1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gelombang globalisasi telah menciptakan tantangan bagi rumah sakit yang semakin besar, yaitu kompetisi competition yang semakin ketat dan
pelanggan customer yang semakin selektif dan berpengetahuan. Tantangan seperti ini menghadapkan para pelaku pelayanan kesehatan khususnya rumah
sakit baik pihak pemerintah maupun swasta pada dua pilihan, yaitu masuk dalam arena kompetisi dengan melakukan perubahan dan perbaikan atau keluar
arena kompetisi tanpa dibebani perubahan dan perbaikan. Oleh karena itu diperlukan alternatif strategi bersaing yang tepat agar perusahaan mampu
bersaing dengan kompetitor lainnya. Kondisi lingkungan usaha demikian akan membawa organisasi rumah sakit kepada suatu kenyataan bahwa kualitas dan
mutu menjadi suatu keharusan agar perusahaan tetap sukses, baik ditingkat operasional, manajerial maupun strategi.
Semakin tinggi tingkat persaingan bisnis, maka organisasi perusahaan dituntut agar mencapai keunggulan kompetitif competitive advantage supaya
dapat memenangkan persaingan dalam bisnis. Untuk mencapai hal itu pemasar harus menerapkan konsep pemasaran modern yang berorientasi pelanggan
karena mereka merupakan ujung tombak keberhasilan pemasaran Tjiptono, 2005:100. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan merupakan
sumberdaya kesehatan
yang sangat
diperlukan dalam
mendukung
2 penyelenggaraan upaya kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah melalui
Visi dan Misi Rencana Strategis Depkes tahun 2010 - 2014. Pada tahun 2008, jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 1.320
rumah sakit Depkes, 2009, atau bertambah sebanyak 86 rumah sakit dari posisi tahun 2003. Dari total 1.320 rumah sakit ini, 657 diantaranya adalah
milik swasta dengan rata-rata pertumbuhan jumlah rumah sakit per tahun sekitar 1,14. Sisanya merupakan rumah sakit yang dibangun oleh pemerintah
Depkes, PemprovPemkabPemkot, TNIPolri, dan BUMN. Khusus untuk rumah sakit swasta, tidak sedikit dari rumah sakit yang
baru dibangun belakangan ini mengklaim sebagai rumah sakit berstandar internasional. Rumah sakit semacam ini umumnya dilengkapi dengan berbagai
peralatan medis canggih terbaru dan fasilitas seperti hotel mewah serta berlokasi di kawasan-kawasan elit perkotaan. Masuknya investor asing,
berkembangnya populasi
kelas menengah
atas, membaiknya
tingkat pendapatan per-kapita, dan semakin kritisnya masyarakat dalam menjaga
kesehatan dan memilih tempat untuk berobat menjadi salah satu alasan peningkatan trend pembangunan rumah sakit kelas atas ini.
Di samping itu, maraknya pembangunan rumah sakit oleh pihak swasta ini didukung pula oleh semakin aktifnya pemerintah mendorong investasi
swasta di bisnis rumah sakit. Pemerintah sendiri telah sejak lama mendukung swasta dan bahkan investor asing untuk berperan dalam pengembangan rumah
sakit di Indonesia. Namun, baru melalui Keputusan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi DNI No. 96 dan No. 118 tahun 2000 pemerintah mengatur
3 bahwa pemodal asing di bisnis rumah sakit Indonesia dapat memiliki
kepenguasaan hingga 49 modal disetor. Hal ini semakin mendorong maraknya pembangunan rumah sakit swasta nasional berjenis joint venture
dengan pemodal asing. Besarnya potensi pengembangan rumah sakit di Indonesia dapat
ditunjukkan dari masih tingginya tingkat kebutuhan akan jasa layanan kesehatan yang dapat diukur dari derajat kesehatan masyarakat. Umumnya,
derajat kesehatan masyarakat ini diukur dengan beberapa indikator mortalitas seperti Angka Kematian Bayi AKB, Angka Kematian Balita AKABA,
Angka Kematian Ibu Maternal AKI, Angka Kematian Kasar AKK, dan Umur Harapan Hidup Waktu Lahir UHH. Secara umum, indikator-indikator
tersebut telah membaik dari tahun ke tahun, namun angkanya masih cukup tinggi
yang menunjukkan
masih relatif
rendahnya derajat
kesehatan masyarakat.
Lebih jauh lagi, potensi kebutuhan rumah sakit di Indonesia dapat ditunjukkan dari masih rendahnya rasio tempat tidur rumah sakit dibandingkan
dengan jumlah penduduk. Apabila jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia mencapai 143 ribu sementara populasi Indonesia mencapai 226 juta
Depkes, 2008, maka perbandingannya adalah sekitar 1: 1.580. Angka ini masih jauh dari rasio ideal yang 1:500 SWAsembada, 2007. Untuk mencapai
rasio ideal tersebut dibutuhkan sedikitnya 451 ribu tempat tidur, dan apabila sebuah rumah sakit memiliki kapasitas rata-rata 200 tempat tidur, maka akan
dibutuhkan sedikitnya 2.250 rumah sakit. Bandingkan dengan kondisi
4 Indonesia saat ini yang hanya memiliki 1.320 rumah sakit. Sebagai
perbandingan, rasio tempat tidur rumah sakit per-penduduk di Jepang sudah mencapai 1:74 pada tahun 2004, sementara di Malaysia juga sudah mencapai
kisaran 1:500 SWAsembada, 2006. Kondisi ini menunjukkan masih besarnya potensi pengembangan dan pemanfaatan rumah sakit di Indonesia. Sedangkan
bila dilihat dari lokasi geografisnya, pengembangan rumah sakit di Indonesia saat ini hanya terkonsentrasi di pulau Jawa. Sekitar 50 dari total rumah sakit
di Indonesia berlokasi di pulau Jawa dengan konsentrasi tertinggi terdapat di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta Depkes,
2008. Dari angka tersebut, sekitar 39-nya merupakan milik swasta. Propinsi lain di luar pulau Jawa yang juga memiliki rumah sakit cukup banyak adalah
Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.Untuk jumlah pasien, pada tahun 2005 jumlah pasien rumah sakit swasta tercatat mencapai 2,4 juta pasien. Angka ini
diproyeksikan akan mencapai 3,5 juta pasien pada tahun 2010, dengan laju pertumbuhan mencapai 7 per tahun.
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan
lainnya. Beberapa rumah sakit yang tersebar di tangerang selatan diantaranya terdiri dari sembilan rumah sakit ibu dan anak, sebelas rumah sakit umum dan
satu rumah sakit THT, diantaranya, RSIA Cinta Kasih Jl. Ciputat Baru kp. Sawah Ciputat, RSIA Buah Hati Jl. Aria Putra No. 399 Serua Indah Ciputat, RS
Sari Asih Jl. Otto Iskandardinata No. 3 Sasak Tinggi, RSIA Lestari Jl. Cireundeu Indah III37, RSIA R. P. Soeroso Jl. Aria Putra, Kedaung-Pamulang,
5 RSIA IMC Jl. Jombang Raya No. 56 Bintaro IX Pondok Aren, RSIA Buah Hati
Jl. Siliwangi, Benda Baru Pamulang, RSIA Putra Dalima Bsd Sektor 1-2 Blok K5-VA26-27 Serpong, RSIA Hermina Jl. Kertamukti No. 2 Ciputat Timur, RS
Bhineka Bhakti Husada Jl. Cabe raya No. 17 Pondok Cabe Pamulang, RSB, Permata Sarana Husada Pamulang Permai Blok D31-5 Pamulang Barat,
RSUD Tangerang Selatan Jl. Surya kencana I, Pamulang, RS Premier Bintaro Mh. Thamrin No. 01 Sektor 7 Bintaro Jaya Pondok Aren, RS Medika BSD
Jl.Letnan Suetopo kav. Kom. IIIA No. 7 BSD Serpong, RS Eka Hospital CBD Lot. IX BSD CITY Serpong, RS Bunda Dalima Jl. Nusa Loka Blok J11 No. 1
Serpong, RS Khusus THT-Bedah Jl. Commersial Park CBD kav. No. 7 BSD, RS Khusus Dharma Graha Jl. Raya Astek No. 17 lk. Gudang Timur, BSD
CITY, RS Asshobirin Jl. Raya Serpong km. 11, Pondok Jagung, RS OMNI Jl. Alam Sutera Boulevard kav. 25, Paku Alam, Serpong www. Tangerang
selatankota.go.id. Oleh karena banyaknya jumlah pesaing, maka ekuitas merek, kualitas
pelayanan, promosi, saluran distribusi, dan tingkat harga produk atau jasa harus benar-benar di perhatikan oleh para pengelola rumah sakit, agar tidak
kalah bersaing dengan industri rumah sakit lainnya. Selain itu, pasien merupakan aset yang harus dipertahankan untuk melakukan perbaikan ke
dalam pengelolaan rumah sakit. Apalagi, RS Syarif Hidayatullah merupakan rumah sakit yang berbasis pada nilai-nilai Islam sehingga harus betul-betul
memerhatikan pelayanan kepada masyarakat.
6 Upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan
penetrasi pasar dan reinforce product atau jasa salah satunya dilakukan dengan cara branding. Istilah ini cukup popular dikalangan marketing karena
memberikan efek yang besar terhadap peningkatan penjualan. Branding adalah sebuah usaha untuk memperkuat posisi produk dalam benak konsumen yang
dilakukan dengan cara menambah equity dari nama sekumpulan produk atau jasa. Soemanagara, 2006:98.
Merek bukan hanya sebuah nama, simbol, gambar atau tanda yang tidak berarti. Merek merupakan identitas sebuah produk yang dapat dijadikan
sebagai alat ukur apakah produk itu baik dan berkualitas. Konsumen melihat sebuah merek sebagai bagian yang paling penting dalam sebuah produk, dan
merek dapat menjadi sebuah nilai tambah dalam produk tersebut Kotler, 2004:285. Merek disebut juga dengan pelabelan, merek memiliki kekuatan
untuk membantu penjualan. Demikian pula bahwa merek dihubungkan dengan sebuah kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang dipercaya
tidak saja untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun dapat memberikan kepuasan yang lebih baik dan jaminan. Merek banyak membantu perusahaan
besar menguasai pasar, konsumen justru lebih hafal nama merek dari pada merek barang itu sendiri Soemanagara, 2006:98. Karena itu merek
merupakan aset penting dalam sebuah bisnis. Meskipun merek bersifat intangible, tapi nilai sebuah merek lebih dari pada sesuatu yang tangible.
7 Persaingan perusahaan dalam menarik konsumen untuk mengkonsumsi
produk yang di produksi tidak lagi terbatas hanya pada fungsi awal produk tersebut bagi konsumen, tetapi sudah dikaitkan dengan merek yang dapat
memberikan citra khusus bagi konsumen. Kekuatan merek suatu produk yang dimiliki suatu perusahaan merupakan hasil dari penerapan strategi yang baik
dalam pembentukan merek. Produk yang berkualitas akan memberikan nilai kepuasan yang tinggi bagi konsumen. Apabila suatu produk telah memiliki
nilai di mata konsumen, maka salah satu yang paling diingat oleh konsumen adalah merek dari suatu produk tersebut.
Adapun merek akan menjadi sumber daya saing yang bisa berlangsung lama dan bisa menjadi penghasil arus kas bagi perusahaan dalam jangka
panjang. Produk yang memiliki merek yang kuat akan sulit ditiru karena persepsi konsumen atas nilai suatu merek tertentu tidak akan mudah
diciptakan. Dengan ekuitas merek brand equity yang kuat, konsumen yang memiliki persepsi akan mendapatkan nilai tambah dari suatu produk yang tak
akan didapatkan dari produk-produk lainnya. Menurut Aaker 2008:23, ekuitas merek brand equity adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan
oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan. Aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek dapat
dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu: kesadaran merek brand awareness, asosiasi merek brand association, persepsi kualitas perceived
quality, loyalitas merek brand loyalty dan aset merek lainnya.
8 Kesadaran merek brand awareness adalah kemampuan konsumen
untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. Asosiasi merek brand association adalah segala hal
yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi merupakan pijakan dalam keputusan pembelian dan loyalitas merek. Persepsi kualitas
perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas yang diharapkan. Konsumen akan menyukai dan mungkin menjadi loyal
terhadap produk dengan persepsi kualitas yang tinggi. Loyalitas merek brand loyalty mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang
pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati ada nya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut
lain. Harapan pelanggan terhadap kualitas pelayanan sangat dipengaruhi
oleh informasi yang didapat dari orang lain dan pengalaman pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah digunakan. Setelah itu pelanggan akan
membandingkan dengan memberi nilai terhadap sebuah layanan yang dianggap telah memenuhi harapannya, maka pelanggan cenderung akan menggunakan
jasa yang sama dimasa yang akan datang. Jika sebaliknya, layanan itu tidak sesuai harapan, maka pelanggan cenderung tidak tertarik lagi. Suatu produk
apabila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan kekuatan yang memberikan manfaat pada perusahaan dalam meraih profit dan bahkan untuk
menghadapi persaingan. Lovelock dalam Arif 2007:131 Loyalitas konsumen dalam pemasaran merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini perusahaan sangat mengharapkan akan dapat mempertahankan konsumennya dalam waktu yang lama. Sebab
9 apabila perusahaan memiliki seorang konsumen yang loyal, maka hal itu dapat
menjadi aset yang sangat benilai bagi perusahaan.Kotler 2000:60 menyatakan bahwa pelanggan yang puas dan loyal setia merupakan peluang untuk
mendapatkan pelanggan baru. Mempertahankan semua pelanggan yang ada umumnya
akan lebih
menguntungkan dibandingkan
dengan pergantian
pelanggan karena biaya untuk menarik pelanggan baru bisa lima kali lipat dari biaya mempertahankan seorang pelanggan yang sudah ada.
Tjiptono 2005:385 menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersifat
positif terhadap produk atau produsen dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Salah satu cara perusahaan agar memiliki pelanggan yang loyal
adalah dengan memperhatikan keberadaan merek dimana merek tersebut mampu menarik konsumen untuk memakai produk tersebut. Bahkan, merek
dalam suatu produk dianggap pilar bisnis yang menunjang keberhasilan bisnis itu sendiri. Perusahaan akan berhasil memperoleh pelanggan dalam jumlah
yang banyak apabila dinilai dapat memberikan kepuasan bagi mereka. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat,
diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, membentuk rekomendasi
dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan dan terciptanya loyalitas pelanggan. Dengan demikian jika perusahaan dapat menjaring pelanggan
sebanyak-banyaknya tentu perusahaan tersebut dapat memperoleh keuntungan yang besar pula.
10 Berdasarkan gambaran yang dikemukakan diatas peneliti penyadari
akan pentingnya loyalitas pelanggan, maka menarik bagi peneliti untuk melakukan
penelitian yang
terkait dengan loyalitas pelanggan. Dalam penulisan skripsi ini dengan judul
“Analisis Pengaruh Ekuitas Merek dan Kualitas Pelayanan Terahadap Loyalitas Pelanggan Studi Kasus Rumah
Sakit Syarif Hidayatullah ”.
B. Perumusan Masalah