PERUBAHAN PSAK NO. 16 TERHADAP PEMAHAMAN AKUNTANSI TENTANG ASET TETAP PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN “VETERAN” JAWA TIMUR.
SKRIPSI
Oleh :
Eva Herdianti Kurnia 0713010152/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
(2)
i
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perubahan PSAK No. 16 Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “ Veteran” Jawa Timur” dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana (S1) Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, bantuan, motivasi, nasehat, dukungan dan doa dari banyak pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih ke berbagai pihak atas keberhasilan penyusunan skripsi ini.
1. Bapak Prof Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, Selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. R.A. Suwaidi, MSi, Selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
(3)
ii
5. Seluruh Dosen Jurusan Akuntansi yang telah memberikan tambahan ilmu bagi penulis selama perkuliahan dan Staf Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak dan Ibu serta seluruh anggota keluargaku tercinta (mbak Ika, mbak Ari, mbak Ira, Fariski) yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan baik moril maupun materil.
7. Deby Wardaningtyas yang telah membimbing materi kompre sebelum lisan, Fachrul Rusdyawan yang telah membimbing selama proses penyusunan skripsi, Slamet Anang rekan seperjuangan, Indrawan Oktafianto, Luthfi Maulana, Bagus Santoso, Tomy Angga, Prapto Hadi atas dukungan, nasehat, bantuan dan doanya.
8. Teman-teman dan keluarga besar HMAK yang selalu memberikan dukungan dan doa. 9. Responden dan berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktu demi
terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Tentunya dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang masih perlu diperbaiki. Untuk itu, diharapkan pembaca bersedia memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan skripsi ini.
(4)
iii
Surabaya, Desember 2011
(5)
iv
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI………. iii
DAFTAR TABEL………. vii
DAFTAR GAMBAR……… viii
DAFTAR LAMPIRAN……… ix
ABSTRAKSI………. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………. 1
1.2. Perumusan Masalah………..…… 4
1.3. Tujuan Penelitian………..…… 5
1.4. Manfaat Penelitian………..……. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu………..……… 7
2.2. Landasan Teori………...…………... 13
2.2.1. Standar Akuntansi Keuangan……… 13
2.2.2. International Financial Reporting Standard (IFRS)……... 14
(6)
v
Pelaporan………... 18
2.2.3. Aset
Tetap………..……... 20
2.2.3.1. Pengertian
Aset Tetap...……….. 20
2.2.3.2. Penggolongan
Aset Tetap….………... 21
2.2.3.3. Perolehan
Aset Tetap……….……. 23
2.2.3.4. Penilaian dan
Pencatatan Aset Tetap……….. 24
2.2.3.5. Harga
Perolehan Aset Tetap……… 25
2.2.3.6. Penyusutan
Aset Tetap……… 26
2.2.4. Akuntansi…
…...………...…………. 29
2.2.4.1. Pengertian
Akuntansi……….. 29
2.2.4.2. Tujuan
(7)
vi
Spesialisasi Akuntansi……… 32
2.2.5. PSAK No. 16
dan Perubahannya………..…………... 33 2.2.5.1. Pengukuran Aset Tetap……...……… 36 2.2.5.2. Revaluasi Aset Tetap………...………….... 37 2.2.5.3. Perbedaan Antara PSAK No. 16 Tahun 2004
Dengan PSAK Tahun 2009………. 42 2.2.5.4. IFRS dan Indo-GAAP………... 45
2.2.6. Pemahaman
Akuntansi Tentang Aset Tetap………... 47
2.2.7. PSAK No. 16
Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang
Aset Tetap……….. 49 2.3. Kerangka Pikir………...………..……….…. 50 2.4. Hipotesis………...….. 50
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 51 3.1.1. Definisi Operasional... 51 3.1.2. Pengukuran Variabel... 52
(8)
vii
3.3. Teknik Pengumpulan Data………….………... 56
3.3.1. Jenis Data……….……….. 56
3.3.2. Pengumpulan Data………. 56
3.3.3. Instrumen Penelitian……….. 57
3.4. Tehnik Analisis dan Uji Hipotesis………. 57 3.4.1. Uji Validitas, Uji Reabilitas, Uji Normalitas………. 57
3.4.1.1. Uji Validitas……… 57
3.4.1.2. Uji Reabilitas……… 58
3.4.1.3. Uji Normalitas………. 58
3.4.2. Tehnik Analisis………... 59
3.4.3. Uji Hipotesis……… 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian………. 61
4.1.1. Sejarah Umum Universitas Pembanguna Nasional “ Veteran” Jawa Timur……….. 61
(9)
viii
4.1.2.4. Tujuan………. 63
4.1.3. Riwayat Progdi Akuntansi……….. 64
4.1.3.1. Visi Progdi Akuntansi………. 65
4.1.3.2. Misi Progdi Akuntansi……….... 65
4.1.3.3. Tujuan Progdi Akuntansi……….... 65
4.1.4. Internasional Financial Reporting Standard……… 66
4.1.4.1. Pengertian IFRS……….. 66
4.1.4.2. Adopsi IFRS………... 66
4.1.4.3. Konvergensi IFRS di Indonesia……….. 69
4.1.4.4. Dampak IFRS Terhadap Sistem Akuntansi dan Pelaporan………. 70
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian……….. 72
4.2.1. Perubahan PSAK No. 16 (X)……….. 73
4.2.2. Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y)………. 76
4.2.3. Uji Validitas………. 78
4.2.3.1. Uji Validitas Variabel Perubahan PSAK No. 16 (X)………... 79
4.2.3.2. Uji Validitas Variabel Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y)……….. 80
4.2.4. Uji Reabilitas………... 81
4.2.5. Analisis Regresi Linier Sederhana……….. 82
4.2.5.1. Hasil Uji Normalitas………... 82
4.2.5.2. Persamaan Regresi Linier Sederhana………. 83
4.2.5.3. Nilai dan R……… 83
4.2.5.4. Hasil Uji T………... 84
(10)
ix
Penelitian………. 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan……… 89 5.2. Saran……….. 89
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(11)
x
2009………. 42
TABEL 2 Distribusi Frekuensi Variabel Perubahan PSAK No. 16………. 74
TABEL 3 Distribusi Frekuensi Variabel Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap……….... 77
TABEL 4 Uji Validitas Pada Variabel Perubahan PSAK No. 16……… 80
TABEL 5 Uji Validitas Pada Variabel Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap……….... 81
TABEL 6 Hasi Uji Reliabilitas………. 81
TABEL 7 Hasil Uji Normalitas……… 82
TABEL 8 Persamaan Regresi Linier Sederhana………... 83
TABEL 9 Nilai R dan ……….. 84
TABEL 10 Hasil Uji T……… 84
TABEL 11 Rangkuman Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu……….. 87
(12)
(13)
xii
Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden Pada Variabel Perubahan PSAK No. 16 Lampiran 3 Rekapitulasi Jawaban Responden Pada Variabel Pemahaman Akuntansi
Tentang Aset Tetap
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel-Variabel Pada Survey Pendahuluan Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Perubahan PSAK No. 16
dan Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap Lampiran 6 Input Regresi
Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas Variabel Perubahan PSAK No. 16 dan Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap
Lampiran 8 Hasil Uji Pengaruh Variabel Perubahan PSAK No. 16 Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap
(14)
xiii JAWA TIMUR
ABSTRAK Oleh
Eva Herdianti Kurnia
Indonesia akan memberlakukan standar akuntansi keuangan dengan menggunakan standar akuntansi Internasional, yaitu melalui konvergensi International Financial Reporting Standart atau IFRS mulai awal tahun 2012. Saat ini di Indonesia terdapat tiga macam sistem pelaporan keuangan, yaitu standar akuntansi keuangan (SAK), standar akuntansi keuangan tanpa entitas akuntabilitas publik (SAK-ETAP), standar akuntansi syariah. Namun hanya (SAK) yang nantinya akan dirubah kedalam sistem IFRS. Perguruan tinggi sebagai unit yang menghasilkan lulusan akuntansi sebagai sumber daya manusia dari profesi akuntan harus mempersiapkan diri untuk menghadapi konvergensi IFRS tersebut, dan mahasiswa akuntansi harus menguasai dan memahami ketentuan-ketentuan pada aset tetap dengan mempelajari kembali perubahan-perubahan yang terjadi. Berdasarkan uraian tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empiris perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur berjumlah 280 orang dengan pengkategorian yang telah menempuh mata kuliah seminar akuntansi 1 dan sampel yang bisa mewakili jumlah populasi yang ada adalah 165 orang. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Sederhana.
Tujuan dan hipotesis penelitian ini terjawab, karena perubahan PSAK No. 16 berpengaruh signifikan terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap. Pada hasil analisis juga diperoleh nilai koefisien determinan ( ) sebesar 58,3%.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia akan memberlakukan standar akuntansi keuangan dengan menggunakan standar akuntansi internasional, yaitu melalui konvergensi
International Financial Reporting Standart atau IFRS mulai awal tahun 2012. IFRS (International Financial Reporting Standart) merupakan suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparasi informasi keuangan. Tujuan dari IFRS yaitu memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksudkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi.
Saat ini di Indonesia terdapat tiga macam sistem pelaporan keuangan, yaitu standar akuntansi keuangan (SAK), standar akuntansi keuangan-entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK-ETAP), standar akuntansi syariah. Namun hanya standar akuntansi keuangan (SAK) yang nantinya akan dirubah kedalam sistem IFRS karena yang menggunakan sistem pelaporan ini adalah perusahaan yang listed di bursa efek. Dan nantinya perusahaan tersebut harus menggunakan sistem ini secara total.
Standar akuntansi keuangan merupakan kerangka acuan dalam prosedur yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan. Keberadaannya dibutuhkan
(16)
untuk membentuk kesamaan prosedur dan menjelaskan bagaimana laporan keuangan disusun dan disajikan, karena itu SAK sangat berarti dalam hal kesatuan bahasa untuk menganalisa laporan-laporan keuangan bagi perusahaan dan unit ekonomi lainnya.
Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan oleh para stakeholder perusahaan. Salah satu stakeholder perusahaan adalah investor atau pemegang saham yang berkepentingan terhadap nasib investasinya. Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait dengan posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang berguna untuk pengambilan keputusan para pemakainya.
Laporan keuangan utama yang dihasilkan dari proses akuntansi adalah neraca dan laporan laba rugi. Salah satu pos dalam neraca adalah aset tetap. Aset tetap merupakan unsur penting dalam suatu perusahaan, ketika perusahaan baru berdiri agar dapat melakukan kegiatan normal (operasional) sebagaimana maksud dan tujuan berdirinya perusahaan. Adanya aset tetap merupakan sarana dan alat (instrument) untuk melaksanakan kegiatan usaha, dan sangat menentukan untuk berjalannya kegiatan usaha. Peran aset tetap sangat besar dalam perusahaan baik ditinjau dari segi jumlah dana yang diinvestasikan, dari segi pengolahannya yang melibatkan banyak orang, dari segi pembuatannya yang sering jangka panjang maupun dari segi pengawasannya. Mengingat pentingnya akuntansi aset tetap dalam laporan keuangan tersebut, maka perlakuannya harus berdasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 16).
(17)
Dari konvergensi yang telah dilakukan, terdapat perubahan dan pencabutan pada beberapa PSAK. Pada PSAK No. 16 (2009) tentang aset tetap terdapat perubahan yaitu suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) atau model
revaluasi (revaluation model) sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan
kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Sedangkan sebelumnya, pada PSAK No. 16 (2004) mengatur bahwa suatu aset tetap (aktiva tetap) yang memenuhi kiualifikasi untuk diakui sebgai aset (aktiva) pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.
Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam konvergensi IFRS. Permasalahan yang pertama adalah kurang siapnya infrastuktur
seperti DSAK sebagai financial accounting standart setter di Indonesia.
Permasalahan yang kedua adalah kondisi perundang undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS. Permasalahan yang ketiga adalah kurang siapnya sumber daya manusia dan dunia pendidikan di Indonesia. Dari penjelasan tersebut nampaknya penerapan konvergensi IFRS dimungkinkan sangat berpengaruh terhadap dunia bisnis di Indonesia. Proses konvergensi selain mempengaruhi dunia bisnis, juga akan berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Terutama bagi pendidikan tinggi yang memiliki sekolah atau fakultas ekonomi dan bisnis. Sehingga pembelajaran akuntansi harus disesuaikan dengan IFRS sejak dini.
Namun saat ini pada sumber daya manusia dan dunia pendidikan di Indonesia masih belum menunjukkan kesiapan menghadapi konvergensi IFRS. Hal ini dapat dilihat dari minimnya pengajaran dan pembahasan topik-topik akuntansi keuangan terkait IFRS, karena IFRS belum dijadikan mata kuliah pokok program
(18)
pendidikan akuntansi di Indonesia. Kondisi ini diperparah lagi dengan minimnya staf-staf pengajar yang memiliki kompetensi dan keahlian IFRS di universitas-universitas baik swasta maupun negeri di Indonesia. Hingga saat ini, masih banyak akuntan yang kurang menguasai pelaporan keuangan berdasarkan PSAK. Belum lagi dengan penggunaan IFRS nantinya. Menyadari bahwa perguruan tinggi merupakan unit yang menghasilkan lulusan akuntansi sebagai sumber daya manusia dari profesi akuntan maka pihak perguruan tinggipun harus mempersiapkan untuk menghadapi konvergensi IFRS tersebut. Banyak hal yang harus dipersiapkan oleh perguruan tinggi khususnya jurusan akuntansi, antara lain buku literature yang mengarah ke pemahaman konvergensi IFRS harus segera disediakan. Selain itu para akademis/universitas diharapkan memperbaharui pengetahuan, merevisi kurikulum dan silabus serta melakukan berbagai penelitian yang terkait dan memberikan input.
Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Perubahan PSAK No. 16 Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang penelitian diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Apakah perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur?
(19)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empiris perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiawa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang berguna bagi :
1. Perguruan Tinggi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan dan dasar penelitian yang mungkin dapat diterapkan oleh perguruan tinggi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan untuk menghadapi persaingan yang ketat dimasa yang akan datang demi menghasilkan lulusan yang berkualitas. 2. Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan kepustakaan/referensi empiris mengenai perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tetang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan mengenai perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman
(20)
akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “veteran” Jawa Timur.
4. Peneliti lain
Diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih mendalam, serta memberikan solusi yang tepat pada pokok permasalahan yang diteliti. Dan juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk mengkaji topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dipakai sebagai bahan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini dan sebagai acuan oleh peneliti dalam penyusunan skripsi ini dilakukan oleh :
1. Mega Anjasmoro, mahasiswi akuntansi Universitas Diponegoro Semarang
(2010).
Judul Skripsi:
Adopsi International Financial Report Standard : “Kebutuhan atau Paksaan?” Studi Kasus Pada PT. Garuda Airlines Indonesia.
Rumusan Masalah:
1. Mengapa GA mengimplementasikan standard akuntansi internasional
pada laporan keuangannya?
2. Dari beberapa konsep aplikasi standard akuntansi internasional,
manakah yang mereka gunakan dalam pelaporan keuangannya? Mengapa mereka memilih konsep tersebut?
(22)
3. Bagaimana proses pengadopsian dan pengaplikasian IFRS pada GA secara rill?
4. Manfaat dan hambatan apa yang diperoleh dan dihadapi GA dalam
proses adopsi IFRS?
Kesimpulan:
GA melakukan adopsi IFRS bukan atas paksaan dari pemerintah namun atas inisiatif dari manajemen perusahaan tersebut karena kebutuhan atas standar yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan serta kebutuhan untuk memenuhi tuntutan dari para lease GA untuk mengadopsi IFRS agar memberikan kemudahan kepada pihak tersebut untuk menginterpretasikan laporan keuangan GA.
GA menganut konsep harmonisasi dimana GA menggunakan IFRS dan standar dari AICPA apabila PSAK tidak mengatur perlakuan akuntansi
untuk sebuah item. Namun apabila PSAK mengaturnya, maka standar yang
dipakai kembali mengacu kepada PSAK. Alasannya adalah karena PSAK
masih belum mempunyai rules yang lengkap tentang perlakuan akuntansi
untuk jasa penerbangan. Sedangkan untuk item – item lain, peraturan pada PSAK telah mampu menjawab cara – cara pelaporannya.
Proses adopsi IFRS pada GA terdiri dari 3 tahap. Tahap yang pertama adalah pemahaman tentang IFRS dan PSAK serta pemahaman tentan persamaan dan perbedaan keduanya. Tahap selanjutnya adalah
(23)
mempersiapkan SDM dengan IFRS capability. Dan tahap yang terakhir
adalah pengembangan software akuntansi. Sedangkan proses pengaplikasian
IFRS pada GA terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pembuatan laporan keuangan yang terdiri dari input data dan interpretasi hasil. Dan yang terakhir adalah tahap pembuatan laporan konsolidasi. Setelah semua tahap tersebut selesai laporan keuangan siap untuk diaudit, dilaporkan, dipertanggungjawabkan, dan diterbitkan.
Adapun manfaat dari adopsi IFRS pada GA adalah pihak GA mendapatkan kemudahan untuk melakukan pencatatan terhadap akun-akun yang berhubungan dengan bisnis penerbangan, laporan keuangan GA mencerminkan nilai wajar perusahaan yang menimbulkan dampak GA lebih dipercaya oleh pihak eksternal dan menghasilkan laporan keuangan yang
lebih transparan, credible serta valuable. Manfaat selanjutnya adalah
laporan keuangan memiliki daya banding yang lebih tinggi sehingga dapat digunakan sebagai alat analisis manajemen. Dan manfaat yang terakhir adalah GA mampu bersaing di pasar global sehingga pada akhirnya GA memperoleh legitimasi dari lingkungan bisnisnya bahwa perusahaan ini memiliki profesionalitas dan pelayanan yang memuaskan. Sedangkan hambatan yang dihadapi GA dalam melakukan adopsi IFRS adalah kesiapan SDM, kesiapan sistem akuntansi, dan hambatan dalam pembiayaan. Untuk mengatasi hal tersebut, GA mempunyai solusi dengan mempersiapkan SDM dengan IFRS capability, melakukan pengembangan software akuntansi, dan mempersiapkan biaya tambahan untuk proses adopsi.
(24)
2. Vanesa Agustin, mahasiswi akuntansi Universitas Kristen Petra Surabaya (2004).
Judul Skripsi:
Revaluasi Terhadap Aktiva Tetap Pada PT “ X”.
Rumusan Masalah:
1. Aspek PPh atas revaluasi aktiva tetap.
2. Pengaruh revaluasi aktiva tetap terhadap jumlah PPh badan terutang.
Kesimpulan:
Dalam perhitungan aspek PPh yang, menurut ketentuan yang berlaku, atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap akan dikenakan PPh final. Besarnya PPh final yang ditetapkan diperoleh dari selisih lebih dari revaluasi aktiva tetap yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajaknya kemudian dikalikan dengan tariff PPh final sebesar 10% yang sebelumnya terlebih dahulu dikurangi dengan kompensasi kerugian pada tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya. Karena PT. “X” tidak mempunyai kerugian pada tahun-tahun sebelumnya maka selisih lebih dari penilaian kembali aktiva tetap tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan pajaknya. Dari perhitungan yang dilakukan besarnya PPh final atas aktiva tetap tanah dan bangunan sebesar Rp. 1.451.949.800,00.
Dengan dilakukannya revaluasi aktiva tetap akan menambah beban usaha pada laporan laba rugi perusahaan sebesar RP. 1.446.600.333,00 hal
(25)
tersebut diakibatkan oleh kenaikan beban penyusutan setelah dilakukan revaluasi. Hal tersebut akan berpengaruh kepada PPh terutang yang akan dibayarkan, maka besarnya PPh badan berkurang dari Rp. 63.544.033.802,00 setelah dilakukannya revaluasi aktiva tetap. Namun besarnya PPh badan tersebut akan ditambahkan dengan PPh final sebesar Rp. 1.451.949.800,00. Besarnya PPh seluruhnya yang akan dibayar oleh perusahaan adalah Rp. 64.995.983.602,00 yang diperoleh dari besarnya badan terutang ditambahkan dengan besarnya PPh final.
3. Ricky Yulianto, mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur (2008).
Judul Penelitian:
Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Revaluasi Aktiva Tetap di PT X.
Rumusan Masalah:
1. Apakah terjadi perbedaan debt to equity ratio, fixed assets to net worth, return on investment sebelum dan sesudah pelaksanaa revaluasi aktiva tetap di PT X?
2. Apakah terjadi perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan
sesudah pelaksanaan revaluasi aktiva tetap di PT X?
(26)
1. Terdapat perbedaan pada debt to equity ratio, fixed assets to net worth, return on investment sesudah pelaksanaan revaluasi aktiva tetap dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan revaluasi aktiva tetap.
2. Terdapat perbedaan pada kinerja keuangan perusahaan sesudah
pelaksanaan revaluasi aktiva tetap dibandingkan dengan sebelum pelaksanaan revaluasi aktiva tetap.
Kesimpulan:
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan debt to equity ratio, fixed assets to net worth dan return on investment sebelum dan sesudah pelaksanaan revaluasi aktiva tetap dan membuktikan ada tidaknya perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah pelaksanaan revaluasi aktiva tetap di PT X.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil uji statistik, disimpulkan bahwa debt to equity ratio, fixed assets to net worth, return on investment tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah adanya revaluasi aktiva tetap.
2. Berdasarkan hasil uji statistik juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kinerja laporan keuangan perusahaan antara sebelum dan sesudah revaluasi aktiva tetap jika dilihat dari debt to equity ratio, fixed assets to net worth, return on investment.
(27)
4. Sahnidar dan Narumondang Bulan Siregar, Jurnal Akuntansi Universitas Sumatra Utara (2009).
Judul Penelitian:
Penerapan PSAK No. 16 Terhadap Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan Bududaya Coklat Pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawan Kebun Maryke.
Rumusan Masalah:
Membandingkan penerapan PSAK No. 16 terhadap akuntansi aktiva tetap tanaman menghasilkan dengan penerapan akuntansi pada PTPN II (Persero) kebun Maryke.
Kesimpulan:
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawan Kebun Maryke mempunyai tanaman menghasilkan yaitu coklat, dimana tanaman menghasilkan tersebut di golongkan kedalam aktiva tetap. Tanaman
(28)
No. 16 dan BAPEPAM No. SE-02/PM/2002. Tanaman menghasilkan tersebut diperoleh dengan cara membangun sendiri.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Standar Akuntansi Keuangan
Indonesia telah memiliki standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Prinsip atau standar akuntansi yang dipakai di Indonesia tersebut dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara menyeluruh untuk berbagai aktivitas bisnis perusahaan di Indonesia. Standar-standar tersebut selain ditujukan untuk mengatur perlakuan akuntansi dari awal sampai ke tujuan akhirnya yaitu untuk pelaporan terhadap pengguna, standar-standar tersebut juga meliputi pedoman perlakuan akuntansi mulai dari perolehan, penggunaan, sampai dengan saat penghapusan untuk setiap elemen-elemen akuntansi. Standar-standar tersebut juga mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian dan pelaporan atas keuangan perusahaan.
2.2.2. International Financia Reporting Standard 2.2.2.1. Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan
(29)
(IASB). Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dimengerti dan diterapkan untuk mengharuskan penyajian laporan keuangan yang transparan, berkualitas tinggi dan memiliki daya banding.
Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya
merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan oleh
International Accounting Standards Committee (IASC). Kemudian IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
2.2.2.2. Adopsi IFRS
Usaha-usaha untuk menjadikan International Financial Reporting
Standard (IFRS) menjadi global accounting standard menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendalanya adalah adanaya fakta belum semua negara menerima konsep, “standar akuntansi dan pelaporan keuangan tunggal”. Di samping itu perbedaan bahasa adalah alasan yang paling lazim ditemukan.
Untuk mewujudka cita-citanya, IASB telah merangkul organisasi dunia
seperti Persatuan bangsa-Bangsa, Bank Dunia, Organization for Economic
(30)
International Organization of Securities Commision (IOSCO) dan lain-lain telah mendukung harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Sehingga, adopsi dan konvergensi IFRS adalah suatu fenomena yang sedang dan akan menggejala di seluruh dunia.
Harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan telah dianggap sebagai suatu hal yang mendesak yang harus dilakukan oleh setiap negara berkembang. Manfaat utama yang diperoleh dari harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan adalah adanya pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan oleh penguna laporan keuangan yang berasal dari berbagai negara. Hal ini tentunya memudahkan suatu perusahaan menjual sahamnya secara lintas negara atau lintas pasar modal.
Harmonisasi standar akuntansi dan pelaporan keuangan juga diyakini banyak pihak memberikan efisiensi dalam penyusunan laporan keuangan yang menghabiskan sangat banyak dana dan sumber daya setiap tahunnya sebagaimana dialami oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang sahamnya diperdagangkan di lintas pasar modal. Penggunaan standar akuntansi dan pelaporan keuangan juga dapat menambah kepercayaan investor asing terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan nasional.
Ada beberapa kendala yang menjadi penghambat penerapan IFRS sebagai standar akuntansi dan pelaporan keuangan di dunia hingga saat ini. Kendala-kendala tersebut berkaitan dengan faktor-faktor sebagai dijelaskan dibawah ini (Purba, 2010:8):
(31)
b. Sistem perpajakan dan fiskal.
c. Nilai-nilai budaya korporasi.
d. Sistem pasar modal dan peraturan terkait dengan kepemilikan korporasi.
e. Kondisi ekonomi dan aktivitas bisnis.
f. Teknologi.
Dari keenam faktor diatas, faktor penghambat yang paling sering ditemukan adalah sistem perpajakan dan hukum yang belumtentu sinkron antara suatu Negara dengan negara-negara yang pengadopsi IFRS lainnya. Sebagai contoh, adopsi IFRS sangat sulit dilakukan bagi negara-negara yang menerapkan system ekonomi syariah dan ekonomi komunis. Indonesia sebagai negara yang menerapkan system perbankan ganda, yaitu system ekonomi syariah dan system ekonomi kapitalis juga dapat dipastikan akan mengalami kesulitan dalam mengadopsi secara penuh IFRS pada masa yang akan datang.
Sejak tahun 1994, Indonesia sebenarnya telah mengadopsi sebagian besar IAS. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi atas Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diberlakukan sejak tahun 1994 adalah saduran dari IAS dan interpretasi SIC yang diterbitkan sebelum 1994. Namun setelah itu, tidak semua perubahan IAS, interpretasi SIC dan standar-standar yang ada pada IFRS di adopsi oleh Dewan Standar akuntansi Keuangan (DSAK) (Purba, 2010:14).
(32)
DSAK yang berdada di bawah Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah merencanakan adopsi penuh IAS dan IFRS yang rampung pada tahun 2010 dan mulai menerapkannya pada tahun 2012. Indonesia sebenarnya masih memiliki regulasi yang tidak mendukung sehingga adopsi penuh akan sulit dilakukan. Di samping itu, perhatian dan komitmen yang kuat dari pelaku bisnis, pemerintah Indonesia dan otoritas pasar modal masih sangat minim.
2.2.2.3. Konvergensi IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal (SAK). Tahun 2012 baru akan diterapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS. Indonesia harus melakukan program konvergensi jika kita tidak ingin tertingal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional.
Di Indonesia sendiri sistem pelaporan keuangan ada tiga macam/standar pelaporan keuangan Indonesian, yang dimana didalamnya memiliki tiga pilar yang berlaku yaitu:
a. Standar Akuntansi Keuangan. Sistem inilah yang nantinya akan dirubah
kedalam sistem IFRS karena yang menggunakan sistem pelaporan ini adalah perusahaan yang listed di bursa efek. Dan nantinya perusahaan tersebut harus menggunakan system ini secara total.
(33)
b. SAK ETAP. Standar Akuntansi Keuangan-Enritas Tanpa Akuntanbilitas Publik adalah pelaporan keuangan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang sahamnya tidak terdaftar di bursa efek. Sistem ini tidak termasuk dalam daftar perubahan yang akan dirubah dalam system IFRS.
c. Standar Akuntansi Syariah. Sistem pelaporan yang digunakan dengan
asas-asas syariah.
SAK-ETAP dan Standar Akuntansi Syariah tidak termasuk dalam system IFRS (Non-IFRS). IFRS hanya diadaptasi untuk Standar Akuntansi Keuangan (Sudarmakiyanto, 2010).
Dibalik dipergunakannya IFRS banyak sekali keuntungan yang akan diperoleh oleh investor luar karena dengan sistem ini investor luar tidak perlu belajar dengan sistem pelaporan keuangan yang ada di negara tertentu. IFRS ini juga sangat mempercepat proses arus masuk dan keluar dana dari para investor.
2.2.2.4. Dampak IFRS Terhadap Sistem Akuntansi dan Pelaporan
1. Penyajian.
a. Konsep Other Comprehensive Income didalam laba rugi komprehensif.
b. Perubahan definisi-definisi seperti kewajiban menjadi liabilitas dan hak
minoritas menjadi kepentingan non pengendali (non controlling
interest).
c. Pos luar biasa tidak lagi diperbolehkan.
d. Perubahan nama laporan keuangan.
(34)
a. Peningkatan penggunaan nilai wajar (fair value).
Standar IFRS lebih condong menggunakan nilai wajar, terutama property investasi, beberapa asset tak berwujud, asset keuangan, dan asset biologis. Dengan demikian maka diperlukan sumber daya yang kompeten untuk menghitung nilai wajar atau bahkan perlu menyewa jasa konsultan penilai terutama untuk asset-aset yang tidak memiliki nilai pasar aktif.
b. Penggunaan estimasi dan “judgement”.
Akibat karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip, akan lebih banyak dibutuhkan “judgement” untuk menentukan bagaimana suatu keuangan dicatat. Hal ini berbeda dengan sistem pelaporan yang digunakan
Amerika saat itu US GAP karena US GAP lebih bersifat Ruled Based
yang lebih mengedepankan sub-sub bidang pelaporan yang rumit namun tidak memerlukan tigkat “judgement” yang tinggi karena semua sudah terkontrol secara jelas.
3. Pengungkapan.
Persayaratan pengungkapan yang lebih banyak dan lebih rinci. IFRS mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan data/informasi yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh manajemen (Sudarmakiyanto, 2010).
2.2.3. Aset Tetap
(35)
Aset tetap adalah barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relatif permanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk diperjualbelikan (Rudianto, 2009:272). Perusahaan menggunakan berbagai macam aset tetap, seperti peralatan, perabotan, alat-alat, mesin-mesin, bangunan dan tanah. Aset tetap (fixed assets) merupakan aktiva jangka panjang atau aset yang relatif permanen. Aset tersebut dimiliki dan digunakan oleh perusahaan serta tidak dimaksudkan untuk dijual sebagai bagian dari operasi normal. Dalam perusahaan, aset tetap bisa menempati bagian yang sangat signifikan pada total aset perusahaan secara keseluruhan (Warren dkk, 2006:504).
Untuk dikategorikan sebagai aset tetap, suatu aset tidak harus digunakan secara terus-menerus atau bahkan sering. Termasuk dalam aset tetap adalah aset yang dalam keadaan siap pakai bila dibutuhkan ketika peralatan yang biasa dipakai rusak atau hanya dipakai selama periode sibuk. Aset tetap yang tidak digunakan lagi tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap. Untuk dapat dikelompokkan sebagai aset tetap, maka suatu aset harus memiliki kriteria tertentu, yaitu berwujud, umurnya lebih dari satu tahun, digunakan dalam operasi perusahaan, tidak diperjualbelikan, material, dimiliki perusahaan (Rudianto, 2009:272).
2.2.3.2. Penggolongan Aset Tetap
Menurut Harahap (2002:22) aset tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut antara lain:
(36)
a. Tangible assets (aset berwujud) yaitu aset yang mempunyai wujud, dapat diamati oleh panca indra. Ciri umumnya yaitu member manfaat ekonomi pada masa mendatang bagi perusahaan.
Contoh: seperti lahan (tanah), gedung, peralatan, mesin.
b. Intangible assets (asset tak berwujud) yaitu aset yang tidak dapat di amati secara langsung. Bukti adanya aset ini terdapat dalam bentuk perjanjian, kontrak atau paten, dan aset ini mempunyai wujud nyata. Contoh: seperti patens, copyright, hak monopoli (francise), cap dan
merek dagang (trademark and trade names), biaya pendirian
(organization cost), biaya pengembangan software (software development) dan goodwill.
2. Sudut disusutkan atau tidak, terdiri dari:
a. Depreciated plant assets yaitu aset tetap yang disusutkan seperti
bangunan (building), peralatan (equipment), mesin (machinary),
inventaris, jalan dan lain-lain.
b. Underpreciated plan assets, aset tetap yang tidak disusutkan seperti tanah (land).
3. Berdasarkan jenisnya, aset dapat dibagi sebagai berikut:
a. Lahan (tanah).
Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Harga perolehan tanah meliputi: purchase price yang disetujui, biaya notaries, administrasi, komisi perantara, hak milik, biaya penelitian.
(37)
Gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas lahan/air. Jika bangunan didirikan, biayanya meliputi:
1. Biaya penggalian, perataan dan pengurukan (bukan untuk
tanah).
2. Bangunan sementara yang dipakai untuk aktivitas konstruksi.
3. Asuransi kebakaran selama periode konstruksi.
4. Kompensasi pekerja dan asuransi kecelakaan.
5. Biaya izin mendirikan bangunan.
6. Bahan baku.
7. Overhead.
8. Upah (tenaga kerja).
9. Beban honorarium arsitek.
c. Perabot.
Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboratorium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan. Perolehannya harus diidentifikasi dengan fungsi produksi, penjualan atau fungsi umum dan administrasi. Meliputi meja, kursi, karpet, lemari etalase, perlengkapan pameran, dan lain-lain.
d. Inventaris/Peralatan.
Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboratorium, inventaris gudang dan lain-lain.
(38)
Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan.
f. Kendaraan.
Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truck, tractor, mobil, kendaraan roda dua, dan lain-lain.
g. Prasarana
Di Indonesia adalah merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus prasarana seperti : jalan, jembatan, pagar, dan lain-lain.
2.2.3.3. Perolehan Aset Tetap
Tidak setiap aset tetap perusahaan selalu dibeli oleh perusahaan dari pihak lain. Aset tetap dapat diperolehh dengan berbagai cara, di mana masing-masing cara perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan aset tetap tersebut. Cara perolehan tersebut antara lain (Rudianto, 2009:274):
1. Pembelian tunai.
2. Pembelian angsuran.
3. Ditukar dengan surat berharga.
4. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain.
5. Diperoleh sebagai donasi.
Sedangkan menurut Muljo (2007:205) aset tetap dapat peroleh dengan:
1. Pembelian berdasarkan kontrak pembayaran ditangguhkan.
2. Perolehan melalui lease modal.
(39)
4. Perolehan melalui penerbitan sekuritas.
5. Perolehan dengan membangun sendiri.
6. Perolehan dari pembelian atau penemuan.
2.2.3.4. Penilaian dan Pencatatan Aset Tetap
Untuk memperoleh aset tetap, perusahaan harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak hanya dipakai untuk membayar barang itu sendiri sesuai dengan nilai yang tercantum di dalam faktur, tetapi juga untuk beban pengiriman, pemasangan, perantara, balik nama dan sebagainya. Dan keseluruhan uang yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap tersebut disebut dengan harga perolehan. Sedangkan di neraca, aset tetap dicatat sebesar nilai bukunya.
Harga perolehan adalah keseluruhan uang yang dikelurkan untuk memperoleh suatu aset tetap sampai siap digunakan oleh perusahaan. Aset tetap yang dimiliki perusahaan dicatat dan diakui sebesar nilai bukunya, yaitu harga perolehan aset tetap tersebut dikurangi dengan akumulasi depresiasi aset tetap. Sedangkan nilai buku adalah nilai bersih dari suatu aset seperti yang tercantum dalam neraca, yaitu harga perolehan aset tetap tersebut setelah dikurangi dengan akumulasi depresiasi dari aset tersebut. Akumulasi depresiasi berarti kumpulan dari seluruh beban depresiasi selama beberapa periode akuntansi (Rudianto, 2009:274).
(40)
Harga perolehan aset tetap meliputi semua jumlah yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset tetap dan membuatnya siap digunakan. Atau dengan kata lain, hanya biaya yang bermanfaat untuk meyiapkan aset berumur panjang hingga dapat digunakan, yang termasuk ke dalam biaya aset tetap. Biaya-biaya yang dikeluarkan, tetapi tidak membuat set siap pakai, tidak menambah manfaat dari aset tetap yang bersangkutan. Biaya-biaya semacam itu tidak dimasukkan sebagai bagian dari total biaya aset tetap. Contohnya, biaya-biaya berikut harus didebit langsung ke dalam akun beban:
a. Kerusakan akibatnya kekerasan.
b. Kesalahan pemasangan.
c. Pencurian yang tidak diasuransikan.
d. Kerusakan selama bongkar pasang.
e. Denda akibat tidak lengkapnya izin dari badan-badan pemerintah (Warren
dkk, 2006:506).
Beberapa pertimbangan dalam rangka menentukan harga perolehan aset tetap berwujud dan tak berwujud adalah sebagai berikut:
1. Purchase discount diperlakukan sebagai pengurang cost.
2. Earning timbul dari sales bukan dari purchases.
3. Discount untuk perolehan property, harus diperlakukan sebagai pengurang
asset cost, dan bukan dilaporkan sebagai revenue.
4. Jika discount tidak dimanfaatkan maka dilaporkan sebagai discount lost atau interest expense (Muljo, 2007).
(41)
Penyusutan adalah pengalokasian biaya aset secara sistematik dan rasional selama masa manfaat dari aset bersangkutan. Sedangkan akumulasi penyusutan merupakan penjumlahan seluruh biaya aset yang telah menjadi beban pada periode sebelumnya. Beban penyusutan merupakan pengakuan atas penurunan nilai pelayanan aset (Muljo, 2007:215).
Perusahaan tidak diharuskan menggunakan satu metode penyusutan tunggal bagi semua asetnya. Metode-metode yang digunakan dalam akuntansi dan laporan keuangan mungkin juga berbeda dari metode-metode yang digunakan dalam penentuan pajak penghasilan dan pajak property. Tiga metode yang paling umum digunakan adalah metode garis lurus, metode unit produksi, metode saldo menurun (Warren dkk, 2006:510).
Metode penyusutan (Rudianto, 2009:277) dapat diklasifikasikan sebgai berikut:
1. Metode garis lurus.
Metode garis lurus (straight line method) adalah suatu metode perhitungan penyusutan aset tetap di mana setiap periode akuntansi diberikan beban yang sama secara merata.
Penyusutan =
2. Metode jam jasa.
Metode jam jasa (service hour method) adalah suatu metode perhitungan
penyusutan aset tetap, di mana beban penyusutan pada suatu periode akuntansi dihitung berdasarkan berapa jam periode akuntansi tersebut mempergunakan aset tetap itu.
(42)
Penyusutan =
3. Metode hasil produksi.
Metode hasil produksi (productive output method) adalah suatu metode
perhitungan penyusutan aset tetap, di mana beban penyusutan pada suatu periode akuntansi dihitung berdasarkan berapa banyak produk yang dihasilkan periode akuntansi tersebut dengan mempergunakan aset tetap itu.
Penyusutan =
4. Metode beban menurun (reducing charge method).
a. Metode jumlah angka tahun (sum of years digits method). b. Metode saldo menurun (declining balance method).
c. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method).
d. Metode tariff menurun (declining rate on cost method).
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban penyusutan periodik yaitu:
1. Harga perolehan aset (assets cost).
Meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan dan penyiapan untuk dapat digunakan. Harga perolehan aktiva ini dikurangi nilai residu yang diperkirakan yaitu harga perolehan aset yang dibebankan ke pendapatan di masa depan.
2. Nilai residual atau nilai sisa (residual or savalge value).
Merupakan jumlah yang diperkirakan dapat direalisasikan pada saat aset sudah tidak digunakan lagi. Hal ini tergantung pada kebijaksanaan
(43)
penghentian penggunaan yang diterapkan perusahaan dan juga kondisi pasar serta faktor-faktor lainnya.
3. Masa manfaat (useful life).
Aktiva tetap selain tanah, memiliki masa manfaat terbatas karena faktor-faktor fisik dan fungsional tertentu.
4. Masa penggunaan (pattern of use).
Untuk membandingkan harga perolehan aktiva tehadap pendapatan, beban penyusutan periodik harus mencerminkan setepat mungkin pola penggunaannya (Muljo, 2007:215).
Beban penyusutan biasanya dicatat pada setiap akhir periode pembukuan biasanya akhir tahun buku, apakah kuartal, akhir semester, akhir tahun atau pada saat terjadi transaksi tertentu yang menyangkut aset tetap seperti pada saat penjualan atau penarikan.
Jurnal pembebenan biaya penyusutan adalah sebagai berikut:
Biaya Penyusutan xxx
Akumulasi Penyusutan xxx
Biaya penyusutan dapat diklasifikasikan kedalam biaya overhead, biaya penjualan, atau biaya umum dan administrasi, tergantung pada penggunaan aset tetap itu. Perkiraan akumulasi penyusutan merupakan perkiraan lawan terhadap harga pokok aset tetap tersebut. Pengurangan ini dimaksudkan untuk menghitung nilai buku aset tetap yang bersangkutan (Harahap, 2002:55).
(44)
2.2.4.1. Pengertian Akuntansi
Akuntansi merupakan bahasa bisnis yang dapat memberikan informasi tentang kondisi bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu (Harahap, 2002:1). Warren dkk (2006:10) menjelaskan bahwa, secara umum akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan.
Komite teknologi AICPA (The Committee on Terminology of the
American Instititute of Certified Public Accountans) mendefinisikan akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran transaksi serta kejadian yang bersifat keuangan, dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, serta interpretasi dari hasil proses tersebut (Ikhsan dan Ishak, 2005:5).
Perspektif yang lebih luas ditawarkan oleh AAA (American Accounting
Association) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi ekonomi yang memungkinkan pembuatan pertimbangan dan keputusan berinformasi oleh pemakai informasi dan yang terkini (Ikhsan dan Ishak, 2005:5).
Menurut Suwardjono (2005:10), akuntansi dapat didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik.
(45)
Akuntansi juga dapat didefinisikan sebagai berikut, akuntansi adalah proses sistematis untuk mengolah transaksi menjadi informasi keuangan yang bermanfaat bagi para penggunanya (Warsono dkk, 2009:3).
Dari pengertian yang telah disebutkan diatas dapat di simpulkan, akuntansi merupakan suatu proses pencatatan dan pengolahan data-data keuangan sehingga menjadi laporan keuangan yang berguna bagi para pemakai untuk pengambilan keputusan ekonomisnya. Dalam hal ini akuntansi berperan dalam penyediaan informasi keuangan organisasi, dimana informasi ini dapat berfungsi sebagai media pertanggungjawaban dan sekaligus dapat digunakan untuk menilai kinerja dan manajemen.
2.2.4.2. Tujuan Akuntansi
Menurut Ikhsan dan Ishak (2005:6) informasi keuangan melalui pelaporan keuangan sebagai hasil dari sistem informasi keuangan memiliki tujuan antara lain:
1. Menyediakan informasi laporan keuangan yang dapat dipercaya dan
bermanfaat bagi investor serta kreditor sebagai dasar pengambilan keputusan dan pemberian kredit.
2. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan perusahaan dengan
menunjukkan sumber-sumber ekonomi perusahaan serta asal dari kekayaan tersebut.
3. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan kinerja
(46)
4. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang-utangnya.
5. Menyediakan informasi keuangan yang dapat menunjukkan sumber-sumber
pendanaan perusahaan.
6. Menyediakan informasi yang dapat membantu para pemakai dalam
memperkirakan arus kas masuk ke dalam perusahaan.
Dalam arti sempit sebagai proses, fungsi, atau praktik dapat didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian, pengesahan, pengukuran, pengakuan, pengklasifikasian, penggabungan, peringkasan, dan penyajian data keuangan dasar (bahan olah akuntansi) yang terjadi dari kejadian-kejadian, transaksi-transaksi, atau kegiatan operasi suatu unit organisasi dengan cara tertentu untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang berkepentingan (Suwardjono. 2005:10).
2.2.4.3. Profesi di Bidang Akuntansi
Menurut Warsono dkk (2009:8), profesi di bidang akuntansi terdiri dari:
1. Penyusun laporan keuangan, sebagai pihak internal perusahaan yang
bertanggungjawab terhadap laporan keuangan yang diterbitkan.
2. Analis laporan keuangan, sebagai pihak independen yang memberi
konsultasi dan rekomendasi kepada orang atau lembaga yang ingin melihat prospek suatu organisasi melalui evaluasi laporan keuangan.
3. Auditor, sebagai pihak independen yang bertanggungjawab terhadap
(47)
auditor, yaiyu auditor internal, auditor eksternal, maupun auditor pemerintah.
4. Praktisi perpajakan, sebagai pihak independen yang memberikan konsultasi
dan rekomendasi tentang jumlah pajak yang harus dibayar individu maupun organisasi.
5. Manajer keuangan, sebagai pihak internal perusahaan yang berperan
mengoptimalkan pemerolehan dan penggunaan dana.
6. Pengembang sisten informasi, sebagai pihak internal perusahaan atau pihak
independen yang terlibat dalam pengembangan system informasi. Individu yang kompeten dibidang akuntansi dapat memberikan usulan tentang system informasi yang sedang dikembangkan, atau terlibat dalam perancangan dan implementasi sistem informasi.
2.2.4.4. Bidang Spesialisasi Akuntansi
Dalam praktik sehari-hari, terdapat dua bidang yang lazim ditemukan yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Bidang lainnya termasuk akuntansi biaya, akuntansi lingkungan, akuntansi pajak, sistem akuntansi, akuntansi internasional, akuntansi untuk organisasi nirlaba, dan akuntansi sosial (Warren dkk, 2006:15).
Akuntansi keuangan (financial accounting) terutama berkaitan dengan
pencatatan dan pelaporan data serta kegiatan ekonomi perusahaan. Walaupun laporan tersebut menghasilkan informasi yang berguna bagi manajer, namun hal itu merupakan laporan utama bagi pemilik, kreditor, lembagapemerintah dan masyarakat.
(48)
Akuntansi manajerial (managerial accounting), atau akuntansi
manajemen (management accounting), menggunakan baik akuntansi keuangan
maupun data yang diestimasi untuk membantu manajemen dalam menjalankan operasi perusahaan sehari-hari dan merencanakan masa depan operasi. Akuntan manajemen mengumpulkan dan melaporkan informasi relevan dan tepat waktu bagi pengambilan keputusan manajemen.
2.2.5. PSAK No. 16 dan Perubahannya
PSAK 16 (2004) tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain menyatakan bahwa aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pada pengakuan awal aktiva tetap, suatu benda berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva tetap pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap dipergunakan (IAI, 2004:16.1).
PSAK 16 (2009) tentang Aset Tetap telah dinyatakan berlaku efektif pada Januari 2009 menggantikan PSAK No. 16 (2004) tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK No. 17 tentang Akuntansi Penyusutan.
(49)
Terdapat beberapa perbedaan antara PSAK 16 (2009) dengan PSAK 16 yang lama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain:
1. Pergantian penggunaan istilah “aktiva” menjadi “aset” pada seluruh PSAK.
2. Pengukuran setelah pengakuan awal.
PSAK 16 (2009) maupun PSAK 16 (2004) mengatur bahwa suatu aset tetap (aktiva tetap) yang memenuhi kualifikasi untuk di akui sebagai aset (aktiva) pada awalnya harus diukur sebagai biaya perolehan. Sedangkan dalam PSAK 16 (2009), selain pengukuran dengan nilai perolehan tersebut masih ada pilihan model pengukuran lain. Berdasarkan PSAK 16 (2009), setiap entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengukuran awal yaitu model biaya atau model revaluasi. Sedangkan PSAK 16 yang lama (2004) tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam pengukuran aktiva tetap.
Revisi pada tahun 2009 terhadap PSAK 16 ini merupakan langkah baru dalam acuan pengakuan aset tetap di dalam akuntansi di Indonesia. Sebelumnya, pengakuan nilai buku aktiva tetap disajikan dari nilai buku dikurangi dengan akumulasi penyusutan, namun dengan revisi PSAK 16 tahun 2009 ini membuka alternatif lain penilaian aset tetap dengan cara revaluasi, yaitu di hitung dengan wajar.
Di dalam PSAK 16 (2009) yang dimaksud aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan pada pihak lain, atau untuk tujuan
(50)
administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode (IAI, 2009:16.2). Nilai yang dapat diakui sebagai aset tetap dalam standar ini dapat dikategorikan dalam dua macam, yaitu biaya perolehan awal dan biaya setelah perolehan. Biaya perolehan awal sendiri baru boleh diakui sebagai aset tetap adalah jika besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas, dan biaya perolehan aset dapat diukur secara andal. Biaya-biaya yang terjadi setelah perolehan tersebut tidak semuanya dapat dikategorikan sebagai bagian dari aset tetap (dikapitalisasi ke dalam aset tetap). Syarat-syarat agar biaya setelah perolehan awal dapat dikapitalisasi hampir sama dengan syarat-syarat biaya tersebut dapat diakui sebagai aset tetap, yang intinya adalah terdapat manfaat ekonomis di masa depan dan biaya tersebut dapat diukur secara handal.
Pada PSAK 16 (2004) nilai dari aset dinilai berdasarkan haraga
perolehan (cost), dan pengukurannya menggunakan historical cost tanpa
mempertimbangan harga pasar, dan juga nilai aset tetap dapat berfluktuasi diantara saat aset itu dibeli dan saat dijual. Sedangkan pada PSAK 16 (2009) dengan dilakukannya revaluasi terhadap aset tetap akan dapat menambah nilai nominalnya, yang juga akan berpengaruh terhadap perhitungan untung-rugi secara fiskal, juga mungkin dapat menambah masa manfaatnya. Revaluasi aset tetap tersebut dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya karena devaluasi nilai rupiah, adanya kekurang sepadanan antara biaya (historis) penyusutan dengan tingkat harga yang berlaku, atau pertimbangan lainnya.
(51)
2.2.5.1. Pengukuran Aset Tetap
Adapun mengenai pengukuran aset tetap (2009) dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu:
1. Pengukuran awal ketika aset tersebut diperoleh.
Aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk dikategorikan sebagai aset tetap pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke aset pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain.
2. Pengukuran setelah pengakuan awal.
Pengukuran aset tetap selain dilakukan pada awal perolehan juga dilakukan pada periode setelah aset tetap tersebut diperoleh. Di dalam PSAK 16 (2009) terdapat perubahan yang signifikan mengenai perlakuan akuntansi aset tetap terutama tentang pengukuran nilai asset tetap setelah perolehan. PSAK 16 (2009) mengakui adanya dua metode dalam perlakuan akuntansi aset tetap tersebut. Kedua metode itu adalah:
(52)
Dengan metode ini setelah diakui sebagai aset tetap, aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.
b. Metode revaluasi (PSAK 2009).
Dengan metode ini setelah diakui sebgai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca.
2.2.5.2. Revaluasi Aset Tetap
Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau penurunan nilai aset tetap yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lain. Sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.
Tujuan revaluasi aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Dengan dilakukannya penilaian kembali terhadap aset tetap perusahaan maka terdapat
(53)
selisih lebih aset tetap, dan terjadi penambahan nilai aset tetap sebesar selisih lebih tersebut, dan mengakibatkan besarnya beban penyusutan semakin bertambah. Tindakan penilaian kembali ini dilakukan karena aset tetap yang
didasarkan pada harga perolehan (historical cost), dianggap kurang
mencerminkan nilai atau potensi nyata yang dimiliki perusahaan, sebagai akibat adanya fluktuasi harga atau nilai tukar yang cukup tinggi. Melalui penilaian kembali ini nilai aset tetap bertambah besar menyebabkan beban penyusutan di tahun-tahun mendatang akan bertambah besar yang dapat berakibat pajak penghasilan terutang berkurang.
Selisih lebih antara nilai revaluasi dengan nilai buku aset tetap dibukukan dalam akun-akun selisih penilaian kembali aset tetap. Akun ini dibukukan lansung sebagai kenaikan modal dan tidak dapat diperlakukan sebagai laba luar biasa. Jurnal yang diperlukan sehubungan dengan penilaian kembali (Agustin, 2004):
a. Untuk mencatat penilaian kembali
Aset tetap xxx
Selisih lebih penilaian kembali aset tetap xxx
b. Untuk mencatat perubahan akumulasi penyusutan
Beban penyusutan xxx
(54)
c. Untuk mencatat pembebanan dan pembayaran pajak
Pajak penghasilan revaluasi xxx
Kas xxx
Dalam penilaian profesi appraisal, digunakan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Nilai pasar wajar (fair market value).
Nilai pasar wajar adalah harga yang dilekatkan pada proses jual beli di pasar pada saat tertentu di mana penjual dan pembeli masing-masing melakukan secara sadar tanpa paksaaan serta mengetahui atau memiliki pengetahuan mengenai keadaan pasar serta kegunaan aset yang dimaksud.
2. Biaya produksi baru (cost of replacement new).
Biaya produksi baru adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu aset atau barang sesuai dengan jenisnya yang dihitung berdasarkan harga pasar setempat saat itu untuk bahan-bahan, upah kerja, alat produksi, biaya tak terduga, yang dikeluarkan dari keuntungan jasa kontraktor tetapi tidak termasuk ongkos lembur atau potongan-potongan yang diberikan oleh leveransir atau pedagang.
(55)
Nilai sehat adalah nilai berdasarkan atas biaya reproduksi baru dikurangi penyusutan atau dengan memperhatikan sifat/cirri fisik, kegunaan dan pemanfaatan dari aset atau barang dimaksud (Harahap, 2002:126).
Penyusutan aset tetap yang telah dinilai kembali dapat dihitung dengan dihitung dari jumlah harga perolehannya, yaitu :
a. Nilai penilaian kembali akan tampak di neraca dan penghasilan biaya atas
dasar harga perolehan yang ditujukkan dalam laporan rugi-laba.
b. Depresiasi dicatat dengan mendebet rekening depresiasi dan mengkredit
rekening akumulasi depresiasi.
c. Untuk menghilangkan rekening modal penilaian kembali, maka setiap
tahunnya selama umur penggunaan aset, modal penilaian kembali diturunkan jumlahnya dengan mendebet rekening modal penilaian kembali dan mengkredit akumulasi depresiasi penilaian kembali.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam melakukan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap berwujud, yaitu sebagai berikut:
1. Cost Bases
a. Current Cost Bases
Pendekatan Current Cost Bases dapat berupa Current Reproduction
Cost (biaya reproduksi sekarang). Biaya reproduksi sekarang aset
tetap adalah estimasi biaya yang diperlukan untuk memproduksi kembali aset tetap baru yang sejenis, pada harga sekarang dan
(56)
menyesuaikan jumlah akumulasi npenyusutannya. Sedangkan biaya penggantian sekarang aset tetap adalah estimasi biaya yang diperlukan untuk memperoleh aset tetap baru yang sejenis pada harga sekarang dengan menyesuaikan akumulasi penyusutannya.
b. Adjusted Historical Cost
Biaya historis yang disesuaikan merupakan dasar penilaian harga perolehan yang disesuaikan dengan tingkat harga umum. Dalam hal ini, penyesuaian terhadap nilai aset tetap tersebut dilakukan dengan menggunakan indeks harga umum.
2. Income Capital (Kapitalisasi Pendapatan)
Pertimbangan utama dalam pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah manfaat masa depan dari aset tetap yang digunakan. Masa manfaat depan ini bias dinyatakan dalam nilai sekarang (present value) dari laba bersih atau arus kas bersih yang diharapkan dari aset tersebut.
3. Market Data/Comparative Approach
Pendekatan harga pasar dilakukan dengan cara membandingkan aset tetap yang akan direvaluasi dengan aset sejenis yang ada di pasaran. Dasar penilaian lain yang merupakan variasi dari pendekatan data pasar adalah Fair Market Value (nilai pasar wajar), yaitu suatu tingkat harga dimana transaksi terjadi tanpa adanya tekanan (Agustin, 2004).
(57)
1. Pendekatan data pasar.
Pendekatan data pasar adalah suatu metode penilaian di mana perkiraan nilai pasar berdasarkan atas nilai yang terjadi pada saat transaksi yang sejenis sewaktu itu.
2. Pendekatan biaya.
Pendekatan biaya adalah suatu metode penilaian di mana nilai aset diperoleh dari biaya reproduksi baru dikurangi penyusutan.
3. Pendekatan Pendapatan.
Pendekatan pendapatan adalah suatu metode penilaian di mana keuntungan bersih dianalisis guna mendapatkan besarnya jumlah investasi dalam menghasilkan keuntungan tersebut (Harahap, 2002:126).
Langkah revaluasi aset tetap dapat memberikan beberapa manfaat:
1. Laporan laba rugi
Kenaikan nilai aset tetap, mempunyai konsekuensi naiknya beban penyusutan aset tetap yang dibebankan kedalam laba rugi, atau dibebankan ke harga pokok produksi, yang dapat berpengaruh pada besarnya PPh badan terutang.
(58)
Menunjukkan posisi kekayaan yang wajar. Dengan demikian berarti pemakai laporan keuangan menerima informasi yang lebih akurat. Selisih lebih penilaian kembali tersebut digunakan tambahan cadangan modal.
2.2.5.3. Perbedaan Antara PSAK No. 16 Tahun 2004 dengan PSAK Tahun 2009 PSAK No. 16 Tahun 2009 PSAK No. 16 Tahun 2004
Perubahan
Dalam Standar Akuntasi Keuangan (SAK) 1 Juli 2009, PSAK No. 17 Tahun 2004 tentang Akuntasi Penyusutan dihilangkan dan
pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 Tahun 2009 tentang Aset Tetap
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1 Oktober 2004, PSAK No. 17 Tahun 2004 tentang Akuntansi
Penyusutan pengaturannya dipisahkan dengan PSAK No. 16 Tahun 2004 tentang Akitva Tetap dan Aktiva Lain-lain
Penggantian
Penggantian penggunaan istilah “Aktiva” menjadi “Aset” dalam seluruh PSAK. Penggantian penggunaan isitlah ini disebabkan karena istilah aset lebih deskriptif untuk mempresentasikan makna yang dikandung dalam definisi. Istilah aktva (dari bahasa Jerman: aktiva) yang berarti aktif mempunyai makna teknis yaitu sesuatu yang secara aktif atau fisis dikelola oleh entitas sebagai lawan dari pasiva yang merupakan asal (sumber) dari seuatu tersebut. Jadi, aset lebih mengadung makna semantik daripada aktiva
Masih menggunakan istilah “Aktiva”.
Komponen Biaya Perolehan
Dalam PSAK NO. 16 Tahun 2009 Par. 17, dijelaskan bahwa yang termasuk biaya yang dapat diatribusikan secara langsung diantaranya adalah:
1. biaya imbalan kerja yang timbul
Dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 Par. 14, dijelaskan bahwa contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung diantaranya :
(59)
secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap;
2. biaya penyiapan lahan untuk pabrik; 3. biaya handling dan penyerahan awal;
4. biaya perakitan dan instalasi; 5. biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut;
6. komisi professional
2. biaya pengiriman awal (intial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling costs); 3. biaya pemasangan (installation costs); dan
4. biaya profesional seperti arsitek dan insinyur.
Dapat kita lihat bahwa poin 1 dan 5 tidak termasuk dalam contoh biaya yang dapat diatribusikan langsung dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 Par. 14.
Bukan Komponen Biaya Perolehan
Dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007)Par. 21,
dijelaskan mengenai hal-hal yang termasuk dalam
komponen biaya perolehan aset tetap
Penjelasan PSAK No. 16 (Revisi 2007) Par. 21, tidak
dipaparkan dalam PSAK No. 16 Tahun 2004.
Pertukaran Aset Tetap
Dalam hal Pertukaran Aset Tetap, PSAK No. 16 Tahun 2009
menjelaskannya dalam Par. 24., dimana tidak dibedakan antara perlakuan pencatatan atas pertukaran aset tetap yang sejenis maupun tidak sejenis.
Dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 dibedakan antara perlakuan pencatatan atas pertukaran aset tetap sejenis (Par. 21) dan pertukaran aset tetap tidak sejenis (Par. 20).
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Kita ketahui dalam hal pengukuran awal, dimana dalam PSAK No. 16 Tahun 2009 diatur dalam Par. 15 dan dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 diatur dalam Par. 13, dimana keduanya mengatur bahwa pada awalnya suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset harus diukur sebesar biaya perolehan. Tetapi kemudian sehubungan dengan pengukuran setelah pengakuan awal, PSAK No. 16 Tahun 2009 Par. 29 menyatakan bahwa suatu entitas mempunyai dua pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap
Mengenai pengukuran setelah
pengakuan awal pada dasarnya PSAK No. 16 Tahun 2004 tidak
memperbolehkan penggunaan model revaluasi. Penggunaan model ini hanya mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah (Par. 29).
(60)
setelah pengakuan awal, yaitu (a) model biaya, atau (b) model revaluasi.
Penelaahan Ulang Nilai Residu dan Umur Manfaat
Dalam penelaahan ulang nilai residu dan umur manfaat PSAK No. 16 Tahun 2009 Par. 54 mengatur bahwa review nilai residu dan umur manfaat harus dilakukan minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata hasil review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25.
Dalam PSAK No. 16 tahun 2004 Par. 39 mengatur bahwa masa manfaat suatu aktiva tetap harus ditelaah ulang secara periodik dan jika harapan berbeda secara siginifikan dengan estimasi sebelumnya beban
penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan. Dalam PSAK ini tidak dijelaskan bahwa perbedaan harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi.
Hibah Pemerintah dan Aktiva Donasi
Dalam PSAK No. 16 Tahun 2009 Par. 28 diatur mengenai hibah pemerintah. Hibah pemerintah memang termasuk ke dalam aktiva donasi, tetapi PSAK No. 16 (Revisi 2007) ini tidak mengatur mengenai aktiva donasi secara umum.
Dalam PSAK No. 16 Tahun 2004 Par. 22 diatur mengenai aktiva donasi tetapi tidak diatur mengenai hibah pemerintah.
Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Mengenai perlakuan akuntansi
terhadap aset tetap yang tersedia untuk dijual, diatur dalam PSAK No. 16 Tahun 2009 Par. 25.
Tidak ada pengaturan seperti yang dijelaskan dalam
Par. 45 PSAK No. 16 Tahun 2009.
Penyusutan
PSAK No. 16 Tahun 2009 Par. 46 yang mengatur megnenai penyusutan yang menyatakan bahwa setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah.
PSAK No. 16 Tahun 2004 tidak menjelaskan pengaturan seperti dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) Par. 46.
Aktiva Lain-lain
Tidak ada pengaturan mengenai aktiva lain-lain.
Mengenai aktiva lain-lain diatur dalam Par. 76 dan 77.
(61)
2.2.5.4. IFRS dan Indo-GAAP
IFRS
IAS 16 tentanng, Property, Plant and Equipment
Aktiva tetap berwujud dapat dinilai dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu model revaluasi dan model harga perolehan. Selisih yang timbul akibat revaluasi diakui sebagai “surplus revaluasi” yang di kelompokkan sebagai bagian ekuitas (IAS 16 par.30-31, 39).
Metode penyusutan yang digunakan untuk aktiva tetap ditelaah ulang secara periodik. Koreksi akibat penelaahan ini akan diperlakukan sesuai dengan IAS 8 (IAS 16 par.61).
Biaya penghentian aktiva dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aktiva sebagaimana diatur dalam IAS 37, “Provision, Contingent Liabilities and Contigent Assets” (IAS 16 par.14).
Manajemen diwajibkan melakukan review atas nilai risidu dan manfaat aktiva setiap akhir tahun, dan apabila harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, mana beban penyusutan masa sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan dengan menggunakan IAS 8 tentang “Accounting Policies, Change in Accounting Estimates and Errors” (IAS 16 par.51).
Manajemen diwajibkan melakukan review atas model penyusutan secara periodic dan jika terdapat perubahan signifikan dengan pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode penyusutan harus dirubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut dengan menggunakan
(62)
IAS 8 tentang “Accounting Policies, Change in Accounting Estimates and Errors” (IAS 16 par.16).
Indo-GAAP
PSAK 16 Tahun 2009 tentang Aset Tetap
Sama seperti IAS 16, aktiva tetap berwujud dapat dinilai dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu model revaluasi dan model harga perolehan. Selisish yang timbul akibat revaluasi diakui sebagai “surplus revaluasi” yang dikelompokkan sebagai bagian ekuitas (PSAK 16R par.30-31).
Sama seperti IAS 16, metode penyusutan yang digunakan untuk kativa tetap ditelaah ulang secara periodic. Koreksi akibat penelaahan ini akan diperlakukan sesuai dengan PSAK 25 (PSAK 16R par.64).
Sama seperti IAS 16, biaya penghentian aktiva dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aktiva sebagaimana diatur dalam PSAK 57 (PSAK 16R par18).
Sama seperti IAS 16, manajemen diwajibkan melakukan review atas nilai residu dan manfaat aktiva setiap akhir tahun, dan apabila harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, maka beban penyusutan masa sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan dengan menggunakan IAS 8 tentang “Accounting Policies, Change in Accounting Estimates and Errors” (PSAK 16R 16 par.54).
Sama seperti IAS 16, manajemen diwajibkan melakukan review atas metode penyusutan secara periodic dan jika terdapat perubahan signifikan dangan pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode penyusutan harus dirubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut dengan
(63)
menggunakan IAS 8 tentang “Accounting Policies, Change in Accounting Estimates and Errors” (PSAK 16R par.64).
Sama seperti IAS 16, biaya penghentian aktiva (asset retirement obligation) harus dikapitalisasi sebagai bagian harga perolehan aktiva tetap (PSAK 16R par.16) (Purba, 2010:122).
2.2.6. Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap
Paham dalam kamus bahasa Indonesia memiliki arti pandai atau mengerti benar, sedangkan pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Pemahaman seorang mahasiswa tidak hanya dilihat dari nilai-nilai yang di dapat dari mata kuliah saja namun juga sejauh mana seorang mahasiswa mampu memahami konsep-konsep yang terkait. Hal ini disebabkan karena setiap individu mempunyai perbedaan dalam memproses informasi yang diperoleh.
Pemahaman akuntansi mahasiswa dinyatakan dengan seberapa mengerti seorang mahasiswa terhadap apa yang sudah dipelajari yaitu mata kuliah-mata kuliah akuntansi. Tanda seorang mahasiswa memahami akuntansi tidak hanya ditunjukkan dari nilai-nilai yang di dapatkannya dalam mata kuliah, tetapi juga apabila mahasiswa tersebut mengerti dan dapat menguasai konsep-konsep yang terkait.
Pemahaman akuntansi tentang aset tetap adalah seberapa mengerti mahasiswa akan topik akuntansi yaitu tentang aset tetap. Khususnya mengenai perubahan pada pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal. Yang pada PSAK 16 lama (2004) tidak memperbolehkan
(64)
penggunaan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap. Namun PSAK 16 (2009) setiap entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap, yaitu model biaya atau model revaluasi.
Metode biaya (PSAK 2004 dan PSAK 2009) setelah diakui sebgai aset, suatu aset tetap di catat pada harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Metode revaluasian (2009) setelah diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi (IAI, 2009:16.6).
2.2.7. PSAK No. 16 Terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap
PSAK 16 (2004) tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain menyatakan bahwa aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Sedangkan PSAK 16 (2009) yang dimaksud aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan pada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Pemahaman akuntansi tentang aset tetap adalah seberapa mengerti mahasiswa akan akuntansi tentang aset tetap. Yaitu seberapa mengerti
(65)
mahasiswa terhadap ketentuan-ketentuan yang ada pada aset tetap. Mulai penggolongan aset tetap, perolehan aset tetap, penilaian dan pencatatan aset tetap, harga perolehan aset tetap, penyusutan aset tetap, dan lain sebagainya, hingga perubahan-perubahan pada konsep aset tetap.
Dengan perubahan yang terjadi pada PSAK 16, diharapkan mahasiswa dapat menguasai ketentuan-ketentuan pada aset tetap dengan mempelajari kembali perubahan-perubahan tersebut. Sehingga mahasiswa akan mampu bersaing dalam dunia kerja yang nantinya Indonesia akan mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansi keuangan nya.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dibuat kerangka pikir yang dapat digunakan dalam penyelesaian permasalahan ini. Kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 : Kerangka Pikir
Regresi Linier Sederhana
2.4. Hipotesis
Perubahan PSAK No. 16 (X)
Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap
(66)
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
: Perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “veteran” Jawa Timur.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Nazir (2005) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Perubahan PSAK No. 16 (X)
PSAK 16 (2004) maupun PSAK 16 (2009) mengatur bahwa suatu aset tetap (aktiva tetap) yang memenuhi kualifikasi untuk di akui sebagai aset (aktiva)
(67)
pada awalnya harus diukur sebagai biaya perolehan. Sedangkan dalam PSAK 16 (2009) selain pengukuran dengan nilai perolehan tersebut masih ada pilihan model pengukuran lain. Berdasarkan PSAK 16 (2009), setiap entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengukuran awal yaitu model biaya atau model revaluasi. Sedangkan PSAK 16 yang lama (2004) tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam pengukuran aset (aktiva) tetap.
Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y)
Pemahaman akuntansi tentang aset tetap adalah seberapa mengerti mahasiswa akan konsep akuntansi yaitu tentang aset tetap. Khususnya mengenai perubahan pada pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal. Yang pada PSAK 16 lama (2004) tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap. Namun PSAK 16 (2009) setiap entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap, yaitu model biaya historis atau model revaluasi.
(1)
Tabel 4.8 : Nilai R dan R2
Model Summary
.763a .583 .580 .67666
Model 1
R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), perubahan PSAK (x)
a.
Sumber : Lampiran 8
Nilai R2 yang dihasilkan sebesar 0,583 yang berarti bahwa Perubahan
PSAK No. 16 (X) cenderung besar mempengaruhi Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y) yaitu sebesar 58,3% sedangkan sisanya sebesar 41,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dibahas pada penelitian ini. Nilai korelasi (R) yang dihasilkan sebesar 0,763 yang menunjukkan
Perubahan PSAK No. 16 (X) memiliki korelasi ganda yang kuat dengan Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y) yaitu sebesar 76,3%.
4.2.5.4. Hasil Uji t
Berikut hasil uji t yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Perubahan PSAK No. 16 (X) terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y) :
Tabel 4.9 : Hasil Uji t
Variabel Bebas thitung Sig
Konstanta
Perubahan PSAK No. 16 (X)
4,539 15,093
0,000 0,000 Sumber : Lampiran 8
Berdasarkan hasil uji t pada tabel di atas menunjukkan thitung sebesar
15,093 dan tingkat signifikan sebesar 0,000 berarti H0 ditolak dan H1
(2)
terhadap Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap (Y), sehingga hipotesis penelitian ini “Perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur” teruji kebenarannya.
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian 4.3.1. Implikasi Penelitian
PSAK 16 (1994) tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain menyatakan bahwa aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Sedangkan PSAK 16 (Revisi 2007) yang dimaksud aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan pada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Pengukuran variabel perubahan PSAK No. 16 dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala 7, yang hasilnya adalah sebagian besar mahasiswa akuntansi mengerti dan paham tentang perubahan PSAK No. 16 yaitu sebesar 53,98% hal ini terlihat dari jawaban responden pada skor 5 – 7 berjumlah 53,98%. Sedangkan sisanya 18,76% responden kurang
(3)
jawaban responden pada skor 1 – 3 berjumlah 18,76% serta 26,49% responden menjawab skor 4.
Dengan perubahan yang terjadi pada PSAK 16, diharapkan mahasiswa
dapat menguasai dan memahami ketentuan-ketentuan pada aset tetap dengan mempelajari kembali perubahan-perubahan tersebut.
Perubahan PSAK No. 16 ternyata mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur, terbukti dari jawaban responden yaitu sebagian besar mahasiswa akuntansi paham tentang asset tetap yaitu sebesar 64,73% hal ini terlihat dari jawaban responden pada skor 5 – 7 berjumlah 64,73%. Sedangkan sisanya 14,53% responden kurang paham tentang asset tetap hal ini terlihat dari jawaban responden pada skor 1 – 3 berjumlah 14,53% serta 20,68% responden menjawab skor 4
Selain itu, hasil uji t pada regresi linier sederhana menunjukkan bahwa
Perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur, dilihat dari
nilai thitung sebesar 10,381 dan tingkat signifikan sebesar 0,000.
4.3.2. Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak
pada variabel, obyek, metode dan hasil penelitian itu sendiri. Berikut ini rangkuman perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu :
(4)
Tabel 4.16 : Rangkuman Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Judul Penelitian Kesimpulan
1 Mega Anjasmoro (2010)
Adopsi International Financial Report Standard : “Kebutuhan atau Paksaan?” Studi Kasus Pada PT. Garuda Airlines Indonesia
GA melakukan adopsi IFRS bukan atas paksaan dari pemerintah namun atas inisiatif dari
manajemen perusahaan tersebut karena kebutuhan atas standar yang mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk jasa penerbangan serta kebutuhan untuk memenuhi tuntutan dari para lease GA untuk mengadopsi IFRS agar memberikan kemudahan kepada pihak tersebut untuk menginterpretasikan laporan keuangan GA
2 Vanesa Agustin (2004)
Revaluasi Terhadap Aktiva Tetap Pada PT “ X”
Dalam perhitungan aspek PPh yang, menurut ketentuan yang berlaku, atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap akan dikenakan PPh final. Besarnya PPh final yang ditetapkan diperoleh dari selisih lebih dari revaluasi aktiva tetap yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajaknya kemudian dikalikan dengan tariff PPh final sebesar 10% yang sebelumnya terlebih dahulu dikurangi dengan kompensasi kerugian pada tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya
3 Ricky Yulianto (2008)
Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Revaluasi Aktiva Tetap di PT X
tidak adanya perbedaan kinerja laporan keuangan perusahaan antara sebelum dan sesudah revaluasi aktiva tetap jika dilihat dari debt to equity ratio, fixed assets to net worth, return on investment 4 Sahnidar dan
Narumondang Bulan Siregar (2009)
Penerapan PSAK No. 16 Terhadap Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan
Bududaya Coklat Pada PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawan Kebun Maryke
Tanaman menghasilkan PTPN II (Persero) kebun Maryke telah sesuai dengan PSAK No. 16 dan BAPEPAM No. SE-02/PM/2002
5 Eva Herdianti Kurnia (2011)
Perubahan PSAK No. 16 Terhadap
Pemahaman Akuntansi Tentang Aset Tetap Pada Mahasiswa Akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur
Perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur
Sumber : Penelitian (BAB II)
(5)
empiris pengaruh perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiawa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur. Tujuan tersebut telah tercapai karena perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “veteran” Jawa Timur.
Selanjutnya penelitian ini bisa dijadikan referensi akademik maupun
bahan masukan bagi mahasiswa akuntansi yang menjadi obyek penelitian berupa tambahan pengetahuan mengenai perubahan PSAK No. 16 terhadap pemahaman akuntansi tentang aset tetap. Jadi tujuan dan manfaat penelitian ini telah tercapai.
(6)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis data menyimpulkan bahwa perubahan PSAK No. 16 mempengaruhi pemahaman akuntansi tentang aset tetap pada mahasiswa akuntansi UPN “Veteran” Jawa Timur. Hal ini menjadi peluang bagi mahasiswa akuntansi untuk lebih menguasai dan memahami ketentuan-ketentuan pada aset tetap dengan mempelajari kembali perubahan-perubahan tersebut, sehingga mahasiswa dapat bersaing dalam dunia kerja yang nantinya Indonesia akan mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansi keuangannya.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, saran yang diajukan
untuk pihak-pihak yang terkait adalah :
1. Bagi universitas, hendaknya mempersiapkan mahasiswa akuntansi dalam bidang akademisi, sehingga mahasiswa dapat bersaing dalam dunia kerja yang nantinya Indonesia akan mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansi keuangannya.
2. Bagi penelitian selanjutnya, hendaknya memperluas obyek penelitian tidak hanya pada mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan