Analisa putusan menurut hukum positif

1. Pembacaan Dakwaan Oditur Militer Nomor : Sdak226II2015 tanggal 6 februari 2015 di dalam sidang yang dijadikan dasar pemeriksaan perkara terdakwa ini. 2. Hal-hal yang diterangkan oleh terdakwa dipersidangan dan keterangan para saksi di bawah sumpah. Memperhatikan : 1. Tuntutan pidana requisitoir Oditur Militer yang diajukan kepada majelis Hakim yang pada pokoknya Oditur Militer menyatakan bahwa : a. Para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: ``Secara sah sendiri-sendiri melakukan tindak pidana penganiayaan`` sebagaimana di atur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 99 Menimbang, bahwa dakwaan Oditur Militer tersebut diatas yang disusun secara Subsudaritas yaitu Primeir pasal 351 ayat 1 jo ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, subsidair pasal 351 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, lebih Subsideir pasal 352 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 KUHP adapun unsur-unsurnya sebagai berikut : Primeir : Unsur kesatu : Barang siapa dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. 99 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan Nomor :36-kPM II- 08AUII2015,h. 3 Unsur kedua : yang mengakibatkan luka berat Unsur ketiga : dilakukan secara bersama atau sendiri. Subsidair : Unsur kesatu : Barang siapa dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. Unsur kedua : yang dilakukanya dengan secara bersamaan atau sendiri- sendiri. Lebih Subsidair : Unsur kesatu : ``Dengan Sengaja`` Unsur kedua : ``menimbulkan rasa sakit atau luka`` Unsur ketiga : ``kepada orang lain`` Unsur keempat : ``yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian`` Menimbang, bahwa oleh karena oditur militer menyusun dakwaan secara subsidair maka majelis hakim akan membuktikan unsure-unsur dalam dakwaan primeir. 100 Menimbang, bahwa mengenai dakwaan tersebut, Majelis Hakim mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Unsur kesatu : ``barang siapa Yang di maksud dengan ``barang siapa” adalah setiap orang yang tunduk pada segala ketentuan undang-undang yang berlaku diwilayah hukum atau yurisdiksi 100 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan Nomor :36-kPM II 08AUII2015,h-29 NKRI, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2-5,7 dan 8 KUHP dan sebagai pelaku tindak pidanasubjek hukum tersebut dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatanya, sedangkan menurut pasal 52 KUHPM yang di maksud dengan “barang siapa”adalah setiap orang yang tunduk di bawah Justisiable peradilan Militer. 101 menimbang, bahwa berdasarkan keterangan para saksi di bawah sumpah, keterangan para terdakwa, dan alat bukti lainya yang di ajukan kepersidangan terungkap fakta- fakta sebagai berikut : 1. Para terdakwa 2. Bahwa benar sesuai dengan skeppera dari kepala dinas materil angkatan udara nomor : Kep3I2015 tanggal 29 januari 2015, para terdakwa masih aktif berdinas sebagai anggota Dismatau. 3. Bahwa benar dipersidangan para terdakwa dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan bahasa Indonesia baik dan benar sehingga tidak terlihat adanya tanda-tanda para terdakwa tergganggu jiwanya maupun menderita penyakit. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur kesatu telah “barang siapa” terpenuhi. Unsur kedua : “Dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain”. Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah menghendaki dan menginsyafi terjadinya seuatu tindak pidanaperbuatan beserta akibatnya sedangkan yang 101 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan Nomor :36-kPM II- 08AUII2015,h-30 dimaksud dengan tanpa hak perundang-undangan atau kepatutan yang berlaku dalam masyrakat atau melanggar hak pribadi orang lain yang dilindungi hukum tersebut. Bahwa menimbulkan rasa sakit atau luka adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan rasa sakit, seperti memukul, menendang, melempar, mencekik dan sebagainya. Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur kedua“Dengan s engaja menimbulkan rasa sakit kepada orang lain” telah terpenuhi Unsur ketiga :” yang mengakibatkan luka berat” Dengan pertimbangan, bahwa tujuan Majelis Hakim menjatuhkan pidana tidaklah semata-mata hanya memidana orang-orang yang bersalah melakukan tindak pidana tetapi juga mempunyai tujuan untuk mendidik agar yang bersangkutan dapat insyaf kembali kejalan yang benar menjadi warga Negara dan menjadi prajurit yang baik dengan falsafah Pancasila dan Sapta Marga, oleh karena itu sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana atas diri para terdakwa dalam perkara ini perlu lebih dahulu memperhatikan hal-hal yang dapat meringan kan dan memberatkan pidana nya yaitu : Hal-hal yang meringankan : 1. Bahwa para terdakwa belum pernah di hukum baik dispilin maupun dipidana 2. Bahwa para terdakwa masih muda dan masih dapat dipidana Hal-hal yang dapat memberatkan : 1. Para terdakwa bertindak sewenang-wenang terhadap juniornya 2. Perbuatan para terdakwa dapat berpengaruh buruk terhadap disiplin prajurit dikesatuanya. 3. Perbuatan para terdakwa dapat menimbulkan hubungan yang tidak sehat antara senior dan junior. Menimbang, bahwa setelah meneliti dan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, majelis berpendapat, pidana sebagaimana tercantum pada dictum dibawah ini adil dan seimbang dengan kesalahan para terdakwa. Menimbang, bahwa para terdakwa harus dipidana, maka ia harus di bebani untuk membayar biaya perkara. Mengingat, pasal 351 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan ketentuan perundang-undangan lainya yang bersangkutan. Maka mengadili, dengan sesuai dengan undang-undang pidana KUHP yaitu dengan pidana “penjara paling lama lima tahun” karena menyebabkan luka berat bagi korban tersebut. 102

D. Analisa putusan menurut hukum Islam

Secara teoritis, ajaran Islam tidak memberikan secara khusus untuk sangksi pidana penganiayaan untuk tentara, tetapi dari hasil analisa penulis bahwa sanksi yang di berikan terhadap pelaku penganiayaan di samakan dengan penjelasan penganiayaan pada umumnya. Tentang lingkup berlakunya hukum pidana Islam ini, 102 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta : Rineka Cipta, 2013,h. 137 Dalam hal ini putusan yang telah di jatuhkan oleh terdakwa penganiayaan akan dikorelasikan oleh hukum pidana Islam, sebelumnya putusan sanksi yang telah di tetapkan oleh hakim militer adalah berupa kurungan selama lima bulan, jika dilihat dari jenis penganiayaan dan luka yang berat, tidak seimbang dengan sangksi yang diberikan. Karena korban salah satu organ tubuhnya ada yang tidak berfungsi yaitu diantara dua belas usus berdasarkan visum et repertum. Didiagnosa oleh dokter usus buntu. 103 Akibat pemukulan tersebut. Hukum pidana Islam mengkategorikan bahwa perbuatan penganiayaan TNI masuk pada bagian al-jirah yaitu luka pada badan, selain kepala dan muka. Luka ini di bagi dua : al-ja`ifah dan ghoiru ja`ifah. Menurut Imam Hanafi Al-ja`ifah adalah luka yang sampai kedalam rongga dada dan perut, baik luka tersebut di dada, perut, punggung, dua lambung, antara dua buah pelir, dubur atau tenggorokan. Sedangkan ghoiru al-ja`ifah adalah luka yang tidak sampai ke rongga tersebut. Kemudian di jelaskan dalam hukum pidana Islam jika penganiayaan tersebut masuk memenuhi syarat ranahnya dalam tindak pidana yaitu berupa rukun-rukun tindak pidana ada dua : 1 perbuatan yang terjadi pada tubuh korban atau memengaruhi keselamatanya. 2 perbuatan pelaku di lakukan dengan sengaja. Agar terjadi tindak pidana, pelaku disyaratkan harus melakukan perbuatan yang menyentuh tubuh korban atau memengaruhi keselamatan tubuhnya, dalam 103 Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan Nomor :36-kPM II- 08AUII2015,h-22 kondisi apapun. Perbuatan tidak disyaratkan harus berupa pukulan atau melukai, tetapi cukup perbuatan yang membahayakan atau tindakan melawan hukum dengan segala bentuknya, seperti melukai, mencekik, menarik, mendorong, menekan, memelintir. Sejalan dengan ini yang di kemukakan oleh Wahbah Zuhaili, bahwa tindak pidana penganiayaan merupakan suatu tindakan melawan hukum atas tindakan manusia, baik berupa pemotongan anggota badan,pelukaan,mapun pemukulan, sedangkan jiwanya masih hidup tidak terganggu 104 Dalam madzhab Hanbali ada pendapat bahwa tindak pidana penganiayaan ada yang disengaja dan yang menyerupai disengaja. Ia membedakan keduanya bahwa yang pertama berhak mendapat qishas dan yang kedua berhak mendapat diat. Mereka membedakan antara disengaja dan menyerupai sengaja. Yang pertama bermaksud memukul dengan sesuatu yang biasanya menimbulkan akibat, sedangkan yang kedua bermaksud memukul dengan sesuatu yang biasanya tidak menimbulkan akibat. Misalnya memukul dengan batu kerikil yang secara biasa tidak menimbulkan luka, namun perbuatan tersebut tidak wajib diqishas karena termasuk menyerupai disengaja. 105 Pendapat ini merupakan pendapat yang lebih unggul dalam mazhab Hanbali adapun pendapat lain menyebutkan bahwa semua pelukaan hukumnya disengaja dan 104 Wahbah Zuhaili, Fikh Al-islam Wa Adilatuhu, jilid VII, penerjemah : Abdul Hayyi al- Kattani,Jakarta :Gema Insani,2011Hlm.663 105 Ali Yafie, dkk, ensiklopedia hukum pidana islam, Bogor : PT Kharisma Ilmu, hlm-22 wajib diqishas. Allah SWT berfirman صق artinya dan luka-luka pun ada qishasnya balasan yang sama. Adapun hukuman pokok bagi tindak pidana penganiayaan menurut Imam Malik hukumanya diat dan qishas. Jika qishas terhalang karena ada berbagai sebab, ada dua hukuman pengganti yang akan menempati posisinya : yaitu diat dan ta`zir. 106 Jika dihubungkan dengan sangksi untuk oknum TNI yang melakukan penganiyaan dengan sengaja korelasinya dengan hukum pidana Islam maka delapan terdakwa oknum TNI tersebut di kenakan sanksi berupa diat dan qishas. Dalam hukum pidana Islam bahwa sanksi penganiayaan hukumanya ada dua hukuman pokok atau balasanya setimpal, sesuai dengan firman Allah: ْ ْ ف ْ ف ْ ع ع ّ ّ ّ أ ف ع ك ّ ّ ّه أ ۚ ّ ك ف ّ ص ف ۚ صق ّظ ك ٰ أف ّ ّ Artinya: Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya At Taurat bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan hak qishashnya, maka melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim . QS Al Maidah : 6 : 45 107 dari dalil hukum yang tercantum pada ayat Al- Qur`an tersebut dapat di pahami bahwa sanksi penganiayaan yang di lakukan TNI adalah qishas. 108 106 Ali Yafie, dkk, ensiklopedia hukum pidana islam, Bogor : PT Kharisma Ilmu, ,h. 25