2. Pertimbangan Majelis Hakim
Dalam pertimbangan Majelis Hakim di Mahkamah Agung, alasan- alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi sebelumnya ditolak
karena berdasarkan putusan Judex FactiPengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
sudah benar dalam menerapkan hukum, terkecuali mengenai besaran ganti kerugiannya yang harus dibayar oleh Tergugat I kepada Penggugat, yang
mana dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengatakan: “Bahwa tindakan Tergugat I dalam melakukan penagihan kredit
adalah tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme dari pada pendekatan lain
yang mendudukkan nasabah sebagai partner bank, dan oleh karena itu adalah layak dan adil apabila Tergugat dijatuhi hukuman untuk
membayar ganti rugi kepada Penggugat yang lebih berat.” Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim diatas, maka permohonan
kasasi yang diajukan oleh Standard Chartered Bank selaku Pemohon Kasasi ini ditolak dengan perbaikan amar putusan Pengadilan Tinggi
Jakarta No. 529PDT2011PT.DKI tanggal 3 Januari 2013 yang menguatkan dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No. 151PDT.G2010PN.Jak.Sel tanggal 15 Juli 2010, yang dalam hal ini Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara kasasi ini,
dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung yang sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang
bersangkutan. Jadi dalam pertimbangan Majelis Hakim disini ditentukan bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh pihak Standard Chartered Bank telah salah dalam melakukan penagihan kredit macet nasabahnya yaitu Victoria,
karena menggunakan cara-cara pendekatan intimidasi dan penekanan yang di dalam PBI Pasal 17B ayat 1 dan 2 sudah diatur mengenai penagihan
kartu kredit yang wajib bagi Penerbit untuk mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang kartu kredit, dan juga Penerbit kartu kredit wajib
menjamin bahwa penagihan yang dilakukan sendiri atau menggunakan jasa penagih harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut penulis, dengan adanya peraturan tersebut maka dalam
putusan ini sudah jelas jika pihak Standard Chartered Bank tidak mematuhi adanya ketentuan-ketentuan mengenai pokok-pokok etika
penagihan hutang yang macet, dimana dalam pelaksanaannya pihak bank melalui debt collector yang dikuasakannya melakukan penekanan dengan
meneror nasabahnya Victoria melalui surat faksimili yang dikirimkan ke kantor tempat nasabah bekerja dengan mengancam atasan nasabah dan
menyebarkan ketidakmampuan nasabah Victoria dalam pelunasan
hutang kreditnya. Yang dalam hal ini orang-orang tersebut tidak ada hubungannya dengan hutang nasabah Victoria.
3. Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 3192 KPdt2012