16
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai kajian pustaka yang memuat teori-teori yang mendasari penelitian ini, kerangka berpikir dalam penelitian ini terkait dengan
kajian pustaka, dan penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan ini.
A. Kajian Pustaka
Pada sub bab ini peneliti membahas hakekat matematika, proses belajar matematika, teori Van Hiele, pendekatan saintifik, tinjauan materi, dan
perangkat pembelajaran.
1. Hakekat Matematika
James dan James dalam Ruseffendi, 1993: 27, mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain yang terbagi ke dalam beberapa bidang, antara lain aljabar, analisis, dan geometri. Johnson
dan Rising 1972 yang dikutip oleh Ruseffendi 1993: 27 mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang
logik dan pengetahuan struktur yang terorganisasikan, sifat-sifat atau teori- teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang
didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya.
Menurut Ruseffendi 1993: 150 dan Herman Hudoyo 1980:10, suatu sistem deduktif dimulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan yang disebut
unsur-unsur primitif karena unsur-unsur yang tidak didefinisikan ini
eksistensinya diakui ada, tetapi susah untuk dapat dinyatakan dengan suatu kalimat yang tepat, ke unsur-unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau
postulat kemudian disusun dalil-dalil, di mana dalil itu setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum. Komponen-komponen ini membentuk
suatu sistem yang saling berhubungan dan terorganisasikan dengan baik. Pembuktian yang digunakan adalah pembuktian deduktif. Karena itu
matematika sering disebut ilmu deduktif. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan
hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis dan berkenaan dengan konsep-konsep abstrak Herman Hudoyo, 1980 : 11. Dalam
matematika obyek dasar yang dipelajari adalah abstrak, obyek-obyek itu merupakan obyek pikiran. Obyek dasar itu meliputi fakta, konsep, operasi atau
relasi, dan prinsip Soedjadi, 1999:13-15. Dari obyek dasar ini dapat disusun suatu pola dan struktur matematika.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang meliputi fakta, konsep, operasi atau relasi, dan
prinsip yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif.
2. Proses belajar matematika
Belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif Muhibbin Syah, 1995: 91. Winkel 1989: 36, mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilakan perubahan-perubahan dalam pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif dan berbekas.
Dengan belajar diharapkan seseorang mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, tidak terampil menjadi terampil, tidak paham menjadi paham.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena kematangan. Menurut Herman Hudoyo 1988: 1 belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang
dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung dan terjadi
dalam diri seseorang karena pengalaman.
Proses belajar matematika dapat dimaksudkan sebagai interaksi antar siswa dengan topik-topik matematika, sehingga interaksi itu menyebabkan
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, terutama tingkah laku yang terjadi dalam diri siswa dalam penguasaan matematika. Penguasaan
matematika dapat diperoleh dengan siswa aktif melibatkan diri dengan segala pemikiran, perhatiannya tercurah pada materi yang sedang dipelajari,
mendengarkan penjelasan guru, berusaha memahami konsep-konsep, prinsip- prinsip, dan berlatih soal-soal. Apabila terjadinya proses belajar itu baik, dapat
diharapkan hasil atau prestasi belajar siswa akan baik pula. Dengan demikian
terjalin interaksi aktif antara subyek dengan lingkungannya.
Konsep-konsep dalam matematika itu tersusun secara hierarkis mulai dari yang mendasar atau mudah sampai yang paling sukar. Konsep-konsep
matematika yang lebih tinggi tidak mungkin dipelajari bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari. Karena kehierarkisan
matematika itu, maka belajar matematika harus berurutan. Belajar yang
terputus-putus akan mengganggu proses pemahaman. Proses belajar matematika kaan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara
kontinu.
Jean Piaget
mengemukakan teori
belajar yang
mencakup perkembangan intelektual seseorang. Trianto 2010: 70-71 mengemukakan
bahwa menurut Jean Piaget, seorang anak maju melalui empat periode perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu periode sensorimotor,
pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap periode ini berbeda dan tidak
ada individu yang melompati salah satu dari periode tersebut. Herman Hudoyo 1988: 45-46 mengungkapkan periode perkembangan menurut Jean Piaget
sebagai berikut.
a. Sensorimotor 0-2 tahun
Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan
meraba obyek. b.
Pra-operasional 2-7 tahun Pada periode ini anak di dalam berpikirnya tidak didasarkan kepada
keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika.
c. Operasi konkrit 7-11 tahun
Pada periode ini anak dalam berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini disebut juga operasi konkrit. Operasi konkrit
hanya menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-konkrit yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam
mengambil kesimpulan yang logik dari pengalaman-pengalaman khusus. d.
Operasi formal 11 tahun ke atas Periode ini merupakan tahap terakhir dari keempat periode perkembangan
menurut Piaget. Periode operasi formal ini disebut juga operasi hipotetik- deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan kognitif
seseorang. Anak pada periode ini sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan
gagasan dalam
cara berpikirnya.
Anak mampu
menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks daripada anak di periode operasi konkrit.
Proses belajar matematika tidak dapat terputus atau melewati tahapan berikutnya, karena matematika adalah suatu yang hirarkis, maka belajar
matematika harus berurutan. Periode perkembangan kognitif menurut Jean Piaget juga menunjukkan kehierarkisan. Periode perkembangan tidak dapat
melalui periode selanjutnya. Peneliti berangkat dari teori ini berdasarkan teori perkembangan intelektual menurut Piaget dalam belajar matematika pada
materi bangun ruang sisi datar yaitu pada usia 11 tahun ke atas siswa sudah berada pada operasi formal. Oleh karena itu teori Van Hiele adalah teori yang
tepat dalam geometri sesuai tahapan berpikir siswa pada kelas VIII SMP.
3. Teori Van Hiele
Teori Van Hiele merupakan salah satu teori psikologi pembelajaran dengan aliran psikologi kognitif yang menguraikan tahap-tahap perkembangan
mental anak dalam geometri. Van Hiele mengemukakan bahwa ada tiga unsur utama dalam
pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode pembelajaran jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir anak pada tingkatan yang lebih tinggi.Bila ketiga tersebut tercapai maka akan membantu proses perkembangan berpikir peserta didik.
Van de Walle 2008: 35 menyatakan bahwa ada lima alasan geometri sangat penting untuk dipelajari. Pertama, geometri membantu seseorang
memiliki apresiasi yang utuh tentang dunianya, geometri dapat dijumpai dalam sistem tata surya, formasi geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman,
binatang sampai pada karya seni arsitektur dan hasil kerja mesin. Kedua, eksplorasi geometrik dapat membantu mengembangkan ketrampilan
pemecahan masalah. Ketiga geometri memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya. Keempat, geometri digunakan oleh banyak orang
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kelima, geometri penuh dengan tantangan dan menarik.
Ada 5 tahap berpikir geometri menurut Van Hiele. Lima tahapan tersebut mulai dari tahap 0 hingga tahap 4 yang tingkatannya sesuai dengan
tahapan ber pikir siswa secara berurtutan Nur’aeni, 2008: 127-128. Walle
2008, 151-154 menjabarkan tahapan dalam teori Van Hiele yaitu visualisasi, analisis, deduksi informal, deduksi, dan akurasi.yaitu sebagai berikut :
1. Tahap 0 Pengenalan visualisasi
Pada tahap ini siswa mulai mengenali gambar-gambar geometri melalui pengamatan saja. Siswa memandang bangun geometri sebagai suatu
keseluruhan. Siswa mampu mengenal nama-nama bangun namun belum dapat mengetahui sifat dari masing-masing bangun maupun ciri-ciri dari
setiap bangun Walle 2008, 151-152. Contoh kegiatan siswa pada tahap ini siswa sudah mengerti limas itu seperti pyramid namun belum
mengetahui sifat-sifatnya. Siswa
menggunakan prorotipe-prototipe visual untuk mengidentifikasi bangun.
2. Tahap 1 Analisis
Pada tahap ini siswa sudah mampu mengenali sifat-sifat dari setiap bangun geometri, tetapi siswa belum mampu melihat hubungan antara bangun
yang satu dengan yang lain Walle 2008, 152-153. Tahap ini sering disebut juga tahap deskriptif. Pada tahap ini siswa sudah mengenal sifat
yang dimiliki. Contoh kegiatan siswa pada tahap ini siswa dapat mendeskripsian
suatu bentuk
geometri secara
eksplisi dengan
menggunakan sifat bendanya. 3.
Tahap 2 Pengurutan Deduksi Informal Pada tahap ini kemampuan siswa terhadap kemampuan pemahaman
geometri sudah lebih meningkat lagi Walle 2008, 153-154. Siswa sudah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan
berpikir deduktif, siswa juga sudah mampu mengurutkan. Namun kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Tahap pengurutan ini
ada juga yang menyebut tahap abstraksi. Contoh kegiatan siswa pada tahap ini siswa dapat mengetahui apa hubungan antara balok dan prisma dan
menggunakan definisi saat menjelaskan hubungan antara balok dan prisma.
4. Tahap 3 Deduksi
Pada tahap ini siswa sudah mampu mengambil kesimpulan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju
hal yang bersifat khusus Walle 2008, 153-154. Siswa telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
disamping unsur-unsur yang didefinisikan. Contoh kegiatan siswa pada tahap ini siswa sudah mengetahui dalil atau teorema mengenai bangun
ruang sisi datar. 5.
Tahap AkurasiRigor Pada tahap ini siswa sudah mampu memahami aspek-aspek formal dari
deduksi, seperti pembentukan dan pembandingan sistem matematika Walle 2008, 153-154. Contoh kegiatan siswa pada tahap ini adalah siswa
sudah mulai mampu menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip- prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap akurasi ini
merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk di
bangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap ini.
Van Hiele menyebutkan ada beberapa fase pembelajaran dalam geometri. Kemajuan dari satu tingkatan berpikir menuju tingkatan berpikir
selanjutnya tergantung pada pengalaman belajar masing-masing siswa, namun pengalaman belajar ini dapat pula menghambat kemajuan tingkat
berpikir siswa jika ia menerima tahapan yang salah atau tidak semestinya. Nur’aeni 2008: 129 menjabarkan tahapan model pembelajaran Van Hele
sebagai berikut : a.
Informasi Pada tahap ini guru mengidentifikasi segala hal yang sudah ataupun yang
belum diketahui oleh siswa Nur’aeni, 2008: 129. Guru melibatkan siswa-siswa dalam kegiatan tentang topik yang akan dipelajari untuk
mengetahui pengetahuan dan bagaimana mereka menafsirkan bahasa yang terkandung dalam topik itu serta menjelaskan mengapa mereka
mempelajari topik tersebut. b.
Orientasi Terpadu Siswa mulai mempelajari objek-objek pembelajaran dan tugas-
tugas yang distrukturkan secara cermat dan teliti Nur’aeni, 2008: 129. Siswa-siswa menerka topik secara aktif melalui yang telah disusun dengan
teliti oleh guru untuk mengenali objek-objek dari mana ide-ide geometri diabstrakkan.
c. Eksplisitasi
Siswa mulai menggambarkan objek-objek ide geometri, hubungan, pola dan sebagainya yang telah ia pelajari Nur’aeni, 2008:
129. Siswa-siswa menyatakan apa yang telah dipelajari seperti ciri-ciri bentuk geometri dengan menggunakan bahasa sendiri, kemudian guru
memperkenalkan istilah geometri yang berkaitan dan menggalakkan siswa menggunakan dalam perkataan dan penulisan geometri.
d. Orientasi Bebas
Pada tahap ini siswa diarahkan untuk memecahkan masalah dengan caranya sendiri Nur’aeni, 2008: 129. Siswa mengaplikasikan apa yang
telah dipelajari untuk menerapkan tugas kompleks yang memerlukan pelbagai strategi penyelesaian.
e. Integrasi
Siswa-siswa meringkas apa yang telah dipelajari dengan menggunakan istilah geometri yang berkaitan untuk membentuk gambaran
menyeluruh tentang objek tersebut. Pada tahap ini siswa telah memperoleh pemikiran baru bagi topik yang dipelajari dan mereka dapat mengulangi
fase-fase pembelajaran itu di tahap pemikiran berikutnya. Berdasarkan paparan di atas, teori Van Hiele adalah suatu teori tentang
tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat yang lebih rendah.
Teori ini memuat lima tingkat berpikir siswa dalam geometri yang utama secara berurutan yaitu : tahap 1 visualisasi, tahap 2 analisis, tahap 3
abstraksi, tahap 4 deduksi formal, tahap 5 rigor atau keakuratan. Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van
Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase langkah, yaitu ;
informasi information, orientasi terpadu directed orientation, penjelasan explication, orientasi bebas free orientation, dan integrasi integration.
4. Pendekatan Saintifik
Kurniasih 2014: 29 menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses ilmiah, sehingga pembelajaran kurikulum 2013 SMP mengamanatkan
pendekatan saintifik atau ilmiah scientific approach dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan
hipotesis, mengumpulkan data, dan mengomunikasikan konsep yang telah ditemukan. Tujuannya untuk membuat peserta didik menyadari bahwa
pengetahuan dapat berasal dari mana saja dan kapan saja tidak bergantung pada guru. Oleh karena itu, guru sebaiknya dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang dapat mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui pengamatan mandiri. Menurut Sudarwan dalam
Majid, 2012: 194, pendekatan saintifik memiliki ciri-ciri yang menonjol, yaitu pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Menurut Abdul Majid 2014: 2-3 pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam
membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya, mencobamengumpulkan
data, mengasosiasi,
dan
mengkomunikasikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik pendekatan saintifik, yaitu 1 berpusat pada peserta
didik, 2 melibatkan ketrampilan proses sains, 3 melibatkan proses-proses pengetahuan yang baik dalam mengarahkan perkembangan intelek peserta
didik, khususnya ketrampilan berpikir tingkat tinggi, dan 4 dapat mengembangkan karakter peserta didik.
Majid 2012: 193 menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan menerapkan suatu proses ilmiah. Dalam pendekatan
yang menggunakan proses ilmiah, para ilmuwan lebih mengutamajan penalaran induktif daripada penalaran deduktif. Penalaran deduktif lebih
melihat fenomena yang umum terjadi yang kemudian dapat ditarik kesimpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif melihat fenomena yang tidak
umum yang kemudian ditarik kesimpulan secara menyeluruh. Menurut Kurniasih 2014: 53-56, pendekatan saintifik sebagai proses pembelajaran
disusun agar peserta didik dapat secara aktif memahami konsep dan prinsip melalui beberapa langkah yang akan dijelaskan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 2.1 Pendekatan saintifik
Langkah Pembelajaran dengan
Pendekatan Saintifik Kegiatan Belajar
Kompetensi yang Dikembangkan
Mengamati Membaca,
mendengar, menyimak, melihat, tanpa
atau dengan alat Melatih
kesungguhan, ketelitian, mencari informasi
Menanya Mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak
dipahami dari apa yang diamati
atau pertanyaan
untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati mulai dari
pertanyaan faktual sampai ke Mengembangkan kreativitas,
rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran
kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepan jang
hayat
pertanyaan yang
bersifat hipotesis
Mengumpulkan informasieksperimen
Melakukan eksperimen
membaca sumber lain selain buku
teks, mengamati
objekkejadian, aktivitas,
wawancara dengan
narasumber Mengembangkan sikap teliti,
jujur, sopan, menghargai pendapat
orang lain,
kemampuan berkomunikasi, menerapkan
kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang
dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat
Mengasosiasikanme- ngolah informasi
a. Mengolah
informasi yang sudah dikumpulkan
baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkaneksperim en maupun hasil dari
kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan
informasi
b. Pengolahan
informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman
sampai kepada
pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi
dari berbagai
sumber yang memiliki pendapat yang berbeda
sampai kepada
yang bertentangan
Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan,
kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan
kemampuan berpikr induktif serta
deduktif dalam
menyimpulkan
Mengomunikasikan Menyampaikan
hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis
secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis,
mengungkapkan pendapat
dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan sintifik dalam pembelajaran pada penerapan kurikulum 2013 adalah pendekatan dalam
pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun
pengetahuan melalui metode ilmiah untuk mendorong siswa lebih mampu melalui tahapan mengamati, menanya, mencobamengumpulkan data, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan.
5. Tinjauan Materi : Bangun Ruang Sisi Datar
Polihedron adalah benda padat yang dibatasi oleh bidang-bidang yang saling berpotongan Jacobs, 1974: 586. Sedangkan Coxeter 1961: 148
mengatakan, polihedron seperti contoh polihedron sisi-n di mana n adalah bilangan bulat dapat digambarkan sebagai daerah yang dibatasi oleh bidang
yang tertutup oleh jumlah garis berhingga, garis interior sepenuhnya berada pada satu sisi dari setiap garis. Dudeja Madhavi 2014: 166
mengemukakan bangun ruang terbentuk dari bangun datar seperti segitiga, persegi, persegi panjang, poligon, lingkaran, dan sebagainya. Rangkaian
bangun datar tersebut menempati ruang dalam tiga dimensi yaitu panjang, lebar dan tinggi. Sedangkan Marsigit 2009: 176 mengemukakan bangun
ruang merupakan bangun yang memiliki ruang yang dibatasi oleh beberapa sisi dan disebut juga dengan bangun tiga dimensi. Bangun ruang sisi datar
adalah bangun ruang yang hanya memiliki sisi datar saja Dudeja Madhavi, 2014: 167. Sehingga dari uraian itu dapat disimpulkan, bangun ruang sisi
datar adalah suatu bangun ruang dimana sisi yang membatasi bangun tersebut berbentuk bidang datar.
1. Kubus
Menurut Slavin Crisoniso 2005: 173, kubus adalah prisma segiempat beraturan yang memiliki panjang, lebar, dan tinggi yang sama.
Marsigit 2009: 207 kubus adalah prism segi empat beraturan yang semua sisi tegak dan alasnya berbentuk persegi. Sukino 2008: 46 menyatakan
kubus adalah bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi yang bentuk dan ukurannya sama. Berdasarkan uraian tersebut kubus adalah
bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang sama dan sebangun. Kubus memiliki 6 sisi, 12 rusuk, dan 8 titik sudut. Berikut adalah gambar
dari kubus ABCD.EFGH.
Gambar 2.1 Kubus ABCD.EFGH Unsur-unsur kubus ABCD.EFGH adalah sebagai berikut:
1 Sisi
Sisi kubus adalah bidang yang membatasi kubus. Kubus memiliki 6 buah sisi yang berbentuk persegi sama besar. Gambar 2.1
menunjukkan sisi- sisi kubus yaitu bidang ABCD,BCGF, CGHD, ADHE, ABFE,
dan EFGH. 2
Rusuk Rusuk kubus adalah garis potong antara dua sisi bidang kubus.
Rusuk pada kubus terlihat seperti kerangka yang menyusun kubus. Kubus mempunyai 12 buah rusuk seperti pada gambar 2.1 yaitu AB,
BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan HE.
3 Titik Sudut
Titik sudut kubus adalah perpotongan antaara dua buah rusuk. Pada gambar 2.1 kubus memiliki 8 titik sudut yaitu sudut A, sudut B,
sudut C, sudut D, sudut E, sudut F, sudut G, dan sudut H. 4
Diagonal Bidang Diagonal bidang kubus adalah ruas garis yang menghubungkan
dua buah titik sudut yang saling berhadapan didalam satu sisi kubus. Pada gambar 2.1 Kubus mempunyai 12 buah diagonal bidang, yaitu
AF, EB, DG, CH, BG, FC, AH, ED, EG, FH, AC, dan BD.
5 Diagonal Ruang
Diagonal ruang kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua buah titik sudut yang saling berhadapan di dalam suatu ruang
kubus. Kubus mempunyai 4 buah diagonal ruang yaitu AG, BH, EC, dan FD pada gambar 2.1
6 Bidang Diagonal
Bidang diagonal adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk sejajar di dalam bangun ruang, Salah satu contoh bidang diagonal
dalam kubus pada gambar 2.1 adalah bidang BGHF yang terbentuk dari dua rusuk sejajar, yaitu BF dan DH serta dua diagonal bidang
yaitu BD dan FH. Luas Permukaan Kubus
L
p kubus
= 6 r
2
; dengan r merupakan panjang rusuk kubus Volume Kubus
V
kubus
=
= r
3
2. Balok
Menurut Slavin Crisoniso 2005: 168, balok adalah bangun ruang yang alasnya berbentuk persegi panjang dan tingginya sejajar
dengan alas. Balok adalah sebuah prisma segiempat beraturan yang bidang alasnya berbentuk persegi panjang Marsigit, 2009: 192. Sedangkan
menurut Dudeja Madhavi 2014: 168 balok adalah bangun ruang yang dibatasi oleh tiga pasang sisi berbentuk persegi panjang yang masing-
masing pasangnya sama dan sebangun. Berdasarkan uraian tersebut balok adalah prisma yang memiliki alas persegi panang. Balok memiliki 6 sisi,
12 rusuk, dan 8 titik sudut
Gambar 2.2 Balok ABCD.EFGH Berdasarkan gambar balok ABCD.EFGH di atas, maka unsur-unsur
balok adalah sebagai berikut. 1
Sisi Sisi balok adalah bidang yang membatasi balok. Sisi balok
berjumlah 6 buah yang berbentuk perpanjangan sama besar, yang ABCD, BCGF, CGHD, ADHE, ADFE,
dan EFGH pada gambar balok 2.2.
2 Rusuk
Rusuk balok adalah garis potong antara dua sisi bidang balok. Rusuk balok ada 12 buah, yaitu AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH,
EF, FG, GH, dan HE pada gambar balok 2.2.
3 Titik sudut
Titik sudut balok adalah titik perpotongan antara dua buah rusuk pada balok. Pada gambar 2.2 titik sudut balok berjumlah 8 buah,
yaitu sudut A, sudut B, sudut C, sudut D, sudut E, sudut F, sudut G, dan sudut H..
4 Diagonal bidang
Diagonal bidang balok adalah ruas garis yang menghubungkan dua buah titik sudut yang saling berhadapan di dalam satu sisi balok.
Balok mempunyai 12 buah diagonal bidang, yaitu AF, EB, DG, CH, BG, FC, AH, ED, EG, FH, AC,
dan BD pada gambar 2.2 5
Diagonal ruang Diagonal ruang balok adalah ruas garis yang menghubungkan
dua buah titik sudut yang saling berhadapan di dalam suatu ruang balok. Balok mempunyai 4 buah diagonal ruang yaitu, AG, BH, EC,
dan FD pada gambar 2.2 6
Bidang dagonal Bidang diagonal adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk
sejajajar di dalam bangun ruang. Salah satu bidang diagonal dalam balok pada gambar 2.2 adalah bidang BDHF yang terbentuk dari dua
rusuk sejajar yaitu BF dan DH serta dua diagonal bidang yaitu BD dan FH
. Luas Permukaan Balok
L
p balok
= 2p l + p t
Volume Balok V
balok
=
3. Prisma
Herman Hudoyo 2008: 110 mengatakan prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang sejajar. Dua bidang itu dinamakan
bidang alas dan bidang atas. Menurut Slavin Crisoniso 2005: 173, dua bidang yang saling sejajar satu sama lain disebut bidang alas dan bidang
atas prisma. Bidang alas dan bidang atas pada prisma kongruen satu sama lain. Menurut Marsigit 2009: 176 prisma adalah bangun ruang yang
dibatasi oleh dua bidang sejajar yang saling kongruen dan beberapa bidang lain yang memotong kedua bidang tersebut menurut garis-garis yang
sejajar. Dudeja Madhavi 2014: 169 mengemukakan, prisma adalah bangun ruang yang sisi alas dan sisi atasnya merupakan segi banyak, yang
dihubungkan dengan sisi tegak dengan sisi tegak. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh
dua bidang sejajar dan kongruen yaitu bidang alas dan atas, serta bidang lain yang memotong kedua bidang tersebut menurut garis-garis yang
sejajar Sifat-sifat prisma adalah sebagai berikut.
1. Bentuk alas dan tutup prisma kongruen.
2. Sisi-sisi tegak prisma berbetuk persegi panjang.
3. Prisma memiliki rusuk tegak.
4. Ukuran diagonal bidang pada sisi yang sama, besarnya sama.
Salah satu contoh prisma adalah prisma segitiga ABC.DEF pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.3 Prisma segitiga ABC.DEF Bagian-bagian prisma segitiga ABC.DEF pada gambar 2.3 tersebut yaitu :
1. Sisi prisma segitiga berjumlah 5 buah yaitu, ABC, DEF, ABED,BECF,
dan ACFD. 2.
Rusuk prisma segitiga berjumlah 9 buah yaitu AB, BE, AC, AD, BE, CF, DE, EF,
dan DF. 3.
Titik sudut prisma berjumlah 6 buah yaitu sudut A, sudut B, sudut C, sudut D, sudut E, dan sudut F.
4. Diagonal bidangnya adalah AE, DB, BF, EF, AF, dan DC.
5. Contoh bidang diagonalnya adalah BDF.
Luas Permukaan Prisma L
p prisma
= luas alas + luas total sisi tegak Volume Prisma
V
prisma
= inggi
4. Limas
Menurut Slavin Crisoniso 2005: 173, limas adalah bangun ruang sisi datar yang memiliki satu bidang segi-n dan bidang lainnya
berbentuk segitiga yang bertemu di satu titik. Dudeja Madhavi 2014: 170 mengemukakan, limas adalah bangun ruang yang dibentuk dengan
menghubungkan titik-titik sudut dari alasnya dengan suatu titik yang terletak di luar akas tersebut. Sedangkan menurut Marsigit 2009: 198
limas adalah sebuah bangun yang dibatasi oleh sebuah daerah segi banyak dan daerah segitiga. Menurut Sukino 2006: 340 limas merupakan bangun
datar yang selimutnya terdiri atas bangun datar segitiga dengan satu titik persekutuan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa limas
adalah bangun ruang yang memiliki satu bidang sebagai alas, sedangkan bidang lainnya berbentuk segitiga yang bertemu pada satu titik puncak.
Penamaan limas sesuai dengan bentuk alas limas sebagai berikut : 1.
Semua sisi limas berbentuk segitiga dan bertemu di satu titik puncak. 2.
Diagonal alas limas panjangnya sama. Salah satu contoh limas adalah limas segiempat T.ABCDF pada
gambar berikut.
Gambar 2.4 Limas segiempat T.ABCD
Berdasarkan limas segiempat T.ABCD pada gambar 2.4, bagian-bagian limas segiempat antara lain sebagai
1. Sisi limas segiempat berjumlah 5 buah, yaitu ABCD, TAB, TBC, TCD,
dan TAD. 2.
Rusuk limas segiempat berjumlah 8 buah yaitu TA, TB, TC, TD, TD, AB, BC, BD,
dan AD. 3.
Titik sudut limas segiempat berjumlah 5 buah yaitu, sudut T, sudut A, sudut B, sudut C, sudut D.
4. Digonal bidang limas segiempat adalah AC dan BD.
5. Bidang diagonal limas segiempat adalah TAC dan TBD
Luas Permukaan Limas
L
p
limas
= 2 luas alas + luas bidang tegak
Volume Limas V
limas
= Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bangun ruang
sisi datar adalah suatu bangun ruang dimana sisi yang membatasi bagian dalam atau luar berbentuk bidang datar. Bangun ruang sisi datar yang
dipelajari siswa kelas VIII SMP meliputi kubus, balok, prisma, dan limas. Materi yang akan dikembangkan dalam perangkat pembelajaran ini adalah
prisma dan limas.
6. Perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan media atau saran yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
Serangkaian perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas Suhadi dalam Andi, 2008: 1.
Menurut Trianto 2010: 201 perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan.
Trianto 2010: 96 mengungkapkan bahwa perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan dalam pengelolaan proses pembelajaran. Perangkat
pembelajaran meliputi silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, Lembar Kerja Siswa LKS, bahan ajar, dan penilaian. Berdasarkan pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan untuk proses pembelajaran berupa silabus, RPP, LKS, bahan
ajar, dan penilaian. Perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut.
a. Silabus
Menurut Trianto 2010: 201 silabus adalah rencana pembelajaran sederhana pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup
kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus tersebut
digunakan untuk memudahkan pembuatan RPP. Sejalan dengan Trianto, Hosnan 2014: 99 berpendapat bahwa silabus merupakan acuan dalam
menyusun kerangka pembelajaran untuk setiap mata pelajaran.
Jadi, menurut pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa silabus adalah acuan dalam membuat kerangka pembelajaran untuk sertiap
mata pelajaran atau tema tertentu. b.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP RPP adalah pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan Trianto, 2010: 214. Skenario kegiatan tersebut dibuat sesuai tujuan pembelajaran yang mengacu
pada indikator. Rencana pelaksanaan pembelajaran memiliki komponen- komponen penting yaitu standar inti, standar kompetensi, indikator, tujuan,
materi pokok, langkah-langkah pembelajaran, sumber pembelajaran, alat dan bahan, dan penilaian. Hosnan 2014: 99 berpendapat bahwa RPP
adalah rencana kegiatan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau lebih. RPP tersebut merupakan turunan dari silabus sebagai pedoman dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
RPP adalah pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk satu kali pertemuan atau lebih.
c. Lembar Kegiatan Siswa LKS
LKS adalah panduan siswa yang berfungsi membantu siswa dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran Trianto, 2010: 222. Hidayat
2013: 8 mengungkapkan bahwa LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai sarana pendukung pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan-kegiatan di
dalam LKS perlu disesuaikan dengan perkembangan siswa sehingga siswa
mudah memahami isi dari LKS tersebut. Oleh karena itu kegiatan dalam LKS perlu dilaksanakan oleh siswa untuk meningkatkan pemahaman dalam
membentuk kompetensi yang ingin dicapai. d.
Bahan Ajar Trianto 2010: 227 mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah buku
untuk memandu siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memuat materi, konsep-konsep, ataupun informasi-informasi yang berisi masalah kehidupan
sehari-hari. Hidayat 2013:62 mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah segala hal yang ditawarkan kepada siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulan
bahwa bahan ajar merupakan segala hal yang ditawarkan kepada siswa dalam bentuk materi, konsep, ataupun informasi yang berisi masalah
kehidupan sehari-hari untuk mencapai tujuan pembelajaran. e.
Penilaian Akbar 2010: 88 berpendapat penilaian merupakan proses memberi
nilai berdasarkan hasil pengukuran dengan kualitas nilai tertentu. Guru dapat membuat rubrik dan kunci jawaban dengan pedoman penskoran dalam
memberikan penilaian kepada proses dan hasil belajar siswa. Trianto 2010: 252 mengungkapkan bahwa penilaian merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa. Ada beberapa aspek dalam penilaian yaitu aspek
spiritual, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kegiatan-kegiatan tersebut
dapat dilakukan secara sistematis sehingga menjadi informasi yang berkmakna dalam mengambil keputusan. Berdasarkan pendapat-pendapat di
atas maka penilaian merupakan proses memberi nilai untuk mengukur seberapa jauh aspek spiritual, sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa.
Perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan dalam penelitian ini meliputi silabus, RPP, LKS, bahan ajar, dan penilaian.
B.
Penelitian yang Relevan
Penelitian pengembangan
perangkat pembelajaran
yang mengakomodasi teori Van Hiele merupakan hal yang relatif baru, sehingga
sumber penelitian yang relevan yang diperoleh masih sedikit. Berikut ini penelitian relevan yang sesuai dengan penelitian pengembangan perangkat
pembelajaran dan teori Van Hiele. Pertama, penelitian pengembangan berupa skripsi skripsi: tidak
diterbitkan yang berjudul “Pengembangkan Perangkatan Pembelajaran Materi Prisma Berdasarkan Teori Van Hiele untuk Siswa Kelas V SD
” yang dilakukan oleh Rindi Winda Pranita 2015. Penelitian ini menghasilkan
produk perangkat pembelajaran yang memiliki skor rerata 3,53 dengan kategori sangat baik.
Kedua, penelitian mengenai teori Van Hiele berupa skripsi skripsi: tidak diterbitkan yang berjudul “Penggunaan Teori Pembelajaran Van Hiele
Untuk Meningkatkan Tingkat Dan Kualitas Berpikir Siswa Kelas V SD Negeri Timbulharjo pada Pokok Bahasan Bangun Datar
” yang dilakukan oleh Maria Anggarani 2010. Penelitian ini menghasilkan peningkatan berpikir
siswa setelah pembelajarannya menggunakan teori Van Hiele. Kedua penelitian tersebut mendasari peneliti untuk mengembangkan
sebuah perangkat pembelajaran yang mengakomodasi teori Van Hiele pada materi prisma dan limas untuk siswa kelas VIII SMP. Relevansi dari
penelitian tersebut adalah pada penelitian pertama telah digunakan teori Van Hiele untuk meningkatkan kualitas berpikir siswa pada kelas V SD. Hasilnya
pun menunjukkan kualitas berpikir siswa meningkat berdasarkan tahap berpikir geometri menurut Van Hiele. Oleh karena itu peneliti ingin
menggunakan teori Van Hiele pada materi geometri di kelas menengah pertama yaitu di kelas VIII SMP. Pada penelitian kedua teori Van Hiele
digunakan sebagai dasar pengembangan perangkat pembelajaran pada materi prisma di kelas V SD. Perangkat yang dihasilkan juga pada kategori sangat
baik. Peneliti mengakomodasi teori Van Hiele dalam materi prisma dan limas namun pada siswa SMP. Berdasarkan dua penelitian tersebut peneliti
mengembangkan perangkat mengakomodasi teori Van Hiele pada siswa kelas VIII SMP materi prisma dan limas. Kemudian peneliti menggunakan
pendekatan saintifik dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang mengakomodasi teori Van Hiele ini. Pendekatan saintifik digunakan terkait
implementasinya dalam kurikulum 2013.
C. Kerangka Berpikir