Konservasi landform agak datar hingga berbukit Restorasi Lanskap Koridor untuk Konektivitas Habitat SMA
                                                                                Gambar  27.  Shelterbelts  Pada  Lahan  Pertanian  di  Nakashibetsu,  Hokkaido Prefecture, Jepang Sumber : Google Earth
Gambar  28.  Ilustrasi  Pembuatan  Stepping  Stone  di  Kawasan  Perkebunan  Kelapa
Sawit  Sumber  :Dramstad  et  al.  2006;  digambar  ulang  oleh  : Oktaviana M.
Bentuk  koridor  diskontinu  yang  dapat  diaplikasikan  pada  perubahan penutupan  lahan  tertentu  adalah  stepping  stone.  Stepping  stone  merupakan
gabungan  dari  beberapa  patch  kecil  adalah  suatu  pusat  konektivitas  yang berukuran kecil antara koridor dan menyediakan pergerakan spesies di dalamnya
Dramstad  et  al.  1996.  Pembuatan  stepping  stone  dapat  dilakukan  dengan menganalisis  keberadaan  vegetasi  yang  merupakan  pohon  inang  lebah  madu,
seperti  Banggeris,  LomuJelemu,Nyawai,  Meranti,  Kapur,  Keruing,    Bangkirai, Rengas,  Kapuk,  Karet,  Laban,  Perupuk,  Putat,  Kejawi  dan  Panggang.    Setelah
diketahui  lokasi  yang  merupakan  habitat  dari  pohon  inang  tersebut,  sebaiknya
lokasi  tersebut  dikonservasi  dengan  membentuk  suatu  “pijakan”  seperti  pulau kecil yang kemudian terangkai sehingga dapat menhubungkan antar patch.
“Pulau- pulau” kecil inilah yang menjadi stepping stone bagi pergerakan SMA. Jarak antar
stepping  stone  yang  direkomendasikan  berkisar  antara  7,5  km  antar  patch-nya.
Ilustrasi  pembuatan  stepping  stone  tersaji  pada  Gambar  28.  Dengan  adanya integrasi  antara pembuatan koridor pergerakan SMA dan pembuatan perkebunan
kelapa  sawit  serta  bentuk  konversi  lahan  lainnya,  perubahan  suatu  bentuk penutupan  lahan  bukanlah  menjadi  suatu  ancaman  bagi  habitat  musim  dingin
SMA.
Core  dan  edge  habitat  musim  dingin  SMA  memiliki  karakteristik  yang berbeda.  Kedua  ragam  habitat  ini memerlukan pengelolaan khusus  pada  masing-
masing  karakteristiknya.  Core  habitat  atau  habitat  inti  adalah  habitat  yang  lebih penting  untuk  dikelola  karena  habitat  inilah  yang  menjadi  tempat  SMA  tinggal
selama bermigrasi.
Pengelolaan core habitat yang dapat dilakukan antara lain. a.
Konservasi badan air
Badan  air  merupakan  salah  satu    karakteristik  penting  yang  menyusun habitat  SMA  karena  air  adalah  kebutuhan  yang  sangat  penting  untuk  SMA.
Jarak  Terdekat  ke  Badan  Air  JTBA  muncul  sebagai  variabel  lingkungan pada salah satu Komponen Utama KU1c. Badan air ini dapat berupa sungai
atau    danau.  Terdapat  tujuh  sungai  yang  berada  pada  core  habitat,  yaitu Sungai  Terusan,  Sungai  Gatol,  Sungai  Sembelida,  Sungai  Menyeuke,  Sungai
Kapuas, Sungai  Kubing, dan Sungai Guntung. Ketujuh sungai ini merupakan bagian dari empat DAS yang berbeda, yaitu DAS Sambas, DAS Mempawah,
DAS  Kapuas,  dan  DAS  Pawan.  Sebagian  besar  sungai  ini  berlokasi  di  hulu DAS-nya masing-masing. Badan air  yang ada pada core habitat perlu dijaga
keberadaannya  dari  kerusakan  lingkungan.  Konservasi  badan  air  yang dilakukan  adalah  dengan  cara  menjaga  kawasan  hulu  keempat  DAS  tersebut
dan  menetapkan  beberapa  regulasi  khusus  untuk  menjaga  keberadaan  badan air tersebut.