Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2 Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk me-
nyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut UU Nomor 20
tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif me-
ngembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Matematika merupakan sarana berfikir ilmiah untuk menuju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang selama ini terus berkembang sesuai dengan per- kembangan zaman. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari
di sekolah sampai saat ini, dilihat dari keaktifan dan pemahaman konsep yang dicapai masih tergolong belum optimal. Padahal telah banyak upaya yang di-
lakukan oleh guru dan sekolah agar keaktifan dan pemahaman konsep siswa bisa meningkat lebih baik. Namun, hal itu tidak cukup tanpa diimbangi dengan usaha
dari siswa. Interaksi pembelajaran yang baik adalah guru sebagai pengajar tidak men-
dominasi kegiatan tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar peserta didik dapat mengembangkan
potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu dalam pem- belajarannya, faktor keaktifan dan pemahaman kosep sebagai subjek belajar
sangat menentukan. Peserta didik yang baik memiliki karakter bersemangat
tinggi dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Namun, bagi peserta
3 didik yang berkemampuan rata-rata sedang atau kurangpun dapat dilatih untuk
memiliki karakter yang mampu menyelesaikan masalah. Dewasa ini telah banyak perbaikan dalam pembelajaran agar pembelajaran lebih
bermakna, salah satunya adalah perbaikan dalam pembelajaran matematika. Secara umum, matematika dipandang oleh siswa sebagai pelajaran yang sulit.
Kesulitan dalam belajar matematika salah satunya disebabkan oleh ketidak
bermaknaan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika menjadi tidak bermakna karena selama pembelajaran berlangsung siswa hanya mendengar
penjelasan dari guru dan tidak terlibat aktif dalam pembelajaran, artinya disini pembelajaran
hanya terpusat pada guru . Paradigma pembelajaran konvensional
yang hanya berpusat pada guru
hendaknya diubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa yang
berarti bahwa siswa menjadi lebih parsitipatif dalam pembelajaran. Pembelajaran yang diharapkan adalah adanya interaksi edukatif
antara siswa dengan guru. Seperti yang tertuang pada Standar Nasional Pendidikan SNP Pasal 19 2007:14 bahwa:
roses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk ikut
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
Selain itu, kesulitan dalam belajar matematika juga disebabkan objek kajian matematika yang abstrak. Oleh karena itu, pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dari hal yang bersifat konkret ke abstrak. Pembelajaran matematika yang dimulai dari hal yang bersifat konkret dapat disajikan dengan mengaitkan materi
matematika dengan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dengan diberikannya masalah matematika yang berkaitan dengan situasi nyata,
siswa akan lebih mudah mengkontruksi dan memahami materi yang diberikan.
4 Pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Hal itu karena selama pembelajaran berlangsung, siswa diberikan
suatu masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari mereka dan siswa secara aktif berusaha memecahkan masalah tersebut. Pembelajaran menjadi lebih
bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual menekankan pada siswa untuk dapat mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Siswa dituntut untuk aktif pada proses pembelajaran, sehingga siswa mampu
menghadirkan kreativitas dalam mengkontruksi pengetahuan yang akan di- perolehnya. Dimana pendekatan kontekstual terdiri dari tujuh komponen pem-
belajaran kontekstual yaitu: konstruktivisme constructivism, menemukan Inquiry, bertanya Questioning, masyarakat belajar Learning Community,
pemodelan Modeling, refleksi reflection, dan penilaian yang sebenarnya Authentic Assesment.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VII SMP Negeri 12 Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa pembelajaran yang
dilaksanakan menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran kon- vensional yang dimaksudkan telah mengarah kepada pembelajaran kooperatif.
Strategi pembelajaran dengan diskusi kelompok, siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi secara kelompok, bertanya baik kepada temen atau kepada guru, dan
siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan soal. Dengan kegiatan seperti ini siswa mampu bekerjasama dengan teman-teman dalam satu kelompoknya.
5 Proses pembelajaran dan aktivitas siswa SMP Negeri 12 Bandar Lampung sudah
terlihat cukup baik. Siswa telah mempu belajar secara berkelompok dan bertanya baik kepada guru atau teman kelompok. Hal ini tentunya mendasari komponen
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu bertanya dan masyarakat belajar. Pada pendekatan CTL guru mengarahkan siswa untuk mengkontruksi
pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat memahami materi yang diberikan dan menemukan
inquiry . Interaksi yang baik antar guru dan siswa
juga merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Dengan adanya interaksi yang baik, maka efektifitas pemahaman
konsep matematika siswa akan terbentuk dan berjalan secara optimal.