Interferensi lapisan tipis
10.14 Interferensi lapisan tipis
Cahaya yang jatuh pada lapisan tipis juga dapat menimbulkan fenomena interferensi. Berkas cahaya yang dipantulkan pada permukaan atas selaput dan permukaan bawah selaput dapat berinterferensi. Posisi sudut interferensi instruktif dan konstruktif bergantung pada panjang gelombang cahaya. Akibatnya, jika cahaya putih dijatuhkan pada selaput tipis maka cahaya pantul tampak berwarna-warna seperti diilustrasikan pada Gambar 10.65(a) dan (b).
10.14.1 Lapisan tipis Seragam
Sekarang kita analisis secata materiamtis fenomena interferensi cahaya oleh lapisan tipis seragam. Untuk membantu pembahasan, kita lihat Gambar 10.65(c). Lapisan tipis dengan ketebalan d dan memiliki indeks
bias n 2 berada di dalam mediaum dengan indeks bias n 1 . Mediaum dengan indeks bias n 1 misalnya udara sedangkan lapisan tipis dapat berupa lapisan
sabun. Kita juga misalkan bahwa n 2 >n 1 .
Cahaya dating dari mediam n 1 menuju medium n 2 dengan sudut dating d . Misalkan fase cahaya gelombang tepat saat menyentuh bidang batas atas dua medium adalah 0 . Pada bidang batas dua mediaum tersebut, sebagian cahaya mengalami pemantulan dan sebagian mengalami pembiasan.
i. Karena cahaya dipantulkan oleh medium dengan indeks bias lebih besar maka cahaya pantul mengalami pembalikan fase sebesar .
Akibatnya, fase cahaya tepat setelah dipantulkan menjadi 0 .
ii. Cahaya yang mengalami pembiasan tidak mengalami pembalikan ii. Cahaya yang mengalami pembiasan tidak mengalami pembalikan
(a)
(b)
(c)
A x
Gambar 10.65 Cahaya yang dipantulkan oleh dua permulaan lapisan tipis dapat mengalami interferensi. (a) dan (b) adalah interferensi cahaya oleh lapisan sabun sehingga tampak berwarna seperti pelangi. (c) perambatan cahaya pada lapisan tipis: sebagian ada yang langsung dipantulkan di permukaan pertama, sebagian ada yang diabiaskan ke dalam lapisan lalu dipantukan di lapisan kedua kemudian kembali dibiaskan ke meduam semula.
iii. Perubahan fase cahaya yang masuk ke medium n2 kemudian balik ke medium n1 setelah nenempuh lintasan 2s semata-mata karena jarak tempuh tersebut. Jarak tempuh geometri adalah 2s. Karena panjang iii. Perubahan fase cahaya yang masuk ke medium n2 kemudian balik ke medium n1 setelah nenempuh lintasan 2s semata-mata karena jarak tempuh tersebut. Jarak tempuh geometri adalah 2s. Karena panjang
kembali ke medium n 1 (titik B) adalah
0 / n 2
4 sn 2
Dengan demikian, fase cahaya yang dibiaskan dan tepat sampai kembali di bitang batas pertama (titik B) menjadi
4 sn 2
Jelas dari Gambar 10.65(c) bahwa d / s cos b , atau
s cos b
Dan fase gelombang kedua saat mencapi titik B menjadi
4 dn 2
0 cos b
iv. Cahaya hasil pembiasan saat di titik B akan berinterferensi dengan cahaya yang langsung mengalami pemantulan saat berada di titik A (kedua titik tersebut berada pada satu garis yang tegak lurus arah rmbat cahaya). Pada titik A, cahaya yang lengsung mengalami pemantulan telah menempuh jarak sebesar
x h sin b
Tetapi ( h / 2 ) / d tan b atau h 2 d tan b sehingga. Panjang Tetapi ( h / 2 ) / d tan b atau h 2 d tan b sehingga. Panjang
( 2 d tan b ) sin b
4 n 1 d tan b sin b
Dengan demikaian, fase cahaya yang langsung dipantulkan oleh bidang batas pertama saat mencapat titik A adalah
4 n 1 d tan b sin b
Dari persamaan (10.59) dan (10.60) maka beda fase dua gelombang menjadi
4 dn 2
4 n 1 d tan b sin b
0 cos b
cos
n 2 n 1 sin b (10.61)
Dari persamaan (10.61) kita akan menentukan kondisi terjadinya interrensi konstruktif dan destruktif.
Interferensi konstruktif
Berdasarkan persamaan (10.61) maka interfernsi konstruktif terjadi Berdasarkan persamaan (10.61) maka interfernsi konstruktif terjadi
n 2 n 1 sin b 2 m
0 cos b
Atau
n 2 n 1 sin b 2 m 1 (10.62)
0 cos b
di mana m adalah bilangan bulat positif atau negative. Interefensi konstruktif menyebabkan warna tampak pada film. Jadi, warna yang kelihatan pada film adalah gelombang yang mengalami interferensi konstruktif.
Interferensi destruktif
Berdasarkan persamaan (10.61) maka interfernsi destruktif terjadi jika beda fase merupakan kelipatan ganjil dari , atau
n 2 n 1 sin b ( 2 m 1 )
0 cos b
Atau
n 2 n 1 sin b 2 m (10.63)
0 cos b
di mana m adalah bilangan bulat positif atau negative. Interefensi destruktif menyebabkan warna hilang dari pancaran film. Jadi, warna yang tidak kelihatan pada film adalah gelombang yang mengalami interferensi destruktif.
Gelombang datang sejajar normal. Kita tinjau kasus khusus di mana gelombang datang tegak lurus permukaan selaput. Gelombang datang sejajar normal tidak bermakna bahwa arah datang gelombang benar-benar sejajar dengan garis normal pada permukaan film, namun bisa juga gelombang yang arahnya hampir sejajar dengan garis normal. Dalam
mkondisi demikian maka kita dapat melakukan pendekatan d 0 dan b 0 . Dengan demikian sin b 0 dan cos b 1 . Dengan demikian, mkondisi demikian maka kita dapat melakukan pendekatan d 0 dan b 0 . Dengan demikian sin b 0 dan cos b 1 . Dengan demikian,
4 dn 2
Jadi, spectrum yang mengalami interferensi konstruktif adalah yang memiliki panjang gelombang
4 dn 2
dan interferensi destruktif terjadi jika
4 dn 2
Jadi, spectrum yang mengalami interferensi destruktif adalah yang memiliki panjang gelombang
4 dn 2
Contoh 10.9
Gelembung sabun tampak berwarna hijau ( = 540 nm) ketika diamati dari depan. Berapakah ketebalan minimum selaput sabun? Indeks
bias selaput adalah n 2 = 1,35.
Jawab
Terjadi interferensi konstruktif untuk cahaya hijau. Berdasarkan persamaan (10.64), kita dapat menulis
Ketebalan minimum bersesuaian dengan m = 0, yaitu
min
= 100 nm
10.14.2 Cincin Newton
Salah satu pengamatan yang terkenal terkait dengan interferensi lapisan tipis adalah pengamatan cincin Newton. Interferensi dalkam bentuk cincin-cincin tersebut pertama kali diamati oleh Newton. Jika kita memiliki jurung-juring bola yang terbuat dari kaca dan diletakkan di atas kaca datar maka antara permukaan bola terbentuk ruang udara yang ketebalannya nol pada titik kontak lalu ketebalan bertambah ketika bergerak makin keluar. Pada posisi dekat titik kontak maka ketebalan lapisan udara tersebut sangat tipis sehingga lapisan udara dapat dipandang sebagai film tipis. Dengan demikian, lapisan udara tersebut dapat menghasilkan interferensi. Namun, karena ketebalan lapisan bergantung pada jarak dari pusat bola, maka pola interferensi yang dihasilkan akan berbentuk cincing-cincing dengan jari-jari yang berbeda.
Cincin Newton sangat tipis dan sangat rapat sehingga sulit diamati dengan mata langsung. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan mengarahkan lensa objektif mikroskop ke titik sentuh juring-juring bola dengan kaca datar. Gambar 10.66(a) adalah skema percobaan cincin Neswton dan Gambar 10.66(b) adalah cincin Newton yang teramati. Mari kita lakukan analisis secara matematis terbentuknya cincin Newton.
Fenomene cincin Newton bersifat terbalik dengan lapisan tipis yang diilustrasikan pada Gambar 10.67. Pada Gambar 10.67, lapisan tipis memiliki indeks bias lebih besar daripada sekelilinginya (udara). Pada cincin Newton, justru lapisan tipis (udara) memiliki indeks bias lebih kecil daripada sekelilingnya (kaca). Kiat akan fokuskan pada cahaya yang datang tegak lurus lapisan (sudud datang nol).
Perhatikan cahaya yang jatuh di titi A pada Gambar 10.67. Sebagian cahaya diantulkan dan sebagian dibiaskan. Jika kita hanya mengamati lokasi di sekitar sumbu maka dudut datang cahaya terhadap normal mendekati nol dan sudut bias pun mendekati nol. Dengan asumsi ini maka cahaya yang datang vertikal akan masuk ke lapisan udara secara vertikal juga dan kembali ke posisi semula dalam arah vertikal.
(a)
(b)