Redesain Meja dan Kursi Kelas Berdasarkan Antropometri Siswa SDN 060796

(1)

REDESAIN MEJA DAN KURSI KELAS BERDASARKAN ANTROPOMETRI SISWA SDN 060796

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

oleh Silvia 0 9 0 4 0 3 0 3 0

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Penulisan Tugas Sarjana ini adalah bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini juga merupakan sarana bagi penulis untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan nyata yang ada di sekolah. Tugas Sarjana ini berjudul “Redesain Meja dan Kursi Kelas Berdasarkan Antropometri Siswa SDN 060796”.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk melengkapi Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, April 2014


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penelitian dan penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapat bimbingan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak, baik dalam hal materi, spiritual, informasi, maupun administrasi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, M.T., selaku Ketua Departemen Teknik Industri, dan Bapak Ir. Ukurta Tarigan, M.T., selaku Sekretaris Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, M.SIE., selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dengan sabar bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dengan sabar bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Dr. Ir. A. Jabbar M. Rambe, M.Eng. dan Bapak Ir. Sugih Arto P., M.M. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji penulis.

5. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran selama perkuliahan sebagai bekal untuk penulisan Tugas Sarjana ini.

6. Bapak Pratikto, S.Pd., selaku Kepala Sekolah SDN 060796 yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.


(6)

7. Seluruh guru dan pegawai Sekolah Dasar Negeri 060796 yang telah memberikan arahan dan bantuan selama penulis melakukan penelitian di Sekolah Dasar Negeri 060796.

8. Staf pegawai Teknik Industri FT-USU, Bang Ridho, Bang Mijo, Kak Dina, Bang Nurmansyah, Kak Rahma, Bang Kumis, Kak Mia, dan Ibu Ani, atas bantuannya dalam hal administrasi penyelesaian Tugas Sarjana ini.

9. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Indrasyah dan Ibu Lim Jok Ken yang telah memberikan dukungan penuh, doa, motivasi, materil dan segalanya bagi penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

10. Seluruh keluarga besar dan saudara penulis yaitu Kak Katherine, S.T., Bang Darwin Gunawan, S.Kom., Vivian, dan Bambang Gunawan yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

11. Bang Adiyus Gustri dan Ramadhani Siregar sebagai teman seperjuangan selama penelitian yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

12. Seluruh asisten di Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja, Departemen Teknik Industri, FT-USU yaitu Suriadi, Poppy, Uci, Hasianna, Donny, dan Vachiona. Abang-kakak asisten Bang Irwan, Bang William, Bang Nanda, Bang Eka, Kak Ira, Kak Ajeng, Kak Martha, Kak Clara, dan Bang Kristoffel. Adik-adik asisten Nadia, Martha, Sary, Reza, Aziz, Joseph, Willy, Gavri, Adra, Loli, Rama, Marina, Poppy, dan Holongan.


(7)

13. Teman baik penulis yaitu Michella Heidy M. Hasibuan, S.T., Anggelinda, S.T., dan Raysha Cynthia Pratama Ginting yang selalu bersama baik masa liburan maupun perkuliahan dari semester awal sampai semester akhir. 14. Seluruh teman angkatan 2009 Teknik Industri FT-USU, yaitu Michella,

Raysha, Anggelinda, Suriadi, Lady, Sadikin, Niko, Hady, Nickxon, Robin, William, Harris, Johan, Timin, Hasianna, Uci, Poppy, Donny, Vachiona, Nadya Widanty, Ina, Dara, Dhani, Yon, Recky, Bermart, Ezri, Febi, Laulia, Dea, Lusi, Christy, Regina, Lia, Erni, Caroline, Meisy, Andi, Tonggo, Teguh, Suriadi, Leonard, Ade, Perlin, Fredrik Wesly, Leonardo, Sadikin, Hady, Naqasya, Mustofa, Oloan, Prima, Rizky, Andry, Dayan, Nadya Syafira, Aya, Rahma, Devi, Azhar, Ridho, Alfin, Arsyad, Jansen, Daniel, Nilda, Mandala, Yoga, Fachri, Azan, Nurhayati, Laung, Reza, Indra, Enrico, Ari, Hendra S., Benny, Bagus, Rozi, Oji, Yoan, Wildan, Hafiz, Rode, Hasmar, Richard, Hendra W., Ryan dan teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama menjalani perkuliahan.

15. Kakak-Abang stambuk 2008 dan Adik-adik stambuk 2010 dan stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas kerjasamanya dan turut membantu dalam bertukar informasi.

16. Seluruh pihak yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(8)

ABSTRAK

Perabot kelas, yang terdiri dari meja dan kursi, merupakan fasilitas fisik yang penting karena aktivitas belajar siswa, seperti membaca, menggambar, menulis dan kegiatan lainnya, banyak dihabiskan di dalam kelas. Antropometri merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perancangan perabot kelas guna menentukan dimensi perabot kelas yang tepat dan dapat memfasilitasi pengguna dengan sikap duduk yang baik. Penelitian ini berlokasi di Sekolah Dasar Negeri 060796 Kecamatan Medan Area Kota Medan. Fenomena awal yang terlihat adalah sikap duduk siswa yang tidak nyaman seperti posisi membungkuk, kaki siswa yang menggantung, dan bahu yang terangkat. Jarak baca siswa sangat dekat dengan meja dimana jarak baca yang diusulkan minimum 30 cm.

Penelitian ini menggunakan kuisioner Standard Nordic Questionnaire

untuk mengidentifikasi keluhan yang dirasakan siswa pada 28 bagian tubuh yang ditanyakan dalam kuisioner. Siswa merasakan adanya keluhan muskuloskeletal paling besar ketika menggunakan meja tipe 1 dan kursi tipe 2. Keluhan sakit paling besar pada bagian leher (22,7%), lengan bawah (28,22%), bahu (22,08%), punggung (20,25%), paha (14,72%), dan bagian betis (14,72%).

Redesain meja dan kursi kelas dilakukan dengan prinsip perancangan perabot kelas dengan ukuran fixed yang berbeda untuk setiap tingkatan kelas dan prinsip perancangan perabot adjustable dengan tinggi meja dan tinggi kursi yang dapat diatur. Hasil rancangan ulang meja dan kursi kelas menurunkan tingkat risiko penilaian postur RULA dari nilai 6-7 (diperlukan tindakan segera dan sekarang juga) menjadi level risiko bernilai 3 (level risiko kecil) dengan kategori tindakan yaitu diperlukan tindakan beberapa waktu ke depan.


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Rumusan Masalah... I-4 1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian ... I-5 1.4 Manfaat Penelitian ... I-6 1.5 Batasan dan Asumsi ... I-6 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-7


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM SEKOLAH ... II-1 2.1 Sejarah Sekolah ... II-1 2.2 Jumlah Staf Sekolah dan Siswa ... II-1 2.3 Visi dan Misi Sekolah ... II-2 2.4 Struktur Organisasi ... II-3 2.5 Aktivitas Sekolah ... II-9 2.6 Fasilitas Sekolah ... II-10

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1 Perancangan Secara Ergonomi ... III-1 3.2 Prinsip Perancangan Tempat Kerja ... III-3 3.3 Work Muskuloskeletal Disorders (WMSDs) ... III-4 3.3.1 Proses Terjadinya WMSDs ... III-5 3.3.2 Faktor dan Risiko WMSDs ... III-7 3.3.3 Penanganan WMSDs ... III-11 3.3.4 Metode Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal ... III-12 3.4 Postur Kerja ... III-13 3.4.1 Sikap Kerja Duduk ... III-14 3.5 Antropometri ... III-17 3.5.1 Persentil ... III-17


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.5.2 Antropometri Statis ... III-18 3.5.3 Dimensi Antropometri ... III-20 3.5.4 Flowchart dan Langkah-langkah Penilaian Data

Antropometri ... III-25 3.5.5 Uji Keseragaman Data ... III-26 3.5.6 Uji Kecukupan Data ... III-28 3.5.7 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data

Antropometri ... III-29 3.6 Kesesuaian Desain Perabot Kelas di Perkotaan dan Pedesaan ... III-32 3.7 Rancangan Meja Mahasiswa di Kampus Teknik Berdasarkan

Antropometri ... III-35

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1 4.1 Jenis Penelitian ... IV-1 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... IV-1 4.3 Subjek Penelitian ... IV-1 4.4 Kerangka Berfikir ... IV-2 4.5 Instrumen Penelitian ... IV-5 4.6 Tahap Penelitian ... IV-7


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1 5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Data Spesifikasi Meja dan Kursi Kelas ... V-1 5.1.2 Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ)... V-1 5.1.3 Data Postur Sikap Duduk Siswa ... V-2 5.1.4 Data Antropometri Siswa ... V-10 5.2 Pengolahan Data ... V-11 5.2.1 Penilaian Postur Metode RULA ... V-11 5.2.2 Uji Keseragaman Data Antropometri ... V-30 5.2.3 Uji Kecukupan Data ... V-34 5.2.4 Uji Kenormalan Data ... V-35 5.2.5 Perhitungan Persentil ... V-37 5.2.6 Ketidaksesuaian Ukuran Meja dan Kursi Kelas dengan

Dimensi Tubuh Siswa... V-39 5.2.7 R e d e s a in M e ja d a n Ku r s i Ke la s B e r d a s a r k a n

Antropometri ... V-41

VI PEMBAHASAN HASIL ... VI-1 6.1 Analisis Standard Nordic Questionnaire dan Postur Duduk


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

6.2 Analisis Ukuran Meja dan Kursi Usulan ... VI-5 6.3 Analisis Hasil Redesain Terhadap Postur Duduk ... VI-8

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1 7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Jumlah Guru dan Karyawan Sekolah Dasar Negeri 060796 ... II-2 2.2 Jumlah Siswa Sekolah Dasar Negeri 060796 ... II-2 2.3 Aktivitas Sekolah Dasar Negeri 060796 ... II-9 3.1 Faktor Kenyamanan Kursi ... III-16 3.2 Pengukuran Data Antropometri ... III-20 3.3 Aplikasi Dimensi Antropometri ... III-25 3.4 Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal ... III-30 5.1 Spesifikasi Meja Kelas SDN 060796 ... V-3 5.2 Spesifikasi Kursi Kelas SDN 060796 ... V-4 5.3 Persentase Keluhan Musculoskeletal Disorders Terhadap Meja ... V-5 5.4 Persentase Keluhan Musculoskeletal Disorders Terhadap Kursi .. V-6 5.5 Data Postur Sikap Duduk Siswa ... V-8 5.6 Penilaian RULA Kelas I Grup A ... V-12 5.7 Penilaian RULA Kelas I Grup B... V-13 5.8 Penilaian RULA Kelas II Grup A ... V-15 5.9 Penilaian RULA Kelas II Grup B ... V-16 5.10 Penilaian RULA Kelas III Grup A ... V-18 5.11 Penilaian RULA Kelas III Grup B ... V-19 5.12 Penilaian RULA Kelas IV Grup A... V-21 5.13 Penilaian RULA Kelas IV Grup B ... V-22


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

5.14 Penilaian RULA Kelas V Grup A ... V-24 5.15 Penilaian RULA Kelas V Grup B ... V-25 5.16 Penilaian RULA Kelas VI Grup A... V-27 5.17 Penilaian RULA Kelas VI Grup B ... V-28 5.18 Rekapitulasi Hasil Penilaian RULA ... V-11 5.19 Uji Keseragaman Data Antropometri ... V-31 5.20 Uji Keseragaman Revisi I Data Antropometri ... V-32 5.21 Uji Keseragaman Revisi II Data Antropometri ... V-34 5.22 Uji Kecukupan Data Antropometri ... V-36 5.23 Perhitungan Persentil Siswa SDN 060796 ... V-38 5.24 Ketidaksesuaian Dimensi Aktual Kursi ... V-41 5.25 Ketidaksesuaian Dimensi Aktual Meja ... V-41 5.26 Spesifikasi Ukuran Meja dan Kursi Kelas Fixed ... V-46 5.27 Spesifikasi Ukuran Meja dan Kursi Kelas Adjustable ... V-50 6.1 Hasil Skor RULA dan Kuisioner SNQ... VI-5 6.2 Perbandingan Dimensi Aktual dan Usulan ... VI-6 6.3 Ketidaksesuaian Dimensi Usulan... VI-7 6.4 Penilaian Postur Tubuh Siswa ... VI-8


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi Sekolah Dasar Negeri 060796 ... II-3 3.1 Klasifikasi dan Kodifikasi padaTulang Belakang ... III-15 3.2 Kelompok Dimensi Tubuh I ... III-22 3.3 Kelompok Dimensi Tubuh II ... III-23 3.4 Flowchart Penilaian Data Antropometri ... III-27 3.5 Distribusi Normal dengan Data Antropometri ... III-30 3.6 Ketidaksesuaian Antara Ukuran Perabot Dengan Ukuran Tubuh

Siswa Sekolah di Kota dan Desa ... III-35 3.7 Meja dan Kursi Aktual (a) tanpa sandaran (b) dengan sandaran .... III-37 4.1 Kerangka Berfikir ... IV-2 4.2 Human Body Martin ... IV-5 4.3 Kursi Antropometri ... IV-5 4.4 Timbangan ... IV-6 4.5 Meteran ... IV-6 4.6 Goniometer ... IV-6 4.7 Kamera ... IV-7 4.8 Tahapan Penelitian ... IV-10 5.1 Persentase Keluhan Musculosceletal Disorders Penggunaan Meja V-7 5.2 Persentase Keluhan Musculosceletal Disorders Penggunaan Kursi V-7 5.3 Worksheet RULA Siswa Kelas I ... V-14


(17)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.4 Worksheet RULA Siswa Kelas II ... V-17 5.5 Worksheet RULA Siswa Kelas III... V-20 5.6 Worksheet RULA Siswa Kelas IV ... V-23 5.7 Worksheet RULA Siswa Kelas V ... V-26 5.8 Worksheet RULA Siswa Kelas VI ... V-29 5.9 Tampilan Hasil Uji Kenormalan Data SPSS ... V-37 5.10 Tampilan Distribusi Dimensi TBD dengan Software SPSS... V-37 6.1 Persentase Kuisioner SNQ ... VI-1


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Data Standard Nordic Questionaire ... L-1 2. Data Antropometri Siswa ... L-2 3. Pengukuran Data Antropometri ... L-3 4. Kuisioner Standard Nordic Questionaire (SNQ) ... L-4 5. Surat Permohonan Tugas Sarjana ... L-5 6. Surat Permohonan Riset Tugas Sarjana ... L-6 7. Surat Balasan Penerimaan Riset Tugas Sarjana ... L-7 8. Surat Keputusan Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-8 9. Lembar Asistensi ... L-9


(19)

ABSTRAK

Perabot kelas, yang terdiri dari meja dan kursi, merupakan fasilitas fisik yang penting karena aktivitas belajar siswa, seperti membaca, menggambar, menulis dan kegiatan lainnya, banyak dihabiskan di dalam kelas. Antropometri merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perancangan perabot kelas guna menentukan dimensi perabot kelas yang tepat dan dapat memfasilitasi pengguna dengan sikap duduk yang baik. Penelitian ini berlokasi di Sekolah Dasar Negeri 060796 Kecamatan Medan Area Kota Medan. Fenomena awal yang terlihat adalah sikap duduk siswa yang tidak nyaman seperti posisi membungkuk, kaki siswa yang menggantung, dan bahu yang terangkat. Jarak baca siswa sangat dekat dengan meja dimana jarak baca yang diusulkan minimum 30 cm.

Penelitian ini menggunakan kuisioner Standard Nordic Questionnaire

untuk mengidentifikasi keluhan yang dirasakan siswa pada 28 bagian tubuh yang ditanyakan dalam kuisioner. Siswa merasakan adanya keluhan muskuloskeletal paling besar ketika menggunakan meja tipe 1 dan kursi tipe 2. Keluhan sakit paling besar pada bagian leher (22,7%), lengan bawah (28,22%), bahu (22,08%), punggung (20,25%), paha (14,72%), dan bagian betis (14,72%).

Redesain meja dan kursi kelas dilakukan dengan prinsip perancangan perabot kelas dengan ukuran fixed yang berbeda untuk setiap tingkatan kelas dan prinsip perancangan perabot adjustable dengan tinggi meja dan tinggi kursi yang dapat diatur. Hasil rancangan ulang meja dan kursi kelas menurunkan tingkat risiko penilaian postur RULA dari nilai 6-7 (diperlukan tindakan segera dan sekarang juga) menjadi level risiko bernilai 3 (level risiko kecil) dengan kategori tindakan yaitu diperlukan tindakan beberapa waktu ke depan.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perabot kelas merupakan fasilitas fisik yang penting karena aktivitas belajar siswa banyak dihabiskan di dalam kelas seperti membaca, menggambar, menulis dan kegiatan lainnya. Sekolah harus menyediakan perabot kelas yang dapat memenuhi kebutuhan siswa karena jika digunakan perabot kelas yang memiliki rancangan tidak baik dalam jangka waktu lama dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan siswa.

Data antropometri adalah kumpulan dimensi tubuh manusia yang digunakan untuk menentukan dimensi fisik tempat kerja, peralatan, perabot, dan pakaian. Pengukuran antropometri merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perancangan perabot kelas guna menentukan dimensi perabot kelas yang tepat dan dapat memfasilitasi pengguna dengan sikap duduk yang baik. Pheasant (2003) mengemukakan bahwa fungsi dari perabot kursi adalah untuk menunjang postur agar stabil dan nyaman digunakan pada beberapa waktu, dan sesuai dengan aktivitas atau tugas yang akan dikerjakan.

Penerapan ilmu ergonomi dalam merancang tempat kerja dan lingkungan kerja banyak menarik perhatian para peneliti beberapa dekade ini, seperti penelitian yang dilakukan oleh Shivarti (2012) dengan judul “Design Compability

of Classroom Furniture in Urban and Rural Preschools” menemukan adanya


(21)

sekolah terhadap dimensi antropometri siswa seperti tinggi popliteal, panjang

popliteal, dan tinggi siku duduk. Tinggi kursi yang disediakan di sekolah 11,02

sampai 11,37 inci lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi popliteal siswa sehingga menyebabkan bagian bawah paha tertekan dan mengganggu sirkulasi darah. Sirkulasi darah berfungsi dalam menyalurkan oksigen dan jika terganggu, bagian paha akan merasakan gejala kram. Kedalaman kursi sekolah dibandingkan dengan panjang popliteal lebih kecil 3,67 inci sampai 6,35 inci yang menyebabkan siswa merasa sensasi akan jatuh dari kursi. Tinggi meja sekolah dibandingkan dengan tinggi siku duduk siswa 9,05 inci terlalu tinggi yang menyebabkan siswa harus membungkuk ke depan dan berat tubuh ditopang lengan. Ukuran fasilitas yang mendukung postur tubuh lebih diperlukan bagi anak-anak dibandingkan orang dewasa karena pada masa inilah kebiasaan sikap duduk dibentuk.

Qutubuddin (2013) juga melakukan penelitian tentang perancangan meja sekolah di India dengan judul “Anthropometric Consideration for Designing

Student Desks in Engineering Colleges” dan menemukan bahwa ukuran perabot

yang digunakan di sekolah sangat jauh tidak sesuai dengan antropometri siswa sebagai pengguna. Rancangan dimensi meja seharusnya ditentukan berdasarkan jangkauan lengan minimum, tinggi siku duduk dan panjang lengan. Penyangga kaki meja dan kursi seharusnya dapat digeser ke atas dan bawah. Siswa menghadiri pelajaran di kelas dalam jangka waktu sekitar 4 sampai 5 jam per hari dengan postur duduk yang salah, seperti membungkuk ke samping, membungkuk


(22)

Penerapan ilmu ergonomi dan antropometri dalam perancangan tempat kerja dan lingkungan kerja ditunjukkan dengan dilakukannya analisis perabot sekolah yang digunakan oleh siswa ketika belajar. Sekolah Dasar Negeri 060796 Kecamatan Medan Area Kota Medan menjadi lokasi penelitian mengenai analisis kesesuaian perabot kelas dengan antropometri siswa yang belajar di dalamnya. Tempat belajar siswa harus dirancang dengan memperhatikan kenyamanan tubuh agar dapat menunjang proses belajar secara efektif dimana siswa berada dalam posisi duduk di sekolah untuk jangka waktu yang cukup lama sekitar 3 jam 45 menit dengan waktu istirahat 2 kali 15 menit dalam sehari. Studi pendahuluan dilakukan dan ditemukan adanya ketidaksesuaian dimensi meja dan kursi dengan dimensi antropometri siswa.

Fenomena awal yang terlihat adalah sikap duduk siswa ketika melakukan kegiatan dengan meja dan kursi kelas yang tidak nyaman seperti posisi membungkuk, kaki siswa yang menggantung, dan bahu yang terangkat. Jarak baca siswa sangat dekat dengan meja dimana jarak baca yang diusulkan minimum 30 cm. Hampir 100% siswa kelas I sampai kelas V yang memiliki jarak baca di bawah 30 cm. Meja yang digunakan untuk siswa kelas I memiliki tinggi 76 cm dan tinggi mata duduk siswa (sitting eye height) rata-rata 88 cm. Siswa kelas I dan II dengan persentase 60% lebih sering berdiri untuk menulis, menggambar, dan melakukan aktivitas lainnya yang membutuhkan meja. Hal ini disebabkan oleh jarak meja dengan tinggi mata duduk mereka kurang dari 15 cm sehingga siswa tersebut sulit untuk melihat buku di meja dalam keadaan duduk. Kaki siswa yang menggantung akibat tingginya tinggi duduk kursi dapat mengakibatkan penekanan


(23)

sirkulasi darah di bagian kaki. Keseluruhan siswa kelas I dan kelas II menggunakan kursi dengan kaki tidak berpijak ke lantai. Penggunaan meja dengan bahu terangkat terlihat sebanyak 50% pada siswa kelas I. Selain observasi visual, siswa diberikan pertanyaan mengenai keluhan yang dirasakan ketika sedang belajar menggunakan meja dan kursi kelas. Persentase siswa kelas III diperoleh 50% menjawab merasakan sakit di bagian leher atas, siku, lengan bawah, paha dan bagian betis. Adanya fenomena tersebut mendorong untuk dilakukannya penelitian mengenai kesesuaian ukuran meja dan kursi berdasarkan antropometri siswa di Sekolah Dasar Negeri 060796.

1.2 Rumusan Masalah

Studi pendahuluan selama proses belajar Sekolah Dasar Negeri 060796 dilakukan dengan tujuan dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi di sekolah tersebut. Identifikasi masalah yang ditemukan antara lain:

1. Siswa sekolah dasar mengalami sakit di beberapa bagian tubuh selama belajar pada jam sekolah dengan menggunakan meja dan kursi kelas.

2. Tinggi duduk kursi lebih tinggi dari tinggi popliteal siswa sehingga kaki siswa sekolah dasar tidak berpijak pada lantai dan dapat mengakibatkan bagian bawah paha tertekan serta mengganggu sirkulasi darah.

3. Posisi bahu siswa sekolah dasar yang terangkat ke atas akibat tinggi meja di atas tinggi siku duduk bahkan ada beberapa siswa yang memiliki tinggi bahu duduk di bawah tinggi meja.


(24)

4. Siswa sekolah dasar memiliki jarak baca di bawah batas minimum 30 cm sehingga beberapa siswa memilih untuk membaca dalam keadaan berdiri.

Beberapa masalah yang diidentifikasi tersebut, kemudian dirumuskan bahwa permasalahan yang dibahas pada penelitian ini yaitu masalah postur tubuh anak ketika menggunakan meja dan kursi kelas yang tidak ergonomis sehingga menyebabkan keluhan muskuloskeletal. Oleh karena itu, dimensi meja dan kursi kelas tersebut perlu diperhatikan secara ergonomi yaitu dengan menyesuaikan dimensi meja dan kursi dengan antropometri siswa yang memakai fasilitas sekolah tersebut.

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengusulkan meja dan kursi kelas yang ergonomis berdasarkan antropometri siswa sekolah dasar. Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini antara lain:

1. Mengukur tingkat keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh anak ketika menggunakan meja dan kursi yang tidak ergonomis.

2. Menganalisis postur tubuh anak ketika menggunakan meja dan kursi yang tidak ergonomis.

3. Mengumpulkan data antropometri siswa sekolah dasar khususnya dalam penentuan ukuran meja dan kursi kelas sebagai bentuk partisipasi terhadap data antropometri Perhimpunan Ergonomi Indonesia.

4. Menciptakan usulan meja dan kursi kelas yang ergonomis agar mengurangi tingkat keluhan muskuloskeletal siswa.


(25)

Sasaran penelitian yang ingin dicapai adalah implementasi dari solusi yang telah dirancang berdasarkan masalah yang teridentifikasi pada Sekolah Dasar Negeri 060796 dengan berlandaskan keilmuan yang jelas dan kokoh.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Merancang meja dan kursi kelas secara ergonomis sehingga dapat digunakan dengan lebih efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien.

2. Mengurangi keluhan muskuloskeletal yang dialami siswa ketika menggunakan meja dan kursi kelas.

3. Memperbaiki postur kerja siswa ketika menggunakan meja dan kursi kelas. 4. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mencari solusi terbaik

dalam hubungannya dengan perancangan meja dan kursi kelas secara ergonomis.

1.5 Batasan dan Asumsi

Penelitian ini memiliki batasan seputar pemecahan masalah yang digunakan antara lain:

1. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 060796 Medan.

2. Fasilitas sekolah yang dianalisis hanya dilakukan pada meja dan kursi kelas. 3. Pengukuran antropometri hanya dilakukan pada anak yang tidak memiliki


(26)

4. Pemecahan masalah dibatasi hanya sampai pada pemberian usulan meja dan kursi kelas yang ergonomis sesuai dengan antropometri tubuh siswa dan tidak sampai pada pembuatan produk secara nyata.

5. Hasil usulan meja dan kursi kelas dilakukan tanpa mempertimbangkan jenis bahan dan faktor biaya yang dikeluarkan untuk implementasi usulan yang diberikan.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Proses belajar mengajar yang ada di Sekolah Dasar Negeri 060796 Medan berjalan dengan normal.

2. Peralatan pengukuran berada dalam kondisi fungsional yang baik

3. Antropometri tubuh anak tidak mengalami pertumbuhan selama penelitian berlangsung.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penulisan proposal Tugas Sarjana adalah sebagai berikut: Bab I berisi pendahuluan yang menguraikan permasalahan keluhan muskuloskeletal yang dialami siswa akibat ketidaksesuaian dimensi meja dan kursi kelas dengan antropometri siswa tersebut, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan batasan yang digunakan dalam penelitian.

Bab II berisi gambaran umum sekolah yang menguraikan sejarah, ruang lingkup, visi dan misi, organisasi dan manajemen serta fasilitas di SDN 060796 Medan.


(27)

Bab III berisi landasan teori yang menguraikan teori dan konsep perancangan fasilitas, keluhan muskuloskeletal, penilaian postur dalam sikap duduk, dan penerapan antropometri dalam rancangan fasilitas.

Bab IV berisi metodologi penelitian yang menguraikan tentang desain penelitian dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi serta menganalisis masalah keluhan muskuloskeletal. Gambaran prosedur penelitian yang akan dilakukan, instrumen penelitian yang digunakan serta data-data yang terlibat dalam penelitian.

Bab V berisi pengumpulan dan pengolahan data yang menguraikan hasil dari pengamatan dan pengukuran yang dilakukan berupa pengumpulan data kuisioner keluhan muskuloskeletal, data postur duduk siswa, dan data antropometri siswa. Data tersebut kemudian diolah dan dilakukan perancangan meja dan kursi kelas berdasarkan prinsip antropometri.

Bab VI berisi pembahasan dari hasil redesain meja dan kursi kelas berdasarkan pengolahan data yang dilakukan.

Bab VII berisi kesimpulan dan saran yang menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data dan saran-saran yang bermanfaat bagi pihak yang bersangkutan.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM SEKOLAH

2.1 Sejarah Sekolah

Sekolah Dasar Negeri (SDN) 060796 merupakan salah satu sekolah negeri yang beralamat di Jalan Medan Area Selatan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Sekolah Dasar Negeri 060796 dulunya berada dalam satu kawasan bangunan dengan Sekolah Dasar Negeri 060796 dan Sekolah Dasar Negeri 060789. Pada bulan September tahun 2009, tiga sekolah dasar negeri tersebut digabungkan menjadi satu sekolah yaitu Sekolah Dasar Negeri 060796. Awal berdirinya Sekolah Dasar Negeri 060796 dipimpin oleh Nirwana Dina Tarigan selaku Kepala Sekolah yang pertama. Setelah penggabungan sekolah, maka sekolah dialihkan kepemimpinannya di bawah PLH (Pelaksana Harian) Ibu Yarti Murtiani Rambe selama 2 tahun. Kemudian dipilihlah Pak Praktikto sebagai Kepala Sekolah Sekolah Dasar Negeri 060796 pada tanggal 20 Mei 2013 sampai sekarang. Sekolah Dasar Negeri 060796 di bawah naungan Dinas Pendidikan Kotamadya Medan dengan akreditasi B. Siswa Sekolah Dasar Negeri 060796 kebanyakan bertempat tinggal di daerah sekitar Kecamatan Medan Area dan ada yang bertempat tinggal sampai ke daerah Tembung.

2.2 Jumlah Staf Sekolah dan Siswa

Jumlah staf sekolah menjelaskan tentang banyak tenaga pendidik atau guru dan karyawan dalam Sekolah Dasar Negeri 060796 dan jumlah siswa


(29)

menjelaskan tentang banyak siswa yang berada di dalam Sekolah Dasar Negeri 060796. Rincian jumlah guru dan karyawan dapat dilihat pada Tabel 2.1 sedangkan jumlah siswa Sekolah Dasar Negeri 060796 dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Jumlah Guru dan Karyawan Sekolah Dasar Negeri 060796

No Keterangan Laki-laki Perempuan Total

1 Kepala Sekolah 1 - 1

2 Guru 1 13 14

3 Karyawan 4 1 5

Total 6 14 20

Tabel 2.2 Jumlah Siswa Sekolah Dasar Negeri 060796

No Kelas Jumlah Siswa Total Laki-laki Perempuan

1 I 13 18 31

2 II 7 12 19

3 III 10 16 26

4 IV 14 16 30

5 V 15 12 27

6 VI 18 12 30

Total 77 86 163

2.3 Visi dan Misi Sekolah

Visi adalah orientasi sekolah ke depan ataupun target keluaran yang diinginkan sekolah, sedangkan misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh sekolah dalam usahanya mewujudkan visi.


(30)

Visi Sekolah Dasar Negeri 060796 adalah dapat mewujudkan akhlaq, prestasi, berwawasan global yang dilandasi nilai budaya sesuai ajaran agama. Misi Sekolah Dasar Negeri 060796 adalah sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan proses pembelajaran dan bimbingan.

2. Mengembangkan pengetahuan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), bahasa, olahraga, dan seni budaya sesuai dengan bakat, minat, dan potensi siswa.

3. Menjalin kerja sama yang harmonis antara warga, sekolah, dan lingkungan.

2.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh Sekolah Negeri 060796 adalah struktur lini. Struktur lini adalah jenis struktur yang memiliki lini perintah yang sangat spesifik. Persetujuan dan perintah dari jenis struktur ini berasal dari lini atas ke lini yang bawah. Struktur organisasi Sekolah Dasar Negeri 060796 dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(31)

Fungsi dan tugas pengelola sekolah yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 yaitu:

1. Komite Sekolah

a. Melakukan upaya kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

b. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang di ajukan oeh masyarakat.

c. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan, Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS), kriteria kinerja satuan pendidikan dan kriteria tenaga pendidikan serta kriteria fasilitas pendidikan.

d. Menggalang dana dari masyarakat dalam rangka pembiayaaan penyelenggaraan pendidikan.

e. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan.

f. Mendukung penyelenggaraan pendidikan, pemberi pertimbangan dalam penentuan kebijakan, pengontrol dan sebagai mediator antara pihak sekolah dengan masyarakat.

2. Kepala Sekolah


(32)

b. Menyusun perencanaan, mengorganisasikan kegiatan, mengarahkan kegiatan, mengkoordinasikan kegiatan, melaksanakan pengawasan dan mengevaluasi kegiatan.

c. Mengadakan rapat dan mengambil keputusan. d. Mengatur proses belajar megajar.

e. Mengatur administrasi, tata usaha, siswa, ketenagaan, sarana prasarana dan keuangan.

f. Mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instansi terkait. g. Menyelenggarakan administrasi.

h. Menyelenggarakan supervisi mengenai kegiatan belajar mengajar, bimbingan dan konseling, ekstrakurikuler, tata usaha dan sarana prasarana. i. Memimpin dengan jujur dan bertanggungjawab, memiliki visi dan

memahami misi, mencari dan memilih gagasan baru. j. Melakukan pembaruan dan pembinaan guru dan karyawan.

k. Mengatur ruangan kantor, perpustakaan dan laboratorium secara konduktif.

l. Menciptakan hubungan kerja yang harmonis antar sesama guru dan karyawan serta antar sekolah dan lingkungan.

m.Menerapkan prinsip penghargaan dan hukuman. 3. Bendahara

a. Melaksanakan administrasi keuangan sekolah meliputi keuangan rutin atau dana komite sekolah, bantuan ataupun sumbangan.


(33)

b. Menerima dan melakukan pembayaran SPP siswa serta uang pendaftaran siswa.

c. Menyimpan dokumen dan rekening bank uang sekolah. d. Menyimpan arsip atau dokumen keuangan sekolah. e. Membuat laporan penggunaan keuangan.

f. Membuat laporan posisi anggaran keuangan sekolah.

g. Mencatat keuangan berdasarkan sumber keuangan buku kas umum. 4. Bagian Perpustakaan

a. Perencanaan pengadaaan buku-buku, bahan pustaka dan media elektronik. b. Pengurusan pelayanan perpustakaan.

c. Perencanaan pengembangan perpustakaan.

d. Pemeliharaan dan perbaikan buku-buku, bahan pustaka dan media elektronik.

e. Inventaris dan pengadministrasian buku-buku, bahan pustaka dan media elektronik.

f. Melakukan layanan bagi guru, siswa dan tenaga pendidik lainnya.

g. Penyimpanan buku-buku perpustakaan, bahan pustaka dan media elektronik.

h. Menyusun tata tertib perpustakaan.

i. Menyusun laporan kegiatan perpustakaan secara berkala. 5. Bagian Tata Usaha


(34)

c. Pengurusan administrasi ketenagaan dan siswa.

d. Pembinaan dan pengembangan karir pegawai tata usaha. e. Penyusunan administrasi perlengkapan sekolah.

f. Penyusunan dan penyajian data statistik sekolah.

g. Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pengurusan tata usaha secara berkala.

6. Penjaga Sekolah

a. Mengisi buku catatan kejadian. b. Memberi petunjuk tamu sekolah.

c. Mengamankan pelaksanaan upacara, ujian dan rapat. d. Menjaga kebersihan pos jaga.

e. Menjaga ketenangan dan keamanan siang dan malam. f. Merawat peralatan jaga malam.

g. Melaporkan kejadian secepatnya. 7. Guru Kelas

a. Pengelolaan kelas.

b. Penyelenggaraan administrasi kelas meliputi denah kelas, papan absensi kelas, daftar pelajaran kelas, daftar piket kelas, buku absensi kelas, buku kelas dan tata tertib kelas.

c. Penyusunan pembuatan statistik bulanan siswa. d. Pengisian daftar kumpulan nilai siswa.

e. Pembuatan catatan khusus tentang siswa. f. Pencatatan mutasi siswa.


(35)

g. Pengisisan buku laporan penilaian hasil belajar. h. Pembagian buku laporan penilaian hasil belajar. 8. Guru Bidang Studi

a. Membuat perangkat pengajaran seperti program tahunan, program rencana pengajaran, program mingguan guru dan lembar kerja siswa.

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran.

c. Melaksanakan kegiatan penilaian proses belajar, ulangan dan ujian. d. Melaksanakan analisis hasil ulangan harian.

e. Menyusun dan melaksanakan program perbaikan. f. Mengisi daftar nilai siswa.

g. Melaksanakan kegiatan membimbing kepada guru lain dalam proses belajar mengajar.

h. Membuat alat peraga.

i. Menumbuh kembangkan sikap menghargai karya seni.

j. Mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakat kurikulum. k. Melaksanakan tugas tertentu di sekolah.

9. Siswa

a. Mengikuti proses kegiatan belajar mengajar dengan baik. b. Melaksanakan jadwal piket dan disiplin.

c. Mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas-tugas yang diberikan oleh tenaga pendidik.


(36)

f. Patuh dan hormat kepada guru.

g. Berbuat baik kepada tenaga pendidik dan teman di sekolah. h. Menjaga nama baik sekolah.

2.5 Aktivitas Sekolah

Aktivitas sekolah merupakan kegiatan yang dilakukan sekolah secara aktif dalam pembelajaran. Aktifitas sekolah dapat dilihat dari jadwal kegiatan sekolah tiap harinya ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Aktivitas Sekolah Dasar Negeri 060796

Pukul Kegiatan Tempat

07.00 – 07.15

Senin : Upacara

Selasa – Kamis : Salaman dengan Guru

Jumat : Senam Sabtu : Pramuka

Lapangan

07.15 – 09.15 Belajar mengajar Kelas

09.15 – 09.30 Istirahat Kelas, Lapangan,

Kantin

09.30 – 10.45 Belajar mengajar Kelas

10.45 – 11.00 Istirahat Kelas, Lapangan,

Kantin

11.00 – 12.30 Belajar mengajar Kelas

Sekolah Dasar Negeri 060796 memiliki peraturan mengenai seragam sekolah yang dikenakan oleh siswa yaitu:

1. Senin – Selasa : Seragam putih merah 2. Rabu – Kamis : Seragam Batik 3. Jumat : Baju Olahraga 4. Sabtu : Seragam Pramuka


(37)

2.6 Fasilitas Sekolah

Fasilitas sekolah adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan proses belajar mengajar yang ada di sekolah. Fasilitas Sekolah Dasar Negeri 060796 adalah sebagai berikut:

1. Ruang belajar gedung sekolah 2 lantai yang berisikan 10 kelas siswa, 1 kantor sekolah.

2. Gedung perpustakaan yang terpisah dari gedung sekolah dan menyediakan berbagai jenis buku kebutuhan siswa dan guru.

3. Kantin sekolah yang terletak diantara gedung sekolah dan gedung perpustakaan.

4. Lapangan yang terletak di tengah sekolah dan digunakan sebagai sarana olahraga, upacara, pramuka, dan tempat bermain siswa.


(38)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Perancangan Secara Ergonomi1

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (redesain). Aktivitas rancang ini dapat berupa perangkat keras (seperti perkakas kerja, bangku kerja, dan lain-lain), rancangan lingkungan kerja, desain pekerjaan, dan desain perangkat lunak (pekerjaan yang berkaitan erat dengan komputer). Penerapan faktor ergonomi lainnya yang tidak kalah penting adalah untuk desain dan evaluasi produk. Produk tersebut harus dapat dengan mudah diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan bahaya/risiko dalam penggunaannya (Nurmianto, 2004).

Desain kerja adalah ilmu pengetahuan yang baru berhubungan dengan menyesuaikan pekerjaan, tempat kerja, dan lingkungan kerja terhadap manusia. Ilmu ini dikenal di Amerika dengan sebutan human factor, sedangkan dikenal secara internasional dengan sebutan ergonomi. Kata ergonomi berasal dari kata Yunani yang artinya kerja (erg) dan ilmu (nomos). Ergonomi merupakan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat manusia, kemampuan manusia dan keterbatasannya untuk merancang suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien (Niebel, 2000).

1

Gempur Santoso, Ergonomi Manusia, Peralatan, dan Lingkungan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004), h.13-14.


(39)

Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu merancang alat atau benda lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pada masa industrial sekarang, kegiatan perancangan dibedakan dengan kegiatan pembuatan produk. Kegiatan pembuatan produk tidak dapat dilakukan sebelum proses perancangan diselesaikan. Kegiatan perancangan dimulai dari akhir dimana rancangan telah selesai dikerjakan dan kegiatan pembuatan produk dapat dimulai. Seiring dengan perubahan kebutuhan manusia dan berlandaskan pada alat yang telah tersedia dulunya, perbaikan rancangan dilakukan bahkan juga diciptakan rancangan baru (Cross, 2000).

Menurut Dieter dan Linda (2009), redesain merupakan suatu gagasan yang dilakukan untuk memperbaiki desain yang sudah ada sebelumnya. Tugasnya mungkin hanya sebatas meredesain komponen produk untuk mengurangi biaya atau untuk menyempurnakan hasil desain sebelumnya. Seringkali redesain ini dilakukan tanpa adanya perubahan pada prinsip kerja atau konsep desain aslinya.

Redesain peralatan kerja secara ergonomi adalah upaya pemecahan masalah desain peralatan kerja dengan mengimplementasikan aspek-aspek ergonomi. Redesain peralatan kerja secara ergonomis mutlak dilakukan, mengingat pemanfaatan suatu alat kerja pada hakekatnya bertujuan untuk membantu kemampuan, keterbatasan dan kebolehan manusia, sehingga dapat tercapai kinerja yang lebih optimal dalam artian tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas semata, tetapi tercipta peralatan kerja yang manusiawi karena tidak menimbulkan keluhan kerja. Oleh karena itu, kekeliruan desain


(40)

peralatan kerja yang terlanjur digunakan masyarakat perlu didesain ulang atau redesain secara ergonomi (Arimbawa, 2010).

3.2 Prinsip Perancangan Tempat Kerja2

1. Menentukan tinggi permukaan pekerjaan sesuai dengan tinggi siku.

Tujuan perancangan tempat kerja, perkakas kerja, dan lingkungan kerja yang sesuai dengan manusia adalah agar meningkatkan produksi dan efisiensi proses operasi serta mengurangi tingkat kecelakaan kerja pada operator manusia. Prinsip perancangan tempat kerja yang dikemukakan Niebel (2003) antara lain:

2. Menyesuaikan tinggi permukaan pekerjaan berdasarkan tugas yang dikerjakan.

3. Menyediakan kursi yang nyaman untuk operator yang bekerja dalam posisi duduk.

4. Melengkapi fungsi penyesuaian pada kursi. 5. Meningkatkan fleksibilitas postur tubuh.

6. Menyediakan alas anti lelah bagi operator yang bekerja dalam posisi berdiri. 7. Memposisikan semua peralatan dan material yang diperlukan dalam urutan

yang terbaik.

8. Menggunakan gravitasi untuk proses transportasi sehingga dapat mengurangi waktu menjangkau dan membawa.

9. Menyusun perkakas, alat control dan komponen lainnya secara optimal untuk meminimisasi gerakan.

2

Benjamin W. Niebel dan Andris Freivalds, Methods, Standards, and Work Design (New York: McGraw-Hill, 2003), h. 187-196.


(41)

3.3 Work Muskuloskeletal Disorders (WMSDs)3

1. WMSDs dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan

Pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal bisa dilihat dari berbagai bentuk yang berbeda. Adapun karakteristik WMSDs yaitu:

Meskipun mekanisme terjadinya tidak bisa dijelaskan secara detail, umumnya cedera ini diakibatkan jika bekerja secara berlebihan, sehingga bagian tubuh tidak mampu untuk memulihkannya. WMSDs terjadi karena tubuh melakukan aktivitas berulang-ulang dan dipaksa untuk menanggung beban kerja yang tidak bisa ditolerir.

2. Perkembangan WMSDs secara bertahap

WMSDs berkembang secara bertahap dan terkadang tidak memiliki gejala yang jelas, hanya saat itu tiba-tiba muncul dan berkembang dengan cepat. Misalnya, mula-mula pekerja merasakan ketidaknyamanan ketika bekerja, lama-lama memburuk dan mengakibatkan pekerja berhenti bekerja.

3. WMSDs harus selalu dicegah

Fakta bahwa WMSDs berkembang secara bertahap memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya dapat diantisipasi sejak berkembang karena cedera ini tidak seperti kecelakaan, yang terjadi secara tak terduga dan tiba-tiba. Tindakan dapat diambil karena proses berkembangnya sangat lama. Jika bekerja dengan beban yang berlebihan dihentikan dalam suatu waktu, tubuh akan pulih dan penyakit dapat hilang tanpa meninggalkan jejak. Pemulihan secara lengkap bisa terjadi, dan pencegahan dapat dianggap lebih efektif jika


(42)

terjadi diawal kegiatan. Sedangkan kerugiannya karena jika tidak disadari, tubuh terbiasa dengan rasa sakit, yang bisa menyalahkan usia atau penyebab lain. Ini menjadi suatu kondisi normal dan perasaan tentang ketidaknyamanan akan hilang. Hal ini memungkinkan resiko semakin memburuk, dan pemulihan lengkap menjadi hal mustahil.

4. Penyebab-penyebab WMSDs

Penyebab utama WMSDs adalah bekerja secara berlebihan. Tetapi berlebihan ini umumnya berasal dari kombinasi faktor dan bukan dari satu penyebab tunggal. Baik itu pengulangan, postur atau usaha. Usaha yang tidak sesuai akan mengakibatkan postur kerja yang sangat buruk sehingga menciptakan cedera muskuloskeletal, bahkan pada tingkat pengulangan yang sangat rendah. Sebaliknya, jika bekerja dilakukan dengan postur yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan jika diulang ribuan kali setiap hari.

3.3.1 Proses Terjadinya WMSDs

Proses terjadinya WMSDs tidak dapat diketahui secara detail. Akan tetapi hal ini bisa disamakan dengan kotak hitam. Titik awal berupa bekerja secara berlebihan, dalam hal ini banyak faktor yang dapat mempengaruhinya. Hasilnya diketahui dengan identifikasi penyakit. Tapi apa yang terjadi di antara keduanya tidak dapat diketahui secara rinci. Apa pun sifat dan proses yang menyebabkan WMSDs, hal ini tergantung pada lingkup dan sifatnya, sehingga situasinya dapat didiagnosis dengan jelas. Saat ini WMSDs adalah penyakit. Sebelum ada penyakit yang nyata, prosesnya akan dirasakan, karena dapat menyebabkan rasa sakit,


(43)

ketidaknyamanan atau kelelahan dan sensitif ketika disentuh. Rasa sakit bisa disebabkan oleh gerakan atau usaha yang dilakukan pekerja, bahkan rasa sakit ini bisa dirasakan saat istirahat serta sering terjadi pembengkakan dan kadang-kadang mati rasa.

Hal ini tidak selalu mudah untuk menjelaskan perbedaan antara satu situasi yang dapat diterima dan yang menuntut tindakan pencegahan. Penderita sering mentolerir dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa hal itu akan hilang, sehingga menimbulkan penyakit yang memaksa mereka untuk berhenti bekerja. Hal ini dikarenakan tidak ada penjelasan secara detail antara situasi yang tidak berbahaya dan situasi berkembangnya WMSDs. Sehingga penilaian harus dilakukan berdasarkan apa yang diketahui tentang terjadinya WMSDs dan faktor resiko yang ditimbulkan. Di sisi yang paling ekstrim, pada saat terjadi WMSD, rasa sakit itu benar-benar hadir. Hal itu kadang-kadang bisa dilihat dari struktur tubuhnya, seperti siku, bahu atau pergelangan yang sakit. Kadang-kadang, rasa sakit dapat menyebar ke bagian tubuh lain misalnya dari bahu ke lengan. Rasa sakit yang disebabkan WMSDs ini sering muncul ketika tubuh tidak bergerak. Jika situasi semakin serius seperti situasi berikut, maka harus diambil beberapa tindakan, yaitu:

1. Ketika rasa sakit sering dirasakan tubuh

2. Ketika penyakit menyebar dari satu bagian tubuh ke tubuh lainnya

3. Ketika ketidaknyamanan berhubungan dengan peningkatan gerakan atau usaha misalnya ketika setiap gerakan lengan atas akan menyebabkan rasa


(44)

4. Ketika ketidaknyamanan berlangsung semakin lama setelah bekerja dan pemulihan sangat lambat.

3.3.2 Faktor dan Risiko WMSDs

Faktor dan risiko WMSDs selalu berhubungan dengan usaha (gaya) dan postur. Kedua faktor ini berkontribusi sama dengan terjadinya WMSDs dan juga berpengaruh satu sama lain. Misalnya, postur yang dibentuk tubuh tergantung dari berapa besar usaha yang dilakukan tubuh. Sebaliknya, usaha yang besar dan kecil secara signifikan dapat mengubah postur seorang pekerja. Resiko WMSDs secara langsung adalah munculnya masalah kesehatan, yang dapat bertindak sebagai pemicu munculnya masalah. Efek yang disebabkan oleh faktor WMSDs tergantung pada beberapa kondisi, termasuk pekerja itu sendiri, sifat individu dan sejarah kerja. Hal ini tidak selalu mudah untuk mengenali sebuah faktor WMSDs. Berikut ada beberapa kategori dari faktor dan resiko WMSDs yaitu:

1. Postur yang kaku

Sering terjadi di tempat kerja bahwa pekerja dituntut untuk bekerja dengan postur yang kaku. Bekerja dengan postur yang tidak alami merupakan faktor WMSDs. Hal ini dikarenakan bahwa setiap sendi memiliki sikap dasar. Sikap ini yang biasanya berada pada batas rentang gerak manusia, memerlukan sedikit usaha untuk mempertahankan posisi tubuh dan tidak menempatkan struktur anatomi di posisi yang merugikan. Jika tubuh bergerak dibatas jangkauan gerak tubuh, maka pekerja akan mengalami ketidaknyamanan misal jika tangan ditekuk atau diperpanjang. Rasa sakit yang disebabkan oleh


(45)

WMSDs tergantung pada seberapa jauh usaha tubuh melakukan pekerjaannya, lama durasi, dan frekuensinya.

2. Usaha dan kekuatan otot

Bahasa sehari-hari menyebutkan bahwa kekuatan diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini berguna untuk menjelaskan perbedaan antara kekuatan dan usaha. Ketika berbicara mengenai kekuatan, maksudnya adalah kekuatan yang dihasilkan oleh sebuah sistem pada lingkungan eksternal yang dapat diukur. Misalnya dibutuhkan kekuatan untuk memindahkan kotak 20 kg, kekuatan yang dibutuhkan ini tergantung pada individu, posturnya, dan banyak faktor lainnya. Penerapan kekuatan memerlukan usaha yang harus sesuai dengan keadaan. Usaha ini lebih seperti biaya yang harus dibayar tubuh untuk mengerahkan kekuatan.

3. Bekerja statis

Resiko ekstrim terjadi jika posisi lengan bekerja melawan gravitasi. Misalnya, ketika lengan bekerja dengan tangan di atas bahu. Situasi ini digambarkan sebagai kerja otot statis. Resiko kerja ini tergantung pada durasi dan postur yang semakin lama akan semakin tinggi resikonya. Kerja otot statis mengharuskan otot berkontraksi tanpa gangguan. Itu merupakan kebalikan dari kerja otot dinamis, yang mengacu pada sebuah pergiliran antara kontraksi dan relaksasi.

4. Pengulangan


(46)

waktu dari waktu kerja. Anggapan pengulangan diatas bukanlah referensi mutlak dikarenakan fakta menyatakan bahwa siklus terjadinya kurang dari 30 detik tidaklah berbahaya. Akan tetapi, pengulangan itu sendiri merupakan faktor WMSDs yang menciptakan efek ganda. Bekerja dengan posisi tetap yang tidak berubah dari waktu ke waktu, erat kaitannya dengan pengulangan. Fitur lingkungan tertentu dapat berkontribusi untuk resiko WMSDs seperti paparan dingin, getaran, dampak dan tekanan mekanis.

5. Faktor organisasi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi memiliki efek yang kompleks pada resiko WMSDs. Organisasi kerja sebagian besar menentukan intensitas resiko kerja seperti postur, usaha dan pengulangan. Akibatnya, jadwal kerja, bekerja sendiri atau dalam sebuah tim, pengawasan dan keadaan pekerja adalah parameter yang dapat mempengaruhi resiko WMSDs. Efek organisasi pada resiko WMSDs merupakan fakta bahwa organisasi menentukan kondisi kerja untuk melaksanakan tugas tertentu. Kecepatan kerja, iklim kerja dan kualitas hubungan interpersonal juga dapat mempengaruhi resiko WMSDs atau stress kerja.

6. Beban kerja dan kecepatan kerja

Beban kerja adalah faktor resiko ketika jumlah pekerjaan yang diminta terlalu berat. Kecepatan kerja, intensitas usaha dan kurangnya waktu pemulihan umumnya dikaitkan dengan beban kerja yang sangat berat. Selain itu, ketika pekerja berhubungan dengan mesin, pekerja biasanya tidak dapat menyesuaikan kecepatan kerja ketika bekerja setiap hari. Hal ini diakui


(47)

bahwa kecepatan pekerja dikendalikan oleh faktor eksternal yang tidak hanya satu. Selain faktor resiko yang sering hadir ketika kecepatan kerja dipaksakan, seperti beban kerja berat, tingkat pengulangan tinggi dan tekanan psikologis yang kuat, pekerja harus memiliki sedikit kelonggaran. Namun, kurangnya kontrol yang dimiliki pekerja atas pekerjaan memiliki dampak signifikan pada ketegangan yang dirasakan dan dianggap sebagai faktor utama terjadinya WMSDs.

7. Jadwal kerja

Jadwal kerja dapat mempengaruhi tingkat resiko WMSDs karena dapat memperpanjang durasi kerja, yang merupakan peningkatan beban kerja. Jadwal ini juga mewakili faktor stres, shift malam misalnya dapat mempersingkat masa istirahat yang diperlukan untuk pemulihan. Ketika jumlah pekerjaan signifikan, beban muskuloskeletal berasal bukan hanya dari proses kerja yang berkelanjutan, tetapi juga dari ketiadaan atau pengurangan waktu pemulihan. Istirahat selama shift kerja sangat penting untuk memungkinkan otot beristirahat antara periode kerja. Sebagai contoh, tiga menit istirahat mungkin lebih efektif, dalam hal pemulihan, daripada waktu kerja yang dipersingkat selama 30 menit.

8. Perubahan teknologi

Sangat sulit untuk memprediksi semua konsekuensi dari pilihan teknologi yang ada pada saat ini. Teknologi baru kadang-kadang membuat masalah baru mengenai beban muskuloskeletal. Beberapa orang telah mengantisipasi


(48)

adanya perubahan teknologi. Oleh karena itu, sangat penting untuk tetap waspada berkaitan dengan dampak dari teknologi baru. Setiap kali ada perubahan besar dalam metode produksi, dampak yang mungkin terjadi pada proses kerja harus dianalisis.

9. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial dapat menjadi sumber utama motivasi, tetapi juga sumber keprihatinan dan stres. Dalam lingkungan sosial, pekerja bisa merasakan ketidaknyamanan atau sakit dan mengeluh, walaupun mereka mungkin cenderung untuk menunggu sampai menit terakhir untuk melaporkan masalah muskuloskeletal sehingga konsekuensi semakin lebih serius. Lingkungan yang menumbuhkan ekspresi dan komunikasi akan menguntungkan karena bisa bertukar informasi tentang keahlian pekerja dalam pelaksanaan proses perbaikan terus-menerus.

3.3.3 Penanganan WMSDs

Penanganan WMSDs penting untuk mengurangi resiko WMSDs sehingga dapat meningkatkan efektivitas kerja. Penanganan WMSDs secara tepat harus sesuai berdasarkan tempat kerja. Tempat kerja sistem dapat dilihat dari lima komponen utama meliputi aspek-aspek kerja individu, teknis, organisasi kerja, karakteristik pekerjaan dan lingkungan fisik dan sosial. Jantung dari sistem ini adalah individu atau pekerja, dengan fiturnya berupa fisik atau psikologis berupa interaksi antara pekerja dengan sifat-sifat tertentu, dan komponen-komponen berupa proses kerja. Teknologi dan metode kerja yang digunakan harus sesuai


(49)

dengan pengetahuan pekerja. Pengaruh organisasi juga memiliki dampak langsung pada individu, stasiun kerja dan kondisi kerja. Organisasi menentukan tingkat partisipasi pekerja, sifat interaksi dengan rekan kerja, jenis pengawasan dan pengendalian di stasiun keja. Karakteristik pekerjaan berpengaruh terhadap individu dan proses kerja, seperti tingkat presisi yang diperlukan, fisik dan mental sebagai persyaratan kerja. Misalnya saja individu bekerja dengan menggunakan tinggi meja kerja yang sama. Penanganan WMSDs yang disetujui para ahli yaitu dengan melakukan pendekatan yang komprehensif tergantung kepada tempat kerja. Dengan cara itu penanganan bisa difokuskan pada masalah utama sehingga resiko bisa ditangani secara keseluruhan.

3.3.4 Metode Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

Suatu cara dalam ergonomi untuk mengetahui adanya keluhan muskuloskeletal adalah dengan mengukur lokasi dan intensitas keluhan WMSDs yang didata dengan menggunakan Standard Nordic Questionnaire yang dimodifikasi dengan empat skala Likert. Selain menggunakan Standard Nordic

Questionnaire, keluhan muskuloskeletal juga dapat diketahui dengan RULA

(Rapid Upper Limb Assessment). RULA adalah suatu alat ukur untuk mengetahui

biomekanik dan beban yang diterima oleh keseluruhan tubuh. RULAdikhususkan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal daerah leher, badan, anggota gerak atas, dan sangat sesuai untuk pekerjaan-pekerjaan yang statis atau menetap. Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan RULA mengindikasikan tingkat intervensi


(50)

Metode pengukuran keluhan muskuloskeletal dengan RULA (Rapid Upper Limb

Assessment) dilakukan dengan mengadakan pengamatan mengenai gerakan badan

pekerja saat beraktivitas, mulai dari gerak anggota badan atas, lengan atas sampai kaki pekerja (Arimbawa, 2010).

3.4 Postur Kerja4

Posisi duduk dalam jangka waktu yang lama juga akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Jika kursi dan postur kerja yang dirancang tidak bagus (tidak ergonomis), dapat mengakibatkan timbulnya rasa pegal pada leher, tulang belakang, kelainan bentuk pada tulang belakang, dan masalah yang berhubungan dengan fungsi otot. Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya postur bekerja secara alamiah sehingga dapat

Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisis keefektifan dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh pekerja sudah baik dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang akan diperoleh oleh pekerja tersebut adalah hasil yang baik. Akan tetapi sebaliknya bila postur kerja pekerja salah atau tidak ergonomis maka pekerja tersebut akan mudah mengalami kelelahan dan dalam jangka panjang akan menimbulkan keluhan-keluhan pada bagian tubuh tertentu. Apabila pekerja mengalami kelelahan jelaslah hasil yang dilakukan pekerja tersebut juga akan mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4

Eko Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Surabaya: Guna Widya, 2008), h. 113-115.


(51)

meminimalisasi timbulnya cedera dalam bekerja. Kenyamanan tercipta apabila pekerja telah melakukan postur kerja yang baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Untuk itu, perlu adanya suatu penilaian terhadap suatu postur kerja pekerja untuk mengetahui sejauh mana postur ataupun sikap kerja pekerja mampu mempengaruhi produktivitas dan kesehatan fisik pekerja (Tarwaka dkk. 2004).

Akan tetapi, postur duduk yang benar masih menjadi perdebatan yang terus-menerus dilakukan oleh ahli ergonomi yang profesional. Beberapa orang mengatakan bahwa pada saat duduk penempatan siku dan lutut harus membentuk sudut 900. Sebagian lagi mengatakan bahwa penempatan siku dan lutut yang bervariasi lebih baik selama penggunanya tidak membungkuk. Akan tetapi, semua ahli ergonomi sepakat bahwa postur tubuh yang baik selama duduk dan yang nyaman jika tidak ada tekanan pada bokong, lengan dan otot pengguna serta kaki pengguna berada di lantai. Lebih baik lagi jika duduk dengan cara yang bervariasi dibandingkan dengan postur yang tetap (Openshaw, et al. 2006).

3.4.1 Sikap Kerja Duduk

Sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Sikap tubuh merupakan faktor resiko ditempat kerja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk dan meja kerja. Posisi duduk pada otot rangka dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan dengan sandaran kursi agar terhindar


(52)

meningkat dibanding berdiri atau berbaring, bila posisi duduk tidak benar. Diasumsikan menurut Nurmianto (2004) tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan pada lumbar 3 dan lumbar 4 akan meningkat menjadi 140 % bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190 % apabila saat duduk dilakukan membungkuk ke depan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak statis). Untuk mengetahui lebih jelas mengenai lumbar pada tulang belakang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Klasifikasi dan Kodifikasi padaTulang Belakang Sumber : Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan (Santoso, 2004)

Sikap kerja duduk berhubungan dengan kursi. Kegunaan kursi adalah untuk menstabilkan postur tubuh berupa:

1. Nyaman selama periode waktu 2. Memuaskan secara fisiologis


(53)

Kenyamanan atau lebih tepatnya tingkat ketidaknyamanan akan tergantung pada interaksi antara karakteristik kursi, karakteristik pengguna dan karakteristik tugas seperti Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Faktor Kenyamanan Kursi

Karakteristik Kursi Karakteristik Pengguna Karakteristik Tugas

Dimensi kursi Dimensi tubuh Durasi

Sudut kursi Penyakit tubuh Kebutuhan penglihatan

Profil kursi Sirkulasi Kebutuhan pisik

Material Persepsi Kebutuhan Mental

Sumber : Handbook Bodyspace Antropometry, Ergonomics and the Design of Work (Pheasant, 2003)

Kursi yang cocok untuk pengguna dipengaruhi oleh faktor antropometri. Kesesuaian antara dimensi kursi dan pengguna diperlukan untuk kenyamanan dan dalam jangka panjang secara fisiologis akan memuaskan. Di satu sisi, hal ini sulit untuk dilihat bagaimana peristiwa ketidaknyamanan ini terjadi, akan tetapi secara fisiologis istilah ini dianggap sebagai tanda-tanda peringatan akan terjadinya kerusakan jaringan akibat ketidaksesuaian postur tubuh saat duduk. Ketika duduk di kursi yang relatif tinggi, maka lutut dan sudut antara paha dan batang tubuh akan membentuk sudut masing-masing 900. Oleh karena itu, dalam merancang kursi tujuannya adalah untuk mendukung tulang belakang berada pada posisi netral tanpa perlu usaha otot. Jika sikap kerja duduk yang dilakukan menggunakan meja, berikut rekomendasi tinggi meja kerja dengan beberapa kategori kerja sebagai berikut:


(54)

2. Untuk tugas seperti menulis, tinggi meja kerja yaitu 50-100 mm diatas tinggi siku.

3. Untuk tugas berat seperti melibatkan tekanan pekerja, tinggi meja kerja yaitu 100-250 mm dibawah tinggi siku.

4. Untuk tugas panel control, tinggi meja kerja yaitu berada diantara tinggi siku dan tinggi bahu.

3.5 Antropometri5

Dimensi antropometri setiap populasi diurutkan berdasarkan ukurannya yang disebut sebagai persentil. Hal ini umum dipraktekkan untuk mendesain suatu produk tertentu dengan menggunakan persentil 5 th (5th %) untuk perempuan dan persentil 95th (95th %) untuk laki-laki. Persentil 5 th untuk perempuan tersebut hanyalah untuk sebuah dimensi tertentu (misalnya tinggi duduk) yang biasanya mewakili pengukuran yang terkecil untuk desain produk dalam sebuah populasi.

Istilah Antropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri

yang berarti ukuran. Antropometri adalah ilmu yang mengukur berbagai dimensi tubuh manusia. Ketika merancang produk, antropometri ini sangat penting mengingat bahwa manusia memiliki ukuran dan bentuk tubuh yang berbeda satu dengan yang lainnya. Data antropometri bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya.

3.5.1 Persentil

5

Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerakan dan Waktu, Edisi Pertama (Cet. II, Surabaya: Guna Widya, 2008), h. 60-69.


(55)

Sebaliknya, persentil 95 th untuk laki-laki dapat mewakili pengukuran dimensi terbesar untuk merancang suatu produk. Persentil 5 th sampai persentil 95 th adalah kisaran dari sekitar 90 % dari populasi. Untuk desain suatu produk dengan ukuran yang lebih besar dari populasi, kisaran dari persentil 1 th untuk perempuan sampai persentil 99 th untuk laki-laki bisa digunakan.

3.5.2 Antropometri Statis6

1. Jenis kelamin

Pengukuran statis dilakukan pada tubuh manusia yang berada dalam posisi diam. Dimensi yang diukur pada antropometri statis diambil secara lurus dan dilakukan pada permukaan tubuh. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia, diantaranya:

Secara distribusi statistik ada perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Pria dianggap lebih panjang dimensi tubuhnya daripada wanita.

2. Suku bangsa

Seperti telah diketahui bahwa perbedaan dimensi tubuh antara suku bangsa yang satu dengan yang lain juga berbeda. Dalam hal ini dimensi tubuh penduduk Indonesia biasanya lebih pendek dari penduduk Amerika.

3. Usia

Digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia. Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain


(56)

diaplikasikan untuk antropometri anak-anak. Antropometrinya akan cenderung terus meningkat sampai batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia mempunyai kecenderungan untuk menurun. 4. Jenis pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan atau stafnya. Misalnya buruh dermaga harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya.

5. Pakaian

Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya iklim yang berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya terutama untuk daerah dengan empat musim.

6. Kehamilan pada wanita

Faktor ini jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.

7. Cacat tubuh secara fisik

Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi untuk para penderita cacat tubuh secara fisik. Misalnya ada jalur khusus untuk kursi roda.


(57)

3.5.3 Dimensi Antropometri7

Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur menurut Hartono (2012) dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Pengukuran Data Antropometri

No Dimensi tubuh Definisi

1 Tinggi tubuh Tinggi tubuh jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala.

2 Tinggi mata Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar sudut mata

kanan.

3 Tinggi bahu Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan

atau ujung tulang bahu kanan.

4 Tinggi siku Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan.

5 Tinggi pinggul Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan. 6 Tinggi tulang ruas Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas jari

tangan kanan.

7 Tinggi ujung jari Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan.

8 Tinggi dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas kepala.

9 Tinggi mata dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian luar sudut mata kanan.

10 Tinggi bahu dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian atas bahu kanan.

11 Tinggi siku dalam posisi duduk

Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian bawah lengan bawah tangan kanan.

12 Tebal paha Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas

dari paha kanan.

13 Panjang lutut Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) ke bagian depan lulut kaki kanan.

14 Panjang popliteal Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul)


(58)

Tabel 3.2 Pengukuran Data Antropometri (Lanjutan)

No Dimensi tubuh Definisi

16 Tinggi popliteal

Jarak vertikal dari lantai ke sudut popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan.

17 Lebar sisi bahu Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.

18 Lebar bahu bagian atas Jarak horizontal antara bahu atas kanan dan bahu atas kiri.

19 Lebar pinggul Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan.

20 Tebal dada

Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian dada untuk subyek laki-laki atau ke bagian buah dada untuk subyek wanita.

21 Tebal perut Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian

paling menonjol dibagian perut.

22 Panjang lengan atas Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan.

23 Panjang lengan bawah Jarak horizontal dari lengan bawah diukur dari bagian belakang siku kanan kebagian ujung dari jari tengah. 24 Panjang rentang tangan

ke depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku dan pergelangan tangan kanan lurus.

25

Panjang bahu

genggaman tangan ke depan

Jarak dari bagian atas bahu kanan ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus.

26 Panjang kepala Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala. 27 Lebar kepala Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi

kepala bagian kanan, tepat di atas telinga. 28 Panjang tangan

Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka.

29 Lebar tangan Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan

kanan yang diposisikan lurus dan rapat.

30 Panjang kaki Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke

bagian paling ujung dari jari kaki kanan.

31 Lebar kaki Jarak antara kedua sisi paling luar kaki.

32 Panjang rentangan tangan ke samping

Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri.

33 Panjang rentangan siku Jarak yang diukur dari ujung siku tangan kanan ke ujung siku tangan kiri.

34

Tinggi genggaman tangan ke atas dalam posisi berdiri

Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang silinder yang digenggam oleh telapak tangan kanan.

35 Tinggi genggaman ke


(59)

Tabel 3.2 Pengukuran Data Antropometri (Lanjutan)

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

Gambar dari pengukuran data antropometri dapat dilihat pada Gambar 3.2 yang merupakan kelompok dimensi tubuh yang diukur dalam posisi berdiri sedangkan Gambar 3.3 merupakan kelompok dimensi tubuh yang diukur dalam posisi duduk.

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

Gambar 3.2 Kelompok Dimensi Tubuh I

No Dimensi tubuh Definisi

36 Panjang genggaman

tangan ke depan

Jarak yang diukur dari bagian belakang bahu kanan (tulang belikat) ke pusat batang silinder yang digenggam oleh telapak tangan kanan.


(60)

Sumber : Jurnal Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2012)

Gambar 3.3 Kelompok Dimensi Tubuh II

Contoh aplikasi dari antropometri ini dapat dilihat pada perancangan-perancangan produk dimana ukuran produk ditentukan dari nilai dimensi antropometri berdasarkan prinsip perancangan tertentu. Beberapa jenis produk dan dimensi antropometri yang digunakan dalam merancang produk tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Data-data dari hasil pengukuran atau disebut dengan data antropometri digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan. Terdapat tiga prinsip dalam pemakaian data antropometri tersebut yaitu:


(61)

Prinsip ini digunakan apabila fasilitas kerja yang dirancang dapat dipakai dengan enak dan nyaman oleh sebagian besar orang-orang yang memakainya yang biasanya minimal oleh 95 % pemakai.

2. Prinsip perancangan produk fasilitas yang bisa disesuaikan

Prinsip ini digunakan untuk merancang fasilitas agar fasilitas tersebut bisa dirubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap ukuran rata-rata tubuh manusia (Sutalaksana, 1979).

Kriteria antropometri yang digunakan dalam perancangan terdiri dari 3 kategori, yaitu:

1. Clearence dimensions (dimensi ruang) yaitu area minimum yang diperlukan operator untuk melakukan aktivitas kerja pada tempat kerja (ditentukan dari orang terbesar dalam populasi pengguna). Dalam hal ini digunakan nilai standar normal dengan persentil besar yaitu persentil 90 sampai dengan 99.

2. Reach dimensions (dimensi jangkauan) yaitu area maksimum yang dapat

dilakukan oleh operator yang mengoperasikan peralatan (ditentukan dari orang terkecil dalam populasi pengguna). Dalam hal ini digunakan nilai standar normal dengan persentil kecil yaitu persentil 1 sampai dengan 10.


(62)

solusinya adalah merancang stasiun kerja yang dapat disesuaikan (Arimbawa, 2010).

Tabel 3.3 Aplikasi Dimensi Antropometri

No Produk Gambar Produk Dimensi Antropometri

1 Jok Mobil

A.Tinggi dalam posisi duduk B.Tinggi mata dalam posisi

duduk

C.Lebar sisi bahu

D.Lebar bahu bagian atas E.Lebar kepala

F. Lebar pinggul

G.Panjang lutut & Panjang popliteal

H.Panjang popliteal I. Panjang lutut

J. Tinggi bahu dalam posisi duduk

K.Tinggi dalam posisi duduk & Tinggi popliteal

2

Kaos Lengan Panjang

A.Panjang bahu-genggaman tangan ke depan

B.Lebar bahu bagian atas C.Tebal dada & Lebar bahu

bagian atas

D.Tinggi bahu & Tinggi ujung jari

E.Tebal perut & Lebar pinggul F. Panjang genggaman tangan

ke depan & Panjang bahu-genggaman tangan ke depan Sumber : antropometriindonesia.com

3.5.4 Flowchart dan Langkah-langkah Penilaian Data Antropometri8

1. Start.

Langkah-langkah penilaian data antropometri antara lain:

8


(63)

2. Masukkan nilai data antropometri berupa ukuran dimensi tubuh manusia yang telah ditentukan anggota tubuh mana yang akan diukur.

3. Pengolahan data antropometri berupa perhitungan rata-rata, nilai maksimum dan minimum serta standar deviasinya.

4. Uji keseragaman data untuk menentukan apakah ada data yang out of control

yaitu dimana data terletak di luar nilai BKA dan BKB (tidak berada diantara BKA dan BKB).

5. Uji kecukupan data untuk menentukan apakah jumlah pengamatan yang dilakukan telah cukup memenuhi.

6. Penetapan prinsip perancangan produk apa yang akan dipakai, dimana terdapat 3 prinsip perancangan yaitu ekstrim, rata-rata dan yang disesuaikan. 7. Nilai persentil yang digunakan tergantung prinsip perancangan mana yang

dipilih.

8. Output/keluaran berupa data yang berada pada wilayah persentil.

9. Stop.

Dari langkah-langkah penilaian data antropometri tersebut maka dapat dibuat sebuah flowchart yang menggambarkan urutan alirnya yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.

3.5.5 Uji Keseragaman Data9

Uji keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana mudah dan cepat. Di sini kita hanya sekedar melihat data yang terkumpul dan seterusnya


(64)

mengidentifikasikan data yang telalu “ekstrim”. Yang dimaksudkan dengan data ekstrim ialah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari tren rata-ratanya. Data yang terlalu ekstrim ini sewajarnya tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya.

Start Input Data Antropometri Output Persentil Data Pengolahan Data Uji Keseragaman Data Uji Kecukupan Data Penetapan Prinsip Perancangan Produk Perhitungan Persentil Stop ` N N Y Y

Gambar 3.4 Flowchart Penilaian Data Antropometri

Langkah pertama dalam uji keseragaman data yaitu menghitung besarnya rata-rata dari setiap hasil pengamatan, dengan persamaan 1 berikut:

��=∑ ��

� �� : Rata-rata data hasil pengamatan � : Data hasil pengukuran


(65)

Langkah kedua adalah menghitung deviasi standar dengan persamaan 2 berikut:

�=�∑(��− ��) 2

� −1

� : Standar deviasi dari populasi � : Banyaknya jumlah pengamata � : Data hasil pengukuran

Langkah ketiga adalah menentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) yang digunakan sebagai pembatas dibuangnya data ektrim dengan menggunakan persamaan 3 dan 4 berikut:

���= ��+��

��� = �� − ��

Dimana:

�� : Rata-rata data hasil pengamatan � : Standar deviasi dari populasi

� : Koefisien indeks tingkat kepercayaan, yaitu: Tingkat kepercayaan 0% - 68% harga k adalah 1 Tingkat kepercayaan 69% - 95% harga k adalah 1,96 Tingkat kepercayaan 96% - 100% harga k adalah 3


(66)

Penelitian dengan menggunakan seluruh populasi sangatlah sulit untuk dilakukan. Data yang diperlukan untuk menghitung kecukupan data pengukuran yaitu tingkat akurasi dari hasil akhir dan estimasi dispersi variabiltas dari dimensi yang akan diukur. Distribusi dari data antropometri biasanya adalah berbentuk distribusi normal, maka jumlah data yang diperlukan dihitung menggunakan persamaan:

N= �K2 S d �

2

Dimana, N = Jumlah data yang diperlukan S = Standar deviasi data

d = Tingkat ketelitian pengukuran (± satuan)

K2 = 2,00 (100 > Ni >40) ; 2,05 (40 > Ni >20) ; 2,16 (20 > Ni >10) ;

2,78 (10 > Ni)

3.5.7 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri11 Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean, X ) dan simpangan standarnya (standard

deviation, σX) dari data yang ada. Dari nilai yang ada maka persentil dapat

ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam antropometri ukuran 95-th akan

11


(67)

menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan 5-th persentil sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil. Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antopometri dapat dijelaskan dalam Tabel 3.4 dan Gambar 3.5.

Tabel 3.4 Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal

Sumber : Buku Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Nurmianto, 2004)

X

Persentil Perhitungan 1-st Χ- 2,325 σX 2.5-th Χ- 1,96 σX

5-th Χ- 1,645 σX

10-th Χ- 1,28 σX

50-th Χ

90-th Χ+ 1,28 σX

95-th Χ+ 1,645 σX

97.5-th Χ+ 1,96 σX

99-th Χ+ 2,325 σX

1,96 σX 1,96 σX

Χ

2,5% 95%

2,5%

N(X�, σX)


(68)

Cara pengukuran dari tiap dimensi kursi yaitu: 1. Tinggi kursi

Jika tinggi kursi melebihi tinggi popliteal pengguna, tekanan akan dirasakan di bawah paha. Sebaliknya, jika tinggi kursi terlalu rendah dengan tinggi tinggi popliteal maka:

a. Kaki pengguna akan terjulur ke lantai

b. Pengguna akan mengalami masalah yang lebih besar ketika berdiri dan duduk, karena jarak pusat gravitasi harus bergerak

c. Pengguna memerlukan ruang kaki yang lebih besar.

Secara umum, tinggi kursi yang optimal harus sesuai dengan tinggi popliteal

ditambah dengan kelonggaran sepatu. Adapun kelonggaran untuk sepatu yang digunakan dalam tempat yang formal ditambahkan:

a. 25 mm untuk semua dimensi untuk laki-laki b. 45 mm untuk semua dimensi untuk perempuan.

Dalam hal ini tinggi kursi tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. 2. Kedalaman kursi (panjang kursi)

Jika kedalaman kursi atau panjang kursi melebihi panjang popliteal, pengguna tidak akan bisa menggunakan sandaran kursi secara efektif tanpa menerima tekanan pada punggung dan lutut.

3. Lebar kursi

Lebar kursi harus sesuai dengan lebar pinggul dan harus memadai dan nyaman digunakan jika kursi menggunakan sandaran lengan.


(69)

4. Tinggi sandaran punggung

Tinggi sandaran punggung lebih efektif digunakan untuk mendukung berat punggung. Tinggi sandaran punggung ini harus sesuai dengan tinggi bahu. 5. Lebar sandaran punggung

Lebar sandaran punggung harus sesuai dengan lebar bahu. Cara pengukuran dari tiap dimensi meja yaitu:

1. Tinggi meja

Tinggi meja ditentukan oleh tinggi popliteal ditambahkan tinggi siku dalam posisi duduk dan ditambahkan dengan kelonggaran sepatu.

2. Tinggi meja dari bawah meja

Tinggi meja dari bawah meja ditentukan oleh tinggi popliteal ditambahkan tebal paha dan ditambahkan dengan kelonggaran sepatu (Pheasant, 2003).

3.6 Kesesuaian Desain Perabot Kelas di Perkotaan dan Pedesaan12

Perabot merupakan fasilitas fisik yang penting di dalam kelas dimana anak-anak menghabiskan kebanyakan waktunya untuk melakukan berbagai aktivitas belajar seperti membaca, menulis, menggambar dan lain-lain. Aktivitas di dalam kelas sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar sekolah dan fasilitas yang menunjang anak-anak untuk bersekolah. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa siswa di pedesaan memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan siswa perkotaan akibat pengaruh lingkungan belajar dan fasilitas kelas. Perabot di kelas


(70)

TK maupun SD memiliki ukuran yang sama di sekolah pedesaan, sedangkan sekolah di kota menyediakan perabot yang berbeda jenis untuk kelas yang berbeda. Mayoritas sekolah di kota menggunakan perabot yang sesuai dengan dimensi antropometri siswa karena dapat mengurangi kemungkinan organ tubuh terjepit dan kelelahan otot. Selain itu, perabot yang baik dapat mengurangi bahkan menghilangkan stres belajar akibat postur duduk yang salah.

Sampel yang digunakan untuk penelitian berjumlah 200 responden dari sekolah di desa dan 200 responden dari sekolah di kota. Pemilihan sampel dilakukan dengan random sampling. Dimensi antropometri yang diukur untuk mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian antara dimensi tubuh siswa dengan dimensi perabot yang ada, antara lain tinggi siku duduk, tinggi popliteal, panjang

popliteal, dan lebar pinggul. Dimensi perabot kelas di sekolah yang diukur antara lain tinggi kursi, kedalaman kursi, lebar kursi, tinggi meja, kedalaman meja, dan lebar meja. Parcells (1999) menganalisis ketidaksesuaian dimensi antropometri siswa dengan ukuran perabot yang ada berdasarkan:

1. Ketidaksesuaian tinggi duduk, Tinggi duduk suatu kursi harus lebih rendah daripada tinggi popliteal dapat mendukung lutut dalam posisi fleksi dimana kaki membentuk sudut 5°-30° terhadap garis vertikal.

(TBD + 2) cos 30°≤ Tinggi Duduk ≤ (TBD + 2) cos 5°

2. Ketidaksesuaian kedalaman duduk, apabila kedalamannya ≤ 80% atau ≥ 99% dari panjang popliteal.


(71)

3. Ketidaksesuaian lebar duduk, apabila lebar pinggul terakomodasi <10% dan >30% dari lebar pinggul.

1,1 LP ≤ Panjang Kursi ≤ 1,3 LP

4. Ketidaksesuaian tinggi meja, bila tinggi meja di bawah minimum tinggi siku duduk dan di atas maksimum sudut bahu fleksi 25°(θ) dan abduksi 20°(β) = (Tinggi siku duduk (TSD) + (Tinggi bahu duduk(TBD) – Tinggi siku

duduk (TSD)) [(1 – cosθ) + cosθ(1 – cosβ)]

= (TSD + (TBD – TSD)[(1 – 0,9063) + 0,9063 (1 – 0,9397)]

= TSD + 0,1483 TBD – 0,1483 TSD = (TSD x 0,8517 + TBD x 0,1483) TSD + [(TBD + 2) cos 30°] ≤ Tinggi Meja ≤ [(TBD + 2) cos 5°] + (TSD

0,8517) + (TBD 0,1483) Tinggi duduk aktual dari kedua sekolah lebih tinggi dibandingkan ukuran usulan yang mengakibatkan kaki anak-anak menggantung di udara dan membuat anak-anak merasa tidak nyaman serta sakit di kaki dan punggung. Ketidaksesuaian ditemukan antara tinggi duduk, kedalaman duduk, dan tinggi meja aktual terhadap dimensi antropometri tinngi popliteal, panjang popliteal, dan tinggi siku duduk. Lebar duduk aktual juga lebih tinggi dibandingkan dimensi usulan. Akan tetapi, lebar duduk ini tidak akan menyebabkan anak-anak merasa tidak nyaman karena dengan dimensi yang lebih besar akan dapat mengakomodasi lebih banyak anak dengan dimensi pantat dan paha yang besar. Perbandingan ukuran perabot usulan dengan aktual ditunjukkan pada Gambar 3.6.


(72)

Gambar 3.6 Ketidaksesuaian Antara Ukuran Perabot Dengan Ukuran Tubuh Siswa Sekolah di Kota dan Desa

3.7 Perancangan Meja dan Kursi Siswa Berdasarkan Antropometri13

Penggunaan antropometri untuk mendesain dapat meningkatkan tingkat kenyamanan, kesehatan, dan keamanan pengguna produk. Begitu pula penggunaan data antropometri dalam perancangan meja dan kursi sekolah telah banyak diterapkan oleh negara berkembang. Fungsi fasilitas duduk adalah untuk membantu tubuh membentuk postur yang stabil dan nyaman dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran antropometri yang dibutuhkan untuk merancang perabot

Data antropometri merupakan kumpulan dimensi tubuh manusia dan berguna untuk menentukan ukuran produk, forensik, antropologi dan desain tempat kerja secara ergonomis. Ilmu ergonomi dan antropometri banyak digunakan untuk mengembangkan perabot seperti meja dan kursi kantor agar dapat digunakan oleh lebih banyak orang.

13

Qutubuddin (et.al.), “Anthropometric Consideration for Designing Students Desks in Engineering Colleges” (2013) <inpressco.com/wp-content/uploads/2013/09/Paper51179-1185.pdf> [29/10/2013]


(73)

sekolah sehingga memiliki postur yang baik antara lain tinggi popliteal, tinggi lutut, panjang popliteal dan tinggi siku.

Siswa sekolah memiliki risiko yang tinggi akibat kesalahan desain perabot karena lamanya waktu yang dihabiskan di sekolah dalam posisi duduk. Menurut Grimes dan Legg (2004), kombinasi dari postur yang salah dan tempat duduk yang tidak sesuai serta aktivitas yang tidak bergerak dalam waktu lama dapat mengakibatkan sakit pada punggung bagian bawah. Oleh karena itu, ahli ergonomi merasa bahwa masalah perancangan perabot untuk siswa harus dilakukan. Data antropometri siswa dikumpulkan dan dibandingkan dengan ukuran perabot aktual untuk mencari ketidaksesuaian antara dimensi tubuh dengan dimensi perabot. Selain itu, survei kuisioner juga dilakukan untuk mengetahui keinginan siswa mengenai bentuk perabot sekolah dan disesuaikan dengan dimensi antropometri. Bentuk perabot sekolah yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan antara dimensi meja yang digunakan oleh mahasiswa fakultas teknik dengan dimensi antropometri. Usulan yang diajukan untuk meja dan bangku yaitu dengan menggunakan prinsip

adjustable yang mana dapat digunakan untuk orang bertubuh tinggi maupun

rendah. Kaki kursi dan meja seharusnya dapat digerakkan ke atas dan ke bawah dari persentil 50th menjadi 5th dan 95th yang dikaitkan dengan skrup. Sandaran punggung diperlukan untuk menyanggah lumbar atas dan bawah. Desain meja harus mempertimbangkan aspek jangkauan tangan minimum, tinggi siku duduk


(74)

(1)

(2)

L-8

SURAT KEPUTUSAN TUGAS

SARJANA MAHASISWA


(3)

(4)

L-9

LEMBAR ASISTENSI

DOSEN PEMBIMBING I

DOSEN PEMBIMBING II


(5)

(6)