18
2.2.2 Pentingnya Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah
Meski selain glukosa, lemak dan protein dapat juga digunakan sebagai sumber energi, namun keberadaan glukosa sangatlah penting karena secara
normal glukosa merupakan satu-satunya bahan makanan yang dapat digunakan oleh otak, retina, epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk
menyuplai jaringan tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa darah harus dipertahankan
untuk mencukupi nutrisi yang dibutuhkan. Perlunya konsentrasi glukosa harus dijaga karena: 1 glukosa dapat
menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan, akan dapat mengakibatkan
timbulnya dehidrasi sel. 2 Tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya glukosa dalam air seni. 3 Hilangnya glukosa melalui
urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit. 4 Peningkatan jangka panjang glukosa darah
dapat menyebabkan kerusakan pada banyak jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular akibat diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan berakibat
pada peningkatan resiko terkena serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, dan kebutaan Guyton, and Hall, 2007.
2.2.3 Diabetes Melitus DM
Diabetes melitus adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
Universitas Sumatera Utara
19 insulin atau berkurangnya efektivitas biologis dari insulin atau keduanya.
Menurut Francis, and Baxter, 2000, terdapat dua tipe utama Diabetes Melitus yaitu sebagai berikut:
2.2.3.1 Diabetes Melitus Tipe I Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Diabetes tipe I diyakini terjadi akibat infeksi atau gangguan toksik dari lingkungan yang merusak sel-sel B pankreas pada individu yang memiliki
predisposisi genetik di mana sistem kekebalan tubuh yang agresif akan menghancurkan sel-sel B pankreas saat mengatasi agen invasif.
Pada Diabetes Melitus tergantung insulin, terjadi gangguan katabolik dimana tidak ada insulin dalam sirkulasi, glukosa plasma meningkat, dan sel-sel B
pankreas gagal berespons terhadap rangsang insulinogenik. Tanpa adanya insulin, ketiga jaringan sasaran insulin hati, otot dan lemak tidak hanya gagal mengambil
zat-zat gizi yang telah diabsorbsi sebagai mana mestinya, bahkan juga terus melanjutkan mengeluarkan glukosa, asam amino, dan asam lemak ke dalam aliran
darah dari depot cadangannya masing-masing. Lebih jauh, perubahan dalam
metabolisme lemak mengarah pada pembentukan dan akumulasi benda-benda keton.
2.2.3.2 Diabetes Melitus Tipe II Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus tipe II merupakan sindroma resistensi insulin. Faktor- faktor yang mengurangi respons terhadap insulin adalah
1 Penghambat prareseptor yaitu antibodi insulin, 2 Penghambat reseptor yaitu Autoantibodi
reseptor insulin dan Down-regulation reseptor akibat hiperinsulinemia. 3
Universitas Sumatera Utara
20 Penghambat post-reseptor yaitu Respons yang buruk dari organ-organ sasaran
utama yaitu obesitas, penyakit hati, inaktivitas otot dan kelebihan hormonal yaitu glukokortikoid, hormon pertumbuhan, agen-agen kontrasepsi oral, progesterone,
somatomamotropin korion manusia, katekolamin, dan tiroksin. Tipe diabetes mellitus digambar seperti gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5. Ilustrasi Tipe Diabetes Melitus Despopoulos, dan Silbernagl, 1998
2.2.4 Enzim α-Glukosidase
Enzim α- glukosidase memiliki nama kimia α-D-glukosida glukohidrolase
merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa di dalam usus halus manusia. Enzim ini membantu dalam pemecahan rantai polisakarida pada ikatan
α 1-6 pada setiap titik percabangan yang tidak dapat dipecahkan oleh enzim
fosforilase. Produk dari aktivitas enzim ini adalah polimer α 1-4 tak bercabang
dan satu glukosa. Reaksi ini terjadi setelah aktivitas glikogen phosporilase dan glikogen transferase terjadi.
Universitas Sumatera Utara
21 Pada reaksi inhibisi test
α- glukosidase dapat terlihat antihiperglikemia pada setiap ekstrak tanaman yang mempunyai aktivitas antihiperglikemia dimana
pada penelitian ini enzim α-glukosidase menghidrolisis p-nitrofenil α-D-
glukopiranosida menjadi paranitrofenol yang berwarna kuning dari glukosa
Sugiwati, 2009
Gambar 2.6. Reaksi Enzimatik α-Glukosidase dan p-nitrofenil α-D glukopiranosa.
Perkembangan yang terus meningkat pada ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia biokimia dan kedokteran, memberikan dampak pada penemuan
senyawa baru yang dapat menghambat α-glukosidase secara tepat guna dan cepat.
Senyawa ini disebut dengan inhibitor α glukosidase IAG, IAG tidak mencegah
absorbsi karbohidrat dan gula kompleks, tetapi menghambat absorbsinya. Acarbose dan miglitol adalah inhibitor sama memperlambat pemecahan
disakarida, yang mempunyai aplikasi yang sangat luas, seperti informasi
mekanisme kerja enzim α-glukosidase. Hal ini dapat terjadi karena bentuk dan
fungsi senyawa IAG yang mirip terhadap enzim α-glukosidase.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2.5 Inhibisi Enzim α-glukosidase