untuk penetapan kadar sefaleksin baik dalam bentuk murni senyawa baku maupun dalam berbagai macam sediaan obat. Metode penetapan kadar sefaleksin inilah yang
kemudian dijadikan dasar untuk penetapan kadar sefadroksil dalam penelitian ini. Dari beberapa metode analisis yang pernah dilakukan, Makchit et al. 2006
mengemukakan bahwa metode yang paling banyak dilakukan adalah metode spektrofotometri, karena metode ini sederhana, cepat, tidak bersifat merusak, dan
tidak terlalu mahal. Makchit et al. 2006 melakukan penelitian tentang penetapan kadar sefadroksil secara sequential injection
dengan menggunakan spektrofotometer detektor. Metode tersebut didasarkan pada pembentukan warna merah sebagai hasil
reaksi antara sefadroksil dengan 4-aminoantipirin dalam suasana basa dengan adanya kalium heksasianoferat III yang kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 510 nm.
B. Asetilaseton
Asetilaseton atau CH
3
.CO.CH
2
.CO.CH
3
merupakan cairan jernih tidak berwarna atau berwarna kuning lemah, mudah terbakar dan berbau harum.
Asetilaseton larut dalam air; dapat campur dengan etanol 95 P, kloroform P, aseton, eter P, dan asam asetat glasial. Asetilaseton memiliki bobot molekul BM
100,211 dan mengandung tidak kurang dari 98 C
5
H
8
O
2
Anonim, 1995.
H
3
C C
C H
2
C CH
3
O O
Gambar 4. Struktur asetilaseton
C. Formaldehid, Formalin, dan Paraformaldehid
Formaldehid merupakan suatu reagensia yang berbentuk gas. Formaldehid lebih mudah disimpan dalam bentuk larutan atau sebagai suatu polimer padat.
Formaldehid yang disimpan dalam bentuk larutan disebut formalin, sedangkan formaldehid yang disimpan dalam bentuk polimer padat disebut paraformaldehid
Fessenden dan Fessenden, 1994. Dalam penelitian ini, reagensia yang akan digunakan adalah formalin yang
mengandung 38 formaldehid dan 7-15 metanol dalam air Fessenden dan Fessenden, 1994.
Formalin merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, dan memiliki bau menusuk. Jika disimpan di tempat dingin akan
berubah menjadi keruh. Larutan formalin dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95 P. Sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, pada suhu di atas 20
o
. Formalin memiliki BM = 30,03 dan mengandung CH
2
O tidak kurang dari 34,0 dan tidak lebih dari 38,0 Anonim, 1979. Formalin dapat digunakan sebagai reagensia, bahan penghilang bau, dan sebagai bahan
pengawet Fessenden dan Fessenden, 1994. Pada gambar 5 berikut dapat dilihat struktur kimia dari formaldehid,
formalin, dan paraformaldehid.
H C
H O
H C
H O
+ H
2
O
CH
2
OCH
2
OCH
2
OCH
2
O
Formaldehid Formalin
Paraformaldehid
Gambar 5. Struktur formaldehid, formalin, dan paraformaldehid
D. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel UV-Vis
1. Definisi spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri serapan adalah pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan atom atau molekul dari suatu zat kimia. Pengukuran serapan
dapat dilakukan pada daerah ultraviolet panjang gelombang 190-380 nm dan pada daerah cahaya tampak panjang gelombang 380-780 nm Anonim, 1995.
Secara umum, spektrofotometri UV-Vis dibagi menjadi dua metode, yaitu direct spectrophotometry UV-Vis dan indirect spectrophotometry UV-Vis. Pada
direct spectrophotometry, serapan didasarkan pada ikatan rangkap terkonjugasi yang terdapat pada senyawa tersebut. Pada indirect spectrophotometry, pengukuran
serapan dapat dilakukan setelah senyawa mengalami reaksi kimiawi atau modifikasi gugus kromofor Schirmer, 1982.
2. Konsep dasar radiasi elektromagnetik
Panjang gelombang cahaya ultraviolet ataupun sinar tampak yang diserap suatu senyawa bergantung pada mudahnya terjadi promosi elektron pada senyawa
tersebut. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang
memerlukan energi yang lebih sedikit untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang Fessenden dan Fessenden, 1994.
Menurut Mulja dan Suharman 1995, kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi. Rumusan
energi yang dimiliki foton dinyatakan sebagai: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
E = h . v = h .
c
λ
= h . c .
v
..................................... 1
Keterangan: E
= energi yang diserapan J h
= konsatanta Planck sebagai faktor pembanding = 6,63 x 10
-27
erg.detik atau 6,63 x 10
-34
Joule detik v
= frekuensi radiasi Hz c =
kecepatan cahaya
= 3 x 10
10
cmdetik λ
= panjang gelombang cm v
= bilangan gelombang cm
-1
3. Tipe transisi elektron
Serapan molekuler pada daerah UV-Vis tergantung dari struktur elektron suatu molekul. Penyerapan radiasi di daerah UV-Vis dapat terjadi karena molekul
tersebut mempunyai elektron baik berpasangan maupun sendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi Skoog, 1985.
Ada tiga macam transisi elektron yang dapat terjadi pada suatu molekul, yaitu:
a. Transisi σ → σ. Pada transisi tipe ini, suatu elektron di dalam orbital
molekul bonding akan dieksitasikan ke orbital antibonding sehingga molekul berada dalam keadaan excited state
σ. Untuk mengeksitasikan elektron yang berada pada suatu ikatan kovalen tunggal terikat kuat orbital
σ diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek. Oleh karena itu, serapan maksimum yang
disebabkan oleh transisi ini tidak pernah teramati pada daerah ultraviolet .
Dengan demikian, tidak ada diskusi yang memberikan uraian yang jelas mengenai tipe
serapan pada transisi ini Skoog, 1985. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Transisi n → σ. Senyawa-senyawa yang jenuh mengandung atom-
atom dengan elektron-elektron tak berpasangan elektron nonbonding mempunyai kemampuan untuk mengadakan transisi n
→ σ. Pasangan elektron bebas tersebut akan dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi karena elektron nonbonding
tidak terikat kuat seperti elektron bonding transisi σ → σ, sehingga serapannya
terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Oleh karena itu, transisi ini memerlukan energi yang lebih kecil daripada transisi
σ → σ Skoog, 1985.
c. Transisi n → π dan π → π. Umunya penggunaan spektroskopi pada
senyawa-senyawa organik didasarkan pada transisi n dan π ke excited state π.
Energi yang dibutuhkan cukup rendah yaitu pada daerah sekitar 200-700 Skoog, 1985.
Diagram tingkat energi elektronik dapat dilihat pada gambar 6 berikut:
σ Anti bonding
π Anti bonding
E n Non bonding
π Bonding σ Bonding
Gambar 6. Diagram tingkat energi elektronik Mulja dan Suharman, 1995
4. Interaksi molekul dengan radiasi elektomagnetik
Radiasi elektromagnetik dapat berinteraksi dengan molekul dalam berbagai macam cara. Jika interaksinya menghasilkan transfer energi dari sumber radiasi
kepada molekul maka dinamakan serapan Pecsok et al., 1976. Agar dapat menyerap radiasi UV-Vis, suatu molekul membutuhkan gugus yang dinamakan
kromofor Skoog, 1985. Gugus kromofor merupakan gugus dari suatu molekul yang bertanggung jawab terhadap serapan radiasi UV-Vis. Suatu senyawa yang memiliki
gugus kromofor dinamakan kromogen Christian, 2003. Pada gambar 7 berikut dapat dilihat beberapa contoh gugus kromofor dan panjang gelombang serapan
maksimumnya.
C H
C H
R C
O H
R C
O R
Nitro Nitrit
NO
2
ONO N
N Ethilena
Keton
Aldehida
Azo
Benzena
Kromofor
λ
maksimum 190
195
270-285 210
280-300
285-400 210
220-230 300-400
285-400 184
202 255
Gambar 7. Contoh gugus kromofor Christian, 2003
Pada pengukuran serapan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dibicarakan juga mengenai gugus auksokrom yang merupakan gugus
fungsional yang memiliki elektron valensi nonbonding yang memberikan intensitas serapan pada daerah UV jauh 100-190 nm dengan transisi n
→ σ Pecsok et al., PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1976. Auksokrom tidak dapat menyerap radiasi sendiri dan biasanya gugus ini terikat pada kromofor Christian, 2003. Adanya gugus auksokrom yang terikat pada
gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita serapan ke arah panjang gelombang yang lebih panjang pergesaran batokromik yang seringkali tidak selalu
disertai adanya peningkatan intensitas efek hiperkromik Mulja dan Suharman, 1995.
5. Analisis kuantitatif spektrofotometri UV-Vis
Besarnya serapan radiasi dari suatu sistem serapan dengan panjang gelombang monokromatik dapat dijelaskan melalui hukum Lambert Bouguer dan
hukum Beer. Menurut hukum Lambert, intensitas cahaya yang ditransmisikan menurun secara eksponensial sesuai dengan kenaikan tebal zat penyerap. Hukum
Beer menyatakan bahwa intensitas cahaya yang ditransmisikan menurun secara eksponensial sesuai dengan kenaikan konsentrasi zat penyerap Fell, 1986.
Kombinasi dari kedua hukum ini menghasilkan hukum Lambert-Beer yang menyatakan hubungan antara logaritma intensitas sinar yang masuk dan sinar yang
keluar sebagai fungsi tebal dan konsentrasi zat penyerap, dirumuskan sebagai berikut
Log IoI = A = a.c.b ..........................................2
Keterangan Io = intensitas energi yang mencapai cuplikan
I = intensitas pancaran yang dikeluarkan dari cuplikan A = serapan
a = daya serap c = konsentrasi larutan
b = tebal kuvet
Fell, 1986 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Watson 1999, nilai daya serap a dapat dinyatakan sebagai , sehingga persamaan hukum Lambert-Beer dapat ditulis menjadi:
1 1cm
A
A = .c.b ................................................3
1 1cm
A
Keterangan: A = serapan
1 1cm
A
= serapan jenis c = konsentrasi
b = tebal kuvet
1 1cm
A
merupakan serapan dari larutan dengan konsentrasi 1 bv pada kuvet setebal 1 cm.
Menurut Anonim 1995 analisis kualitatif zat tunggal secara spektrofotometri dilakukan dengan pengukuran nilai serapan pada panjang
gelombang serapan maksimum atau dilakukan pengukuran transmitan T pada panjang gelombang serapan maksimum. Menurut Pecsok et al. 1976, pengukuran
serapan pada panjang gelombang serapan maksimum akan memberikan sensitivitas dan akurasi yang baik. Selain itu, didapatkan juga serapan yang relatif konstan dan
memberikan kurva kalibrasi yang linear. Ada empat cara pelaksanaan analisis kuantitatif zat tunggal menurut Mulja
dan Suharman 1995, yaitu: a. Membandingkan serapan atau T. Serapan atau T zat yang dianalisis
dibandingkan dengan reference standard pada panjang gelombang serapan maksimum. Persyaratannya adalah pembacaan nilai serapan sampel dan reference
standard tidak jauh berbeda.
As x Cs = Ar.s x Cr.s ......................................4
Keterangan : As = serapan larutan sampel
Cs = konsentrasi larutan sampel Ar.s = serapan larutan reference standard
Cr.s = konsentrasi reference standard
b. Kurva baku. Dengan menggunakan kurva baku dari larutan reference standard dengan pelarut tertentu pada panjang gelombang serapan maksimum,
dibuat grafik sistem koordinat Cartesius dengan serapan sebagai ordinat dan konsentrasi sebagai absis. Kemudian, nilai serapan sampel dimasukkan ke persamaan
kurva baku untuk mendapatkan konsentrasi sampel. c. Menghitung nilai serapan larutan sampel. Nilai serapan larutan sampel
pada pelarut dan dibandingkan dengan serapan zat yang dianalisis tertera pada buku resmi.
maks 1
1cm
λ .
A
d. Menghitung daya serap molar. Perhitungan daya serap molar sama dengan cara menghitung nilai serapan larutan sampel hanya saja pada perhitungan
daya serap molar lebih tepat karena melibatkan BM. ε =
................................................5
1 1
cm 1
10 BM.
. A
−
Keterangan: ε = daya serap molar
1 1cm
A
= serapan jenis BM = bobot molekul
6. Penyimpangan hukum Beer
Penyimpangan hukum Beer menurut Willard et al.1988, penyimpangan hukum Beer dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Penyimpangan konsentrasi larutan. Hukum Beer hanya berlaku pada larutan yang encer Apabila larutan yang digunakan terlalu pekat, maka daya serap
akan dipengaruhi oleh nilai indeks bias larutan. Hubungan antara daya serap dan nilai indeks bias larutan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a = a
sesungguhnya
2 2
2 +
η η
…………………………. 6 Keterangan: a adalah daya serap dan
η adalah indeks bias larutan. Pada konsentrasi 0,001 M atau kurang, indeks bias larutan relatif konstan tetapi pada
konsentrasi tinggi indeks bias ternyata berubah dan mempengaruhi nilai daya serap. b. Penyimpangan instrumen. Penyimpangan ini terjadi karena adanya
keterbatasan pada kemampuan filter atau monokromator dalam menghasilkan cahaya yang benar-benar monokromatik.
c. Penyimpangan kimia. Penyimpangan kimia dari hukum Beer disebabkan karena adanya perubahan kesetimbangan kimia atau fisis dari zat yang
dianalisis. Perubahan kesetimbangan ini dapat terjadi karena zat yang dianalisis mengalami disosiasi atau reaksi dengan pelarut, sehingga dihasilkan produk dengan
spektrum serapan yang berbeda.
7. Kesalahan fotometrik
Ketidaktepatan dan ketidaktelitian pembacaan intensitas sinar yang sampai pada detektor digambarkan sebagai nilai kesalahan fotometrik. Ketepatan fotometrik
berkurang pada nilai serapan rendah maupun pada nilai serapan tinggi. Pada serapan yang rendah, intensitas sinar yang ditransmisikan baik ada maupun tidak ada sampel
hampir sama sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan sangat besar. Hal tersebut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena ada keterbatasan kepekaan detektor. Pada serapan yang tinggi, intensitas sinar yang sampai pada detektor sangat rendah sehingga tidak dapat diukur dengan tepat
Pecsok et al., 1976. Untuk pembacaan serapan A atau transmitan T pada daerah terbatas,
kesalahan penentuan kadar hasil analisis dinyatakan sebagai:
C C
Δ
=
T log
4343 ,
x
T T
Δ
…………………………. 7 ΔT adalah nilai rentang skala transmitan terkecil dari alat yang masih dapat terbaca
pada analisis dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Nilai ΔT untuk setiap
spektrofotometer UV-Vis biasanya bervariasi 0,2-1 dan selalu dicantumkan sebagai spesifikasi instrumen. Dari rumus tersebut di atas dapat diperhitungkan
kesalahan pembacaan A atau T pada analisis dengan metode spektrofotometer UV- Vis. Pembacaan A 0,2-0,8 atau T 15-65 akan memberikan prosentase
kesalahan analisis yang dapat diterima yaitu sebesar 0,5-1 untuk ΔT = 1 Mulja
dan Suharman, 1995.
8. Penggunaan spektrofotometri UV-Vis dalam metode analisis
Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa. Menurut Mulja dan Suharman 1995, analisis kualitatif
dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai untuk data sekunder atau data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode spektofotometri UV-Vis
yang dapat ditentukan ada dua yaitu : a. pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.
b. penentuan panjang gelombang serapan maksimum Mulja dan Suharman, 1995. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Mulja dan Suharman 1995, analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
a. analisis kuantitatif penetapan zat tunggal analisis satu komponen. b. analisis kuantitatif penetapan campuran dua macam zat analisis dua komponen.
c. analisis kuantitatif penetapan campuran tiga macam zat atau lebih analisis multi komponen.
Penggunaan spektrofotometri serapan dalam perkembangannya dapat diperluas dengan adanya zat berwarna baik yang terbentuk dari asalnya maupun
akibat bereaksi dengan zat lain. Menurut Fell 1986, reaksi warna akan menambah selektivitas dan sensitivitas dari suatu senyawa bila dibandingkan pengukurannya
secara spektrofotometri UV. Reaksi tersebut umunya digunakan sebagai modifikasi serapan molekul suatu senyawa sehingga dapat dideteksi pada daerah tampak.
Menurut Vogel 1987, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam reaksi warna adalah kespesifisikan zat warna, kesebandingan antara warna dengan konsentrasi,
kestabilan warna yang dihasilkan, reprodusibilitas, kejernihan larutan yang dihasilkan, dan kepekaan yang tinggi dari reaksi warna.
E. Parameter Validitas dan Kategori Metode Analisis
1. Parameter validitas metode analisis
Validasi metode analisis adalah suatu prosedur yang digunakan untuk membuktikan apakah suatu metode analisis memenuhi persyaratan yang ditentukan
atau tidak Anonim, 2005. Ada beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis, yaitu:
a. akurasi suatu metode merupakan keterdekatan hasil pengukuran dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali
recovery analit yang ditambahkan Anonim, 2005. Berikut adalah kriteria penerimaan akurasi berdasarkan kadar analit Yuwono dan Indrayanto, 2005 :
Tabel I. Kriteria penerimaan akurasi pada konsentrasi analit yang berbeda Kadar analit
Rata-rata perolehan kembali
100 98-102
≥ 10 98-102
≥ 1 97-103
≥ 0,1 95-105
0,01 90-107
Akurasi untuk kadar obat yang besar adalah 95-105 sedangkan untuk bioanalisis rentang 80-120 masih bisa diterima Mulja dan Hanwar, 2003.
b. presisi adalah derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diperoleh dari pengambilan sampel yang berulang dari suatu sampel yang homogen
dengan menggunakan suatu metode analisis. Presisi biasanya dinyatakan dengan coefficient of variation CV atau relative standard deviation RSD Anonim, 2005.
Menurut Anonim 2005, presisi terdiri dari 3 macam, yaitu: 1 Reproducibility adalah keseksamaan metode bila analisis dikerjakan di
laboratorium yang berbeda. 2
Intermediate precision adalah keseksamaan metode jika analisis dikerjakan di laboratorium yang sama pada hari yang berbeda atau analis yang berbeda atau
peralatan yang berbeda. 3
Repeatability adalah keseksamaan metode jika analisis dilakukan oleh analis yang sama dengan peralatan yang sama pada interval waktu yang pendek.
Berikut adalah kriteria penerimaan presisi berdasarkan kadar analit Yuwono dan Indrayanto, 2005 :
Tabel II. Kriteria penerimaan presisi pada konsentrasi analit yang berbeda Kadar analit
CV
100 1,3
≥ 10 2,7
≥ 1 2,8
≥ 0,1 3,7
0,01 5,3
Unttuk bioanalisis nilai CV 15-20 masih dapat diterima Mulja dan Hanwar, 2003. c. spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mengukur
dengan akurat respon analit diantara seluruh komponen sampel potensial yang ada dalam matrik sampel. Spesifisitas metode analisis ditentukan dengan
membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil degradasi, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, atau pembawa placebo dengan hasil analisis
sampel tanpa penambahan bahan-bahan tersebut Anonim, 2005. d. detection limit adalah konmsentrasi terkecil analit dalam sampel yang
dapat dideteksi, tetapi tidak perlu untuk diukur. Menurut dokumen ICH, pendekatan dilakukan dengan membandingkan respon pengukuran antara sampel dengan
blangko. Rasio signal-to-noise yang diterima adalah 2:1 atau 3:1 Anonim, 2005. e. quantitation limit adalah pengukuran secara kuantitatif untuk
konsentrasi terkecil yang diukur dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima di bawah kondisi percobaan yang ditetapkan dengan metode tersebut. Menurut
dokumen ICH, pendekatan dilakukan dengan membandingkan respon pengukuran antara sampel dengan blangko. Rasio signal-to-noise yang diterima adalah 10:1
Anonim, 2005. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
f. linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel dengan rentang yang ada. Untuk memperoleh linearitas antara respon analit dengan konsentrasi, data penelitian
yang diperoleh harus dimasukkan ke dalam persamaan matematika, untuk memperkirakan besarnya derajat linearitas Anonim, 2005. Persyaratan data
linearitas yang dapat diterima adalah jika memenuhi nilai koefisien korelasi r 0,999 atau nilai variasi fungsi Vx
≤ 2 Mulja dan Hanwar, 2003. g.
range suatu metode analisis diartikan sebagai interval antara kadar terendah sampai tertinggi analit yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan
metode analisis tertentu dan menghasilkan ketelitian dan ketepatan, dan linearitas yang mencukupi Anonim, 2005.
2. Kategori metode analisis
Parameter analisis yang diperlukan untuk validasi dapat bervariasi tergantung pada kategori prosedur analisis. Menurut Anonim 2005
ada empat macam kategori prosedur analitik, yaitu:
a. kategori I, meliputi metode analisis untuk kuantifikasi komponen mayor substansi bahan baku obat atau bahan aktif termasuk pengawet dalam sedían obat
jadi. b. kategori II, meliputi metode analisis untuk penentuan pengotor dalam
substansi bahan baku obat atau senyawa degradasi dalam sedían obat jadi, termasuk pengukuran kuantitatif dan uji batas limit test.
c. kategori III, meliputi metode analisis untuk penentuan sifat-sifat fisik lain obat seperti uji disolusi dan uji pelepasan.
d. kategori IV, meliputi metode analisis untuk uji identifikasi. Untuk masing-masing kategori prosedur analisis diperlukan parameter
analisis yang berbeda. Parameter-parameter yang diperlukan untuk metode analisis dapat dilihat pada tabel III berikut.
Tabel III. Parameter analisis yang diperlukan untuk kesahihan pengukuran Anonim, 2005 Kategori II
Parameter analisis Kategori
I Kuantitatif
Uji batas Kategori
III Kategori IV
Accuracy ya
Ya Tidak
Precision ya
Ya Tidak
Ya Tidak
Specificity ya
Ya Ya
Ya Detection limit
tidak Tidak
Ya Tidak
Quantitation limit tidak
Ya Tidak
Tidak Linearity
ya Ya
Tidak Tidak
Range ya
Ya Tidak
= mungkin diperlukan tergantung dari jenis uji
F. Landasan Teori
Dalam penelitian Patel et al. 1992, gugus amin primer pada sefaleksin bereaksi dengan hasil kondensasi antara 2 mol asetilaseton dan 1 mol formalin yang
menghasilkan warna kuning. Intensitas warna inilah yang kemudian diukur serapannya pada daerah panjang gelombang sinar tampak. Dengan dasar penelitian
tersebut, sefadroksil yang memiliki kemiripan struktur dengan sefaleksin diharapkan dapat ditetapkan kadarnya dengan metode spektrofotometri visibel menggunakan
pereaksi asetilaseton dan formalin dengan prinsip reaksi yang sama dengan sefaleksin.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah metode spektofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan
formalin memenuhi parameter validasi yang baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori metode analisis yang pertama, sehingga
parameter-parameter yang akan diamati adalah akurasi, presisi, spesifisitas, dan linearitas.
G. Hipotesis