyawa induk.

4. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (RMI)

Spektrometri magnetic inti (RMI) merupakan metode yang sering dipakai dalam mempelajari struktur molekul. Untuk melengkapi bagian-bagian lain dari suatu molekul organik yang tidak diketahui (unknown Compound) dapat digunaka RMI yang memberikan informasi yang berguna dalam penentuan struktur yaitu RMI 1 dimensi terdiri dari RMI proton (1H), RMI karbon (13C), DEPT

(Distortionless Enhancement by Polarization Transfer). Prinsip RMI proton adalah inti atom hidrogen mempunyai sifat-sifat magnet, bila suatu senyawa mengandung hydrogen diletakkan dalam bidang magnet yang sangat kuat dan diradiasi menggunakan radiasi elektromagnetik maka inti atom hydrogen dari senyawa tersebut akan menyerap energi melalui suatu proses absorpsi yang dikenal dengan resonansi magnet.

Penyerapan gelombang pada fenomena Resonansi Maknetik Inti RMI atau NMR (Nuclear Magnetic Resonance), Terjadi bila inti menyerah terhadap medan magnet yang digunakan untuk merubah arah orientasi spin (Silverstein, 2005).

Spektrum RMI karbon dan DEPT memberikan informasi jenis atom karbon primer (CH3), sekunder (CH2) tersier (CH), dan kuarterner (q). DEPT merupakan salah satu tipe spektra RMI karbon yang memberikan informasi jumlah karbon dari CH3, CH2, CH dan C yang diukur berdasarkan sudut pengukuran RMI karbon. Hasil penelitian DEPT pada sudut 1350 menunjukkan


(53)

bawah, Untuk mengetahui perbedaan CH3 dan CH dilakukan pengukuran pada

sudut 900.

Pergeseran Kimia (Chemical shift, δH). Pergeseran Kimia adalah parameter yang digunakan pada RMI (proton dan Karbon) yang mempunyai karakteristik untuk posisi proton dan karbon di dalam struktur kimia δH adalah pergeseran kimia untuk proton (0 – 10 ppm), δC adalah pergeseran kimia untuk Karbon (0 – 200).

Penyidikan pergeseran kimia pada RMI proton adalah spektra-spektra proton/hidrogen dari:

CH3

CH2

CH

C

CH2 & CH2

H

C & C

H

C

H &

CH3

C & C & C O

Faktor- faktor yang mempengaruhi letak pergeseran kimia (δH) adalah (1) Faktor intra molekul. -Pengarunh Induksi (Induksi melalui ikatan atau melalui induksi ruang), makin besar keelektronegatifan, makin besar δH maka CH3 δ ±1,0 ppm, (CH3)4Si= 0 ppm, CH3-I = 2,16 ppm, CH3-F = 4,26 ppm. Pengaruh resonansi CH2adalahδH ± 2 −4 ppm.

(2) Pengaruh Intra molekul, pengaruh medium isotop (pelarut). Gejala ini diakibatkan oleh adanya gaya Vander Walls dan mempunyai sekitar 0,1 ppm. Pengaruh suhu yaitu suhu yang lebih tinggi ataupun suhu yang lebih rendah,δH

0 - 100 ppm

90 - 200 ppm

160 - 200

ppm


(54)

akan berbeda dengan suhu ruang. Pengaruh anisotropi δH pada senyawa alkena lebih besar dampak yang dipengaruhi oleh faktor elektronegatifitas. CH = 9,5 -10 ppm, C-CH- = 5 - 6 ppm. Benzen = 7 - 8 ppm. Pengaruh sterik/ruang yaitu Gugus yang terletak di atas/bawah bidang ikatan rangkap, δH lebih kecil (<) dibandingkan yang terletak yang bukan tepat/ di bawah bidang.

5. RMI 2Dimensi (COSY, HMQC, dan HMBC)

Spektrum RMI 2 Dimensi seperti COSY (Correlation Spectroscopy); HMQC (Hetero Multiple Quantum Connectivity) dan HMBC (Hetero Multiple Bond Connectivity) adalah spektra turunan dari RMI 1dimensio (proton dan karbon). COSY digunakan untuk melihat korelasi antara proton dengan proton, HMQC digunakan untuk melihat korelasi proton dengan karbon, sedangkan HMBC adalah korelasi diantara proton dan karbon sampai 2 – 3 ikatan (Schraml, 1990).

2.4 Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Metode BSLT adalah metode yang sederhana dan mudah dilakukan untuk menguji senyawa bioaktif dari bahan alam dengan menggunakan larva udang

Artemia salina Leach, baik untuk uji toksisitas, insektisida dan uji awal untuk senyawa sitotoksik atau anti tumor. Penggunaan larva udang Artemia salina

Leach, untuk uji aktivitas biologi sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak saat itu metode ini banyak digunakan untuk studi lingkungan, toksisitas dan penapisan senyawa bioaktif di dalam ekstrak tanaman. Uji bioaktivitas dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach memiliki spektrum aktivitas farmakologi,


(55)

mudah dilakukan, sederhana, cepat dan tidak memerlukan biaya besar dengan tingkat kepercayaan 95%. Dalam metode BSLT, toksisitas senyawa anti tumor dinyatakan dengan nilai LC50, yaitu konsentrasi senyawa yang memberikan tingkat mortalitas sebanyak 50%. Senyawa aktif akan memberikan mortalitas tinggi. Semakin kecil nilai LC50maka semakin besar toksisitasnya.

Cara yang dilakukan sejumlah larva udang ditetaskan kemudian kedalam wadah yang berisi larva udang dimasukkan ekstrak tanaman yang akan diuji, kemudian dihitung mortalitasnya.

Dalam metode BSLT, toksisitas suatu senyawa dengan nilai LC50, yaitu

konsentrasi senyawa yang memberikan tingkat mortalitas sebanyak 50%. Senyawa aktif akan memberikan mortalitas tinggi. Semakin kecil nilai LC50 maka

semakin besar toksisitasnya. Suatu sampel dikatakan sangat toksik terhadap larva udang Artemia salinaLeach apabila mempunyai LC50< 30 μg/mL, toksik apabila mempunyai LC50 30-1000 μg/mL dan tidak toksik apabila mempunyai LC50 > 1000μg/mL (Steven,dan Russell, 1993).

2.4.1 Uji Aktivitas Penghambatan Enzimα-Glukosidase Secara In Vitro Jika skrining potensi antidiabetes berbagai ekstrak tumbuhan dengan jumlah sampel yang banyak dilakukan langsung pada hewan coba tentunya akan membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu penelitian yang cukup lama. Metode enzimatikin vitrountuk menentukan kemampuan suatu ekstrak tumbuhan menghambat aktivitas enzimα-glukosidase merupakan alternatif yang lebih cepat untuk skrining awal dan kemudian hanya ekstrak yang benar-benar berpotensi diuji dengan in vivo pada hewan percobaan (Matsui, 2001). Untuk mengetahui mekanisme kerja penghambatan enzim α-glukosidase, dapat dilakukan dengan


(56)

metode Kawanishi yaitu model penghambatan pemecahan substratp-nitrofenol-α -D-glukopiranosida menjadip-nitrofenol berwarna kuning dan glukosa. Aktivitas enzim diukur berdasarkan serapan p-nitrofenol yang dihasilkan dengan spektrofotometri UV-sinar tampak pada λ 400 nm (Matsui, 2001). Selanjutnya apabila telah dapat diketahui bahwa suatu ekstrak tanaman itu dapat memperlihatkan hambatan terhadap enzim α-Glukosidase untuk penelitian lanjutan sebagai suatu senyawa yang mempunyai bioaktivitas antidiabetik dilakukan percobaan dengan menggunakan hewan percobaan.


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Prinsip Kerja Penelitian

Sampel kulit batang raru (Vatica pauciflora Blume) diekstraksi dengan metode ekstraksi bertingkat dengan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya:

n-heksan, etil asetat, etanol 96%, dan air. Kemudian masing – masing ekstrak yang telah dipekatkan, diuji toksisitasnya (Metode BSLT), dan bioaktivitas penghambatan terhadap enzim α-glukosidase secara in vitro. Ekstrak yang mempunyai bioaktivitas paling tinggi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis, kemudian difraksinasi dengan kromatografi kolom, kemudian fraksi-fraksi yang diperoleh diuji bioaktivitasnya sebagai penghambat α-glukosidase secara in vitro. Fraksi yang paling tinggi bioaktivitasnya dilanjutkan pemurniannya hingga diperoleh isolat murni. Isolat murni ditentukan struktur kimianya dengan pengambilan data-data spektrofotometri UV-VIS, spektrofotometer Fourier-Transform Infrared (FTIR1), spektrometri Resonansi Magnetik Inti (RMI 1D,

2D(COSY, HMQC, HMBC), dan HR-MS.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Lab Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU, Laboratorium Kimia Bahan Alam Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong dan Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam (KOBA) Institut Teknologi Bandung (ITB) . Penelitian dimulai dari April 2012 sampai Maret 2013.


(58)

3.3 Bahan, Alat, dan Prosedur Penelitian 3.3.1 Bahan

Sampel yang digunakan adalah kulit batang Raru (Vatica pauciflora

Blume) yang berasal dari Tapanuli Tengah. Dan bahan Kimia yang digunakan adalahn-heksan, etil asetat, etanol 96%, air suling, kloroform, metanol, asetonitril, serium sulfat, lempeng KLT silika gel GF254, silika gel 60 mesh, sea sand, celite,

acarbose, dimetilsulfoksida (DMSO), kalium fosfat monobasa, natrium karbonat,

p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa, enzim α-glukosidase, ammonia, pereaksi Dragendorf, asam asetat anhidrat, pereaksi liberman buchard, serbuk Mg, HCl, FeCl31%, formaldehid 30%, NaOH, proteleum eter.

3.3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat refluks, corong gelas, penguap putar vakum (rotavapor), sonikator, botol kaca, penangas air, cawan petri, batang pengaduk, spatula besi, vial, timbangan analitik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, mikropipet, inkubator, bejana kromatografi, pipa kapiler, pinset, pemanas KLT, kolom kromatografi, labu erlenmeyer, gelas piala, pipet tetes, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer Fourier-transform Infrared (FTIR), spektrometri resonansi magnetik inti RMI 1 D (1H.13C dan DEPT) dan RMI 2 D

(COSY, HMQC, HMBC).

3.3.3 Prosedur Penelitian 1. Persiapan Sampel

Kulit batang raru (Vatica paucifloraBlume), dikoleksi dari hutan Tapanuli Tengah, dibersihkan dari kotoran, dan selanjutnya dikeringkan di udara terbuka


(59)

dalam ruangan sehingga tidak terkena panas matahari langsung. Setelah kering dibuat potongan kecil–kecil.

2. Ekstraksi Kulit Batang Raru (Vatica pauciflora Blume)

Ekstraksi dilakukan dengan metode Harborn (Harborn,1987). Metode yang dilakukan adalah metode ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya yaitu: n-heksan, etil asetat, etanol, dan air. Masing-masing ekstrak dikumpulkan dan diuapkan dengan menggunakan rotavapor sampai pekat (kental). Prosedur yang dilakukan adalah sebanyak 1 Kg kulit batang tumbuhan raru direfluks dengan pelarut n-heksan. Kemudian filtratnya diuapkan dengan vakum rotavapor sehingga didapat ekstrak kentaln-heksan.

Ekstraksi dilakukan berulang sampai tidak terjadi perubahan warna pada pelarut yang digunakan. Residu kemudian direfluks kembali dengan etil asetat sampai tidak terjadi perubahan warna kemudian disaring dan filtratnya dirotari evaporator disebut fraksi etil asetat. Residu dari sampel setelah direfluks etil asetat dilakukan kembali refluks dengan etanol sampai tidak terjadi perubahan warna kemudian disaring dan filtratnya dirotari evaporator disebut fraksi etanol. Residu dari sampel setelah direfluks etanol dilakukan kembali refluks dengan air sampai tidak terjadi perubahan warna kemudian disaring dan filtratnya dirotari evaporator dan residu dibuang.

3.4 Uji Antidiabetes Ekstrak Dengan Mekanisme Penghambatan Enzim α -Glukosidase Secara In Vitro(Sugiwati, 2009).

Pembuatan Larutan Dapar Fosfat 0,1 M. Untuk membuat larutan ini adalah dengan mengambil sebanyak 13,61 g kalium fosfat monobasa, ditimbang dan


(60)

dilarutkan dalam 500 mL air suling (Larutan A). Kemudian sebanyak 17,43 g kalium fosfat dibasa ditimbang dan dilarutkan dalam 500 mL air suling (Larutan B). Larutan A diambil 39 mL dan dari larutan B diambil 61 mL kemudian diencerkan hingga 200 mL dengan air suling, lalu cek pH (7,0). Pembuatan Larutan Dapar Fosfat 0,01 M dilakukan dengan mengambil sebanyak 5 mL larutan dapar fosfat 0,1 M (pH 7,0) ditambahkan dengan 45 mL air suling, selanjutnya dicek pH (7,0).

Pembuatan Larutan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa 0,5 mM dilakukan dengan mengambil sebanyak 3,1 mgp-nitrofenil-α-D-glukopiranosid, ditimbang secara seksama dan dilarutkan dalam 20 mL dapar fosfat pH 7,0.

Pembuatan Larutan Natrium Karbonat 0,2 M dilakukan dengan

mengambil sebanyak 2,12 g natrium karbonat ditimbang dan dilarutkan dalam 100 mL air suling.

Pembuatan Larutan Enzim dilakukan dengan mengambil sebanyak 1,0 mg α-glukosidase ditimbang dan dilarutkan dalam 1 mL dapar fosfat 0,01 M, kemudian larutan dipipet 12 μL dan diencerkan hingga 30 mL menggunakan dapar fosfat 0,01 M.

Pembuatan Larutan Uji dilakukan dengan membuat (1) Larutan Dengan Enzim (S1). Sejumlah sampel ekstrak ditimbang seksama sebanyak 1,0 mg

dilarutkan dalam 2 ml DMSO (500 ppm), kemudian diencerkan menjadi 50 ppm. Sejumlah 25 μL larutan sampel dipipet dan ditambahkan dengan 475 µL dapar fosfat 0,1 M pH 7,0. Sejumlah 250 μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosid 0,5 mM ditambahkan kemudian diprainkubasi di penangas air pada suhu 37°C selama 5 menit, lalu ditambahkan 250μL larutan enzim dan diinkubasi kembali pada suhu


(61)

37°C selama 25 menit. Setelah 30 menit, ditambahkan 1000μL natrium karbonat 0,2 M. Serapan dibaca pada panjang gelombang 400 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

(2) Larutan Tanpa Enzim (S0). Sejumlah sampel ekstrak ditimbang

seksama sebanyak 1,0 mg dilarutkan dalam 2 mL DMSO (500 ppm), kemudian diencerkan menjadi 50 ppm. Sejumlah 25 μL larutan sampel dipipet dan ditambahkan dengan 475 µL dapar fosfat 0,1M pH 7,0. Sejumlah 250 μL p -nitrofenil α-D-glukopiranosid 0,5 mM ditambahkan kemudian diprainkubasi di penangas air pada suhu 37°C selama 5 menit, lalu ditambahkan 250 μL dapar fosfat 0,01 M pH 7,0 dan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 25 menit. Setelah 30 menit, ditambahkan 1000 μL natrium karbonat 0,2 M. Serapan dibaca pada panjang gelombang 400 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

(3) Pembuatan Larutan Acarbose. Sejumlah 1,0 mg acarbose ditimbang seksama dan dilarutkan dalam 2 mL DMSO (500 ppm), kemudian diencerkan menjadi 50 ppm dan diperlakukan sama seperti larutan uji dengan dan tanpa menggunakan larutan enzim.

(4) Pembuatan Larutan Kontrol. Sejumlah 25 μL DMSO dipipet dan ditambahkan dengan 475 µL dapar fosfat 0,1 M pH 7,0. Sejumlah 250 μL p -nitrofenil α-D-glukopiranosid 0,5mM ditambahkan kemudian diprainkubasi di penangas air pada suhu 37°C selama 5 menit, lalu ditambahkan 250 μL larutan enzim dan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 25 menit. Setelah 30 menit, ditambahkan 1000 μL natrium karbonat 0,2 M. Serapan dibaca pada panjang gelombang 400 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.


(62)

(5) Pembuatan Larutan Blangko. Sejumlah 25 μL DMSO dipipet dan ditambahkan dengan 475 µL dapar fosfat 0,1 M pH 7,0. Sejumlah 250 μL p -nitrofenil α-D-glukopiranosid 0,5 mM ditambahkan kemudian diprainkubasi di penangas air pada suhu 37°C selama 5 menit, lalu ditambahkan 250 μL dapar fosfat 0,01 M pH 7,0 dan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 25 menit. Setelah 30 menit, ditambahkan 1000 μL natrium karbonat 0,2 M. Serapan dibaca pada panjang gelombang 400 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Cara Penetapan ditentukan melalui persentase aktivitas penghambatan (%) yang dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dimana :

C = Absorbansi aktivitas enzim tanpa sampel (kontrol-blangko)

S = Absorbansi aktivitas enzim dengan sampel (S1- S0)

Penentuan IC50 Fraksi dan Acarbose, yaitu fraksi yang paling aktif

ditentukan konsentrasi penghambatan 50% (IC50) dengan menggunakan 5 variasi

konsentrasi larutan sampel. Kontrol positif yang digunakan adalah acarbose sebagai pembanding

3.5 Pengujian Toksisitas Dengan BSLT

Pengujian toksisitas dengan menggunakan larva udang Artemia salina

Leach terhadap ekstrak kental n-heksan, etil asetat, etanol dan air. Penetasan Telur Artemia salina Leach, yaitu sejumlah lebih kurang 20 mg telur Artemia salina Leach dimasukkan ke dalam bejana penetas yang telah berisi air laut

Penghambatan = C - S

C


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adebayo A. G.2008.Inventory of antidiabetic plants in selected districts of lagos State, Nigeria. Departemen of Pharmacognosy, Faculty of Pharmacy, Olabisi Onabanjo University, Sagamu campus, Ogun State, Nigeria. Adnyana. Ketut I., Elen Yulmah., Andreanus A., Soemardji., Endang

Kumolosari., Maria Immaculata Iwo., Joseph Iskendiarso Sigit., Suwendar. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia). 2004. Unit Bidang Ilmu Farmasi FMIPA IPB Bandung Jl. Ganesa 10 Bandung 40132. Acta Pharmacentica Indonesia Vol XXIX. Aryska A. P. S. 2008. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Etanol

70% Buah Jambu Biji (Psidium guajava L) Pada Kelinci Jantan Lokal.Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiah Surakarta.

Ashton. 2006. Cotylelobium melanoxylon.IUN Red List of Thereatened species. IUCN 2006. WWW. IUCN red list org. Retivered on May 2006. Listed as Endangered (ENA 1cd + 2 cd v 2.3).

Bahar A., Tawfeq A., Jaber S.,Mossa., and Kehel T. 2005. Isolation antihipertensive activity and Structureactivity Reltionship of flavonoids from three medicinal Plants. Departemen of Pharmacology, College of Pharmacy. Saudi Arabia

Biscchoff H. 1995. The mechanism of alpha-glucosidase inhibition in the management of diabetes. Clin Invest Med 18 (4): 303-11., PMID 8549017. Dao Phan Thi Anh., Le Quan T., and Thanh Mai N.T. 2012. Some Compounds from Stem of Tetrastigma Erubescens Planch (Vitateae). Journal of Enginering Tecnology and Education

Day RA., Underwood A., 2002.Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Terjemahan Soendoro R. Jakarta Erlangga.


(2)

81 David S.P. 1989. Prinsip-prinsip Biokimia. Diterjemahkan oleh: Soendoro R.

Edisi ke dua. Universitas Airlangga. Surabya.

Dwijoseputro. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Edisi Kesebelas Djambatan Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Farmakope Indonesia.Edisi IV hal 3-16. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Despopoulos A., dan Silbernagl S. 1998. Atlas Berwarna & Teks Fisiologi. Edisi

4 rev. Jakarta: Hipocrates.

Edward J.D. 2010. Produksi senyawa Bioaktif Antidiabetes oleh Kapang endofit dari tanaman Obat Indonesia (Disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia; Hal. 1-3.

Francis S., Greenspan., John D. B. 2000.Endokrinologi Dasar & Klinik. Edisi IV. Alih bahasa dr Caroline Wijayaetal. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Ghada A. F., Fawzy.,Hossam M., Abdallah., Mohamed S.A., Marzouk., Fathy

M.,Soliman., and Amany A. 2008. Antidiabetic and Antioxidant Activities of Major Flavonoids of Cynanchum acutum L. (Asclepiadaceae) Growing in Egypt. Pharmacology Departement, National Research Center., El-Behoose St., El-Dokki. Giza. Egypt.

Gan V.H.S., dan Setiabudi R. 1980.Farmakologi dan Terapi Edisi ke 2. Bagian Farmakologi U.I. Jakarta.

Gunawan T.P. 2009. Zat Ekstraktif Kayu Raru dan Pengaruhnya Terhadap Penurun Kadar Gula Darah secara invitro. IPB Bogor.

Guyton A. C., and Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.


(3)

Hanani E. 2010. Herbal Indonesia Berkhasiat. Trubus Info Kit Vol 8.Harbone J. B. Metode Fitokimia. 1987.Penuntun cara modern Menganalisis tumbuhan.

Diterjemahkan oleh Padmawinata K dan Soediro I. Edisi kedua.Bandung: Penerbit ITB

Hedi R.D. 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Majalah kedokteran. Volum 57 N0. 7. Dept Farmakologi Fakultas Kedokteran UI Jakarta.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Diterjemahkan Oleh Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Yayasan Sarana Wano Jaya.

Ida D.R, Barus T., Wirjosentono B., dan Simanjuntak P . 2013. Aktivitas Antidiabet dan Uji Toksisitas dan Antioksidan dari Ekstrak n-Heksan, Etil Asetat, Etanol, dan Air dari Kulit Batang Raru (Vatica pauciflora

Blume). Program Studi Ilmu Kimia Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. USU Press.

Jamal A., Nasser W.A., Yaacob., Laily B., Din., Bohari M., Yamin., Jafilah Lati. 2009. Isolation of atranorin, bergenin andgoniothalamin from Hopea sangal. Bangi Selangor Malaysia: Universitas Kebangsaan Malaysia. Junichi S., Yousuke Suzuki., Yoshiharu Okuno., Hidehiko Yamaki.

2008. α-Glukosidase Inhibitor from Bergenia ligulata. Journal of Oleo Science. 57(8):431-55.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan oleh Saptorahardjo A. Jakarta UI Press.

Lotulung Puspa D.N., Fajriah S., Hanafi M., Sundowo A., Filaila E.,Identification of Antidiabetic Flavanone Compound from the Leaves of Artocarpus communis. Research Center for Chemistry, Indonesian Institut Sciences. PUSPITEK. Tangerang Banten..


(4)

83 Lucile W.B., Dzulkarnain., Saroni. 1997.Tanaman Obat Untuk Diabetes Melitus. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Markam K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan Padmawinata K. ITB. Bandung. ISBN 979-8001-21-4.

Mayer B.N., Ferrigni N.R., Putnam J.E., Jacobsen L.B., Nicolas D.E., Melaughli J.l. 1982. Brine Shrimp Lethalyti Test: A Convient General Bioassay for Active Plant Constituent. Plant Medica vol 45: P.31-4

Matsui T., Ueda T., Oki T., Sugita K., Terahara N., Matsumoto K. 2001. Alpha Glucosidase Inhibitory Action of Natural Acylated Anthocyanin. Journal Agriculture Food Chemical 49 (4).p.1948-1951.

Munawarah S., 2009. Skripsi; Pengaruh Ekstrak Kelopak Rosela (Hibiscus sabdariffa) Terhadap Peningkatan Jumlah Eritrosit Dan Kadar Hemoglobin (Hb) Dalam Darah Tikus Putih (Rattus nurvegicus) Anemia., Malang., Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Naggapa A. N., Takurdesai P. A., Venkat Rao. N., Jiwan Singh. 2003.

Antidiabetic Activity Of Terminalia Catappa Linn Fruits.Parmacology Depart Emen. Sy.C.S. College of Pharmacy.Rajasthan India.

Ngadiwiyana., Ismiyarto., Basid N., Purbowatiningrum R. S. 2001. Potensi Sinamaldehid Hsil Isolasi Minyak Kayu Manis Sebagai Senyawa Antidiabetes.Majalah Farmasi Indonesia; 22(1):9-14.

Ogundipe O. O., Moody J. O., Akiyemi T. O., and Raman A. (2003).

Hypoglicemic Potentials Of Methanolic Extracts Of Selected Plant Foods In AlloxanizedMice. http://www.springerlink.com/content/jp87971655n3m53u/ [diakses 10 Maret 2012].


(5)

Reddy K. A et al. 1999. Novel Antidiabetic And Hypolipidemic Agents Hydroxyl Versus Benzyloxy Containing Chroman Derivatives. J. Med Chem, 42, 3265-78.

Rita C. S et al.2009. Characteritation of Bergenin in Endopleura uchi Bark and its Anti Inflamatory Activity. Departemen De Quinica, Instituto de Clinicias Exatas, Universidade Federal de Americana, 690774000 Mancaus- AM, Brazili.

Roth H.J., Blaschke G., 2000. Analisis Farmasi. Diterjemahkan oleh Kisman S, Ibrahim S. Yogyakarta: Gajahmada University Press; H.1002-7

Schraml.J., Bellama. J.M. 1990. Two Dimensional NMR Spectroscopy. Jhon Willey & Sons Publication. New York. Pp 220.

Sayektiningsih T.,Ningsih M. K. 2009. Proses Perkecambahan Buah/Benih Vatica pauciflora (Korth) Blume dari pohon hutan lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan hutan tanaman; Hal

111-117.

Silverstein M., Webster F. X., Kiemle D.J. 2005. Spectronic Identification of Organic Compounds.7thed. New York: John Willey and Sons.

Sinonim.

http://www.worldagroforesttrycentre.org/sea/Products/AFDbases/WD/asps /DiplayDetail.asp?SpecID=3561

Sirait, M. 2007.Penuntun Praktikum Fitokimia dalam Farmasi Bandung.Penerbit ITB. Bandung.

Sugiwati S., Setiasih S., dan Afifah E. 2009. Antihyperglikemic Activity of The Mahkota Dewa Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boer. Leaf Extracts As An Alpha-Glukosidase Inhibitor. Universitas of Indonesia 16424.

Stahl E. 1985.Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi., Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Sudiro I., Penerbit ITB.


(6)

85 Steven M., and Molyneux R. 1993.Bioaktive Natural Products., CRC Press Boca

Raton Ann Arbor London Tokyo. 1985. H 3-14

World Health Organization (WHO). 2005.Quality Control Methods For Medical Plant Materials.Geneva.

Widyastuty. 2013. Sistematika Produk Metabolit Sekunder, Alami Indonesia Sebagai Bahan Obat Herbal Menggunakan Pendekatan Metabolomik.,

http//repository.ipb.ac.id/handle/123456789/13356

Wijaya H., Rahminiwati M., Wu M. C., Lo D.2011. Inhibition ofα-Glukosidase and α-Amylase Activities of Some Indonesian Herbs; In Vitro Study. PF-324. The 12thAfifah SEAN FOOD CONFERENCE. Bangkok. Thailand. William R. A. D., Lambert P. A., and P. Singleton., 1996., Antimicrobial Drug