commit to user 24
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial yakni adanya faktor imitasi,
faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor simpati. Dikatakan demikian karena didalam kenyataannya proses interaksi sosial tersebut memang sangat kompleks,
sehingga terkadang sulit mengadakan pembedaan tegas antara faktor-faktor tersebut Soekanto, 2000.
Herbert Blumer dalam Kamanto, 2004 berpendapat bahwa interaksi adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang
dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Selanjutnya makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Banyak orang
menganggap bahwa warna merah berarti berani dan warna putih berarti suci. Makna warna tersebut menurut Blumer dalam Kamanto, 2004 berasal atau
muncul dari interaksi sosial. Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan
orang ketika menjumpai sesuatu, proses tersebut disebut dengan interpretative process. Blumer dalam Kamanto, 2004 menekankan bahwa makna yang muncul
dari interaksi tersebut tidak langsung diterima oleh individu, akan tetapi ditafsirkan terlebih dahulu.
3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial berlangsung dalam berbagai wujud ataupun bentuk yang menggambarkan suatu proses interaksi berlangsung. Soekanto 2002
mengemukakan interaksi sosial dapat berupa kerja sama co-operation, persaingan competition, pertikaian conflict, dan juga dapat berupa akomodasi
commit to user 25
accommodation. Sebagai contoh dalam sebuah kelompok individu, kemudian kelompok tersebut kedatangan anggota baru didalamnya. Tentunya tidak semua
anggota kelompok yang lama dapat menerima kehadiran anggota baru, yang akhirnya menimbulkan suatu konflik didalam kelompok tersebut. Untuk
mencegah agar konflik yang terjadi tidak berlanjut, maka pemimpin kelompok berusaha untuk mereda konflik yang terjadi dan mengatasi masalah yang ada,
sehingga tercapai suatu keadaan akomodasi yang menjadi dasar suatu kerja sama. Pendapat lain dikemukakan oleh Gillin dan Gillin dalam Soekanto, 2002
bahwa ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat dari interaksi sosial, yakni proses asosiatif dan proses disosiatif. Bentuk-bentuk interaksi sosial
yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu
dengan individu atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
didalamnya terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-
nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Asimilasi merupakan suatu proses yang didalamnya
terdapat pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan serta tujuan kelompok. Proses asosiatif ini dapat dilihat misalnya
pada masyarakat suatu kompleks perumahan dalam melaksanakan kerja bakti membersihkan kompleks. Kerja bakti ini dilakukan secara gotong royong sebagai
wujud dari kerja sama anggota masyarakat, dalam hal ini gotong royong
commit to user 26
dilakukan tidak hanya melibatkan satu atau dua orang saja tetapi juga kelompok- kelompok masyarakat sehingga terjadi suatu keseimbangan peran didalamnya.
Kerja bakti ini secara perlahan-lahan menimbulkan pemahaman bahwa kebersihan lingkungan kompleks adalah tanggung jawab semua masyarakat yang tinggal
didalamnya. Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi
atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial individu ataupun beberapa kelompok manusia yang bersaing
secara personal ataupun secara kelompok, mencari keuntungan melalui bidang- bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang
sifatnya berada antara persaingan dengan pertentangan. Hal ini ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana
dan juga perasaan tidak suka yang disembunyikan. Kontravensi dapat juga merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain ataupun terhadap
unsur-unsur kebudayaan dari suatu masyarakat tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian apabila terus tertanam dalam diri
individu, namun tidak menimbulkan suatu pertikaian atau pertentangan. Pertentangan merupakan suatu proses sosial individu atau kelompok yang
berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.
Untuk tahapan proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp dalam Kamanto, 2004 menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan
untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai
commit to user 27
initiating, menjajaki
experimenting, meningkatkan
intensifying, menyatupadukan integrating dan mempertalikan bonding. Sebagai contoh
dalam tahapan-tahapan ini, misalnya saat seseorang mendapatkan pekerjaan baru kemudian memasuki lingkungan kerja yang baru kemungkinan besar seseorang
akan memulai suatu obrolan ringan dengan rekan-rekan di tempat kerjanya. Hasil komunikasi tersebut akan dijadikan dasar untuk hubungan selanjutnya. Tahapan
untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan differentiating, membatasi circumscribing, memacetkan stagnating, menghindari avoiding, dan
memutuskan terminating. Hal-hal yang semula dilakukan secara bersama-sama lambat laun mulai dilakukan sendiri-sendiri. Keegoisan dari tiap individu mulai
muncul dan menguat, sedangkan toleransi terhadap orang lain mulai menurun. Kemudian komunikasi mulai menjadi suatu hal yang menimbulkan konflik karena
cenderung ditanggapi dengan bantahan ataupun sangkalan. Dapat dikatakan bahwa interaksi sosial berlangsung dalam bentuk positif
dan juga dalam bentuk negatif. Bentuk positif dari interaksi sosial dapat berupa kerja sama dalam suatu kelompok individu untuk mencapai suatu tujuan bersama,
sedangkan bentuk negatif dari interaksi sosial dapat berupa pertentangan antara individu dalam suatu kelompok atau antara kelompok satu dengan yang lainnya
yang menimbulkan konflik dan akhirnya menjadi terputusnya suatu komunikasi.
4. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial