16
BAB II PROSES KHITBAH MASYARAKAT DESA PULUNG REJO
KECAMATAN RIMBO ILIR JAMBI
A. Sekilas Tentang Khitbah dalam Perspektif Fiqih
1. Pengertian dan Dasar Hukum Khitbah
Kata Khitbah berasal dari bahasa Arab yang mempunyai sinonim dengan peminangan, yang berasal dari
kata “pinang” atau “meminang” kata kerja
1
atau bersinonim juga dengan melamar. Secara etimologis meminang atau melamar artinya antar lain
“meminta wanita untuk dijadikan isteri bagi diri sendiri atau orang lain”. Sedangkan, secara terminologis pe
minangan adalah “ kegiatan atau upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang
wanita “
2
atau seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi isteri dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah
masyarakat. Dalam pelaksanaan khitbah biasanya masing-masing pihak saling
menjelaskan keadaan dirinya atau keluarganya. Tujuannya tidak lain untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman di antara kedua belah pihak.
3
Khitbah
1
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat Jakarta: Kencana, 2006, h. 73.
2
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Jakarta: Akademika Perssindo, 1992, h. 113.
3
Dahlan Idhamy, Azas-azas Fiqih Munakahat Surabaya: AL-Ikhlas, 1984, h. 15.
17
merupakan pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan, disyar i‟atkan
sebelum ada ikatan suami isteri dengan tujuan agar memasuki perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masing-masing
pihak. Adakalanya pernyataan keinginan tersebut disampaikan dengan bahasa yang jelas dan tegas syarih atau dapat juga dilakukan dengan sindiran
kinayah.
4
Adapun dasar nash al-Quran tentang khitbah atau lamaran:
2 235
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kamu menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam
pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kepada mereka perkataan yang
maruf]. dan janganlah kamu berazam bertetap hati untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” Q.S Al-Baqarah 2: 235 Dasar nash hadits yaitu hadits dari Jabir bin Abdullah riwayat Abu
Daud:
4
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Damsyiq: Dar al-Fikr, 1984 juz III, h. 10.
18
5
Artinya: “Apabila seseorang di antara kamu meminang seorang perempuan, jika
ia dapat melihat apa yang dapat mendorongnya semakin kuat untuk me
nikahinya, maka laksanakanlah” HR.Abu Daud. Demikianlah makna khitbah ditinjau dari segi bahasa Arab adalah
lamaran atau permohonan seorang laki-laki kepada perempuan yang dipinang untuk dinikahinya. Maka pinangan dalam pandangan
syari’at Islam bukanlah suatu transaksi akad antara laki-laki yang meminang dengan perempuan
yang dipinang atau walinya. Akan tetapi, itu tidak lebih dari pada lamaran atau permohonan untuk menikah.
Adapun perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak dalam pinangan orang lain.
b. Pada waktu dipinang tidak ada penghalang syar’i yang melarang
dilangsungkannya pernikahan. c.
Perempuan itu tidak pada masa iddah karena thalak raj’i. d.
Apabila perempuan dalam masa iddah karena thalak ba’in, hendaklah meminang dengan cara siryy tidak terang-terangan .
6
2. Tujuan Khitbah atau Lamaran
Setiap orang yang melakukan peminangan sebelum akad pernikahan, adalah untuk merealisasikan tujuan yang sangat banyak, yang terpenting
diantaranya tujuan-tujuan itu adalah :
5
Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud Beirut: Daar Ibnu Hazm, 202 H, Jilid, II, h. 480.
6
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat Jakarta: Kencana, 2006, h. 74.
19
a. Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dengan yang dipinang
serta keluarga kedua belah pihak. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang mawaddah selama masa pinangan, setiap salah satu dari salah satu pihak
akan memanfaatkan momen ini secara maksimal dan penuh kehati-hatian dalam mengenal pihak yang lain, berusaha untuk menghargai dan
berinteraksi dengannya.
b. Ketentraman jiwa, karena sudah merasa cocok dengan masing-masing
calon pasangannya, maka memunginkan bagi keduanya merasa tentram dan yakin dengan calon pasangan hidupnya.
7
Sedangkan hikmah disyariatkanya pinangan, meskipun hukumnya tidak sampai pada tingkat wajib, selalu mempunyai tujuan dan hikmah.
Adapun hikmah dari adanya syariat pinangan adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu, karena dengan pinangan itu
kedua belah pihak dapat saling mengenal. 3.
Hukum Melihat Calon Pinangan Untuk kebaikan dalam kehidupan berumah tangga, kesejahteraan dan
kesenangannya, semestinya laki-laki melihat dulu perempuan yang akan dipinangnya, sehingga ia dapat menentukan apakah peminangan itu diteruskan
atau dibatalkan. Melihat orang yang akan dijadikan teman hidup sebagai bentuk ibadah harus dilakukan dengan teliti dan melalui berbagai
pertimbangan normal seperti isyarat hadits:
8
7
Abd. Nashir Taufiq, Saat Anda Meminang Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, h. 19-21.
8
Muhammad Nasruddin Al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim Beirut: Al-Maktab Al- Islami, h., 175.
20
Artinya: “Seorang perempuan dinikahi dijadikan isteri atas dasar empat
pertimbangan yaitu: karena kecantikannya hartanya, keturunannya, agamanya, maka menangkanlah pilihan agama dan eng
kau akan beruntung” Begitu pula dengan seorang perempuan, secara tersirat hadits tersebut
menyeb utkan kata “laki-laki” untuk diterima khitbahnya dengan empat
pertimbangan: a.
Karena ketampanannya b.
Karena hartanya c.
Karena keturunannya d.
Karena agamanya Karena adanya kesetaraan kedudukan antara pria dan wanita di
hadapan Allah, maka hak melamar dan dilamar akan terealisasikan secara proposional berdasarkan keadaan yang memungkinkan
9
. Karena kita ketahui tujuan dari pernikahan itu mulia, yaitu untuk mendapatkan keturunan,
memelihara kehormatan, merealisir segi-segi ibadah, kesehatan moral, kemasyarakatan dan sebagainya. Islam mengharapkan agar kita sampai pada
cita-cita yang dimaksud, maka tidak ada salahnya apabila laki-laki berupaya menyelidiki perempuan yang hendak dinikahinya, agar dapat dirasakan
keserasian yang sebenarnya.
10
Sebagian ulama berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu hukumnya sunnah. Keterangannya adalah sabda Rasulullah
SAW:
9
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar Mazhab Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006, h. 137-138.
10
Thoriq Ismail Kahiya, Matakuliah Menjelang Pernikahan, Hukum Melamar Perempuan yang Sudah Dilamar Orang Lain Surabaya: Pustaka Progressif, 2004, h. 86.
21
11
Artinya: “Apabila salah seorang kamu meminang seorang perempuan,
sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya pada pernikahan, maka lakukanlah.” Riwayat
Ahmad dan Abu Daud
Imam Malik hanya membolehkan pada bagian muka dan dua telapak tangan. Fuqaha yang lain membolehkan melihat seluruh bagian badan kecuali
dua kemaluan. Sementara fuqaha yang lain lagi melarang melihat sama sekali. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka dan
dua telapak tangan.
12
Perbedaan pendapat ini disebabkan karena dalam persoalan ini terdapat suruhan untuk melihat wanita secara mutlak, terdapat pula larangan
secara mutlak, dan ada pula suruhan yang bersifat terbatas, yakni pada muka dan dua telapak tangan, berdasarkan pendapat mayoritas ulama berkenaan
dengan firman Allah SWT pada surat an-Nur; 31
Artinya: “Dan janganlah kaum wanita menampakkan perhiasannya, kecuali
yang biasa tampak daripadanya Qs An-Nur : 31
11
Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut: Daar Ibnu Hazm, 202 H, jilid,II, h. 480.
12
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: Analisa Fiqih Para Mujtahid. Penerjemah Imam Ghhazali Said, Jakarta : Pustaka Amani, 1989 jilid II, h. 395.
22
Pengertian “perhiasan yang biasa tampak daripadanya” adalah muka
dan telapak tangan. Karena diqiyaskan pada waktu berhaji.
13
Selain itu Jumhur juga berpendapat bagian yang boleh dilihat yitu muka dan telapak
tangan. Dikarenakan dengan melihat muka dapat diketahui cantik atau jelek dan melihat telapak tangannya dapat diketahui badannya subur atau tidak.
14
Izin untuk melihat ini tidak harus dengan persetujuan perempuan tersebut, dan sebaiknya dilakukan tanpa sepengetahuannya, karena hal itu
mutlak diizinkan oleh Rasulullah SAW, tanpa syarat keridhaannya. Biasanya perempuan akan malu untuk memberikan izin. Hal ini hanya untuk menjaga
agar tidak melukai perasaannya, kalau setelah melihatnya laki-laki itu mengundurkan diri. Karena itulah dianjurkan untuk melihat tanpa
sepengetahuan si perempuan sebelum melakukan peminangan. Bilamana seorang laki-laki melihat bahwa pinangannya ternyata tidak
menarik hati, hendaklah dia diam dan jangan mengatakan sesuatu yang menyakitkan hatinya, sebab boleh jadi perempuan yang tidak disenanginya itu
akan disenangi orang lain.
15
4. Permasalahan dalam Khitbah
Khitbah merupakan pendahuluan untuk melakukan pernikahan dan merupakan perbuatan mubah, memiliki tata cara tertentu yang diatur oleh
13
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2009, h. 25.
14
M. Bukhori, Hubungan Seks menurut Islam Jakarta : Bumi Aksara, 1994, h. 18.
15
Tihami dan Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 27
23
Islam. Hal-hal tersebut terkait dalam permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut antara lain :
a. Meminang Pinangan Orang Lain
Meminang pinangan orang lain itu hukumnya haram, sebab berarti merampas hak dan menyakiti hati orang lain, memecahkan hubungan
kekeluargaan, menganggu ketentraman. Maksud dari meminang pinangan orang lain yang diharamkan itu bilamana perempuan itu telah menerima
pinangan laki-laki yang pertama dan Walinya dengan terangan-terangan mengizinkannya, bila izin itu memang diperlukan. Tetapi, kalau pinangan
semua ditolak dengan terang-terangan atau sindiran, atau laki-laki yang kedua belum tahu ada orang lain yang sudah meminangnya, atau pinangan
pertama belum diterima, juga belum ditolak, atau laki-laki pertama mengizinkan laki-laki kedua untuk meminangnya maka yang demikian
diperbolehkan.
16
Alasan secara umum adanya larangan melamar perempuan yang sudah dilamar orang lain karena akan mengakibatkan terlukanya perasaan
pelamar pertama, sehingga akan menimbulkan perseteruan dan kemarahan serta rasa sakit hati yang berlebihan.
b. Meminang Wanita yang dalam Masa Iddah
Diharamkan bagi orang yang meminang mantan istri orang lain atau wanita yang sedang iddah, baik dalam masa iddah kematian
16
Abdurrahman Ghazali, Fikih Munakahat Jakarta : Prenada Media, 2003, h. 78.
24
suaminya, karena talaq raj’i maupun talak ba’in. Jika perempuan yang
sedang Iddah talaq raj’i haram dipinang, karena masih ada ikatan dengan
mantan suaminya, dan suaminya masih berhak merujuknya kembali sewaktu-waktu ia suka.
17
Adapun, melakukan lamaran kepada perempuan dalam keadaan talak ba‟in talak tiga, tidak boleh dengan terang-
teranganberdasar kesepakatan. Sedang, fuqaha berbeda pendapat tentang lamaran yang dilakukan cara sindirian kepada perempuan karena talak
ba‟in.
18
Sedangkan bagi perempuan yang sedang iddah kematian boleh dipinang secara sindiran, walaupun kalangan ulama fikih masih berbeda
pendapat, karena perempuan yang sedang iddah kematian hubungan suami istri terputus sehingga hak suami terhadap istri hilang sama sekali.
Meskipun demikian, pinangan yang diajukan kepada perempuan tersebut hendaknya tidak mengganggunya, apalagi sampai mencemarkan namanya
dimata tetangga atau kerabatnya.
19
Sebagaimana firman Allah SWT:
17
Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengakap Jakarta: PT Grafindo Persada, 2009, h., 30.
18
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisa Perbandingan Antar Madzhab Jakarta: PT Heza Lestari, 2006, h., 117.
19
Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, h, 30.
25
2 235
Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu
dengan sindiran atau kamu menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-
nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kepada
mereka perkataan yang maruf. dan janganlah kamu berazam bertetap hati untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. dan Ketahuilah
bahwasanya Allah SWT mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyantun.” QS Al-Baqarah 2: 235 c.
Menyendiri dengan Tunangan Tidak boleh seseorang menyendiri dengan tunangannya, karena
mereka belum menikah dan belum menjadi suami isteri. Mereka masih tetap dianggap orang lain sampai adanya akad yang pernikahan
dengannya.
20
Hal ini karena menyendiri dengan pinangan mendorong melakukan perbuatan yang dilarang agama. Akan tetapi, bila ditemani
oleh salah seorang mahramnya untuk mencegah terjadinya maksiat- maksiat, maka diperbolehkan. Dalam masalah ini ada kaitannya dengan
hadits Rasulullah SAW :
20
Abu Muhammad Asraf bin Abdul Maqsud, Curhat Pernikahan Bandung : Pustaka Rahmat, 2009, h. 16.
26
21
Artinya: “Dari Amir bin Robi‟ah, Rasulullah bersabda: “Diharamkan
kepada laki-laki berdua dengan wanita yang bukan mahramnya karena yang ketigannya adalah setan
kecuali ada mahram” HR. Ahmad. d.
Tukar Cincin dalam Tunangan Bertukar cincin yang dilakukan sebagai tanda adanya ikatan antara
seorang perempuan dengan seorang lak-laki sebagai tunangannya bukan merupakan cara Islam. Tukar cincin juga bukan cara bangsa-bangsa Asia,
melainkan cara bangsa Roma Eropa yang mendapat pengesahan dari gereja. Jadi, tukar cincin ini mulanya bukan pula cara umat Kristiani,
melainkan warisan kebudayaan Romawi. Tukar cincin diadakan sebagai ikatan akan kawin, bukan sebagai
tanda sudah kawin. Orang yang baru bertukar cincin belum dikatakan punya ikatan sah sebagai suami isteri sebelum dilakukannya akad nikah.
Mereka masih sama-sama orang asing. Walaupun sering terjadi di tengah masyarakat antara perempuan dan laki-laki yang bertukar cincin bebas
bergaul berduaan, pergi bersama-sama seperti layaknya suami isteri.
22
21
Ahmad Ibnu Hambal, Almusnad lil Imam Ahmad Ibnu Hambal Beirut-Libanon: Darul Fikri, 1994 H 1414 M, h. 450.
22
Muhammad Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawianan Islami Bandung : Irsyad Baitus Salam, 1995, h. 75.
27
Adapun khilafiyah hukum laki-laki memakai cincin emas, dikarenakan adanya larangan dari Rasulullah bagi lak-laki menggunakan
cincin yang terbuat dari emas :
23
Artinya: “Dari Addullah bin Umar, Nabi SAW pernah menyaksikan
sebagian sahabat mengenakan cincin emas, maka beliau berpaling dari padanya, lalu dilemparkannya, akhirnya mengenakan cincin dari besi.
Kemudian, Rasul SAW bersabda : Ini jelek dan ini perhiasan penduduk neraka, lalu dilemparkan. Maka, mereka mengenakan cincin dari perak.
Dan beliau diam, tidak lagi memberi komentar HR. Abu Daud dan Baihaqy
5. Akibat Hukum Khitbah
Khitbah adalah pendahuluan perkawinan, tetapi bukan akad nikah. Kadang-kadang seorang laki-laki yang akan mengkhitbah seorang wanita
memberikan hadiah sebagai penguat ikatan, untuk memperkokoh hubungan baru antara mereka. Tetapi harus diingat bahwa semua perkara adalah
wewenang Allah SWT, Dia berbuat sekehendak-Nya, bagaimanapun dan waktu kapanpun kadang-kadang terjadi sesuatu diluar perhitungan manusia,
23
Imam Hafiz al-Mushannif al-Muttaqin Abi Dawud Sulaiman, Sunan Abi Daud Beirut: Daar al-Haris, 202 H, Jil. II, h. 214.
28
seperti ada pihak keluarga yang ingin membatalkan rencana perkawinan. Ini pernah terjadi dan sering terjadi.
24
Khitbah hanya bermaksud memperlihatkan atau mengumumkan akan diadakan pernikahan, jangan ditambah-tambah keadaanya, diperkuat, dan
ditetapkan kedudukannya. Bagaimanapun juga, khitbah tidak menyebabkan adannya ketentuan bagi si wanita untuk secara bebas menjadi hak bagi yang
meminangnya. Ada yang penting ditekankan disini adalah bahwa perempuan yang dipinang tetap merupakan orang lain bagi laki-laki yang meminang,
sampai pernikahannya dengan perempuan itu terlaksana dengan baik. Perempuan statusnya belum dapat berubah menjadi istri sebelum akad
syara’ yang benar dilangsungkan. Rukun dasar dalam akad nikah adalah ijab qobul.
Ijab dan qobul berupa lafazh-lafazh perjanjian yang sudah diketahui menurut adat dan syara.
25
Wajib kita ketahui bahwa kitbah hanyalah janji untuk mengadakan perkawinan tetapi bukan akad nikah yang mempunyai kekuatan hukum.
Memenuhi janji untuk menikah adalah kewajiban bagi kedua belah pihak yang berjanji. Agama tidak menetapkan hukum tertentu bagi pelanggarnya
tetapi melanggar janji adalah temasuk perbuatan yang tercela, pelanggaran
24
H.S.A. Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam Jakarta, Pustaka Amani, 1989, h. 27.
25
Yusuf Qardhawi, Problematika Islam Masa Kini, Qardhawi MenJawab Bandung, Trigenda Karya, 1995, h. 489.
29
janji adalah salah satu sifat munafik.
26
Akan tetapi walaupun khitbah hanyalah sebagai pendahuluan sebelum dilaksanakannya akad nikah, tetapi ada akibat
yang ditimbulkan jika khitbah tersebut dibatalkan. Biasanya dalam melaksanakan khitbah pihak laki-laki seringkali sudah memberikan
pembayaran mahar seluruh atau sebagiannya dan memberikan macam-macam hadiah serta pemberian-pemberian guna memperkokoh pertalian dan
hubungan yang masih baru itu. Akan tetapi terkadang terjadi bahwa pihak laki-laki atau wanita ataupun kedua-duanya kemudian membatalkan rencana
pernikahannya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa khitbah semata-mata baru
merupakan perjanjian hendak melakukan akad nikah. Dan membatalkannya adalah menjadi hak masing-masing pihak yang tadinya telah mengikat
perjanjian. Terhadap orang yang menyalahi janjinya Islam tidak mejatuhkan hukuman materil, sekalipun perbuatan ini dipandang umat tercela dan
dianggapnya sebagai salah satu dari sifat-sifat kemunafikan, terkecuali kalau ada alasan-alasan yang benar yang menjadi sebab tidak dipatuhinya
perjanjianya tadi. Pemberian yang telah diberikan oleh peminang yang berupa mahar
harus dikembalikan, karena mahar adalah dalam rangka perkawinan. Sebelum perkawinan berlangsung pihak wanita belum berhak meminta mahar, mahar
itu wajib dikembalikan karena mahar itu masih milik si peminang. Adapun
26
Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, h. 27.
30
hadiah-hadiah yang pernah diberikan dianggap hibah, karena itu tidak perlu diminta kembali sebab sudah menjadi milik wanita yang dipinang dan ia
sudah boleh memanfaatkannya. Orang yang menuntut kembali pemberiannya berarti mencabut milik orang lain tanpa kerelaanya, perbuatan ini bathil
menurut syara’. Kecuali apabila peminang memberikan sesuatu minta ditukar
dengan barang lainnya kemudian yang diberi belum memberi ganti maka ia berhak meminta kembali pemberiannya, karena pemberiannya itu
dimaksudkan untuk menukar dan apabila perkawinan tidak jadi berlangsung maka ia berhak meminta kembali pemberiannya.
27
6. Hukum pembatalan Khitbah
Khitbah atau lamaran adalah permulaan sebagai pembuka pintu menuju pernikahan. Sebagai pembuka disini dapat diasumsikan janji untuk
menikah dan bukan sebagai pelegalan hubungan antara laki-laki dan perempuan.
28
Walaupun pandangan sering kita saksikan ditengah masyarakat yang baru bertunangan. Mereka bebas bergaul berduaan, pergi bersama-sama
layaknya suami isteri, bahkan berbincang dan bercengkrama tanpa bersama mahramnya.
Dan karena khitbah itu merupakan janji yang direncanakan, maka tidak mengikat hubungan antara keduanya sehingga ada kemungkinan
27
Ibid., h. 27-28.
28
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan antar Mazhab Jakarta, PT. Prima Heza Lestari, 2006, h. 91.
31
dibatalkan oleh sebab-sebab tertentu.
29
Terhadap orang yang menyalahi janji Islam tidak menentukan hukuman tertentu, sekalipun perbuatan itu dipandang
tercela dan dianggap sebagai salah satu sifat kemunafikan.
30
Islam membolehkan pembatalan pinangan dengan syarat dalam melakukan pembatalan pinangan harus didasarkan dengan alasan yang
rasional, tidak boleh apabila pembatalan dilakukan tanpa alasan yang tidak dibenarkan oleh
syara’ karena akan mengecewakan salah satu pihak.
B. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pulung Rejo