Perancangan Ruang Penjemuran Serbuk Sabut Kelapa dengan Pendekatan Ergonomi

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Gregorius, F. 2014. Kelapa Pohon Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Noname. 2013. Uji Kolmogorov-Smirnov,

diakses pada tanggal 17 November 2014

Openshaw. 1985. Ergonomic and design A reference Guide. Allsteel Inch Purnomo, H. 2013. Antropometri dan Aplikasinya.Yogyakarta.Graha Ilmu Sutalaksana, Iftikar Z. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung. ITB

Wignjosoebroto, S. 2000. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. (Chapter III, Guna Widya)


(2)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kelapa

Tanamanan kelapa (Cocos Nucifera) merupakan salah satu tanaman industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian di Indonesia.1

Sepertiga berat butir kelapa terdiri atas sabut kelapa. Sabut kelapa dapat diproses menjadi coco fiber yang berkualitas tinggi. Sabut kelapa direndam dalam air sampai menjadi soft atau lunak teksturnya sehingga dapat dipintal menjadi tali atau twine yang terkenal daya kekuatannya untuk berbagai keperluan industri seperti tali, jaring, keset, sapu, bahan isian jok mobil, isian tempat tidur pegas. Salah satu produk samping dari produk kelapa yaitu serbuk, besar manfaatnya bagi pembuatan pupuk dan plastic board sebagai bahan untuk insolasi karena kedap suhu dan suara. Cocopeat (serbuk sabut kelapa) berasal dari kulit buah kelapa yang sudah tua. Bahan ini berserat banyak, ringan, tidak menempel pada pot dan mudah pemeliharaannya. Keunggulan lainnya adalah mudah mengikat dan menyimpan air, mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman dan mudah diperoleh dalam jumlah banyak. Oleh karena cocopeat bersifat mampu Luas tanaman kelapa di Indonesia kurang lebih 3.176.223 hektar dengan total produksi kurang lebih sebesar 2.789.100 ton (Biro Pusat Statistik, 2012).

1

Florentinus Gregorius. KelapaPohonKehidupan. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama. 2014. h:1-3


(3)

menyimpan air maka pada saat mengisikan media tanam dalam pot, bagian dasar pot harus diberi styrofoam terlebih dahulu agar air mudah mengalir.

Cocopeat sering digunakan sebagai bahan pupuk karena kandungan unsur haranya, antara lain N (Nitrogen), P (Phospor), K (Kalium), Ca (Calsium) dan Mg (Magnesium). Cocopeat juga banyak mengandung bahan organik, abu, pektin, hemiselulosa, selulosa, pentosa dan lignin.

Gambar 3.1. Cocopeat

3.2. Antropometri

3.2.1. Definisi Antropometri

Antropometri berasal dari kata latin yaitu anthropos yang berarti manusia dan metron yang berarti pengukuran, dengan demikian antropometri mempunyai arti sebagai pengukuran tubuh manusia (Bringer, 1995). Sedangkan Pulat (1992) mendefinisikan antropometri sebagai studi dari dimensi tubuh manusia.2

2Purnomo, Hari. Antropometri dan Aplikasinya.Yogyakarta.Graha Ilmu.2013

Lebih lanjut Tayyari dan Smith (1997) menjelaskan bahwa antropometri merupakan studi yang berkaitan erat dengan dimensi dan karakteristik fisik tertentu dari tubuh manusia seperti berat, volume, pusat gravitasi, sifat-sifat inersia segmen tubuh,


(4)

dan kekuatan kelompok otot. Sanders dan Mc. Cormick (1987) menyatakan bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang. Dengan mengetahui ukuran dimensi tubuh pekerja, dapat dibuat rancangan peralatan kerja, stasiun kerja dan produk sesuai dengan dimensi tubuh pekerja sehingga dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja.

3.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya berbeda-beda dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

1. Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21 tahun, sedangkan wanita 17 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23 tahun (laki-laki) dan 21 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi lagi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.


(5)

2. Jenis Kelamin (Sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul dan sebagainya.

3. Suku Bangsa (Etnis)

Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.

4. Posisi Tubuh

Sikap (postur) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran yaitu pengukuran dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.

5. Cacat Tubuh

Data antropometri yang diperlukan adalah untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat, misalnya kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.

6. Tebal atau Tipisnya Pakaian yang Dikenakan

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian.

7. Kehamilan (Pregnancy)

Kondisi semacam ini jelas mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.


(6)

3.2.3. Antropometri Statis (Struktural)

Istilah lain dari pengukuran tubuh dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna) dikenal dengan antropometri statis. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi/panjang lutut pada saat berdiri/duduk, panjang lengan dan sebagainya.Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th dan 95-th persentil. Contoh antropometri statis adalah posisi tubuh saat orang duduk di kursi.

3.2.4. Antropometri Dinamis (Fungsional)

Antropometri dinamis adalah pengukuran yang dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berbeda dengan antropometri statis yang mengukur tubuh dalam posisi tetap/statis, maka cara pengukuran kali ini dilakukan pada saat tubuh melakukan gerakan-gerakan kerja atau dalm posisi yang dinamis. Antropometri dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang kerja. Contoh antropometri dinamis adalah perancangan kursi mobil dimana di sini posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengoperasikan kemudi, tangkai pemindahan gigi, pedal dan juga jarak antara


(7)

kepala dengan atap maupun dashboard harus menggunakan data antropometri dinamis.

3.2.5. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat.3

a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini:

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu: a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim

dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya. b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas

dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang siaplikasikan ditetapkan dengan cara:

3Ibid.,


(8)

atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antar rentang ukuran tertentu.

Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/mundur dari sudut sandarannya pun dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan.Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th sampai 95-th persentil.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.


(9)

3.2.6. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri Data antropometri jelas diperlukan agar supaya rancangan suatu produk dapat sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order). Situasi menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Mengingat ukuran individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk tersebut maka akan lebih mudah diatasi bilamana perancangan produk tersebut memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” (adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu.

Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasrkan harga rata-rata (mean) dan simpangan standarnya (standar deviasi) dari data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Dengan persentil, maka yang dimaksudkan di sini adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan 5-th persentil sebaliknya menunjukkan ukuran terkecil.


(10)

Gambar 3.2. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Pemakaian persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dijelaskan pada Tabel 3.1.seperti berikut ini:

Tabel 3.1. Tabel Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan

1-st X – 2,325

2,5-th X – 1,96

5-th X – 1,645

10-th X – 1,28

50-th X

90-th X + 1,28

95-th X + 1,645

97,5-th X + 1,96

99-th X + 2,325

3.2.7. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk

Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang sangat kompleks dan harus berpedoman kepada antropometri pemakainya. Menurut Annis dan McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam kaitannya dengan antropometri menjadi dua divisi utama, yaitu:


(11)

1. Ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung lainnya dan lingkungan kerja.

2. Ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik berhubungan dengan konsumen atau pemakai produk.

Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja dan produk pendukung lainnya, data antropometri tenaga kerja memegang peranan penting. Menurut Sutarman bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja akan dapat dibuat suatu desain alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang akan menggunakan dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja.

Dalam setiap perancangan peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu diperhitungkan, di samping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi:

1. Desain orang ekstrim (data terkecil atau terbesar)

Contoh: Letak tombol-tombol operasional dan kontrol panel pada mesin yang didesain berdasarkan ukuran jangkauan tangan tertinggi.

2. Desain untuk orang per orang

Contoh: perancangan produk pakaian berdasarkan dimensi tubuh amsing-masing individu.

3. Desain untuk kisaran yang dapat diatur (adjustable range) dengan menggunakan persentil 5 dan persentil 95 dari populasi.


(12)

Contoh: Perancangan kursi mobil yang dapat digeser maju/ mundur dan sudut sandarannya dapat diatur sedemikian rupa.

4. Desain untuk ukuran terata dengan menggunakan data persentil 50.

Contoh: Tinggi meja kerja yang didesain hanya berdasarkan rata-rata tinggi tenaga kerja maka orang yang pendek akan selalu mengangkat bahu dan leher, sedangkan orang yang tinggi akan membungkukkan punggung waktu kerja pada ketinggian yang sama.

3.2.8. Langkah-langkah Penilaian Data Antropometri

Berikut ini adalah langkah-langkah dan flow chart penilaian data antropometri:4

a. Langkah awal adalah pengambilan data

b. Hitung nilai rata-rata dengan menggunakan rumus:

Dimana: = harga rata-rata dari subgrup ke-i = banyaknya data

c. Hitung nilai standar deviasi dengan menggunakan rumus:

1 ) ( 2 − − =

n X X s i

Dimana: : Banyaknya pengamatan : Data hasil pengukuran s : Standar deviasi untuk sampel

d. Hitung nilai maksimum dan minimum, hitung nilai batas kelas bawah (BKB) dan batas kelas atas (BKA). Jika nilai minimum lebih > BKB dan nilai

4


(13)

maksimum < BKA maka data seragam. Jika nilai minimum < dari BKB dan nilai maksimum > BKA maka data tidak seragam. Jika data belum seragam daapat dilakukan revisi hingga seluruh data berada pada batas kontrol.

e. Uji kecukupan data dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

Jika N’ < N maka data sudah cukup Jika N’ > N maka data belum cukup

f. Uji kenormalan data dapat dilakukan dengan uji kolmogorov-smirnov test Setelah selesai lakukan penetapan data antropometri yang digunakan.

3.3. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov secara Manual

Uji Kolmogorov Smirnov adalah pengujian normalitas yang banyak dipakai, terutama setelah adanya banyak program statistik yang beredar. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik.

Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika


(14)

signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal.

3.3.1. Perhitungan dengan Menggunakan Software SPSS

Pengujian normalitas dengan menggunakan softwareSPSS dilakukan dengan menu Analyze, kemudian pilih NonparametricTest, lalu arahkan kursor pada 1-Sample K-S (singkatan dari Kolmogorov-Smirnov), maka akan muncul kotak One-SampleKolmogorov-SmirnovTest. Data yang akan diuji terletak di kiri dan pindahkan ke kanan dengan tanda panah. Lalu tekan OK. Output dapat dilihat pada baris paling bawah dan paling kanan yang berisi Asymp.Sig.(2-tailed). Lalu intepretasinya adalah bahwa jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal.

3.10. Jalan Lintas (Aisle): Arti dan Keunggulannya didalam Proses

Komunikasi serta Pemindahan Bahan

Jalan lintasan atau aisle dalam pabrik dipergunakan terutama untuk dua hal yaitu komunikasi dan transportasi. Perencanaan yang baik pada jalur lintasan ini akan banyak menentukan proses gerakan perpindahan dari personil, bahan,


(15)

ataupun peralatan produksi dari satu lokasi ke lokasi lain.5 Dengan demikian maka jalan lintasan ini dalam pabrik akan dipergunakan antara lain.

1. Material handling.

2. Gerakan perpindahan personil.

3. Finishing goods productions handling. 4. Pembuangan skrap dan limbah lainnya.

5. Pemindahan peralatan produksi baik untuk pergantian baru maupun untuk perawatan.

6. Kondisi-kondisi darurat semacam kebakaran, dan lain-lain.

Didalam menentukan lokasi dari jalan lintasan ini maka akan dijumpai dua macam problema utama, yaitu.

1. Di lokasi mana jalan lintasan tersebut akan ditempatkan. 2. Berapa lebar jalan lintasan yang sebaiknya diambil.

Lokasi dari jalan lintas utama atau main aisle biasanya diatur dengan memperhatikan letak kolom bangunan pabrik dan pada umumnya akan membagi pabrik dalam luasan yang sama. Jalan lintasan utama ini biasanya juga memiliki pintu di kedua ujungnya, meskipun dalam keadaan normal pintu yang kedua selalu dalam keadaan tertutup dan akan dibuka untuk kondisi yang bersifat darurat saja. Berikut ini beberapa contoh penempatan jalan lintasan utama yang dipandang cukup memenuhi persyaratan, seperti ditunjukkan Gambar 3.3.

5

Sritomo Wignjosoebroto. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. (Chapter III, Guna Widya, 2000) , hal: 222-226


(16)

Benar Salah

Benar Salah

Gambar 3.3. Contoh Penempatan Jalan Lintas Utama (MainAisle)

Lebar gang dipengaruhi oleh jenis pergerakan (satu arah atau dua arah), ukuran material dan peralatan material handling yang digunakan. Standar lebar jalan lintasan yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Standar Lebar Jalan Lintasan yang Direkomendasikan Macam Lalu Lintas Lebar Beban/Bahan

yang Melintas (meter)

Lebar Jalan Lintasan

(meter) Hanya orang yang bergerak melintasi

dalam dua arah


(17)

Jalan lintasan antar departemen yang akan dilewati orang dan gerobak/ kereta dorong (2 roda), satu arah dan tidak untuk diputar balik.

0,75 1,50

Tabel 3.2. Standar Lebar Jalan Lintasan yang Direkomendasikan (Lanjutan) Macam Lalu Lintas Lebar Beban/Bahan

yang Melintas (meter)

Lebar Jalan Lintasan

(meter) Truk pengirim barang dimana

orang/karyawan gudang harus bergerak mengelilingi truk saat melakukan kegiatan

1,50 2,0

Jalan lintas satu arah yang dlewati forklift trucks

1,50 2,25

Jalan lintas dua arah yang dilewati forklift trucks

3,00 4,50

Jalan lintas dua arah yang dilewati tractor-trailer trains

3,00 4,50


(18)

mobile crane atau truk besar

Didalam penetapan total luas departemen yang akhirnya juga mempengaruhi luas area pabrik secara menyeluruh maka harus diperhitungkan penambahan luasan area untuk jalan lintasan (aisles) ini. Tergantung pada jumlah, macam, bentuk ataupun lokasi jalan lintasan dibuat, diperlukan sejumlah persentase tertentu untuk keperluan jalan lintasan seperti contoh-contoh pada Gambar 3.4.

19,7 % aislespace 37,3 % aislespace 27,2 % aislespace

18,6 % aislespace 52,7 % aislespace 20,8% aislespace

Gambar 3.4. Bentuk dan Lokasi Jalan Lintas dalam Pabrik

Persentase yang ditunjukkan dalam gambar di atas merupakan rasio aisle space dibandingkan dengan total luasan pabrik/departemen keseluruhan yang berukuran 25 x 25 meter dengan lebar jalan lintasan 2,60.


(19)

Selang alami gerak (SAG) adalah derajat bebas yang dapat dicapai oleh tulang relatif terhadap sendi pada tulang (Saladin, 2011).6

Zona-zona tersebut merupakan selang dimana anggota tubuh dapat bergerak secara bebas. Zona 0 dan 1 merupakan zona aman dan pergerakan

SAG merupakan sejumlah gerakan yang melalui bagian tertentu yang terjadi pada sendi dan dinyatakan dalam derajat pergerakan (Sanders dan McCormick 1993). Tubuh manusia memiliki suatu selang alami gerak (SAG), Jika manusia melakukan SAG ini, maka dapat memperbaiki sirkulasi darah dan fleksibilitas sehingga dapat bekerja dengan nyaman dan mendapatkan produktivitas yang tinggi. Fleksibilitas berarti kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja dengan efektif dalam situasi yang berbeda. Dengan mempertimbangkan SAG, produk dapat didesain untuk dioperasikan dengan selang optimal untuk mengurangi kelelahan dan gangguan otot. Terdapat empat zona yang dihadapi manusia ketika duduk atau berdiri, yaitu: 1. Zona 0. Zona yang paling dianjurkan untuk sebagian besar gerakan-gerakan.

Terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.

2. Zona 1 (zona hijau). Zona yang dianjurkan untuk sebagian besar gerakan- gerakan. Terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.

3. Zona 2 (zona kuning). Banyak posisi yang ekstrim pada anggota-anggota tubuh terdapat lebih besar tekanan pada otot dan sendi.

4. Zona 3 (zona merah). Posisi paling ekstrim pada anggota-anggota tubuh, sebaiknya dihindari jika memungkinkan, terutama ketika mengangkat beban berat atau kegiatan yang berulang-ulang.

6


(20)

banyak terjadi di zona ini, sedangkan untuk zona 2 dan 3 seharusnya dihindari khususnya untuk pekerjaan berat dan berulang. Ilustrasi selang alami gerak dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Sumber : Ergonomic and design A reference Guide dan Human Factor Engineering and Design

Gambar 3.5. Selang Alami Gerak Tubuh Manusia

Sudut-sudut pada setiap zona gerakan dijelaskan pada Tabel 3.3. sebagai berikut.

Tabel 3.3. Zona Selang Gerak Tubuh Manusia

Gerakan

Zona dan selang sudut gerak (O) Zona

0

Zona 1 Zona 2 Zona 3


(21)

Tangan Ekstensi 0-9 10-23 24-45 46+

Bahu

Fleksi 0-19 20-47 48-94 95+ Ekstensi 0-6 7-15 16-31 32+ Aduksi 0-5 6-12 13-24 25+ Abduksi 0-13 14-34 35-67 68+

Punggung

Fleksi 0-10 11-25 26-45 46+ Ekstensi 0-5 6-10 11-20 21+ Rotasi 0-10 11-25 26-45 46+ Membengkok ke samping 0-5 6-10 11-20 21+

Leher

Fleksi 0-9 10-22 23-45 46+ Ekstensi 0-6 7-15 16-30 31+ Rotasi 0-8 9-20 21-40 41+ Membengkok ke samping 0-5 6-12 13-24 25+ Siku terhadap

lengan tangan

Fleksi

0-27 28-62 63-124 124+

Pergelangan kaki

Ekstensi 0-7 8-18 19-35 36+ Fleksi 0-5 6-14 15-28 29+

Pinggul

Aduksi 0-5 6-12 13-23 24+ Abduksi 0-12 13-27 28-53 54+ Fleksi 0-22 23-50 50-99 100+ Lutut Fleksi 0-21 22-47 47-94 95+ Sumber : Ergonomic and design A reference Guide dan Human Factor Engineering and Design


(22)

3.6. Ketebalan Pengeringan Serat

Ketebalan serat yang ideal ditentukan berdasarkan kapasitas terbesar sesuai dengan ketebalan serat. 7

Ketebalan (cm)

Jumlah jam kerja per hari pada PT. XYZ adalah 8 jam kerja. Waktu setup untuk mengisi serat ke dalam 1 nampan dan memasukkannya ke dalam rak adalah 15 menit (0,25 jam) dan diketahui berat jenis sabut kering 0.03838 gr/cm3.

Untuk ketebalan 5 cm = Berat Jenis Serat x Panjang Wadah x Lebar Wadah x Ketebalan x Banyak Nampan / 1000 x Jam kerja/ (Waktu Setup + Lama Pengeringan)

= 0.03838 gr/cm3 x 50 cm x 30 cm x 5 cm x 1/ 1000 x 8 jam/(0.25 jam + 2 jam)= 1.024 Kg

maka kapasitas pengeringan per hari dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Kapasitas Pengeringan Per Hari

Lama Pengeringan (jam) Waktu Setup Kapasitas Pengeringan per hari (Kg)

5 2 0.25 1.024

7 3 0.25 0.992

10 4 0.25 1.084

15 18 0.25 0.379

7

Pandiangan Salim, Perancangan Ruang Pengeringan Serat Sabut Kelapa di Pt. Xyz. E-Journal Teknik Industri FT USU, Januari 2016


(23)

Berdasarkan grafik ketebalan dengan kapasitas yang ditunjukkan pada Gambar 3.6, ketebalan serat yang ideal adalah 10 cm. Dimana pada ketebalan tersebut kapasitas ruang pengering berada pada kapasitas maksimal


(24)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UD Pusaka Bakti yang beralamat di Kecamatan Batangkuis Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 6 bulan.

4.2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, factual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu.8

1. Antropometer

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pengeringan cocopeat di UD Pusaka Bakti.

4.4. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

Antropometer berfungsi untuk mengambil data antropometri dari pekerja.

8


(25)

Gambar 4.1. Antropometer

2. Stopwatch

Stopwatch berfungsi untuk mengukur waktu eksperimen pengeringan cocopeat.

Gambar 4.2. Stop Watch

3. Meteran

Meteran berfungsi untuk mengukur panjang dan lebar lahan.


(26)

4. Kamera

Kamera berfungsi untuk mendokumentasikan pengukuran antropometri pekerja.

Gambar 4.4.Kamera

4.5. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian adalah sebagai berikut: a. Antropometri

Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain peralatan maupun fasilitas yang diperlukan.

b. Lama Pengeringan

Lama pengeringan menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan serbuk sabut kelapa dengan ketebalan tertentu.

c. Penentuan Aisle Space

Aisle Space merupakan cara menentukan jarak, bentuk dan lokasi lintasan desain ruangan penjemuran


(27)

Tahap awal dari studi pendahuluan yaitu dengan melakukan observasi terhadap lantai produksi yang digunakan perusahaan. Hasilnya diketahui bahwa terjadi ketidaksesuaian mesin pengering dan mesin pengepressan serta ketidaksesuain proses pengeringan yang dilakukan di lahan terbuka yang mengalami resiko terkena hujan yang justru menambah kadar air pada cocopeat, cocopeat tercampur dengan tanah dan berserakan atau berkurang akibat terkena hembusan angin, sehingga perlu dilakukan perancangan ruang penjemuran cocopeat.

Kerangka berpikir merupakan hubungan variabel-variabel yang ingin diamati dan diukur di dalam penelitian untuk memperoleh tujuan penelitian. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Antropometri

Lama Pengeringan

Aisle Space Perancangan Ruang

Penjemuran Cocopeat Dimensi Loyang dan Rak

Gambar 4.5. Kerangka Berpikir Penelitian .

4.7 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan sebagian besar merupakan data primer.

1. Data Primer adalah data yang diperoleh melalui observasi ke lapangan. Data primer diantaranya:

a. Data proses produksi diperoleh melalui observasi.

b. Data dimensi tubuh pekerja diperoleh melalui pengukuran secara langsung. c. Data lamanya pengeringan cocopeat diperoleh melalui eksperimen.


(28)

d. Data luas lahan diperoleh melalui pengukuran secara langsung. 2, Data sekunder diperoleh dari dokumentasi perusahaan, meliputi sejarah

perusahaan, dan data antropometri dari database Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja

4.8. Metode Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Perhitungan rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum 2. Uji keseragaman data.

3. Uji Kecukupan data. 4. Uji Kenormalan data.

5. Penetapan data antropometri.

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah dilakukan dengan memberikan dua alternatif rancangan. Analisis dilakukan terhadap kedua usulan rancangan rancangan tersebut.

Tahapan penelitian dituangkan dalam blok diagram seperti ditunjukkan Gambar 4.6.


(29)

Rumusan Masalah

ketidaksesuaian kapasitas mesin pengering sebesar 200 kg/jam dan kapasitas mesin pengepresan sebesar 2000 kg/hari

Sasaran Penelitian

- Pengukuran Dimensi Tubuh

-Perancangan Ruang Penjemuran Serat Sabut Kelapa (cocopeat)

Pengumpulan Data Primer

- Data dimensi tubuh pekerja

Pengumpulan Data Sekunder

- Urutan proses produksi - jam kerja

Pengolahan Data

- Penentuan dimensi yang dibutuhkan untuk rancangan alat bantu operator berdasarkan penilaian Antropometri

- Perancangan berdasarkan nilai yang diperoleh berdasarkan nilai yang diperoleh dari prinsip perancangan persentil

Analisis Pemecahan Masalah

- Analisis perancangan fasilitas perancangan - Peenentuan Aisle Space - Perancangan Ruang Penjemuran

Kesimpulan dan Saran


(30)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Permasalahan yang dihadapi adalah ketidaksesuaian kapasitas mesin pengering sebesar 200 kg/hari dengan kapasitas mesin pengepresan sebesar 2000 kg/hari. Akibatnya mesin tidak dimanfaatkan karena bila dioperasikan biaya produksinya tinggi. Oleh sebab itu perlu dilakukan perancangan ruang penjemuran untuk memenuhi kapasitas pengeringan sehingga mesin press dapat dipakai secara optimal dan permintaan pasar dapat dipenuhi.

Kapasitas cocopeat yang akan dikeringkan sebanyak 2000 kg/hari. Pengeringan cocopeat jika dilakukan dengan menghamparkan ke tanah di ruang terbuka mengalami resiko terkena hujan serta membutuhkan lahan yang cukup luas maka diperlukan perancangan ruang penjemuran tertutup untuk menghindari resiko terhadap cuaca. Ruang penjemuran yang dibutuhkan untuk menampung cocopeat dengan kapasitas 2000 kg. Cocopeat yang berbentuk serbuk membutuhkan wadah untuk penjemuran agar dapat menampung cocopeat dan rak penjemuran yang memiliki laci bertingkat untuk meminimalisasikan lahan yang dipakai.

Pengukuran yang dilakukan berdasarkan:

1. Percobaan pengeringan cocopeat untuk mengetahui tinggi loyang. 2. Pengukuran Antropometri pekerja untuk mengetahui ukuran loyang dan


(31)

5.1.1. Ketebalan Pengeringan Cocopeat

Ketebalan pengeringan cocopeat diamati untuk menentukan tinggi loyang dengan melihat kapasitas pengeringan optimum. Pengeringan cocopeat dilakukan dengan mencari berat cocopeat per loyang dan lama pengeringan per loyang dalam satu kali proses penjemuran.

Pengamatan ketebalan pengeringan memiliki lima ukuran ketebalan untuk mengetahui tinggi loyang. Ukuran yang dipilih adalah 3 cm, 5 cm, 8 cm, 10 cm dan 13 cm.

Untuk ketebalan cocopeat 3 cm =

=

= 1,799 Kg

Ketebalan pengeringan cocopeat dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Ketebalan Pengeringan Cocopeat

Persentasi Kadar Air sebelum dikeringkan (%) Ketebalan (cm) Lama Pengeringan (jam) Waktu Setup Kapasitas Pengeringan /hari (Kg) Persentasi Kadar Air Setelah dikeringkan (%)

40 3 3 0,25 1,799 10

40 5 4,5 0,25 2,052 10

40 8 6 0,25 2,495 10

40 10 7 0,25 2,689 10


(32)

Gambar 5.1. Grafik Kapasitas Pengeringan Per Hari

Berdasarkan grafik pada Gambar 5.1. ketebalan serat yang ideal adalah 10 cm. Dimana pada ketebalan tersebut kapasitas pengeringan berada pada kapasitas maksimal.

5.1.2. Data Dimensi Tubuh Pekerja

Pada perancangan produk antropometri diperlukan data dimensi tubuh yang diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri terhadap seluruh pekerja sebanyak 10 orang. Dimensi tubuh yang diukur dalam perancangan loyang dan rak penjemuran ini adalah sebagai berikut.

1. Dimensi yang digunakan pada perancangan Loyang - Lebar Bahu (LB) untuk panjang loyang

- Lebar Tangan (LT) untuk panjang pegangan

- Diameter Genggam (DGT) untuk lebar genggaman loyang - Panjang Lengan Atas (PLA) untuk panjang loyang

2. Dimensi yang digunakan pada perancangan Rak Penjemuran - Tinggi Bahu Berdiri (TBB) untuk tinggi rak penjemuran


(33)

Hasil pengukuran dimensi tubuh pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Dimensi Tubuh (cm)

No LB LT DG TBB PLA

1 35 10.3 5.4 141 28.1

2 48 10.5 4.6 138 33.5

3 47 8.2 3.5 140 33.4

4 39.4 8.7 4.2 137 31.6

5 42 8.7 4.3 134 30.2

6 41 8.3 4.4 134 29.5

7 39.8 8.9 4.1 133 29.8

8 38 8.9 4.2 136 30.2

9 41.6 9.7 3.7 135 31.5

10 39.8 8.4 4.4 140 29.7

5.2. Pengolahan Data

Semakin banyak data antropometri yang digunakan maka semakin merepresentasikan keadaan aktual, sehingga perlu diambil data tambahan. Data tambahan yang dipakai adalah dimensi tubuh dari database Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja Teknik Industri sebanyak 30 orang. Data antropometri Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Dimensi Tubuh database Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja (cm)

No LB LT DG TBB PLA

1 44.9 9.4 4.3 137 33.8

2 36.3 8.2 4.2 141 28.3

3 41.8 9.8 3.8 140 29

4 42.6 10.1 4.1 137 34

5 40.8 8.1 5.1 133 32.3

6 39 7.4 4.9 135 30

7 41 7.5 4 133 31.4

Tabel 5.3. Dimensi Tubuh database Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja (cm) (Lanjutan)


(34)

No LB LT DG TBB PLA

8 35.4 7 4.7 135 29.5

9 35 7.7 4.2 133 31.6

0 39.8 9.2 4 135 28

11 45.5 10.6 4.2 141 32.3

12 37.2 8.2 4 137 32

13 35.5 9.1 3.5 140 31.6

14 34.1 8.4 4 139 33.5

15 40.6 9.1 3.5 141 31

16 45.6 10.5 4.2 139 29

17 34.4 8.7 3.7 137 27.7

18 36.5 8.7 3.9 141 32

19 32.6 8 3.4 137 33.2

20 45.5 10 5.4 135 33

21 42 9.2 4.4 136 28.3

22 40 9.1 4.4 134 28

23 37 8.2 4.4 133 31.8

24 41.4 10.3 4.1 139 31.6

25 47.3 8.3 3.6 137 31

26 35 8.6 5 134 32

27 36 7.8 3.9 135 31.3

28 37.8 10 4.1 140 30.5

29 44.4 9.8 4.6 140 30

30 36.6 8.9 3.9 136 32

Sumber: Pengumpulan Data, Data Laboratorium Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja

5.2.1. Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimun dan Minimum

Setelah mendapatkan data dari suatu populasi maka selanjutnya dilakukan perhitungan nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimun dan nilai minimum. Berikut cara melakukan perhitungan misalnya pada dimensi Jangkauan Tangan (JT).


(35)

Perhitungan nilai rata-rata dan standar deviasi dari dimensi diameter genggam (DG) adalah: n X n X X X X

X = 1 + 2 + 3 +...+ n =

n

Dimana : N = banyaknya pengamatan ΣXn = jumlah pengamatan ke - n

X = nilai X rata-rata

Nilai rata-rata pada Lebar Bahu (LB) adalah

40 6 , 36 ... 47 48

35+ + + +

=

X = 39,83

2. Nilai Maksimum dan Minimum

Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari data yang diperoleh dari pengukuran biasanya di beri simbol Xmaks, sedangkan nilai minimum adalah

nilai terkecil dari data yang diperoleh dari pengukuran biasanya di beri simbol Xmin. Nilai Xmaks yang diperoleh adalah 48 cm sedangkan nilai Xmin yang

diperoleh adalah 32,60 cm. 3. Nilai Standar Deviasi

Untuk menentukan nilai standar deviasi dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: 1 ) ( 2 − − =

n X X s i


(36)

Nilai standar deviasi untuk dimensi Lebar Bahu (LB) adalah: 1 40 2 ) 83 , 39 6 , 36 ( ... 2 ) 83 , 39 47 ( 2 ) 83 , 39 48 ( 2 ) 83 , 39 35 ( − − + + − + − + − = s

s = 4,063

Hasil perhitungan nilai rata-rata, standar diviasi, nilai maksimun dan nilai minimun untuk dimensi yang diperlukan untuk perancangan rak penjemuran dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai Maksimun, dan Nilai Minimun Rak Penjemuran

No Pengukuran (cm) Xmaks (cm) Xmin (cm)

Jumlah Data

1 LB 39,830 4,063 48 32,60 40

2 LT 8,910 0.933 10.60 7 40

3 DG 4,210 0.486 5.40 3.40 40

4 TBB 136,950 2,726 141 133 40

5 PLA 30,93 1,788 34 27,70 40

5.2.2. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data yang ditolak atau tidak seragam karena tidak memenuhi spesifikasi. Apabila dalam satu pengukuran terdapat satu jenis atau lebih data yang tidak seragam maka data tersebut tidak dapat digunakan. Untuk menguji keseragaman data digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut:


(37)

ks X

BKA= +

ks X

BKB= −

Dimana:

= Rata-rata data hasil pengamatan = Standar deviasi dari populasi

= nilai pada tabel distribusi normal untuk tingkat kepercayaan 95% diterapkan k = 2

Hasil uji keseragaman data pada Lebar Bahu (LB) adalah:

ks X

BKA= + = 39,830 + 2(4,063) = 31,704 cm

ks X

BKB= − = 39,830– 2(4,063) = 47,956 cm

Hasil Perhitungan keseragaman data untuk seluruh dimensi tubuh dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Uji Keseragaman Data Antropometri untuk Rak Penjemuran

No Pengukuran (cm) Xmaks (cm) Xmin (cm)

Jumlah Data

BKA BKB Ket

1 LB 39,830 4,063 48 32,60 40 31,704 47,956 S

2 LT 8.910 0,9333 10,60 7 40 10,778 7,047 S

3 DG 4,210 0,486 5,40 3,40 40 5,179 3,236 S

4 TBB 136,950 2,726 141 133 40 142,403 131,497 S

5 PLA 30,93 1,788 34 27,70 40 27,353 34,507 S

Kurva pengukuran diameter Lebar Bahu, Rentang Tangan, Lebar Tangan, Diameter Genggam, dan Tinggi Bahu Berdiri dapat pada Gambar 5.2. sampai Gambar 5.7.


(38)

Gambar 5.2. Peta Kontrol Diameter Lebar Bahu


(39)

Gambar 5.4. Peta Kontrol Diameter Genggam


(40)

Gambar 5.6. Peta Kontrol Diameter Panjang Lengan Atas

5.2.3. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisa jumlah pengukuran apakah sudah representatif, dimana tujuannya untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi. Untuk melakukan uji kecukupan data digunakan persamaan berikut:

dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan Xi = Data pengamatan (hasil pengukuran)

k = Nilai pada distribusi normal untuk tingkat kepercayaan tertentu s = Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)


(41)

Setelah mendapatkan nilai N’ maka dapat diambil kesimpulan apabila N’<N maka data dianggap cukup dan tidak perlu dilakukan pengambilan data kembali, tetapi apabila N’>N maka data belum mencukupi dan perlu dilakukan pengambilan data lagi.

Data Lebar Bahu (LB) adalah k = 2

s = 0,05 N= 40

Σ

X= 1593,2

Σ

X2=64101,04

X)2= 2538286

2 2 , 1593 ) 2538286 04 , 64101 ( 40 40 '        − =

N = 16,2348

Kesimpulan: N’= 16,2348 data N = 40 data

Maka data hasil pengukuran yang dilakukan cukup untuk melakukan perancangan produk.

Dengan cara yang sama seperti di atas, maka hasil uji kecukupan data yang diperoleh pada masing-masing elemen pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.6.


(42)

Tabel 5.6. Uji Kecukupan Data Dimensi N' N Keterangan

LB 16,235 40 Cukup

LT 17,093 40 Cukup

DG 20,805 40 Cukup

TBB 0,618 40 Cukup

PLA 5,216 40 Cukup

5.2.4. Uji Kenormalan Data

Pengolahan uji kenormalan data dilakukan dengan bantuan dari software SPSS 17. Berdasarkan pengolahan data menggunakan SPSS 17 diperoleh tampilan output berdasarkan Gambar 5.8.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

LB LT DG TBB PLA

N 40 40 40 40 40

Normal Parametersa,,b Mean 39.830 8.913 4.208 136.950 30.930

Std. Deviation 4.0632 .9329 .4859 2.7264 1.7885

Most Extreme Differences

Absolute .091 .090 .146 .143 .107

Positive .091 .090 .146 .138 .079

Negative -.070 -.079 -.063 -.143 -.107

Kolmogorov-Smirnov Z .577 .570 .923 .907 .676

Asymp. Sig. (2-tai led) .893 .902 .361 .384 .750

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Gambar 5.8. Tampilan Output Uji Kenormalan Data dengan Software


(43)

Uji kenormalan dengan analisis Kormogorov-Smirnov disajikan pada kasus ini karena data yang digunakan berjumlah 40 data. Dimana penentuan hipotesisnya adalah sebagai berikut.

H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal Dimana tingkat signifikan α = 5%

Jika Sig ≤ α : Tolak H0, maka data tidak berdistribusi normal. Adapun output dari uji kenormalan data yang dilakukan diperoleh sebagai berikut.

Sig. LB = 0,893 > α = 0,05 Sig. LT = 0,902 > α = 0,05 Sig.DG = 0,361 > α = 0,05 Sig.TBB = 0,384 > α = 0,05 Sig.PLA = 0,750 > α = 0,05

Karena nilai Sig. Semua dimensi lebih besar dari α maka keputusannya adalah terima H0, yang artinya semua data dimensi berdistribusi normal.

5.2.5. Penetapan Data Antropometri

Setelah diperoleh data anthropometri dari pengukuran seluruh pekerja, selanjutnya akan ditentukan nilai persentil. Nilai persentil yang dicari adalah nilai persentil ke-1, 2,5, 5, 10, 50, 90, 9,5, 97,5 dan 99. Cara penentuan nilai persentil data anthropometri tersebut adalah sebagai berikut.


(44)

Data dimensi Lebar Bahu yang telah melalui uji keseragaman, uji kecukupan dan uji kenormalan data disajikan dalam Tabel 5.7. berikut ini.

Tabel 5.7. Dimensi Lebar Bahu (cm)

NO LB NO LB NO LB

1 35 16 39 31 42

2 48 17 41 32 40

3 47 18 35,4 33 37

4 39,4 19 35 34 41,4

5 42 20 39,8 35 47,3

6 41 21 45,5 36 35

7 39,8 22 37,2 37 36

8 38 23 35,5 38 37,8

9 41,6 24 34,1 39 44,4

10 39,8 25 40,6 40 36,6

11 44,9 26 45,6

12 36,3 27 34,4

13 41,8 28 36,5

14 42,6 29 32,6

15 40,8 30 45,5

Rata- Rata 39,83

St-Dev 4,063

Perhitungan persentil Lebar Bahu, yaitu: P1 =

= 39,83 – 2,325 (4,063) = 30,38

P2,5 =


(45)

= 31,87

=

=

P10 =

= 39,83 – 1,28(4,063) = 34,63

P90 =

= 39,83 + 1,28 (4,063) = 45,03


(46)

= 39,83 + 1,96 (4,063) = 47,79

=

= 46,51

P99 =

= 39,83 + 2,325 (4,063) = 49,28

Nilai-nilai persentil ke-1, 2,5, 5, 10, 50, 90, 9,5, 97,5 dan 99 untuk seluruh dimensi anthropometri dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Perhitungan Persentil Seluruh Dimensi Tubuh (cm)

Dimensi P1 P2.5 P5 P10 P50 P90 P97.5 P95 P99

LB 30.38 31.87 33.15 34.63 39.83 45.03 47.79 46.51 49.28 LT 6.74 7.08 7.38 7.72 8.9125 10.11 10.74 10.45 11.08

DG 3.08 3.26 3.41 3.59 4.2075 4.83 5.16 5.01 5.34

TBB 130.61 131.61 132 133.46 137 140.44 142.29 141.43 143.29 PLA 26.77 27.43 27.99 28.64 30.93 33.22 34.43 33.87 35.09


(47)

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Perancangan Loyang, Rak Penjemuran dan Layout Alternatif I

Pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan fasilitas kerja ini menggunakan prinsip penggunaan data antropometri yang ekstrim dengan tujuan hasil rancangan dapat digunakan dengan nyaman oleh seluruh populasi yang ada di UKM. Dimensitubuh yang digunakan untuk rancangan loyang dan rak penjemuran alternatif I adalah sebagai berikut.

1. Desain Loyang

Data antropometri yang digunakan dalam mendesain loyang adalah persentil 50 (Tabel 5.8) dari lebar tangan dengan dimensi 9 cm (Tabel 5.8) untuk dimensi panjang pegangan loyang, persentil 5 (Tabel 5.8) dari diameter genggam dengan dimensi 3 cm (Tabel 5.8) untuk dimensi genggaman loyang, ukuran dimensi panjang loyang ditentukan berdasarkan dimensi lebar bahu ditambah dengan panjang x (jarak antara siku dengan badan) seperti dapat dilihat pada Gambar 6.1.

α LB

x


(48)

Pada Gambar 6.1. Dapat dilihat bahwa sudut α merupakan sudut adduksi yang dibentuk oleh lengan atas dengan badan. Penentuan sudut ini berdasarkan range of motion gerakan bahu yang masih berada pada zona aman sudut aduksi yaitu dibawah 12o. Maka dari itu pemilihan sudut ini berdasarkan sudut adduksi terbessar pada zona aman (zona 1) berdasarkan range of motion. Dengan diketahui panjang Lebar Bahu (LB) dan sudut α yang dibentuk maka untuk mencari jarak antara siku dengan badan (x) dapat menggunakan rumusan berikut ini:

Sin (α) = x = Sin (α) * LB

x = Sin (α) * LB

x = Sin (12o) * 33,15 cm x = 0,207 * 33,15 cm = 6,86 cm

keterangan : LB = Tabel 5.8. persentil 5

12o = Tabel 3.3. Zona Selang Gerak Tubuh Manusia (Bahu

Aduksi Zona Aman 1)

maka, panjang loyang yang akan digunakan pada perancangan adalah = Panjang LB(Persentil 5) + 2*(x)

= 33,15 + 2*(6,86) = 46,87 cm 47


(49)

Sementara untuk lebar loyang didapatkan dari hasil persentil Lebar Tangan untuk pegangan loyang 9 cm (Tabel 5.8) ditambah 18 cm untuk mendapatkan lebar loyang 27 cm (dengan mempertimbangkan berat cocopeat sebesar 4 kg perloyang dan tinggi 10cm (Tabel 5.1) sesuai hasil penelitian lama pengeringan ketebalan cocopeat). Desain loyang alternatif I dapat dilihat pada Gambar 6.2.

Gambar 6.2. Loyang 3D Alternatif I

2. Desain Rak Penjemuran

Ukuran yang digunakan untuk desain rak penjemuran adalah tinggi 132 cm didapat dari antropometri persentil Tinggi Bahu Berdiri (Pada Tabel 5.8), panjang rak 55 cm dan lebar 30 cm. Satu rak memiliki 5 tingkatan dimana tiap tingkatan akan diisi loyang dengan kapasitas 4 kg. Desain Rak Penjemuran dapat dilihat pada Gambar 6.3.


(50)

Gambar 6.3. Rak 3D Alternatif I 3. Penentuan Layout Ruang Penjemuran

Dalam penentuan total luas dari ruang penjemuran harus diperhitungkan penambahan luasan area untuk jalan lintasan ini. Hal ini tergantung pada jalan lintasan yang diperlukan untuk keperluan jalan lintasan. Jalan lintasan dalam ruang penjemuran dipergunakan untuk dua hal yaitu komunikasi dan transportasi. Perencanaan yang baik dari jalur lintasan akan banyak menentukan proses gerakan perpindahan dari personil bahan ataupun peralatan yang digunakan pada lokasi penjemuran. Pada tahap ini digunakan jalan lintasan utama untuk bahan dari suatu departemen ke departemen yang lain dan juga perpindahan bahan dari luar menuju ke dalam pabrik dan sebaliknya. Jalan lintasan antar departemen yang akan dilewati orang dan gerobak/ kereta dorong (2 roda), satu arah dan tidak bisa untuk putar balik, lebar jalan lintasan 1,5 meter (Tabel 3.2).

Luas area penjemuran dengan memakai aisle space line untuk alternatif I karena memiliki tingkat efisien yang lebih tinggi.


(51)

1. Panjang x lebar = 1200 x 850 cm

= 1.020.000 cm2 = 102 m2 2. Luas rak keseluruhan

= 16,5 m2

3. Luas area terpakai

= = 16,18 %

4. Luas Allowance

= = 83,82 %

Rancangan layout ruang penjemuran alternatif I didapat dari standarisasi aisle space line (Pada Gambar 3.4. Bentuk dan Lokasi Jalan Lintas dalam Pabrik) dapat dilihat pada Gambar 6.4.


(52)

Gambar 6.4. Layout Ruang Penjemuran Alternatif I

Desain rancangan loyang pada alternatif I memiliki ukuran panjang 47 cm, lebar 27 cm dan tinggi 10 cm dengan pertimbangan kapasitas 4 kg.Rak penjemuran alternatif I memiliki ukuran panjang 55 cm, lebar 30 cm dan tinggi 132 cm yang memiliki 5 tingkatan. Ukuran dan kapasitas loyang mempengaruhi rak penjemuran yang semakin banyak dibutuhkan sehingga luas area layout alternatif I memerlukan luas area sebesar 102 m2. Dengan mempertimbangkan bentuk dan kapasitas loyang serta rak penjemuran yang sedikit sehingga mempengaruhi luas area penjemuran yang cukup luas, maka diperlukan rancangan alternatif II untuk memberikan pilihan pada UKM.


(53)

6.2. Perancangan Loyang dan Rak Penjemuran Alternatif II

Pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan fasilitas kerja ini menggunakan prinsip penggunaan data antropometri yang ekstrim dengan tujuan hasil rancangan dapat digunakan dengan nyaman oleh seluruh populasi yang ada di UKM. Dimensitubuh yang digunakan untuk rancangan loyang dan rak penjemuran alternatif II adalah sebagai berikut.

1. Desain Loyang

Ukuran antropometri yang digunakan untuk desain loyang 10 cm (Tabel 5.8) untuk panjang pegangan loyang persentil 90 (Tabel 5.8) dari Lebar Tangan, 3 cm (Tabel 5.8) untuk genggaman pegangan loyang digunakan persentil 5 dari diameter genggam. Ukuran dimensi panjang loyang ditentukan berdasarkan dimensi lebar bahu ditambah dengan panjang x (jarak antara siku dengan badan) seperti dapat dilihat pada Gambar 6.5.

α LB

x

Gambar 6.5. Sudut Aduksi pada Operator Alternatif II

Pada Gambar 6.5. Dapat dilihat bahwa sudut α merupakan sudut adduksi yang dibentuk oleh lengan atas dengan badan. Penentuan sudut ini berdasarkan range of motion yang masih berada pada zona aman yaitu dibawah 12o (Tabel 3.3). Maka dari itu pemilihan sudut ini berdasarkan sudut adduksi terbessar pada zona aman (zona 1) berdasarkan range of motion. Dengan diketahui


(54)

panjang Lebar Bahu (LB) dan sudut α yang dibentuk maka untuk mencari jarak antara siku dengan badan (x) dapat menggunakan rumusan berikut ini:

Sin (α) = x = Sin (α) * LB

x = Sin (α) * LB

x = Sin (12o) * 39,83 cm x = 0,207 * 39,83 cm = 8,28 cm

keterangan : LB = Tabel 5.8. persentil 50

12o = Tabel 3.3. Zona Selang Gerak Tubuh Manusia (Bahu

Aduksi Zona Aman 1)

maka, panjang loyang yang akan digunakan pada perancangan adalah = Panjang LB(Persentil 50) + 2*(x)

= 39,83 + 2*(8,28) = 56,39 cm 56 cm

Jadi panjang loyang yang digunakan adalah sebesar 56 cm.

Sementara untuk lebar loyang didapatkan dari hasil persentil Lebar Tangan untuk pegangan loyang 10 cm (Tabel 5.8) ditambah 20 cm sehingga didapatkan lebar loyang 30 cm (dengan mempertimbangkan berat cocopeat sebesar 5 kg perloyang dan tinggi 10cm sesuai hasil penelitianlama pengeringan ketebalan cocopeat). Desain loyang alternatif II dapat dilihat pada Gambar 6.6.


(55)

Gambar6.6. Loyang 3DAlternatif II

2. Desain Rak Penjemuran

Ukuran yang digunakan untuk desain rak penjemuran adalah tinggi 137 cm didapat dari antropometri persentil Tinggi Bahu Berdiri (Pada Tabel 5.8. Persentil 50), panjang rak 70 cm dan lebar 35 cm. Satu rak memiliki 5 tingkatan dimana tiap tingkatan akan diisi loyang dengan kapasitas 5 kg. Desain rak penjemuran dapat dilihat pada Gambar 6.7.

Gambar 6.7. Rak 3D Alternatif II 3. Penentuan Layout Ruang Penjemuran

Dalam penentuan total luas dari ruang penjemuran harus diperhitungkan penambahan luasan area untuk jalan lintasan ini. Hal ini tergantung pada jalan lintasan yang diperlukan untuk keperluan jalan lintasan. Jalan lintasan dalam


(56)

ruang penjemuran dipergunakan untuk dua hal yaitu komunikasi dan transportasi. Perencanaan yang baik dari jalur lintasan akan banyak menentukan proses gerakan perpindahan dari personil bahan ataupun peralatan yang digunakan pada lokasi penjemuran. Pada dasarnya ada dua macam jalan lintasan yang umum dijumpai dalam penentuan layout yaitu jalur lintasan utama dan jalur lintasan intern. Pada tahap ini digunakan jalan lintasan utama untuk bahan dari suatu departemen ke departemen yang lain dan juga perpindahan bahan dari luar menuju ke dalam pabrik dan sebaliknya. Jalan lintasan antar departemen yang akan dilewati orang dan gerobak/ kereta dorong (2 roda), satu arah dan tidak bisa untuk putar balik, lebar jalan lintasan 1,5 meter (Tabel 3.2).

Luas area penjemuran untuk alternatif II sebagai berikut. 1. Panjang x lebar

= 1000 x 880 cm = 880.000 cm2 = 88 m2 2. Luas rak keseluruhan = = 19,6 m2

3. Luas area terpakai


(57)

4. Luas Allowance

= = 77,7 %

Rancangan layout ruang penjemuran alternatif II didapat dari standarisasi aisle space (Pada Gambar 3.4. Bentuk dan Lokasi Jalan Lintas dalam Pabrik) dapat dilihat pada Gambar 6.8.

Gambar 6.8. Layout Ruang Penjemuran Alternatif II

6.3. Analisis Alternatif I

Solusi rancangan alternatif I, rancangan loyang tempat cocopeat pada alternatif I dipakai ukuran antropometri lebar bahu dari pesentil 50 dan 5 agar semua pekerja dapat memakai loyang. Rancangan rak penjemuran cocopeat pada alternatif I dibuat dengan dudukan yang lurus sehingga mempermudah peletakan loyang pada rak penjemuran. Kendala cocopeat pada bagian bawah loyang lebih


(58)

lama mengering karena air yang mengendap dibawah loyang. Loyang pada alternatif I dengan panjang 47 cm, lebar 27 cm dan tinggi 10 cm sehingga berpengaruh pada kebutuhan pembuatan loyang dan ukuran ruang penjemuran yang lebih luas.

Luas area penjemuran untuk alternatif I sebagai berikut. Panjang x lebar

= 1200 x 850 cm

= 1.020.000 cm2 = 102 m2

Dimana kapasitas cocopeat yang dijemur sebanyak 2000 kg. Ruang Penjemuran alternatif I memiliki 100 rak dimana terdapat 5 tingkatan dengan 500 loyang. Satu loyang yang berukuran 47 x 27 cm dapat menampung cocopeat sebanyak 4 kg. Lebar jalan lintasan sebesar 1,5 m. Layout ruang penjemuran alternatif I dapat dilihat pada Gambar 6.9.

Gambar 6.9. Layout3D Ruang Penjemuran Alternatif I


(59)

Solusi rancangan alternatif II, rancangan loyang tempat cocopeat pada alternatif II dirancang mengikuti antropometri lebar bahu dimensi pekerja rata-rata dan ditambahkan besar sudut aduksi maksimum pada range of motion dan berada pada zona aman (zona 1) sehingga semua pekerja dapat menggunakan loyang dengan nyaman. Ukuran loyang dengan panjang 56 cm, lebar 30 cm dan tinggi 10 cm dengan kapasitas 5 kg. Rancangan rak cocopeat pada alternatif II dibuat dengan dudukan yang miring dengan kemiringan 15o sehingga dapat mempercepat proses pengeringan karena air mengalir kebawah loyang lebih cepat. Tetapi sulit untuk meletakkan loyang pada rak penjemuran dengan dudukan miring karena menjaga agar cocopeat tidak keluar dari loyang. Proses mengangkat dan memindahkan loyang sulit dilakukan karena dudukan miring membuat operator menyeimbangkan cocopeat agar tidak tumpah atau terjatuh.

Luas area penjemuran untuk alternatif II sebagai berikut. Panjang x lebar

= 1000 x 880 cm = 880.000 cm2 = 88 m2

Dimana kapasitas cocopeat yang dijemur sebanyak 2000 kg. Ruang Penjemuran alternatif II memiliki 80 rak dimana terdapat 5 tingkatan dengan 400 loyang. Satu loyang yang berukuran 56 x 30 cm dapat menampung cocopeat sebanyak 5 kg. Lebar jalan lintasan sebesar 1,5 m. Layout ruang penjemuran alternatif II dapat dilihat pada Gambar 6.10.


(60)

Gambar 6.10. Layout3D Ruang Penjemuran Alternatif II

6.5. Mekanisme Penjemuran

Mekanisme penjemuran cocopeat pada ruang penjemuran sebagai berikut.

1. Diurai sabut kelapa dengan menggunakan mesin pengurai. 2. Diambil cocopeat dan dibawa ke mesin pengayak.

3. Dimasukkan cocopeat kedalam loyang. 4. Dibawa ke ruang penjemuran.

5. Diletakkan di rak penjemuran.

Rak memiliki 5 laci, setiap laci diisi 1 loyang dan 4 jam sekali posisi loyang 1 dan 2 di ganti ke posisi loyang 4 dan 5 dengan durasi pengeringan selama 8 jam.

6. Dibawa ke mesin pengepressan.

7. Dikemas cocopeat menggunakan kantung plastik. 6.6. Kapasitas Pengeringan

Kapasitas produksi pada rancangan ruang penjemuran sebesar 2000 kg/hari dengan persentase tingkat kekeringan 2000 x 60% =1200 kg dan tingkat


(61)

kandungan air 2000 x 40% = 800 kg. Kadar air dalam cocopeat yang layak untuk dipress sebesar 10% (Dapat dilihat pad Tabel 5.1.).

Permintaan cocopeat press perbulan sebanyak 20000 kg. Pengeringan cocopeat dari 40% kandungan air ke 10% kadar air. Kapasitas pengeringan perhari 1200/90% = 1333 kg/hari sehingga kapasitas produksi perbulan 1333x25 = 33333kg. Usulan perancangan ruang penjemuran yang dilakukan peneliti mampu mengeringkan cocopeat 33.333 kg/bulan sehingga permintaan pasar sebesar 20000 kg/bulan dapat dipenuhi.

6.7. Indikator Kinerja Alternatif

Indikator kinerja alternatif I dan alternatif II ditinjau dari: 1. Ukuran Loyang

Tabel 6.1. Indikator Alternatif

Alternatif Ukuran Loyang Jumlah Loyang Berat Loyang Jumlah Rak

I 46 cm x 27 cm x 10 cm 500 0,745 kg 100

II 56 cm x 30 cm x 10 cm 400 1,214 kg 80

2. Berat Loyang a. Alternatif I

V1 = 2 (0,001 x 0,1 x 0,47) = 0,000047 m3 x 2 = 0,000094 m3

V2 = 2 (0,001 x 0,27 x 0,1) = 0,000027 m3 x 2 = 0,000054 m3

V3 = (0,001 x 0,47 x 0,27) = 0,0001269 m3

0,000094 m3 x 0,000054 m3 x 0,0001269 m3 = 0,0002749 m3 m = ρ x v

= 2712 kg/m3 x 0,0002749 m3 = 0,7455 kg


(62)

b. Alternatif II

V1 = 2 (0,001 x 0,56 x 0,1) = 0,000056 m3 x 2 = 0,000112 m3

V2 = 2 (0,001 x 0,3 x 0,1) = 0,000030 m3 x 2 = 0,000060 m3

V3 = (0,001 x 0,3 x 0,56) = 0,000168 m3

0,000112 m3 x 0,000060 m3 x 0,000168 m3 = 0,000448 m3 m = ρ x v

= 2712 kg/m3 x 0,000448 m3 = 1,214 kg

3. Luas Ruangan Penjemuran

Luas ruangan penjemuran alternatif I = 102 m2 Luas ruangan penjemuran alternatif II = 88 m2

Berdasarkan ketiga indikator ukuran loyang, berat loyang dan luas ruangan penjemuran didapatkan hasil sebagai berikut.

a. Ukuran loyang terbesar terdapat pada alternatif II sehingga jumlah loyang yang dibutuhkan sebesar 400 loyang. Oleh karena itu, alternatif yang terbaik adalah alternatif II karena jumlah loyang dan jumlah rak lebih sedikit dibanding alternatif I.

b. Berat loyang alternatif I lebih ringan daripada alternatif II. Oleh karena itu, alternatif I merupakan alternatif terbaik.

c. Luas alternatif II lebih kecil daripada alternatif I. Oleh karena itu, alternatif II merupakan alternatif terbaik.


(63)

Oleh karena itu, peneliti menentukan alternatif yang terbaik adalah alternatif II karena lebih unggul dari indikator ukuran loyang dan luas ruangan penjemuran daripada alternatif I.


(64)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan jalan lintas utama menggunakan bentuk aisle space line sebagai penempatan ruang optimum untuk mempermudah proses gerakan perpindahan dari personil, bahan, ataupun peralatan produksi dari satu lokasi ke lokasi lain.

2. Dimensi tubuh yang digunakan untuk rancangan loyang adalah ekstrim atas dan rak penjemuran adalah ekstrim bawah yang ditentukan berdasarkan dimensi lebar bahu, jarak siku dengan badan (sudut aduksi), diameter genggam, lebar tangan dan tinggi bahu berdiri.

3. Sudut range of motion berada pada zona aman yaitu dibawah 12o berdasarkan sudut adduksi yang dibentuk oleh lengan atas dengan badan. 4. Luas area penjemuran alternatif I adalah 102 m2 dan alternatif II adalah 88m2.

7.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk perusahaan yaitu:

1. Untuk menerapkan rancangan fasilitas kerja di UD. Pusaka Bakti agar dapat memberikan hasil yang optimal, perlu disiapkan sarana – sarana pendukung


(65)

seperti data sudut adduksi, dimensi lebar bahu, jarak siku dengan badan, dan tinggi bahu berdiri untuk membuat alternatif dimensi loyang dan dimensi rak penjemuran.

2. Konstruksi bangunan perlu dikaji pada penelitian selanjutnya sebelum rancangan ruang penjemuran diterapkan.

3. Alternatif I dan alternatif II dapat dipilih sesuai dengan kondisi atau kebutuhan oleh pihak UKM.


(66)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

UD Pusaka Bakti adalah UKM yang mengolah sabut kelapa menjadi cocopress, keset kaki dan cocopeat yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk. Usaha ini dimiliki oleh Bapak Suyanto, berlokasi di Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Bapak Suyanto sudah memulai usaha ini sejak tahun 1965, disamping pekerjaannya sebagai petani. Tahun 1972 Pak Suyanto fokus hanya menjalankan usaha ini dengan sebagian besar proses dilakukan secara manual. Tahun 1986 mulai digunakan mesin dalam proses pengolahan dan penyempurnaan terhadap mesin terus menerus dilakukan. Mesin-mesin yang digunakan saat ini adalah Mesin-mesin-Mesin-mesin buatan tahun 1992 yang merupakan hasil penyempurnaan dari mesin sebelumnya. Bapak Suyanto sendiri sejak tahun 1972 sudah menjadi instruktur pengolahan sabut kelapa di wilayah pantai Sumatera Utara.

Bahan baku sabut kelapa diperoleh setiap hari dari pemasok di Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Pemasaran keset kaki dan cocopeat di dalam negeri meliputi wilayah Sumatera utara, Aceh, Sumetera Barat dan Sumatera Selatan. Ekspor dilakukan ke Malaysia dan Tiongkok untuk produk cocopress.


(67)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

UD. Pusaka Bakti merupakan UKM yang bergerak dalam pembuatan serbuk sabut kelapa (cocopeat), serat sabut kelapa (cocopress) dan keset kaki. Dalam sehari, UD. Pusaka Bakti mengolah 2 ton sabut kelapa dimana 20% sabut kelapa tersebut menjadi serat sabut kelapa dan 80% menjadi serbuk sabut kelapa (cocopeat).

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.

UD. Pusaka Bakti memiliki struktur organisasi yang berbentuk lini. Seluruh pekerja hanya bertanggung jawab kepada satu pemimpin. Struktur organisasi UD.Pusaka Bakti dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pemilik

Pengepressan Pengayakan

Penguraian Keset Kaki


(68)

2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Jumlah tenaga kerja di UD. Pusaka Bakti pada Departemen Cocofiber dan Cocopeat adalah 11 orang. Hari kerja pada UD. Pusaka Bakti terbagi atas 6 hari kerja dari hari Senin sampai hari Sabtu. Jam kerja perhari dari pukul 09.00 WIB sampai 18.00 WIB dengan waktu istirahat selama satu jam mulai pukul 12.00 WIB sampai 13.00 WIB.

2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas

Upah karyawan dibayar berbasis upah harian bergantung berapa hari operator bekerja dalam 1 minggu atau bergantung pada jumlah produk yang dihasilkan para pekerja pada pengerjaan keset. Para pekerja seluruhnya berasal dari lingkungan sekitar UKM.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu proses transformasi (perubahan bentuk secara fisik maupun kimia) dengan mengubah input berupa bahan baku, modal dan energi menjadi output berupa produk sehingga mendapatkan nilai tambah.

Proses di UD. Pusaka Bakti hampir seluruhnya dilakukan secara manual, hanya kegiatan penguraian, pengepressan dan pengayakan yang dilakukan oleh mesin.

Mesin dan peralatan produksi pada UD. Pusaka Bakti dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(69)

Tabel 2.1. Mesin dan Peralatan Produksi

Nama Fungsi Spesifikasi Jumlah

Mesin Pengurai Mengubah sabut kelapa menjadi serat

Kapasitas: 1 ton CF/7 jam

kerja, dengan tenaga solar 1 unit Alat Pemintal Memintal serabut menjadi

lusi, anyam dan babat - 1 unit

Mesin Pengayak Memisahkan cocopeat dari

cocofiber Kapasitas: 200 kg CF/jam 2 unit Mesin Pengering Mengeringkan cocopeat dan

cocofiber Kapasitas: 200 kg/hari Mesin Press Mengepress cocofiber

menjadi bal Kapasitas: 2000 kg/hari 1 unit Timbangan Menimbang berat hasil

pintalan dan pengepresan Kapasitas: 1000 kg 1 unit

Pisau Potong Memotong babat - 3 unit

Alat Penjalinan Menjalin babat, anyam dan

lusi menjadi keset kaki - 1 unit

Jarum Bingkai Mengkaitkan bingkai pada

setiap sisi hasil penjalinan - 1 unit

Sumber : Hasil observasi

Keterangan : CF : CocoFiber (Serat Sabut Kelapa)

2.4.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan utama atau bahan dasar yang digunakan dalam suatu proses produksi, dimana sifat dan bentuknya mengalami perubahan fisik maupun kimia dan merupakan komposisi terbesar pada produk akhir. Bahan baku di UKM ini adalah sabut kelapa.

2.4.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam proses produksi sehingga dapat meningkatkan kualitas produk. Bahan tambahan yang digunakan adalah tali plastik dan karung untuk pengepakan.


(70)

2.4.3. Bahan Penolong

Bahan Penolong adalah bahan yang membantu proses produksi dan tidak tampak pada produk akhir. Bahan penolong yang digunakan pada pembuatan cocopeat, cocopress dan keset kaki ini adalah air. Air ini disemprotkan pada saat sabut kelapa akan diurai.

2.4.4. Uraian Proses Produksi

Sabut kelapa sebagai bahan baku dalam pembuatan cocopeat, cocopress dan keset kaki melewati berbagai tahapan pengolahan (proses produksi) hingga menjadi produk keset kaki, cocopress dan cocopeat yang siap dipasarkan. Uraian proses produksi dari pembuatan keset kaki adalah sebagai berikut.

1. Penguraian

Pada Proses ini digunakan mesin pengurai. Sebelum sabut kelapa dimasukkan kemesin pengurai disemprotkan air terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar sabut tidak terlalu kering untuk memudahkan proses pernguraian pada mesin pengurai. Proses penguraian ini dilakukan tiga kali agar dihasilkan serat yang halus. Pada proses penguraian ini juga dihasilkan serbuk sabut kelapa (cocopeat).

2. Pemintalan

Proses ini mernggunakan mesin dibantu tenaga manusia sebagai pengendali. Sabut yang telah diurai dipintal menjadi tali dalam tiga ukuran yaitu babat (tali


(71)

dari serat sabut kelapa berukuran besar), anyam (tali dari serat sabut kelapa berukuran sedang dan lusi (tali dari sabut kelapa berukuran kecil).

3. Penjalinan

Proses ini merupakan penjalinan lusi dengan anyam pada bagian tengah keset kaki.

4. Pembingkaian

Proses ini merupakan proses akhir sebelum dilakukan pengepakan. Setiap keset kaki hasil penjalinan dibingkai dengan menggunakan anyam yang telah dijalin. Proses ini dilakukan dengan menggunakan jarum rajutan dan diikuti proses perataan.

5. Pengepakan

Proses ini merupakan akhir dari pembuatan keset kaki, dibedakan berdasarkan ukuran dari keset kaki yang dihasilkan. Ukuran 35cm x 50 cm akan dipacking bila sudah memenuhi 20 buah. Ukuran 35cm x 70cm akan dipacking bila sudah memenuhi 10 buah keset kaki.

Sabut kelapa juga dapat diolah menjadi cocofiber press. Uraian dari proses pembuatan cocofiber press siap jual adalah sebagai berikut.

1. Penguraian

Proses ini dilakuakan untuk mengurai sabut kelapa. 2. Pengeringan


(72)

Proses ini dilakukan untuk mengeringkan serat sabut kelapa. Pengeringan serat sabut kelapa dilakukan dengan cara menjemur serat hasil penguraian di lahan terbuka.

3. Pengayakan

Proses ini bertujuan untuk memisahkan sabut kelapa dengan serbuk sabut kelapa sehingga diperoleh cocofiber. Proses pengayakan menggunakan mesin pengayak. Alat pengayak mampu mengayak 200 Kg cocofiber dalam waktu satu jam.

4. Pengepresan

Proses pengepresan dilakukan sampai cocofiber padat. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh cocofiber press berbentuk bal dengan ukuran 42 cm x 52 cm x 80 cm dengan berat 50 kg.

5. Pengepakan

Proses pengepakan dilakukan dengan menggunakan tali yang terbuat dari bahan plastik dan dilakukan secara manual dengan cara mengikat ke-enam sisi cocofiber press dengan menggunakan tali.

Pada proses penguraian sabut kelapa diperoleh serbuk sabut kelapa yang akan dijadikan cocopeat. Uraian dari proses pembuatan cocopeat siap jual adalah sebagai berikut.


(73)

Proses ini dilakukan untuk memisahkan serat sabut kelapa dan serbuk sabut kelapa. Serbuk sabut kelapa yang keluar pada proses penguraian sabut kelapa ditampung pada wadah penampungan berupa loyang.

2. Pengeringan

Proses ini dilakukan untuk mengeringkan serbuk sabut kelapa. Pengeringan cocopeat dilakukan dengan cara dihamparkan ke tanah.

3. Pengepakan


(74)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Serbuk sabut kelapa (cocopeat) adalah produk sampingan dari proses penguraian sabut kelapa. Cocopeat berguna sebagai media tanam tumbuhan organik. Media tanam ini berupa serbuk cocopeat yang telah dikeringkan maupun berupa blok.

UD. Pusaka Bakti merupakan bidang usaha yang bergerak dalam pengolahan serbuk sabut kelapa (cocopeat/cocopeat press), keset kaki dan cocofiber press/cocopress. Proses pengolahan cocopeat/cocopeatpress, keset kaki dan cocofiberpress/cocopress sebagian besar dilakukan secara manual oleh tenaga manusia. Proses pengolahan serbuk sabut kelapa (cocopeat) terdiri atas penguraian sabut kelapa, pengayakan dengan mesin pengayak, pengeringan di lahan terbuka dan pengepakan kedalam kemasan karung. Proses pembuatan keset kaki terdiri atas penguraian sabut kelapa, pengeringan di lahan terbuka, pemintalan, pembingkaian dan pengepakan hasil berupa keset. Proses pembuatan cocopress dari penguraian sabut kelapa, pengeringan di lahan terbuka, pengayakan, press dan pengepakan.

UD. Pusaka Bakti memilik mesin press untuk menghasilkan cocopeat press dalam bentuk blok berukuran 42 cm x 52 cm x 80 cm dengan berat 5 kg/unit. Kapasitas mesin press 2000 kg/hari. Sebelum dipress cocopeat dikeringkan terlebih dahulu menggunakan mesin pengering. Kapasitas 200


(75)

kg/hari. Ketidaksesuaian kapasitas kedua mesin ini mengakibatkan ongkos produksi cocopeat press menjadi mahal, sehingga UD. Pusaka Bakti tidak memproduksi cocopeat press walaupun permintaan pasar ekspor tetap ada, yaitu 20 ton/bulan. Akhirnya mesin pengering dan mesin press tidak difungsikan. Akibatnya UD. Pusaka Bakti memilih mengeringkan cocopeat secara alami dengan menjemur di lahan terbuka dan menjualnya dalam kemasan karung. Proses pengeringan cocopeat di lahan terbuka memiliki hambatan, karena proses pengeringan bergantung pada kondisi cuaca.

Proses pengeringan cocopeat pada UD. Pusaka Bakti membutuhkan sebuah ruang pengering tertutup. Perancangan ruang pengering tertutup dilakukan agar proses pengeringan cocopeat dapat dilakukan dengan maksimal tanpa adanya resiko terkena hujan. Dalam penelitian ini akan dirancang ruang pengering tertutup yang memiliki kapasitas 2000 kg cocopeat. Loyang digunakan sebagai wadah penjemuran dan rak yang berfungsi sebagai tempat penjemuran. Proses perancangan ruang penjemuran dengan mempertimbangkan antropometri pekerja dan Aisle Space agar pekerja dapat bekerja dengan nyaman.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi pada UD. Pusaka bakti adalah ketidaksesuaian kapasitas mesin pengering sebesar 200 kg/hari dan kapasitas mesin press sebesar 2000 kg/hari yang mengakibatkan UD. Pusaka Bakti tidak dapat memproduksi cocopeatpress sehingga perlu dilakukan perancangan ruang penjemuran tertutup agar permintaan pasar ekspor dapat dipenuhi.


(76)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang ruang penjemuran cocopeat yang ergonomis sehingga mesin press dapat dipakai secara optimal.

1.4. Asumsi dan Batasan Masalah

Asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berada pada kondisi baik dan sesuai standar.

2. Luas ruang pengering yang dirancang bergantung pada ketersediaan lahan di UD. Pusaka Bakti.

Batasan-batasan pada penelitian ini antara lain:

1. Penelitian dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek material dan konstruksi bangunan

2. Ruang penjemuran yang dirancang tidak dilengkapi dengan alat pengatur panas.

3. Penelitian dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek biaya.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian, antara lain: 1. Meningkatkan kompetensi mahasiswa mengobservasi, menganalisis dan

melakukan evaluasi terhadap suatu permasalahan perusahaan dengan menggunakan disiplin ilmu Teknik Industri.


(77)

3. Menjalin hubungan kerjasama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(78)

ABSTRAK

UD.Pusaka Bakti bergerak di bidang produksi cocofiber dengan hasil sampingan cocopeat. Pemasaran dari UD. Pusaka Bakti di dalam negeri meliputi wilayah Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Ekspor dilakukan ke Malaysia dan Tiongkok untuk produk cocopress (cocofiber press). Masalah yang dihadapi UKM adalah kapasitas mesin pengering yang tidak sesuai dengan mesin press sehingga cocopeat press tidak dapat diproduksi. Penelitian bertujuan untuk merancang ruang penjemuran cocopeat yang ergonomis sehingga mesin press dapat dipakai secara optimal dan permintaan ekspor dapat dipenuhi. Untuk menyelesaikan permasalahan ini maka dilakukan pengumpulan data antropometri pekerja, data eksperimen penjemuran cocopeat untuk mencari tebal cocopeat dan pengukuran aisle untuk mendapatkan luas ruangan dan jarak antar rak penjemuran. Hasil yang didapatkan adalah perancangan loyang, rak penyimpanan dan ruang pengeringan menggunakan metode antropometri, sudut aduksi dan aisle. Hasil yang diperoleh terdapat 2 alternatif desain loyang, desain rak penjemuran dan desain layout luas area ruang penjemuran.


(79)

PERANCANGAN RUANG PENJEMURAN SERBUK SABUT

KELAPA (COCOPEAT) DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

MUHAMMAD ZAIN FACHRIENSYAH 100403081

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(80)

(81)

(82)

(83)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih Karunia-Nya serta kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Sarjana ini. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Sarjana di UD. PUSAKA BAKTI yang bergerak dalam bidang produksi keset kaki, cocopeat da cocofiber. Tugas Sarjana ini berjudul “Perancangan Ruang Penjemuran Serbuk Sabut Kelapa dengan Pendekatan Ergonomi”.

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Sarjana ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis menerima secara terbuka setiap kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan tulisan ini.

Medan, Januari 2016 Penulis


(84)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tugas Sarjana yang ditulis ini telah mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT selaku Dosen Pembimbing I sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan nasehat selama penyusunan Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Rahmi M. Sari, MM(T) selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan, nasehat dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini. 4. Bapak Suyanto selaku Pemilik UD. Pusaka Bakti dan Seluruh pekerja UD.

Pusaka Bakti yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

5. Kedua orang tua Penulis yang tercinta, yaitu papa H. Fachruddin Rifa’i, SH, M.Hum dan mama Hj. Iriani Widia Ningsih terima kasih yang selalu senantiasa memberikan doa dan nasehat.

6. Adik penulis yaitu Subhan, Zami dan Addin yang memberikan semangat dan dukungan.

7. Seluruh dosen Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran selama perkuliahan sebagai bekal untuk penulisan Tugas Sarjana ini.


(85)

8. Sahabat terbaik penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara, Kharis, Wahyu, Fuad, Rahmadan, Zul, Reza, Aziz, Syahreza, Gavrilo, Adra, Danu, Liyana, Syally, Vita, Nadia, Angel, Gemadana, Chandra, Fauzi, Andri, Alyefi, Sadri, Azhar, Sheihan, Rezky, Jevier dan Dedi.

9. Sahabat terdekat penulis Cece Mandasari Nasution, ST yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

10. Semua teman angkatan 2010 (TITEN) serta abang kakak senior dan junior di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

11. Bang Nurmansyah, Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, dan Bang Ridho atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Januari 2016 Penulis


(1)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.4.3. Bahan Penolong ... II-5 2.4.4. Uraian Proses Produksi... II-5

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Kelapa ... III-1 3.2. Antropometri ... III-2 3.2.1. Desinisi Antropometri ... III-2 3.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran

Antropometri... III-3 3.2.3. Antropometri Stasis (Struktural) ... III-5 3.2.4. Antropometri Dinamis (Fungsional)... III-5 3.2.5. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri ... III-6

3.2.6. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data

Antropometri ... III-8 3.2.7. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk ... III-9 3.2.8. Langkah-langkah Penilaian Data Antropometri ... III-11

3.3 Uji Kenormalan Data dengan KolmogorovSmirnov secara

Manual ... III-12 3.3.1. Perhitugan dengan Menggunakan Software SPSS ... III-13 3.4 Jalan Lintas (Aisle) : Arti dan Keunggulannya dalam

Proses Komunikasi Serta Pemindahan Bahan ... III-15 3.5. Range of Motion ... III-18

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Instrumen Penelitian ... IV-1


(2)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.6. Kerangka Berpikir ... IV-4 4.7. Metode Pengumpulan Data ... IV-4 4.8. Metode Pengolahan Data ... IV-5 4.9. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-5

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1 Pengumpulan Data... V-1 5.1.1 Data Percobaan Ketebalan Pengeringan Cocopeat... V-1 5.1.2 Data Dimensi Tubuh Pekerja ... V-2 5.2. Pengolahan Data ... V-3

5.2.1 Perhitungan Rata-rata, Standar Deviasi, Nilai

Maksimun dan Minimum ... V-4 5.2.2. Uji Keseragaman Data ... V-6 5.2.3. Uji Kecukupan Data ... V-10 5.2.4. Uji Kenormalan Data ... V-12 5.2.5. Penetapan Data Antropometri... V-13

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1 Perancangan Loyang, Rak Penjemuran dan

Layout Alternatif I ... VI-1 6.2 Perancangan Loyang, Rak Penjemuran dan

Layout Alternatif I ... VI-6 6.3 Analisis Alternatif I ... VI-10 6.4 Analisis Alternatif II ... VI-12

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1 Kesimpulan ... VII-1 7.2 Saran ... VII-2


(3)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1 Mesin dan Peralatan Produksi ... II-4 3.1 Tabel Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal ... III-9 3.2 Standar Lebar Jalan Lintasan yang Direkomendasikan ... III-17 3.3 Zona Selang Gerak Tubuh Manusia ... III-20 5.1 Percobaan Ketebalan Pengeringan Cocopeat ... V-1 5.2 Dimensi Tubuh (cm) ... V-2 5.3 Tabel 5.3. Dimensi Tubuh database Laboratorium

Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja (cm) ... V-3 5.4 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata, Standar Deviasi,

Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Rak Penjemuran ... V-6 5.5 Uji Keseragaman Data Antropometri untuk Rak Penjemuran ... V-7 5.6 Uji Kecukupan Data ... V-12 5.7 Dimensi Lebar Bahu (cm) ... V-14 5.8 Perhitungan Persentil Seluruh Dimensi Tubuh (cm) ... V-15 6.1 Indikator Alternatif ... VI-13


(5)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Struktur Organisasi ... II-2 3.1 Cocopeat ... III-2 3.2 Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th ... III-9 3.3 Contoh Penempatan Jalan Lintas Utama (Main Side) ... III-15 3.4 Bentuk dan Lokasi Jalan Lintas dalam Pabrik ... III-17 3.5 Selang Alami Gerak Tubuh Manusia ... III-19 4.1 Antropometer ... IV-2 4.2 Stop Watch ... IV-2 4.3 Meteran ... IV-2 4.4 Kamera ... IV-3 4.5 Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-4 4.6 Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-6 5.1 Peta Kontrol Diameter Lebar Bahu ... V-8 5.2 Peta Kontrol Diameter Lebar Tangan ... V-8 5.3 Peta Kontrol Diameter Genggam ... V-9 5.4 Peta Kontrol Diameter Tinggi Bahu Berdiri ... V-9 5.5 Peta Kontrol Diameter Panjang Lengan Atas ... V-10 5.6 Tampilan Output Uji Kenormalan Data dengan

Software SPSS 17 ... V-10 6.1 Sudut Aduksi pada Operator Alternatif I ... VI-2 6.2 Loyang 3D Alternatif I ... VI-3 6.3 Rak 3D Alternatif I ... VI-4 6.4 Layout Ruang Penjemuran Alternatif I ... VI-5 6.5 Sudut Aduksi pada Operator Alternatif II ... VI-7 6.6 Loyang 3D Alternatif II ... VI-8 6.7 Rak 3D Alternatif II ... VI-9 6.8 Layout Ruang Penjemuran Alternatif II ... VI-10 6.9 Layout 3D Ruang Penjemuran Alternatif I ... VI-11


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1 Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri ... L-1 2 Form Tugas Akhir ... L-2 3 Surat Penjajakan ... L-3 4 Surat Balasan Pabrik ... L-4 5 Surat Keputusan Tentang Tugas Sarjana Mahasiswa ... L-5 6 Berita Acara Laporan Tugas Sarjana ... L-6