8. Gambaran upaya penanganan dismenore dengan farmakologi
Tabel 5. 8 Distribusi frekuensi upaya penanganan dismenore
dengan cara farmakologi Upaya penanganan dismenore
Frekuensi Persentase
Minum obat anti nyeri dari obat-obat warung Feminax
10 7,75
Panadol 4
3,1 Biogesic
2 1,55
Lain-lain Total
16 12,4
Minum obat anti nyeri dari resep dokter Asetaminofen
Asam mefenamat Aspirin
Lain-lain Total
Berdasarkan tabel 5.8 distribusi frekuensi upaya penanganan dismenore dengan cara farmakologi bahwa 16 12,4 siswi meminum obat
anti nyeri dari obat-obat warung yang meliputi 10 siswi meminum Feminax, 4 siswi meminum Panadol, 2 siswi meminum Biogesik dan tidak ada satu
pun siswi yang meminum obat anti nyeri dari resep dokter.
9. Gambaran upaya penanganan dismenore dengan derajat dismenore
Tabel 5. 9 Distribusi frekuensi upaya penanganan dismenore
dengan derajat dismenore Upaya penanganan
Derajat nyeri ringan
Derajat nyeri sedang
Derajat nyeri berat
Total F
F F
F Napas dalam
21 16,3
9 7
8 6,2
38 29,5
Distraksi 29
22,5 24
18,6 12
9,3 65
50,4 Kompres
15 11,6
13 10,1
13 10,1
41 31,8
Mandi air hangat 9
7 6
4,7 5
3,9 20
15,5 Herbal
24 18,6
19 14,7
8 6,2
51 39,5
Guided imagery 14
10,9 10
7,8 10
7,8 34
26,4 Lotion penghangat
25 19,4
5 3,9
4 3,1
34 26,4
Pemijatan 12
19,3 7
5,4 6
4,7 25
19,4 Knee chest
17 13,2
17 13,2
6 4,7
40 31
Olah raga 12
9,3 12
9,3 6
4,7 30
23,3 Istirahat total
30 23,3
18 14
12 9,3
60 46,5
Lainnya 1
0,8 1
0,8 2
1,6 Minum obat warung
10 7,8
5 3,9
1 0,8
16 12,4
Minum obat resep Berdasarkan tabel 5.9 distribusi frekuensi upaya penanganan dismenore dengan
derajat dismenore bahwa siswi yang mengalami derajat dismenore ringan sebagian besar melakukan upaya penanganan dengan cara istirahat total atau tidur sebanyak 30
23,3 siswi, derajat dismenore sedang sebagian besar melakukan teknik distraksi sebanyak 24 18,6 siswi, derajat nyeri berat sebagian besar melakukan kompres air
hangat sebanyak 13 10,1 siswi dan siswi yang melakukan upaya penanganan dismenore dengan farmakologi, sebagian besar siswi yang mengalami derajat dismenore
ringan meminum obat warung sebanyak 10 7,8 siswi.
BAB VI PEMBAHASAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang gambaran derajat dismenore dan upaya
penanganannya pada siswi SMK Arjuna Depok Jawa Barat. Bab ini menguraikan pembahasan yang meliputi interpretasi dan diskusi dari hasil penelitian dan
keterbatasan penelitian.
A. Interpretasi dan Hasil Penelitian
1. Gambaran data demografi siswi SMK Arjuna Depok yang mengalami
dismenore
a. Gambaran Usia
Rata-rata usia siswi yang mengalami dismenore pada SMK Arjuna Depok yaitu berumur 15,9 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan Yanti 2011 yang menunjukan dismenore dialami lebih banyak pada tingkat usia dua belas tahun keatas. Penelitian Thing 2011
pada remaja yang mengalami menstruasi rata-rata berumur 15,5 tahun. Dismenore akan bertambah berat setelah beberapa tahun setelah
menstruasi pertama sampai usia 23-27 tahun kemudian dismenore akan mulai mereda Hamilton, dalam Shabinaya, 2011.
b. Gambaran usia pertama kali menstruasi
Usia pertama kali menstruasi pada siswi yang mengalami dismenore di SMK Arjuna Depok yaitu rata-rata berumur 11,88 tahun.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Novia 2008 bahwa sebagian besar usia pertama kali menstruasi berumur sebelas sampai tiga
belas tahun dan yang paling sedikit berumur kurang dari sebelas tahun.
Penelitian Shabinaya 2011 pada siswi SMPN 87 Jakarta bahwa dari 103 siswi diantaranya 66 siswi mengalami usia pertama kali menstruasi
pada umur sebelas sampai dua belas tahun dan 37 siswi berumur tiga belas tahun. American Academy of Pediatrics, Committee on
Adolescence, American College of Obstetricians and Gynecologists and Committee on Adolescence Health Care 2006 mengungkapkan median
usia menstruasi pertama stabil antara usia 12 sampai 13 tahun, dan hanya 10 yang mengalami menstruasi pertama pada usia 11,1 tahun dan 90
sudah mengalami menstruasi pada usia 13,75 tahun. Dianawati 2003 biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar dua
sampai tiga tahun setelah menstruasi pertama. c.
Gambaran siklus menstruasi Siklus menstruasi pada siswi yang mengalami dismenore di SMK
Arjuna Depok yaitu memiliki siklus menstruasi dengan rata-rata 29,27 hari dan siklus menstruasi terpendek adalah 21 hari serta siklus
menstruasi terpanjang adalah 35 hari. Hal ini sesuai dengan penelitian Taelbatak 2011 yang menunjukkan siklus menstruasi remaja putri rata-
rata 28 sampai 30 hari. Penelitian Hikmawati 2010 pada 30 mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Semarang menunjukkan siklus
menstruasi yang dialami rata-rata 28,67 hari. Penelitian Wagito pada mahasiswi Universitas Sumatra Utara 2010 menunjukkan siklus
menstruasi dengan rata-rata 21 sampai 30 hari. Grenspan 1998 sebagian besar perempuan remaja mengalami
perdarahan menstruasi yang terjadi setiap 25 sampai 35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari. Selang waktu antara awal menstruasi hingga
ovulasi sampai fase folikular bervariasi lamanya. Siklus menstruasi normal
berlangsung selama 21 sampai 35 hari, selang waktu antara awal perdarahan menstruasi sampai fase luteal relatif konstan dengan rata-rata 14
± 2 hari pada kebanyakan perempuan.
Pada siklus menstruasi menggambarkan suatu interaksi antara hipotalamus, kelenjar pituitari,
ovarium dan endometrium. Menurut teori neurohumoral, hipotalamus sebagai pusat pengendali utama otak dan mengawasi sekresi hormon
Gonadotropin Reliasing Hormone GnRH sehingga dapat merangsang pelepasan Luteinizing Hormone LH dan Follicle Stimulating Hormone
FSH dari hipofisis. Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan
oleh mekanisme umpan balik atau feed back antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap
FSH, sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Estrogen
yang meningkat mengakibatkan rangsangan pada lapisan rahim endometrium menebal, pada siklus menstruasi endometrium dipersiapkan
secara teratur untuk menerima ovum yang dibuahi setelah terjadi ovulasi. Menstruasi mempunyai kisaran waktu tiap siklus sekitar 28-35 hari setiap
bulannya Misaroh Proverawati, 2009. Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu fase menstruasi, fase
proliferasi atau folikuler, fase ovulasi atau fase luteal dan fase pasca ovulasi atau fase sekresi. Fase menstruasi merupakan peristiwa luruhnya sel ovum
matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek, dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormon estrogen
dan progesteron sehingga kandungan hormon dalam darah menjadi tidak ada. Fase proliferasi atau fase folikuler ditandai dengan menurunnya
hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk
mensekresikan FSH dan merangang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormon estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang
menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat
sekresi FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek. Fase ovulasi atau fase luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu
matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan berubah
menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding
endometrium yang kaya akan pembuluh darah. Fase pasca ovulasi atau fase Sekresi ditandai dengan corpus luteum yang mengecil dan menghilang dan
berubah menjadi corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormon estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekesikan
FSH dan LH. Sekresi progesteron yang terhenti menyebabkan penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium
mengering dan robek, maka terjadi fase perdarahan atau menstruasi Badziad, 2003.
d. Gambaran keteraturan menstruasi
Keteraturan menstruasi pada siswi yang mengalami dismenore di SMK Arjuna Depok yaitu sebanyak 109 siswi mengalami menstruasi
yang teratur sedangkan siswi yang mengalami menstruasi tidak teratur sebanyak 20 siswi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Kristina 2011 bahwa sebagian besar siswi mengalami menstruasi teratur yaitu sebanyak 46 siswi dan yang mengalami
menstruasi tidak teratur sebanyak 20 siswi. Penelitian Amanih 2003 pada 16 mahasiswi keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Semarang bahwa sebanyak 10 mahasiswi mengalami menstruasi teratur dan 6 mahasiswi mengalami menstruasi yang tidak teratur.
Keteraturan menstruasi merupakan rangkaian siklus menstruasi yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan
ketika perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium
uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait
pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium berperan penting dalam proses ini, karena bertanggung jawab dalam pengaturan
perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi Bobak, 2004.
Jumlah darah yang keluar pada setiap perempuan berbeda-beda. Rata-rata darah yang dikeluarkan sekitar 30 sampai 80 ml darah per
siklus menstruasi, lama menstruasi normalnya 3 sampai 8 hari. Jenis siklus menstruasi yang tidak normal, seperti menstruasi yang terjadi
setiap 3 sampai 6 minggu sekali, menstruasi yang terjadi setiap 2 sampai 3 minggu sekali dan menstruasi yang terjadi hanya 2 kali setahun. Siklus
mentruasi yang tidak teratur dapat berdampak pada gangguan kesuburan Llewellyn, 2001
2. Gambaran derajat dismenore pada siswi SMK Arjuna Depok
Derajat dismenore dalam penelitian ini terbagi dalam tiga derajat nyeri dismenore yaitu derajat nyeri ringan, derajat nyeri sedang dan derajat nyeri
berat. Siswi yang mengalami dismenore derajat nyeri ringan sebanyak 60 siswi, dismenore derajat nyeri sedang sebanyak 44 siswi dan dismenore