Pertumbuhan Berat Badan Tikus Jumlah Sel Limfosit pada Limpa Tikus Percobaan

28

4.2.1.2 Pertumbuhan Berat Badan Tikus

Keterangan: setiap nilai yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak ada perbedaan nyata pada taraf 5 . Gambar 9. Pertumbuhan berat badan tikus percobaan selama pemeliharaan Pertumbuhan berat badan tikus selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa pertumbuhan berat badan tikus selama perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 5 Lampiran 13. Sebelumnya diduga akan terjadi penurunan berat badan tikus percobaan selama pengujian, akan tetapi diare yang dialami tikus memang tidak mengakibatkan tikus kekurangan cairan terlalu banyak. Feses tikus yang diare tidak sampai menjadi cair, tetapi hanya lembek, berukuran lebih besar, dan berwarna lebih pucat. Menurut Muscari 2001, manifestasi klinik berdasarkan tingkat keparahan diare dibagi menjadi tiga yaitu: 1 diare ringan dengan karakteristik pengeluaran feses lembek tanpa gejala lain, 2 diare sedang dengan karakteristik pengeluaran feses cair atau encer beberapa kali, peningkatan suhu tubuh, muntah, dan iritabilitas, tidak ada tanda-tanda dehidrasi dan kehilangan berat badan atau kegagalan menambah berat badan, dan 3 diare berat dengan karakteristik pengeluaran feses yang banyak, gejala dehidrasi sedang sampai berat, terlihat lemah, iritabilitas, gerakan yang tak bertujuan, respon yang tidak sesuai, atau terlihat koma. Berdasarkan hal ini, maka diare yang terjadi pada penelitian ini adalah diare dengan manifestasi klinik diare ringan yang tidak menyebabkan penurunan berat badan.

4.2.1.3 Jumlah Sel Limfosit pada Limpa Tikus Percobaan

Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekuler dan seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon antigen endogenus dan eksogenus. Salah satu jenis sel yang berfungsi dalam merespon antigen adalah sel darah putih. Leukosit atau sel darah putih merupakan salah satu bentuk sistem pertahanan tubuh. Leukosit terdiri dari 75 sel granulosit dan 25 sel agranulosit yang terbentuk dalam sumsum tulang belakang Baratawidjaya 1991. 7.6 ± 5.0 a 7.8±4.2 a 6.2±2.0 a 6.0±2.2 a 7.5±3.8 a 29 Limfosit merupakan bagian dari sel darah putih yang bersifat agranulosit, berukuran kecil, berbentuk bulat dengan diameter 7-12 mikrometer dan banyak terdapat pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe, dan timus. Sel ini merupakan inti dalam proses respon imun spesifik karena sel-sel limfosit dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat pada intraseluler maupun ekstraseluler Kresno 1996. Menurut Zakaria 1996, uji aktivitas sel limfosit dapat dilakukan secara in vitro dan merupakan indikator kualitas respon imun. Proliferasi limfosit adalah suatu fungsi biologis yaitu berupa perbanyakan sel melalui pembelahan sel atau mitosis sebagai respon terhadap antigen atau mitogen. Pada proses tersebut dihasilkan sel-sel efektor atau sel plasma yang berperan dalam respon spesifik dan nonspesifik. Sel limfosit yang dapat berproliferasi adalah sel B dan sel T. Pada awal proliferasi ini, sel B bertambah banyak dan berdiferensiasi menjadi sel plasma efektor dan sel memori, sedangkan sel T berdiferensiasi menjadi tiga bentuk sel T yaitu sel T helper , T supressor , dan sel T cytotoksik . Sel B dan sel T merupakan bagian dari sel limfosit yang memiliki peranan dalam sistem imun spesifik. Sel T akan menghasilkan sitokinin yang menginduksi sistem imun yang lain. Adanya hal ini memperlihatkan bahwa proliferasi dapat memperbanyak jumlah sel B dan sel T atau sel limfosit sehingga kemampuan menghasilkan sitokinin dan antibodi yang diperlukan untuk melawan antigen meningkat. Penentuan aktivitas proliferasi sel limfosit dilakukan pada organ limpa. Hal ini disebabkan ogan limpa merupakan organ limfoid sekunder. Organ ini memiliki fungsi menangkap dan mempresentasikan antigen dengan efektif. Selain itu sel B dan sel T sudah berada dalam keadaan matang sehingga sudah siap untuk berproliferasi dan berdiferensiasi, serta merupakan tempat utama produksi antibodi. Organ limpa juga merupakan tempat untuk saringan darah dan tempat respon imun utama terhadap antigen asal darah Baratawidjaja 2006. Pada penelitian ini, dilakukan isolasi sel limfosit selama perlakuan tikus percobaan, kemudian dihitung jumlahnya. Jumlah sel limfosit yang diisolasi dari limpa tikus percobaan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan jumlah sel limfosit tikus percobaan x10 7 ml pada hari ke-7, 14,dan 21 Kelompok Tikus Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Kontrol negatif 4.29±0.12 a 3.07±0.24 a 3.94±3.66 a Yogurt sinbiotik 8.02±0.47 b 7.01±0.44 b 2.84±1.46 a Yogurt sinbiotik + EPEC 5.00±0.88 a 3.66±1.73 a 3.87±3.24 a Kontrol positif 4.58±0.48 a 1.68±0.34 a 1.56±0.43 a Yogurt prebiotik konvensional - - 3.56±0.90 a Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan bahwa tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 . Berdasarkan Tabel 6. terlihat bahwa jumlah limfosit pada hari ke-21 tikus percobaan yang dicekok dengan yogurt sinbiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya p 0.05 pada taraf 5 Lampiran 18. Meskipun demikian pada hari ke-7 dan ke-14 kelompok tikus yang diberi perlakuan dengan pemberian yogurt sinbiotik menunjukkan nilai rata-rata jumlah limfosit tertinggi. Sidik ragam menunjukkan perlakuan pemberian yogurt berpengaruh nyata terhadap jumlah limfosit tikus percobaan pada hari ke-7 dan ke-14 p 0.05 Lampiran 16 dan 17. 30 Hal ini menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik selama 7 hari dan 14 hari mampu meningkatkan proliferasi limfosit, namun pemberian pada hari ke-21 tidak memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah sel limfosit. Hasil uji limfosit yang senada juga ditunjukkan oleh beberapa penelitian di antaranya yang dilakukan oleh Perdigon et al. 1994 diacu dalam Water et al 2005 yang menyatakan bahwa suplementasi dengan bakteri asam laktat Lb. delberuckii ssp. bulgaricus dan S. sallvarius ssp.thermophilus sebanyak 3 mL yogurt yang mengandung 2 × 10 8 selmL menghasilkan kenaikan sekresi IgA pada usus kecil selama 7 hari. Namun kenaikan ini tidak diperlihatkan kembali setelah 10 hari pemberian yogurt pada tikus percobaan. Studi pada sukarelawan manusia dengan pemberian vaksin dan konsumsi bakteri probiotik Lactobacillus GG ATCC 531013 serta Lactoccocus lactis selama 7 hari dihitung dari hari pertama pemberian vaksin, menunjukkan kelompok dengan pemberian bakteri probiotik Lactobacillus GG menaikkan jumlah spesifik antibodi IgA dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah sel penseksresi IgG, dan IgM Fang et al. 2000 diacu dalam Water et al. 2005. Perdigon et al. 1994, 1995 menyatakan BAL mampu menginduksi berbagai respon imun spesifik, nonspesifik, atau keduanya pada mukosa saluran pencernaan tikus. Respon imun yang diberikan oleh BAL pada saluran pencernaan adalah melalui Peyer’s patch sel M, Follicle-associated ephitellium FAE, atau melalui sel epitel pada mukosa usus kecil dan usus besar. Interaksi dengan sel M menghasilkan respon imun spesifik, sedangkan interaksi dengan FAE menghasilkan respon sistem imun nonspesifik atau inflamatori, dan melalui sel epitel mukosa usus mampu meningkatkan imunitas lokal atau ketahanan terhadap antigen. Pada hari ke-21 hasil sidik ragam Lampiran 18 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada semua perlakuan p 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian yogurt sinbiotik dan yogurt prebiotik konvensional pada hari ke-21 tidak memberikan pengaruh yang nyata pada peningkatan jumlah limfosit tikus. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya kemampuan mikroflora usus untuk mempertahankan keseimbangan ekosistem usus, sehingga konsumsi bakteri yogurt sinbiotik setelah 14 hari paparan telah dianggap sebagai mikroflora normal usus yang tidak berbahaya bagi tubuh dan tidak menaikkan sistem imun tubuh. Pada kondisi ini mikroorganisme tersebut disebut carrier dan menjadi berperan seperti mikroflora normal Tannock 1999

4.2.1.4 Kadar Malonaldehida pada Hati dan Ginjal