Sistem Sosial Masyarakat Desa

TABEL 12. Hewan Pemeliharaan Penduduk N0 Jenis Ternak Jumlah Persentase 1 Kerbau 200 ekor 27,2 2 Lembu 20 ekor 2,8 3 Ayam 500 ekor 68, 6 4 Bebek 10 ekor 1,4 730 ekor 100 Sumber : Kantor Kepala Desa Tanjung Raya 2010 Berdasarkan data di atas, beternak ayam lebih banyak daripada beternak bebek. Dari situlah mereka mendapat penghasilan sehari-hari untuk kebutuhan hidup mereka.

2.6. Sistem Sosial Masyarakat Desa

Pada umumnya masyarakat Simeulue mengenal sistem Patrilineal, artinya garis keturunan anak ditarik dari garis keturunan dari Ayah. Jika terjadi perselisihan antara suami dan isteri atau sebaliknya isteri meninggal maka yang menjadi tanggung jawab terhadap anak adalah seorang ayahnya. Tetapi jika ayah yang meninggal maka yang bertanggung jawab adalah wali dari pihak Ayah, yaitu saudara kandung laki-laki pihak Ayah. Kalau saudara kandung pihak Ayah tidak ada maka yang bertanggung jawab adalah saudara sepupu laki-laki pihak Ayah. Desa Tanjung Raya merupakan sebuah wilayah konsentrasi pemukiman masyarakat Desa Tanjung Raya, di desa tersebut terdiri dari beberapa suku. Namun diantara satu suku dengan suku yang lainya tidak mengalami pertentangan ataupun terjadi konflik baik dari dulu maupun sampai sekarang. Desa ini terlihat aman-aman saja, karena masyarakat di desa ini memiliki ikatan sosial yang tinggi Universitas Sumatera Utara diantara sesama mereka. Apalagi ditambah dengan mengadakan upacara mangan ahai fallo dengan begitu ikaran persaudaraan mereka menjadi tamba akrab satu sama lain meskipun upacara hanya sekali dalam setahun yaitu diadakan ketika selesai penen. Secara administratif, sekarang wilayah ini mencakup tiga Dusun, yaitu Dusun Terjun, Dusun Tapian, Dusun Mata Air, dari masing-masing dusun dikepalai oleh seorang kadus kepala dusun. Kemudian ketiga dusun tersebut dikepalai oleh seorang kepala desa keucik. Begitu pula halnya dengan sistem kekerabatan masyarakat Desa Tanjung Raya yang terdiri dari ayah, ibu dan anak keluarga batih. Sistem kekerabatan yang lebih luas lagi adalah hubungan seketurunan atau suku dan hubungan tali perkawinan yang disebut dengan kaum haum family. Dalam acara pernikahan dan “sarak papar” peran kedua garis kekerabatan itu baik pihak Ayah maupun pihak Ibu memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam hal tertentu. Dalam upacara pernikahan misalnya, kaum kerabat yang disebut wali perlu mempertanyakan suku dari calon menantu tersebut. Karena menurut adat Simeulue tidak diperbolehkan kawin dalam satu keturunan atau suku. Sedangkan dari pihak “laulu” menentukan mahar dalam perkawinan tersebut. Upacara pernikahan dalam adat Simeulue umumnya hampir sama dengan daerah-daerah lainya di Aceh. Sedang dalam upacara setelah kematian seorang Ayah yang meninggalkan anak dan isteri akan diadakan upacara adat yang disebut “sarak papar” atau sarak papar sarang baragih” yaitu suatu upacara mencatat Universitas Sumatera Utara harta bersama antara suami dan isteri. Dilanjutkan dengan membicarakan sambung tali atau ganti lapik dalam bahasa adat “ putuih tali”, batali tali” putus tali diikat kembali. Jika sambung tali tidak dilaksanakan, maka wali dari suami yang meninggal dunia akan mengembalikan si isteri tersebut kepada walinya, dalam bahasa adat “putuih karawang rampung idung”. Setelah bila anak-anak telah dewasa dan sanggup menjamin kehidupan ibunya maka dilanjutkan dengan upacara “pihak anak meminta kembali Ibunya kepada walinya”. Sedangkan upacara dalam bentuk hukum berpedoman pada hukum Islam Priotomo:8-10. Universitas Sumatera Utara

BAB III UPACARA MANGAN AHAI FALLO

3.1. Pengertian Mangan Ahai Fallo

Mangan ahai fallo adalah pelaksanaan makan bersama dari hasil panen padi baru yang telah dikerjakan secara serentak. Maka dilaksanakan mangan ahai fallo ini dengan tujuan dapat menikmati hasil persawahan dari seluruh blang sawah yang ada di Desa Tanjung Raya. Menurut salah seorang informan yang bernama Pak Supardi 45 tahun yang didapat dari hasil wawancara dia menyatakan bahwa: “mangan ulu taun merupakan acara mangan ahaie fallo, acara soere harus niadokan supayo hasilne ahaie ya dapek nirasokan secara bersamo-samo, baek singa ni undang maupun masyarakat ne singa bahampung”. Artinya ‘bahwa mangan ahai fallo adalah merupakan acara makan padi baru, dan acara ini harus senantiasa dilaksanakan supaya hasil padi tersebut dapat dirasakan secara bersama-sama, tujuan dengan diadakan makan secara bersama- sama yaitu dapat berbagi pemikiran, pengalaman, pengetahuan dari orang yang telah di undang ke acara tersebut. Dari masing-masing mereka akan menyampaikan pengalaman mereka selama mengelolah sawah sampai menuai hasil panen. Berdasarkan informasi keterangan masyarakat menyatakan bahwa, asal dari melaksanakan upacara mangan ahai fallo makan padi baru atau sering disebut mangan ulu taun. Karena acara yang seperti ini harus selalu diadakan karena mengingat dari asal padi pertama kalinya, mereka selalu berpatokan Universitas Sumatera Utara