Kemampuan problem posing siswa Kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015 pada pokok bahasan persamaan dan fungsi kuadrat.

(1)

ABSTRAK

Cicilia Viranti. 2016. KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat soal (problem posing) pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat berdasarkan taksonomi Bloom edisi Revisi, dan mengidentifikasi jenis pengetahuan yang dituntut dari soal-soal yang dibuat siswa berdasarkan dimensi pengetahuan. Problem posing merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal, lembar kerja siswa dan wawancara.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun ajaran 2014/2015. Siswa-siswa tersebut diberi inisial SW1, SW2, SW3, SW4 dan SW5. Kelima siswa tersebut tergabung dalam kelas persiapan olimpiade Matematika. Subjek-subjek ini tidak diberikan latihan problem posing terlebih dahulu. Mereka hanya mendapatkan pengalaman mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran di kelas saja. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kerja pengajuan soal dan wawancara terhadap 5 siswa. Siswa juga dituntut untuk membuat penyelesaian dari soal yang mereka buat. Instrumen diujicobakan kepada 5 siswa di sekolah lain yang berdasarkan pencermatan peneliti, mereka memiliki kemampuan dalam bidang matematika yang setara atau tidak jauh beda dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan soal rangsangan dan mengajukan soal-soal untuk semua tipe problem posing.

Dari analisis data penelitian diperoleh hasil bahwa:

1. Pada lembar kerja pre-solution posing, semua siswa mengajukan soal dengan level kemampuan problem posing berbeda-beda. SW1 berada pada level mengingat (C1), SW2, SW3 dan SW4 pada level menganalisis (C4), dan SW5 pada level mencipta (C6). Pada within-solution posing, hanya SW1 yang mengajukan soal dan berada pada level mengevaluasi (C5). SW3 berada pada level C0 karena tidak dapat mengerjakan soal stimulus dan tidak membuat soal bantuan. SW2, SW4, dan SW5 dapat mengerjakan soal dengan baik dan tidak muncul soal bantuan, sehingga level kemampuan problem


(2)

posing dari ketiga siswa tersebut tidak dapat ditentukan. Pada post-solution posing SW1 berada pada level memahami (C2), SW2 pada level menerapkan (C3), SW3 pada level mencipta (C6), SW4 dan SW5 pada level mengevaluasi (C5).

2. Dari 11 soal yang dibuat oleh 5 siswa tersebut, 8 diantaranya tidak dapat ditentukan jenis pengetahuan yang dituntut karena soal-soal tersebut berupa pernyataan atau soal-soal matematika yang tidak dapat diselesaikan. Soal-soal tersebut sebagian besar disebabkan karena kalimat yang tidak jelas dan unsur-unsur penting yang tidak dicantumkan. Tiga soal yang lain yaitu soal dengan kode SW3.1, SW5.1 dan SW3.3 menuntut pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Tidak ada satu soal yang menuntut pengetahuan metakognitif. Kata Kunci : kemampuan problem posing, jenis pengetahuan, taksonomi Bloom edisi revisi, dimensi pengetahuan.


(3)

ABSTRACT

Cicilia Viranti. 2016. Problem Posing Ability of Class X of El Shadai Magelang Senior High School in The Academic Year 2014/2015 on The Topic of Quadratic Equation and Quadratic Function. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. Yogyakarta.

The aims of the study were to identify and describe the abilities of students in posing problems on the topic of Quadratic Equation and Quadratic Function based on Bloom’s taxonomy (revised edition) and also to identify the types of knowledge involved in the student generated-problems based on knowledge dimensions of Bloom’s taxonomy (revised edition) . Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation of the given problems. The instruments used in this study were problem sheets, student worksheets and interviews.

This was a descriptive qualitative research study. Subjects in this study were 5 students in grade 10 of SMA El Shadai Magelang of the academic year 2014/2015. The students (given initials as SW1, SW2, SW3, SW4 and SW5) were enrolled in the advanced mathematical courses in order to prepare them to compete in the Mathematics olympiad. The subjects were novice problem posers as they were not given any training in problem posing skills.Apart from their classroom experience in asking questions, they were not given any specific training. The methods used in this study were using problem posing worksheets and interviewing the subjects. Students also solved their own problems. The instruments were empirically tested using five students whose intellegence levels were equal or not far from the students that were as subjects. The interviews were done after the subjects had finished doing their tasks in generating the new problems for all types of problem posing.

From the analysis of the research data, it can be concluded that:

1. In pre-solution posing, all students generated new problems in varying ability levels. SW1 was at the level of remember (C1), SW2, SW3 and SW4 were at the level of analyze (C4), SW5 were at the level of create (C6). In within-solution posing only SW1 who generated new problem and SW1 was at the level of evaluate (C5). SW3 was at the level of C0 due his inability in solving the stimulus problem and inability to generate new problem in order to help solving the stimulus problem. SW2, SW4 and SW5 solved the stimulus problem perfectly so that they did not generate new problem, so the level of problem posing cannot be analyzed. In post-solution posing SW1 was at the


(4)

level of understand (C2), SW2 was at the level of apply (C3), SW3 was at the level of create (C6), SW4 and SW5 were at the level of evaluate (C5).

2. Eight of 11 generated-problems cannot be analyzed for the types of the knowledge demands due to the fact that the generated-problems were statements or unsolvable mathematical problems. It was observed that the high number of unsolvable problems was due to the unclear wording in the problem and important assumptions were not stated. Only 3 problems with codes SW3.1, SW5.1 and SW3.3 required factual, conceptual, and procedural knowledge. None of the generated-problems required metacognitive knowledge.

Key Words: problem posing ability, types of knowledge, Bloom’s taxonomy revised edition, knowledge dimension.


(5)

KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: Cicilia Viranti NIM : 091414052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(6)

i

KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: Cicilia Viranti NIM : 091414052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(7)

s I{R{}'SI

KEllTAlr$Fi.lA'\i

f!tr#si.flf

iuc.9r\€ sis\.4,'A KELAS

x shl1

Et- sHAtr)Ax

IiiACELANG T'AI{tjFi F'IILA.}AF{,NN 2S14!2815 PADA P{}KOK BAHASAN

PE,RSAMAAN

$AI{

F'UI!{GSI KUADRAT

D<lsen Pembimbing

fr<

ffi#:"ffii

4{'tttrut:ff\+o::

PW*

p

/t,ff,""1*r:",\\

b

hffib

&We

?* #

#,ffis

*5

F**

^

-#=

?gH*KFC*


(8)

(9)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur karya sederhana ini ku persembahkan untuk Bapa Yang Maha Baik, keluargaku yang kusayangi dan seseorang yang kukasihi, Irfan Dicki Hermanto.


(10)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 Juni 2016 Penulis,


(11)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Cicilia Viranti

Nomor Mahasiswa : 091414052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT

Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal: 7 Juni 2016

Yang menyatakan


(12)

vii

ABSTRAK

Cicilia Viranti. 2016. KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat soal (problem posing) pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat berdasarkan taksonomi Bloom edisi Revisi, dan mengidentifikasi jenis pengetahuan yang dituntut dari soal-soal yang dibuat siswa berdasarkan dimensi pengetahuan. Problem posing merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal, lembar kerja siswa dan wawancara.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun ajaran 2014/2015. Siswa-siswa tersebut diberi inisial SW1, SW2, SW3, SW4 dan SW5. Kelima siswa tersebut tergabung dalam kelas persiapan olimpiade Matematika. Subjek-subjek ini tidak diberikan latihan problem posing terlebih dahulu. Mereka hanya mendapatkan pengalaman mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran di kelas saja. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kerja pengajuan soal dan wawancara terhadap 5 siswa. Siswa juga dituntut untuk membuat penyelesaian dari soal yang mereka buat. Instrumen diujicobakan kepada 5 siswa di sekolah lain yang berdasarkan pencermatan peneliti, mereka memiliki kemampuan dalam bidang matematika yang setara atau tidak jauh beda dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan soal rangsangan dan mengajukan soal-soal untuk semua tipe problem posing.

Dari analisis data penelitian diperoleh hasil bahwa:

1. Pada lembar kerja pre-solution posing, semua siswa mengajukan soal dengan level kemampuan problem posing berbeda-beda. SW1 berada pada level mengingat (C1), SW2, SW3 dan SW4 pada level menganalisis (C4), dan SW5 pada level mencipta (C6). Pada within-solution posing, hanya SW1 yang mengajukan soal dan berada pada level mengevaluasi (C5). SW3 berada pada level C0 karena tidak dapat mengerjakan soal stimulus dan tidak membuat soal bantuan. SW2, SW4, dan SW5 dapat mengerjakan soal dengan baik dan tidak muncul soal bantuan, sehingga level kemampuan problem


(13)

viii

posing dari ketiga siswa tersebut tidak dapat ditentukan. Pada post-solution posing SW1 berada pada level memahami (C2), SW2 pada level menerapkan (C3), SW3 pada level mencipta (C6), SW4 dan SW5 pada level mengevaluasi (C5).

2. Dari 11 soal yang dibuat oleh 5 siswa tersebut, 8 diantaranya tidak dapat ditentukan jenis pengetahuan yang dituntut karena soal-soal tersebut berupa pernyataan atau soal-soal matematika yang tidak dapat diselesaikan. Soal-soal tersebut sebagian besar disebabkan karena kalimat yang tidak jelas dan unsur-unsur penting yang tidak dicantumkan. Tiga soal yang lain yaitu soal dengan kode SW3.1, SW5.1 dan SW3.3 menuntut pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Tidak ada satu soal yang menuntut pengetahuan metakognitif. Kata Kunci : kemampuan problem posing, jenis pengetahuan, taksonomi Bloom edisi revisi, dimensi pengetahuan.


(14)

ix

ABSTRACT

Cicilia Viranti. 2016. Problem Posing Ability of Class X of El Shadai Magelang Senior High School in The Academic Year 2014/2015 on The Topic of Quadratic Equation and Quadratic Function. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. Yogyakarta.

The aims of the study were to identify and describe the abilities of students in posing problems on the topic of Quadratic Equation and Quadratic Function based on Bloom’s taxonomy (revised edition) and also to identify the types of knowledge involved in the student generated-problems based on knowledge dimensions of Bloom’s taxonomy (revised edition) . Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation of the given problems. The instruments used in this study were problem sheets, student worksheets and interviews.

This was a descriptive qualitative research study. Subjects in this study were 5 students in grade 10 of SMA El Shadai Magelang of the academic year 2014/2015. The students (given initials as SW1, SW2, SW3, SW4 and SW5) were enrolled in the advanced mathematical courses in order to prepare them to compete in the Mathematics olympiad. The subjects were novice problem posers as they were not given any training in problem posing skills.Apart from their classroom experience in asking questions, they were not given any specific training. The methods used in this study were using problem posing worksheets and interviewing the subjects. Students also solved their own problems. The instruments were empirically tested using five students whose intellegence levels were equal or not far from the students that were as subjects. The interviews were done after the subjects had finished doing their tasks in generating the new problems for all types of problem posing.

From the analysis of the research data, it can be concluded that:

1. In pre-solution posing, all students generated new problems in varying ability levels. SW1 was at the level of remember (C1), SW2, SW3 and SW4 were at the level of analyze (C4), SW5 were at the level of create (C6). In within-solution posing only SW1 who generated new problem and SW1 was at the level of evaluate (C5). SW3 was at the level of C0 due his inability in solving the stimulus problem and inability to generate new problem in order to help solving the stimulus problem. SW2, SW4 and SW5 solved the stimulus problem perfectly so that they did not generate new problem, so the level of problem posing cannot be analyzed. In post-solution posing SW1 was at the


(15)

x

level of understand (C2), SW2 was at the level of apply (C3), SW3 was at the level of create (C6), SW4 and SW5 were at the level of evaluate (C5).

2. Eight of 11 generated-problems cannot be analyzed for the types of the knowledge demands due to the fact that the generated-problems were statements or unsolvable mathematical problems. It was observed that the high number of unsolvable problems was due to the unclear wording in the problem and important assumptions were not stated. Only 3 problems with codes SW3.1, SW5.1 and SW3.3 required factual, conceptual, and procedural knowledge. None of the generated-problems required metacognitive knowledge.

Key Words: problem posing ability, types of knowledge, Bloom’s taxonomy revised edition, knowledge dimension.


(16)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap cinta kasih Tuhan atas karunia dan berkah yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

Di dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala yang dihadapi peneliti, namun semua itu mampu diselesaikan penulis dengan baik karena ada dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih oleh penulis disampaikan kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan;

2. Bapak Dr. Marcelinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA;

3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika;

4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mambimbing penulis dengan penuh kesabaran dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi;

5. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma;


(17)

xii

6. Ibu Dwiana Retno W, S. Pd. Terima kasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan;

7. Siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015; 8. Orangtuaku serta kakak-kakakku atas dukungan, doa, semangat, dan cinta

kasih;

9. John Prskalo, Nathaniel Tuohy, Yohanes Prian Budi, Christina Eli Indriyani, Retha Monica, Cilvia Oktavelani, Risko Wicaksono, Thomas Iskandar Kurniawan, Mbak Fitri, Andrias Pradah, Allexander Gumawang dan Elizabet Ananda Putri atas bantuan dan waktu yang diluangkan.

10.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2009, terima kasih untuk kebersamaannya selama ini;

11.Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dan mengembangkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca, khususnya bagi para calon guru matematika.

Yogyakarta, 7 Juni 2016 Penulis


(18)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Batasan Masalah ... 6

F. Batasan Istilah ... 6

G. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II ... 8

A. Pembelajaran Matematika ... 8

1. Belajar ... 8

2. Pembelajaran ... 9


(19)

xiv

4. Pembelajaran Matematika ... 11

B. Problem Posing ... 13

1. Pre-solution Posing ... 16

2. Within-solution Posing ... 17

3. Post-solution Posing ... 18

C. Taksonomi Pendidikan ... 24

1. Taksonomi Bloom Ranah Kognitif ... 25

2. Taksonomi Bloom Edisi Revisi ... 26

3. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Revisi ... 32

D. Persamaan dan Fungsi Kuadrat ... 37

1. Persamaan Kuadrat ... 37

2. Fungsi Kuadrat ... 44

E. Kerangka Berpikir ... 51

BAB III ... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 53

D. Bentuk Data ... 53

E. Instrumen Penelitian ... 54

F. Teknik Pengumpulan Data ... 58

G. Validasi Instrumen ... 58

H. Metode Analisis Data ... 59

BAB IV ... 62

A. Pelaksanaan Penelitian ... 62

B. Hasil Observasi ... 62

C. Penyajian Data ... 63

D. Analisis Data ... 82


(20)

xv

BAB V ... 140

A. Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Berdasarkan Taksonomi Bloom Edisi Revisi ... 140

B. Jenis Soal Siswa Berdasarkan Dimensi Pengetahuan ... 160

BAB VI ... 166

A. Kesimpulan ... 166

B. Saran ... 168

DAFTAR PUSTAKA ... 170


(21)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan

Pengajuan Soal Matematika menurut Ban Har (2009) ... 18

Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif ... 30

Tabel 2.3. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan D ... 45

Tabel 2.4. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan c ... 46

Tabel 4.1. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 1 ... 63

Tabel 4.2. Deskripsi Jawaban Siswa dari Lembar Kerja 2 ... 66

Tabel 4.3. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 2 ... 70

Tabel 4.4. Deskripsi Jawaban Siswa dari Lembar Kerja 3 ... 70

Tabel 4.5. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 3 ... 76

Tabel 4.6. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Pre-solution Posing... 107

Tabel 4.7. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Within-solution Posing110 Tabel 4.8. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Post-solution Posing . 112 Tabel 4.9. Topik-topik Data Jenis Soal ... 118

Tabel 4.10.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Pre-solution Posing ... 126

Tabel 4.11.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Within-solution Posing ... 128

Tabel 4.12.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Post-solution Posing ... 129

Tabel 4.13.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Pre-Solution Posing ... 131

Tabel 4.14.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Within-Solution Posing ... 133

Tabel 4.15.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Post-Solution Posing... 135

Tabel 4.16.Indikator Jenis Soal berdasarkan Dimensi Pengetahuan ... 137

Tabel 4.17.Hasil Analisis Jenis Soal ... 138


(22)

xvii

Tabel 5.2. Pembahasan SW1 Tipe Within-Solution Posing ... 143 Tabel 5.3. Pembahasan SW1 Tipe Post-Solution Posing ... 144 Tabel 5.4. Pembahasan SW2 Tipe Pre-Solution Posing... 145 Tabel 5.5. Pembahasan SW2 Tipe Within-Solution Posing ... 147 Tabel 5.6. Pembahasan SW2 Tipe Post-Solution Posing ... 148 Tabel 5.7. Pembahasan SW3 Tipe Pre-Solution Posing... 149 Tabel 5.8. Pembahasan SW3 Tipe Within-Solution Posing ... 150 Tabel 5.9. Pembahasan SW3 Tipe Post-Solution Posing ... 150 Tabel 5.10. Pembahasan SW4 Tipe Pre-Solution Posing... 151 Tabel 5.11. Pembahasan SW4 Tipe Within-Solution Posing ... 153 Tabel 5.12. Pembahasan SW4 Tipe Post-Solution Posing ... 153 Tabel 5.13. Pembahasan SW5 Tipe Pre-Solution Posing... 155 Tabel 5.14. Pembahasan SW5 Tipe Within-Solution Posing ... 156 Tabel 5.15. Pembahasan SW5 Tipe Post-Solution Posing ... 157


(23)

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi ... 26 Bagan 4.1. Kategorisasi Data Pre-solution Posing ... 122 Bagan 4.2. Kategorisasi Data Within-solution Posing ... 123 Bagan 4.3. Kategorisasi Data Post-solution Posing... 124 Bagan 4.4. Kategorisasi Data Jenis Soal ... 125


(24)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tabel Dimensi Taksonomi Bloom ... 25 Gambar 4.1. Soal Buatan SW1 pada Lembar Kerja 1... 85 Gambar 4.2. Soal Buatan SW1 pada Lembar Kerja 3... 87 Gambar 4.3. Jawaban Soal SW4 pada Lembar Kerja 1 ... 97 Gambar 4.4. Jawaban SW4 untuk soal pada Lembar Kerja 2 ... 99 Gambar 4.5. Soal Revisi SW4 pada Tipe Post-Solution Posing ... 102 Gambar 4.6. Jawaban SW3 untuk Soal pada Lembar Kerja 2 ... 105


(25)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Surat Ijin Penelitian ... 175 Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 176 Silabus Tahun Ajaran 2014/2015 ... 177 Foto-foto Penelitian... 184 Lampiran B : Lembar Kerja 1 ... 188 Lembar Kerja 2 ... 189 Kunci Jawaban Lembar Kerja 2 ... 191 Lembar Kerja 3 ... 193 Kunci Jawaban Lembar Kerja 3 ... 195 Lampiran C : Transkrip Wawancara ... 200 Lampiran D : Deskripsi Jawaban Siswa ... 223 Topik-topik Data ... 240 Revisi Soal–soal Siswa dan Penyelesaiannya ... 251 Lampiran E : Lembar Jawab dan Pengajuan Soal Siswa ... 261 Lembar Validasi ... 302


(26)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat bergantung pada sumber daya manusia (SDM). Pengembangan SDM dilakukan untuk membentuk manusia yang berkualitas, memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang teknologi yang salah satunya didapat melalui pendidikan.

Matematika sangat diperlukan untuk mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan termasuk teknologi komputer yang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya mengapa matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya berperan penting dalam memberikan sumbangan signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus pembangunan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mulai dari hal-hal sederhana hingga masalah yang kompleks dan abstrak seperti penerapan analisis numerik.

Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kreatif, maka mereka tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi tantangan perkembangan teknologi tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan umum diberikannya Matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah


(27)

dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika, yaitu untuk:

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Selama ini pembelajaran matematika dilaksanakan secara konvensional yaitu guru ditempatkan sebagai pelaku utama pembelajaran dan siswa diam mendengar dan mencatat materi yang diberikan guru. Padahal siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuannya, menemukan, menyelidiki, serta mengungkapkan segala hasil olahan atau pengetahuan yang diterimanya selama pembelajaran.

Banyak sekali metode yang telah ditemukan oleh para ahli dan para peneliti yang terbukti meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan sejumlah guru dalam menguasai metode serta kurangnya kesadaran dan keberanian untuk mencoba metode-metode pembelajaran baru menjadi salah satu kendala tidak terwujudnya pembelajaran yang mumpuni bagi peserta didik. Dikarenakan hal tersebut, seringkali terjadi siswa dapat mengerjakan soal matematika tetapi mereka tidak memahami konsep materi yang dipelajari.


(28)

Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui aktivitas-aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Salah satunya menggunakan pendekatan problem posing supaya siswa melakukan proses yang disebut belajar bermakna yaitu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah dan memahami konsep-konsep baru. Siswa diharapkan dapat mentransfer pengetahuannya pada masalah-masalah baru dan situasi-situasi belajar yang baru pula, dan memperhatikan informasi yang relevan serta memahaminya. Belajar bermakna menghadirkan pengetahuan dan proses-proses kognitif yang dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah terjadi ketika siswa menggagas cara untuk mencapai tujuan yang belum pernah dicapai, yakni mengerti bagaimana cara mengubah keadaan menjadi keadaan yang diinginkan (Duncker, 1945; Mayer, 1992). Dalam penyelesaian masalah ini terdapat dua komponen pokok, yakni gambaran masalah (siswa menggambarkan masalahnya dalam mentalnya) dan solusi (siswa membuat rencana penyelesaian masalah dan melaksanakannya) (Mayer, 1992).

Berdasarkan pengalaman kegiatan PPL (Program Pengalaman Lapangan) yang peneliti dapatkan di SMA BOPKRI II Yogyakarta, guru Matematika kelas XII menerapkan pendekatan problem posing disela-sela metode konvensional/ceramah pada pembelajaran integral. Metode

problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal)


(29)

secara mandiri. Dari hasil pengamatan peneliti, pendekatan problem posing terlihat dapat memotivasi siswa dalam belajar matematika sekaligus membantu siswa lebih cepat memahami konsep integral.

Menurut Edward A. Silver, problem posing merupakan ciri khas dari kegiatan kreatif atau kemampuan matematis yang istimewa. Dari sinilah peneliti memilih SMA El Shadai Magelang untuk diteliti karena sekolah ini mengadakan kelas khusus persiapan olimpiade Matematika yang pada tahun pelajaran 2014/2015 terdiri dari 2 siswa kelas XI dan 5 siswa kelas X. Siswa-siswa yang tergabung di dalam kelompok olimpiade ini dipilih oleh guru berdasarkan prestasi mereka di bidang Matematika dan memiliki minat pada Matematika. Siswa-siswa yang tergabung di kelas olimpiade dianggap memiliki kemampuan matematis yang baik.

Pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat dipilih karena terdapat berbagai macam persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan dan fungsi kuadrat. Seperti permasalahan pada bidang ekonomi yaitu menghitung laba maksimum atau menghitung banyaknya barang yang akan diproduksi untuk mendapatkan laba yang diinginkan.

Masalah tersebut harus diterjemahkan ke dalam model matematika terlebih dahulu. Kemudian persamaan tersebut diselesaikan dan hasilnya perlu disesuaikan dengan tuntutan dari permasalahan tersebut.

Dari uraian tersebut maka peneliti mencoba menerapkan metode


(30)

persamaan kuadrat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI

KUADRAT”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

Masih ada siswa SMA yang kesulitan dalam mengerjakan soal pada materi persamaan dan fungsi kuadrat, dan ada siswa SMA yang dapat mengerjakan soal hanya dari menghafal rumus dan menghafal soal tanpa memahami konsep dari materi. Padahal penguasaan konsep materi sangat penting karena dapat dimanfaatkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tingkat kemampuan kognitif siswa berdasarkan

problem posing yang dihasilkan siswa pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat?

2. Pengetahuan apa sajakah yang dituntut dalam soal-soal yang diajukan siswa (menurut dimensi pengetahuan)?


(31)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat kemampuan problem posing siswa pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat.

2. Mengetahui jenis pengetahuan yang dituntut pada soal yang diajukan siswa berdasarkan dimensi pengetahuan.

E. Batasan Masalah

Berdasarkan beberapa masalah yang telah diidentifikasi, maka penelitian ini dibatasi pada pendekatan pembelajaran problem posing pada siswa-siswa olimpiade kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015.

F. Batasan Istilah

1. Kemampuan (Ability)

Kemampuan adalah kecakapan atau potensi seorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan suatu pekerjaan.

2. Problem Posing

Problem posing terdiri dari dua kata yaitu “problem” yang berarti masalah dan “pose” yang berarti mengajukan. Jadi problem posing


(32)

3. Fungsi dan Persamaan Kuadrat

1. Persamaan Kuadrat

Persamaan kuadrat didefinisikan sebagai kalimat terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan (=) dan pangkat tertinggi dari variabelnya adalah dua. Bentuk umum persamaan kuadrat dalam adalah dengan dan dan . 2. Fungsi Kuadrat

Fungsi kuadrat adalah suatu fungsi yang dapat dinyatakan dalam bentuk .

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain sebagai berikut : 1. Bagi Siswa

Siswa dapat lebih memahami pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat dengan mengkonstruksi pengetahuan yang didapatnya melalui pengajuan soal.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang model-model pembelajaran sehingga dapat digunakan sebagai bekal peneliti untuk mengajar dikemudian hari.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk koleksi-koleksi penelitian dalam bidang pendidikan matematika.


(33)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika 1. Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2010: 45), belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku. Gagne (1984, Ratna Wilis Dahar, 2011: 2) menyatakan bahwa belajar sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Menurut Sardiman (2007: 20) belajar merupakan rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses perubahan persepsi dan tingkah laku menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.


(34)

2. Pembelajaran

Belajar tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran karena merupakan bagian dari pembelajaran. Menurut Gagne dan Biggs (Tengku Zahara Djaafar, 2001: 2) pembelajaran adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Mohammad Uzer Usman (2006: 4) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian interaksi guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah usaha dari guru untuk membuat peserta didik belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang belajar, dimana perubahan itu terjadi dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.


(35)

3. Matematika

Sujono (1988: 4) menguraikan pemahaman matematika sebagai berikut:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik.

2. Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi.

3. Matematika membantu orang dalam menginterpretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.

4. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan.

5. Matematika berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.

6. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang. Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244 dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner (1988: 430 dalam Mulyono Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Menurut


(36)

Hamzah B. Uno (2011: 129-130) matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri dan analisis.

4. Pembelajaran Matematika

Matematika yang dipelajari oleh peserta didik selama ini adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan ditingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Erman Suherman, dkk, 2003: 55).

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 388), matapelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Logika 2. Aljabar 3. Geometri 4. Trigonometri 5. Kalkulus


(37)

Jadi pembelajaran matematika di SMA adalah proses interaksi antara peserta didik dengan guru agar dapat belajar mengenai bilangan, aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, serta statistika dan peluang dengan baik.

Tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 388) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


(38)

Berdasarkan tujuan tersebut dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran matematika, peserta didik tidak hanya menghafal fakta dan teori, tetapi lebih diarahkan pada pemahaman konsep matematika atas dasar pemikiran yang logis, rasional dan sistematis. Guru sebagai pendidik hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir peserta didik untuk membantu peserta didik mengetahui aturan-aturan yang relevan yang didasarkan pada konsep-konsep yang diperoleh dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah.

B. Problem Posing

Brown dan Walter (1990) menyatakan bahwa pada tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan matematika). Model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Problem posing

dapat dikatakan sebagai bagian yang penting dalam disiplin matematika. Sesuai dengan pendapat Silver, et al (1996: 293) yang mengemukakan

bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking”. Ia juga


(39)

problems and the re-formulation of the given problem”. Problem posing

merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Souto-Manning (2010: 37) menyimpulkan bahwa problem posingmerupakan aktivitas “pose problem as they try to understand the situation”. Siswa mengajukan pertanyaan

dari situasi yang telah ia pahami.

Even the most routine of mathematical activities can be constructed into a worthwhile mathematical experience when posed in such a way as to engage students in mathematical inquiry (Butts, 1980; Schoenfeld, 1989).

Dalam problem posing, siswa dilibatkan dalam menanyakan asal-usul ide-ide dari sebuah masalah, atau dalam mempertimbangkan apa yang mungkin timbul ketika soal tersebut dimodifikasi atau dikembangkan (English, 1997).

Problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Pendekatan problem posing tradisional dimulai dengan guru memberikan masalah (pose a problem) kemudian siswa menyelesaikan masalah tersebut, dan kemudian siswa diminta untuk membuat soal sendiri. Pendekatan pembelajaran problem posing memiliki karakter pembelajaran konstruktivisme dimana kegiatan pengajuan masalah ini memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa


(40)

untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan perkembangan dan kemampuan berpikirnya. Proses ini dilakukan siswa dengan cara mengkaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan (respon). Pertanyaan atau respon yang muncul sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya.

Pengertian problem posing tidak terbatas pada pembentukan soal yang baru, tetapi dapat berarti mereformulasi soal-soal yang diberikan. Terdapat beberapa cara pembentukan soal baru dari soal yang diberikan, misalnya dengan mengubah atau menambah data atau informasi pada soal itu, misalnya mengubah bilangan, operasi, objek, syarat, atau konteksnya. Hal itu sesuai dengan pengertian problem posing yang dikemukakan Silver (1996). Ia mendefinisikan problem posing sebagai pembuatan soal baru oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan.

Brown dan Walter (1990) menjelaskan bahwa perumusan soal dalam pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kegiatan kognitif, yaitu:

a. Accepting (menerima)

Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima dan memahami situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang sudah ditentukan.

b. Challenging (menantang)

Tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa dimana siswa merasa tertantang dalam rangka perumusan soal dari situasi-situasi yang sudah ditentukan.


(41)

Moses (dalam Brown dan Walter, 1993: 187) menyatakan bahwa “...

in a problem posing environment, there is no one right answer. Students were willing to take risks, to pose what they considered to be interesting variations of the problem...“ yang berarti dalam lingkungan problem posing tidak ada satu jawaban yang benar, siswa bersedia mengambil resiko, untuk membuat/memunculkan apa yang mereka anggap menjadi variasi yang menarik dari masalah. Berdasarkan pernyataan ini, problem posing mengajak siswa untuk berani mengambil resiko tanpa mempedulikan apakah jawabannya benar atau tidak terlebih dahulu yang terpenting adalah berusaha memposisikan diri sebagai orang yang mampu menyesaikan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu.

Silver (Silver dan Cai 1996: 523) pengajuan soal dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda yakni (1) Pre-solution posing, (2) within-solution posing, dan (3) post-solution posing.

1. Pre Solution Posing

Pre-solution posing yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi yang diadakan atau informasi yang diberikan. Proses memformulasikan kembali masalah matematika dengan kata-kata sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Siswa hanya diberikan situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal/masalah. Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan perumusan masalah/soal dalam pembelajaran matematika, Walter dan


(42)

Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun melalui beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan, teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal. Sedangkan English (1998) membedakan dua macam situasi atau konteks, yaitu konteks formal bisa dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau dalam kalimat verbal, dan konteks informal berupa permainan dalam gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus. Siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan demikian, masalah matematika yang diajukan oleh siswa mengacu pada situasi yang telah disiapkan oleh guru dan murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan.

2. Within-solution Posing

Within-solution posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal menjadi sub-sub pertanyaan baru. Dapat pula diartikan sebagai perumusan masalah matematika sederhana atau perumusan ulang masalah yang telah diberikan dengan beberapa cara dalam rangka menyelesaikan masalah yang rumit. Dengan demikian, pembuatan soal akan mendukung penyelesaian soal semula. Untuk membuat soal baru dari soal yang sudah ada, siswa harus mengenali struktur matematis dari soal-soal tersebut, dan menempatkannya pada ciri kontekstual serta mengutamakan elemen-elemen struktural. Itulah mengapa mereka


(43)

harus mengkonstruksi model atau representasi dari ide-ide matematis dan bagaimana mereka menghubungkannya.

3. Post-solution Posing

Strategi ini juga disebut sebagai strategi “find a more

challenging problem”. Siswa memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru yang lebih menantang. Pembuatan soal demikian merujuk pada strategi “what-if-not …?” atau ”what happen if …”.

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal dengan strategi itu adalah sebagai berikut,

a. Mengubah informasi atau data pada soal semula. b. Menambah informasi atau data pada soal semula.

c. Mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan kondisi atau situasi soal semula.

d. Mengubah situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula.

Table 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan Pengajuan Soal Matematika Menurut Ban Har (2009)

Inovasi dalam cerita Inovasi dalam pengajuan soal

Ciri/keistimewaan soal

Substitution

menceritakan cerita yang sama dengan sedikit perubahan seperti nama, objek, tempat.

Replacement

mengajukan soal yang sama tapi mengganti jumlah

(amounts/quantities), gambar, bentuk, unit, dll.

Soal digunakan untuk


(44)

Inovasi dalam cerita Inovasi dalam pengajuan soal Ciri/keistimewaan soal Addition– menceritakan cerita yang sama tetapi menambah deskripsi, dialog atau kejadian-kejadian

Addition– mengajukan soal yang sama tetapi memberikan batasan atau menambah tantangan

Soal dikembangkan dan menjadi lebih kompleks

Alteration– membuat perubahan yang memuat reperkusi, contohnya perubahan karakteristik,

memodernisasi latar dan waktu, dan mengubah ending.

Modification

mengambil soal yang sama tetapi

memodifikasi

(memberikan tambahan) soal

Soal akan menjadi benar-benar baru tetapi masih dapat dikerjakan dengan menggunakan penyelesaian dari soal semula sebagai acuan.

Transformation

menceritakan cerita yang sama dengan gaya (genre) yang berbeda.

Contextualizing

membuat soal yang kontekstual atau berkaitan langsung dengan kehidupan siswa.

Masalah menjadi lebih kontekstual tetapi dasarnya masih sama dengan soal semula.

Change of viewpoint

menceritakan cerita dari sudut pandang tokoh yang berbeda

Turning the problem around atau reversing the problem

mengambil soal yang sama tetapi yang diketahui menjadi yang ditanyakan demikian sebaliknya.

Soal menjadi lebih menarik, menantang dan benar-benar berbeda.

Recycling the plot

menggunakan kembali pola alur pokok

Reformulation

mengajukan soal yang sama dengan tipe berbeda

Soal berbeda tetapi menggunakan pengetahuan dari konsep dan keahlian yang serupa dengan soal semula

Menurut problem posing tipe post-solution, siswa harus dapat memecahkan dan menyelesaikan soal-soal rangsangan dengan baik sebelum dapat melakukan pengajuan soal.

Cara memecahkan masalah terdapat beberapa langkah. Para ahli menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Salah satunya adalah Polya (1985) memaparkan ada empat langkah dalam pemecahan


(45)

masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan, (3) melaksanakan rencana pemecahan, dan (4) memeriksa kembali.

Berikut merupakan penjelasan dari langkah-langkah tersebut: 1. Memahami masalah (understanding problem)

Dalam langkah ini siswa dapat menentukan apa yang diketahui dalam soal tersebut dan menentukan apa yang ditanyakan.

2. Menyusun rencana pemecahan (devising a plan)

Dalam langkah ini siswa harus menyusun rencana pemecahan, yaitu dengan cara melihat dari kondisi soal kemudian mempersiapkan strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3. Melaksanakan rencana pemecahan (carrying out the plan)

Dalam langkah ini siswa melaksanakan rencana pemecahan masalah yang merupakan tindak lanjut dari langkah kedua. Disini siswa menjalankan strategi yang telah disiapkan untuk menyelesaikan masalah.

4. Memeriksa kembali (looking back)

Dalam langkah ini dilaksanakan untuk melihat bahwa untuk setiap langkah dalam menyelesaikan masalah adalah sudah benar.

Dalam proses pemecahan masalah, terdapat beberapa indikator untuk mengetahui kemampuan dalam memecahkan masalah. Menurut NCTM (1989: 209) indikator kemampuan memecahkan masalah adalah sebagai berikut:


(46)

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

2. Merumuskan masalah secara matematik atau menyusun model matematik.

3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika.

4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal 5. Menggunakan matematika secara bermakna.

Silver dan Cai (1996: 526) mengemukakan bahwa respon siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru bisa dikategorikan menjadi 3 kemungkinan, yaitu:

1. Pertanyaan Matematika (Soal Matematika)

Respon siswa dalam bentuk pertanyaan (soal) matematika yang diajukan mengandung masalah matematik yang berkaitan dengan situasi yang diberikan.Pertanyaan (soal) matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan (soal) matematika yang dapat diselesaikan adalah pertanyaan (soal) yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan (soal) matematika yang dapat diselesaikan


(47)

juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.

2. Pertanyaan Non-Matematika (Bukan Soal Matematika)

Pertanyaan yang diajukan tidak mengandung masalah matematik atau tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang terkandung dalam situasi yang diberikan.

3. Pernyataan

Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah juga tidak mengandung masalah matematik maupun persoalan non-matematik.

Persoalan-persoalan yang diajukan para siswa akan bervariasi berdasarkan level matematis dan seberapa luas pengetahuan matematika mereka dan berapa banyak pengetahuan mereka tentang matematika.

Untuk menilai tugas problem posing yang dibuat oleh siswa menurut Silver & Cai (2005 :131) terdapat tiga kriteria, yaitu :

a. Kuantitas

Kriteria ini menilai banyaknya masalah atau soal yang dihasilkan oleh siswa.

b. Keaslian Soal (Orisinalitas)

Keaslian soal berkaitan dengan ide perumusan soal. c. Kompleksitas Soal


(48)

1) Soal Matematika

Soal matematika adalah soal yang memuat masalah matematika. Soal matematika diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu :

a) Soal matematika yang dapat diselesaikan

Soal matematika yang dapat diselesaikan adalah soal yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang telah ada untuk diselesaikan, atau juga soal tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Kategori ini juga dibedakan atas dua hal, yaitu soal yang memuat informasi baru dan soal yang tidak memuat informasi baru

b) Soal matematika yang tidak dapat diselesaikan.

Soal Matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah soal yang tidak memiliki kecukupan unsur-unsur yang diketahui. 2) Soal bukan Soal Matematika

Soal bukan soal matematika adalah soal yang tidak mengenai masalah matematika atau tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.

3) Pernyataan

Pernyataan adalah kalimat bersifat ungkapan yang tidak memuat pertanyaan.


(49)

Adapun keunggulan-keunggulan pendekatan problem posing yaitu: 1. Komunikasi terjadi dua arah, baik antara siswa dengan guru maupun

antara siswa dengan siswa;

2. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator serta moderator;

3. Siswa mendapatkan konsep dari kegiatan belajar mandirinya, karena mendapatkan informasi baru yang belum diketahuinya;

4. Siswa mengungkapkan pendapatnya, menganalisis soal, merumuskan soal, kemudian menyelesaikan soal-soal yang diajukannya sendiri; 5. Siswa melihat merencanakan, kemudian mengajukan masalah (soal)

sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

C. Taksonomi Pendidikan

Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut ciri-ciri tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan, digunakan untuk klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan dalam tiga klasifikasi umum atau ranah (domain), yaitu: (1) ranah kognitif, berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada kemampuan berpikir; (2) ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati; dan (3) ranah psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik atau penggunaan otot kerangka).


(50)

1. Taksonomi Bloom pada Ranah Kognitif

Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum di seluruh dunia (Chung, 1994; Lewy dan Bathory, 1994; Postlethwaite, 1994). Taksonomi Bloom mengklasifikasikan perilaku menjadi enam kategori, dari yang sederhana (mengetahui) sampai dengan yang lebih kompleks (mengevaluasi). Ranah kognitif terdiri atas (berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks).

Taksonomi Bloom ranah kognitif berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks diilustrasikan seperti pada gambar.

Gambar 2.1Tabel Dimensi Taksonomi Bloom oleh Gunawan dan Palupi (2012)


(51)

2. Taksonomi Bloom Edisi Revisi

Perubahan dari kerangka pikir asli ke revisinya diilustrasikan seperti pada bagan berikut ini,

Bagan 2.1. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi (Anderson dan Krathwohl, 2001: 268)

Pengertian Dimensi Kognitif menurut Anderson dan Krathwohl (2001:66-88) yakni:

(a) Mengingat

Mengenal dan mengingat pengetahuan yang relevan dari ingatan jangka panjang (menjelaskan jawaban faktual, menguji ingatan, pengenalan). Kategori mengingat terdiri dari proses kognitif

recognizing (mengenal kembali) dan recalling (mengingat).

Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang Kata Benda

Dimensi Pengetahuan

Dimensi Proses Kognitif Pengetahuan

Aplikasi

Evaluasi Sintesis Analisis

Pemahaman Mengingat

Memahami Mengaplikasikan

Menganalisis Mengevaluasi

Mencipta Dimensi tersendiri


(52)

relevan dari memori jangka panjang kemudian membandingkannya dengan informasi yang tersaji. Dalam

recognizing, siswa mencari potongan informasi dalam memori jangka panjang yang identik atau hampir sama dengan informasi yang baru disampaikan. Ketika menemui informasi baru, siswa menentukan mana informasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh kemudian mencari yang cocok.

Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah pertanyaan. Dalam recalling, siswa mencari sebagian informasi dalam memori jangka panjang, kemudian membawanya untuk mengerjakan memori dimana informasi ini dapat diproses.

(b) Memahami

Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk lisan, tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka mampu menentukan hubungan antara pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu.

(c) Menerapkan

Menggunakan prosedur melalui eksekusi atau implementasi (Memahami kapan menerapkan, mengapa menerapkan, dan mengenali pola penerapan ke dalam situasi baru, tidak biasa dan


(53)

agak berbeda atau berlainan). Eksekusi lebih cenderung kepada kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma daripada kemampuan teknik dan metode. Implementasi berhubungan dengan teknik dan metode daripada skill dan algoritma.

(d) Menganalisis

Membagi materi dalam beberapa bagian, menentukan hubungan antara bagian atau secara keseluruhan dengan melakukan penurunan, pengelolaan, dan pengenalan atribut. Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. (e) Menilai atau Mengevaluasi

Membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar melalui pengecekan dan kritik (memecahkan ke dalam bagian, bentuk dan pola). Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu. Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan memberikan penilaian


(54)

terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari checking

(mengecek) dan critiquing (mengkritik). Cheking adalah kemampuan untuk mengetes konsistensi internal atau kesalahan pada operasi atau hasil dan mendeteksi keefektifan prosedur yang digunakan. Critiquing adalah kemampuan memutuskan hasil atau operasi berdasarkan kriteria dan standar tertentu serta mendeteksi apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang benar. (f) Menciptakan

Mengembangkan ide, produk, atau metode baru dengan cara menggabungkan unsur-unsur untuk membentuk fungsi secara keseluruhan dan menata kembali unsur-unsur menjadi pola atau struktur baru melalui perencanaan, pengembangan, dan produksi (Menggabungkan unsur-unsur ke dalam bentuk atau pola yang sebelumnya kurang jelas). Siswa dikatakan mampu mencipta jika dapat membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk atau stuktur yang belum pernah diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses mencipta dapat dipecah menjadi tiga fase yaitu: masalah diberikan, dimana siswa mencoba untuk memahami soal, dan mengeluarkan solusi yang mungkin; perencanaaan penyelesaian, di mana siswa memeriksa kemungkinan dan memikirkan rancangan yang dilaksanakan; dan pelaksanaan penyelesaian, di mana siswa berhasil melaksanakan


(55)

rencana. Karena itu, proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan yang memiliki fase yang berbeda di mana akan muncul kemungkinan penyelesaian yang bermacam-macam sebagaimana yang dilakukan siswa yang mencoba untuk memahami soal (generating). Langkah ini dilanjutkan dengan langkah yang mengerucut, dimana siswa memikirkan metode penyelesaian dan menggunakannya dalam rancangan kegiatan (planning). Terakhir, rencana dilaksanakan dengan cara siswa menyusun penyelesaian (producing).

Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif (Anderson dan Krathwohl, 2001)

Kategori dan Proses

Kognitif Definisi dan Contoh

1. MENGINGATMengambil pengetahuan dari memori jangka panjang 1.1 Mengenali

1.2 Mengingat Kembali

Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut (Misalnya mengenali bentuk persamaan kuadrat atau mengenali gambar fungsi kuadrat). Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (Misal mengingat kembali rumusjumlah akar-akar persamaan kuadrat)

2. MEMAHAMIMengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru 2.1 Menafsirkan

2.2 Mencontohkan 2.3 Mengklasifikasikan 2.4 Merangkum

Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain (Misalnya, membuat model matematika dari suatu masalah)

Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prisnsip (Misalnya, memberi contoh tentang masalah-masalah yang melibatkan persamaan dan fungsi kuadrat)

Menemukan sesuatu dalam satu kategori

(Misalnya, mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang telah diteliti atau dijelaskan) Mengabstraksikan tema umum atau poin(-poin) pokok (Misalnya, mengidentifikasi unsur-unsur


(56)

Kategori dan Proses

Kognitif Definisi dan Contoh

2.5 Menyimpulkan 2.6 Membandingkan (Mengontraskan, memetakan, mencocokkan) 2.7 Menjelaskan

yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal cerita persamaan dan fungsi kuadrat).

Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima (Misalnya menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal dalam soal cerita persamaan dan fungsi kuadrat).

Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya (Misalnya membandingkan penggunaan persamaan kuadrat dalam matematika dan fisika)

Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem (Misalnya, menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa penting pada abad ke-18 di Indonesia)

3. MENGAPLIKASIKANMenerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu

3.1 Mengeksekusi (Melaksanakan) 3.2 Mengimplementasikan

Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier (Misalnya memfaktorkan suatu persamaan kuadrat untuk menemukan akar-akarnya atau membuat sketsa grafik dari persamaan kuadrat ).

Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier (Misalnya , menggunaan diskriminan pada konteks yang tepat). 4. MENGANALISISMemecah-mecah materi menjadi bagian-bagian

penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

4.1 Membedakan

4.2 Mengorganisasi 4.3 Mengatribusikan

Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting (Membedakan grafik fungsi kuadrat dan grafik bukan fungsi kuadrat).

Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur (Misalnya, menentukan unsur-unsur yang diperlukan dalam menggambar grafik fungsi kuadrat)

Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud dibalik materi pelajaran (Misalnya, menunjukkan sudut pandang penulis suatu esai sesuai dengan pandangan politik si penulis) 5. MENGEVALUASIMengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau

standar

5.1 Memeriksa Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau produk; menentukan apakah suatu proses atau produk memiliki konsistensi internal;menemukan efektivitas suatu prosedur


(57)

Kategori dan Proses

Kognitif Definisi dan Contoh

5.2 Mengkritik

yang sedang dipraktikkan (Misalnya, memeriksa kebenaran sebuah pernyataan yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi kuadrat). Menemukan inkosistensi suatu produk dan kriteria eksternal ; menentukan apakah suatu produk memiliki konsistensi eksternal; menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (Misalnya, menentukan suatu metode terbaik dari metode-metode untuk menyelesaikan suatu persamaan kuadrat) 6. MENCIPTAMemadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang

baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. 6.1 Merumuskan

6.2 Merencanakan 6.3 Memproduksi

Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria (Misalnya, membuat hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya suatu fenomenon).

Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas (Misalnya, merencanakan proposal penelitian tentang topik sejarah tertentu). Menciptakan suatu produk untuk suatu tujuan tertentu (Misalnya, membuat penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan materi persamaan dan fungsi kuadrat).

3. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Edisi Revisi

Dimensi pengetahuan (Tabel 2.2) merupakan dimensi tersendiri dalam taksonomi Bloom edisi revisi. Dalam dimensi ini akan dipaparkan empat jenis kategori pengetahuan. Tiga jenis pertama dalam taksonomi revisi ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam taksonomi Bloom, namun mengganti sebagian nama jenisnya dan mengubah sebagian subjenisnya ke dalam kategori-kategori yang lebih umum. Sementara kategori keempat, yaitu pengetahuan metakognitif dan subjenisnya semuanya baru.


(58)

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan oleh para pakar dalam menjelaskan, memahami, dan secara sistematis menata disiplin ilmu mereka. Pengetahuan faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan faktual terbagi menjadi dua subjenis yaitu:

(1) pengetahuan tentang terminologi (contohnya pengetahuan mengenai definisi dan bentuk umum persamaan kuadrat dan fungsi kuadrat, simbol-simbol pokok dan istilah yang digunakan dalam materi persamaan dan fungsi kuadrat, mengenali grafik fungsi kuadrat).

(2) pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang spesifik. Fakta-fakta yang spesifik adalah fakta-fakta yang dapat disendirikan sebagai elemen-elemen yang terpisah dan berdiri sendiri (Pengetahuan tentang unsur-unsur persamaan kuadrat).

b. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan konseptual meliputi skema, model, mental, dan teori yang


(59)

mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling berkaitan secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi bersama. Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu:

(1) pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori (meliputi kategori, kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan dalam pokok bahasan yang berbeda);

(2) pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (Pengetahuan tentang perbedaan persamaan kuadrat dan fungsi kuadrat). Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena atau memecahkan masalah -masalah dalam disiplin ilmu. Salah satu tanda dari seorang ahli pokok bahasan adalah kemampuan untuk mengenali pola-pola yang bermakna (contohnya generalisasi) dan menghidupkan pengetahuan pola-pola yang relevan ini dengan sedikit usaha kognitif; dan

(3) pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori, model, dan struktur.


(60)

c. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural adalah “pengetahuan tentang cara” melakukan sesuatu atau pengetahuan bagaimana seseorang melakukan sesuatu, pengetahuan bagaimana performa seseorang dalam menjalankan langkah-langkah dalam suatu proses. Prosedur berarti tahap demi tahap suatu proses untuk mencapai hasil yang diharapkan. Penguasaan pengetahuan prosedural berarti penguasaan proses. Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang keterampilan, algoritma, teknik, dan metode, yang semuanya disebut dengan prosedur. Pengetahuan prosedural

berkaitan dengan pertanyaan “bagaimana”. Pengetahuan prosedural

ini terbagi menjadi tiga subjenis yaitu:

(1) pengetahuan tentang keterampilan dalam bidang tertentu dan algoritma (Misal pengetahuan tentang berbagai algoritma untuk menentukan akar-akar persamaan kuadrat);

(2) pengetahuan tentang teknik dan metode dalam bidang tertentu; dan (Misal pengetahuan perihal kriteria untuk menentukan metode dalam menentukan akar-akar persamaan kuadrat); (3) pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan harus

menggunakan prosedur yang tepat (misal, memilih rumus untuk menyelesaikan sebuah masalah yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi kuadrat).


(61)

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi revisi. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang proses-proses kognitifnya sendiri. Seseorang tahu bagaimana melakukan berbagai tugas bila dibandingkan dengan orang lain. Jadi, metakognitif bisa dikatakan pengetahuan dimana hanya orang itu sendiri yang mengetahui apa yang ada dalam dirinya sendiri, bukan orang lain. Berdasarkan pendapat Flavell (Schoenfeld 1985: 363), metakognisi mengacu pada:

1. Pengetahuan atau kesadaran seseorang tentang proses

berpikir dirinya sendiri, seperti “Saya sudah menguasai bahan ini”.

2. Pengendalian diri (kontrol atau self regulation) selama

berpikir, seperti “saya harus melakukan kegiatan A, lalu

kegiatan B dan saya harus hati-hati di bagian C.”

Pencantuman pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar. Salah satu ciri belajar dan penelitian tentang pembelajaran yang berkembang adalah menekankan pada metode untuk


(62)

membuat siswa semakin menyadari dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri.

Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: (1) pengetahuan strategis yakni melibatkan pengetahuan kapan dan

bagaimana penerapan strategi-strategi itu digunakan.

(2) pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan kontekstual dan kondisional (melibatkan pengetahuan tentang sifat sebuah tugas dan jenis proses yang harus dilakukan dalam menyelesaikan tugas itu).

(3) pengetahuan diri (berkaitan dengan pengetahuan bagaimana siswa belajar dan memproses informasi serta pengetahuan tentang proses-proses belajar yang dimilikinya).

D. Persamaan dan Fungsi Kuadrat 1. Persamaan Kuadrat

a. Pengertian Persamaan Kuadrat

Persamaan kuadrat didefinisikan sebagai kalimat terbuka yang menyatakan hubungan sama dengan (=) dan pangkat tertinggi dari variabelnya dua. Bentuk umum persamaan kuadrat dalam adalah

dengan dan dan .

b. Cara-Cara Menyelesaikan Persamaan Kuadrat

Menyelesaikan persamaan kuadrat berarti mencari nilai yang memenuhi persamaan kuadrat tersebut. Nilai


(63)

yang memenuhi persamaan kuadrat disebut akar atau solusi dari persamaan kuadrat. Persamaan kuadrat dapat ditentukan akar-akarnya dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Memfaktoran.

Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan cara pemfaktoran menggunakan sifat yang berlaku pada sistem bilangan real. Sifat itu dapat dinyatakan sebagai berikut.

Jika dan berlaku maka atau . b. Menggunakan Sifat Akar Kuadrat.

Akar-akar persamaan kuadrat dapat ditentukan dengan menggunakan sifat

Jika dan berlaku maka √

( √ )( √ ) √ atau √ c. Melengkapkan Kuadrat Sempurna.

Langkah-langkah menyelesaikan persamaan kuadrat dengan melengkapkan kuadrat sempurna adalah sebagai berikut:

(1) Kurangi suku konstanta dari kedua ruas. (2) Bagi kedua ruas dengan , koefisien dari .

(3) Tambahkan setiap ruas dengan kuadrat dari setengah koefisien dari .


(64)

(4) Menentukan akar-akar persamaan kuadrat dengan

menggunakan sifat “ jika dan berlaku maka

√ .“

d. Menggunakan Rumus Persamaan Kuadrat.

Akar-akar persamaan kuadrat dapat diselesaikan dengan rumus :

Rumus tersebut dikenal dengan rumus persamaan kuadrat yang diturunkan dari persamaan kuadrat dengan metode melengkapkan kuadrat.

=

= =

=

=

=

= √

= √


(65)

c. Sifat-Sifat Akar Persamaan Kuadrat

Akar-akar persamaan kuadrat , berhubungan erat dengan koefisien-koefisien dan . Rumus akar-akar persamaan kuadrat:

Misalkan akar-akar persamaan kuadrat tersebut adalah dan , maka berdasarkan rumus di atas, dapat dikembangkan rumus jumlah akar-akar dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat yang dinyatakan dalam koefisien-koefisien dan .

1) Jumlah akar-akar persamaan kuadrat

= √

2) Hasil kali akar-akar persamaan kuadrat:

= [ √ ] [

√ ] =

=

=


(66)

Jika dan adalah akar-akar persamaan kuadrat

, maka jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat itu ditentukan dengan rumus:

dan

Rumus jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat dapat digunakan untuk:

 Menghitung bentuk simetri akar-akar persamaan kuadrat

 Menghitung koefisien-koefisien persamaan kuadrat yang akar-akarnya memenuhi sifat-sifat tertentu

 Menyusun persamaan kuadrat

Misalkan dan adalah akar-akar persamaan kuadrat

; dan

 Akar-akarnya berlawanan 

 Akar-akarnya berkebalikan 

 Salah satu akarnya ( atau ) 

Misalkan maka

Misalkan maka

Jadi

 Misalkan maka


(67)

atau

Jadi salah satu akarnya .

 Kedua akarnya bertanda sama 

 Kedua akarnya berlainan tanda 

d. Diskriminan dan Penggunaannya

Akar-akar persamaan kuadrat dapat diperoleh dengan rumus

.

Dari rumus di atas terlihat bahwa penyelesaian atau akar-akar suatu persamaan kuadrat sangat ditentukan oleh nilai . Bentuk disebut diskriminan dari persamaan kuadrat

dan dilambangkan dengan huruf , sehingga

. Pemberian nama diskriminan untuk , karena nilai inilah yang membedakan (mendiskriminasi) jenis akar suatu persamaan kuadrat.

Misal akar-akar dari persamaan kuadrat adalah dan maka berlaku sifat dan

( )


(68)

Dari hasil akhir di atas dapat disimpulkan bahwa jika akar-akar persamaan kuadrat real dan berlainan dan karena bilangan real, maka nilai pasti positif. Kalau kedua akar tersebut real dan sama besar, maka . Untuk , akar-akar persamaan kuadrat tidak real.

1) Jika maka persamaan kuadrat mempunyai dua akar real yang berlainan.

Jika berbentuk kuadrat sempurna maka kedua akarnya rasional.

2) Jika maka persamaan kuadrat mempunyai dua akar yang sama (akar kembar) dan real.

3) Jika maka persamaan kuadrat tidak mempunyai akar real atau kedua akarnya tidak real (imajiner).

e. Menyusun Persamaan Kuadrat

Jika akar-akar sebuah persamaan kuadrat telah diketahui maka persamaan kuadrat baru dapat disusun dengan dua cara.

1. Memakai Faktor

Apabila suatu persamaan kuadrat dapat difaktorkan menjadi

maka dan merupakan akar-akar persamaan kuadrat tersebut. Sebaliknya, apabila dan


(69)

merupakan akar-akar suatu persamaan kuadrat, maka persamaan kuadrat itu dapat ditentukan dengan rumus:

.

2. Memakai Rumus Jumlah dan Hasil Kali Akar-Akar

Persamaan kuadrat dapat dinyatakan dalam bentuk , yaitu dengan membagi kedua ruas persamaan semula dengan .

Dari rumus jumlah dan hasil kali akar-akar, kita peroleh hubungan :

Jadi, persamaan dapat dinyatakan dalam bentuk :

2. Fungsi Kuadrat

a. Menggambar Grafik Fungsi Kuadrat

Bentuk umum fungsi kuadrat dalam adalah

dengan dan . Grafik fungsi kuadrat berupa parabola.

Untuk membuat sketsa grafik fungsi kuadrat

secara umum dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(70)

(1) Menentukan Titik Potong Grafik dengan Sumbu Koordinat i. Titik potong dengan Sumbu X

Titik potong dengan sumbu X diperoleh jika . Dengan demikian, didapatkan . Absis titik potong dengan sumbu X diperoleh dari akar-akar persamaan kuadrat tersebut. Banyaknya titik potong dengan sumbu X tergantung pada nilai diskriminannya, yaitu

a) Jika , maka grafik memotong sumbu X di dua titik yang berbeda.

b) Jika , maka grafik menyinggung sumbu X. c) Jika , maka grafik tidak memotong atau

menyinggung sumbu X.

Tabel 2.3. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan nilai a dan nilai D

D > 0 D = 0 D < 0

a> 0

a< 0

x

x x

x


(71)

ii. Titik Potong dengan Sumbu Y

Titik potong dengan sumbu Y diperoleh jika . Dengan demikian, didapatkan . Jadi, titik potong grafik dengan sumbu Y adalah dan posisi titik potongnya dengan sumbu Y secara otomatis bergantung pada nilai .

a) Jika , maka grafik memotong sumbu Y positif. b) Jika , maka grafik melalui titik pusat . c) Jika , maka grafik memotong sumbu Y negatif.

Tabel 2.4. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan nilai c

c >0 c = 0 c <0

a > 0

a < 0

X

Y

O O

X

Y

O X Y

O X Y

O X Y

O X Y


(72)

(2) Menentukan Titik Puncak atau Titik Balik dan Persamaan Sumbu Simetri

Titik puncak atau titik balik parabola dapat dicari dengan mengubah bentuk kuadrat pada ruas kanan persamaan parabola menjadi bentuk kuadrat sempurna. Dari bentuk kuadrat itu selanjutnya dapat pula ditentukan persamaan sumbu simetrinya.

Untuk a > 0:

Oleh karena bentuk

selalu positif atau sama dengan nol untuk semua , maka 0 merupakan nilai terkecil (minimum) dari

. Dengan demikian

mempunyai nilai minimum dan nilai itu dicapai jika

atau . Jadi, titik puncak atau titik balik minimum parabola

adalah

. Persamaan sumbu simetri parabola


(1)

304

Lembar Uji Validasi Lembar Kerja 3


(2)

305 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

306 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

307 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

308 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

309 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


Dokumen yang terkait

Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal fisika pokok bahasan alat optik berdasarkan taksonomi Solo :|bpada siswa kelas II Cawu 3 SLTP 9 Jember tahun pelajaran 2001/2002

0 37 67

Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal fisika pokok bahasan alat optik berdasarkan taksonomi Solo: Pada siswa kelas II Cawu 3 SLTP 9 Jember tahun pelajaran 2001/2002

0 5 67

Efektifitas penggunaan metode resitasi dan kartu kerja terhadap hasil belajar fisika siswa kelas II cawu III pokok bahasan struktur inti dan radioaktifitas di MAN 2 Jember tahun pelajaran 2000/2001

0 4 105

Pengaruh pendekatan problem posing terhadap pemahaman konsep matematika siswa

0 14 225

Penerapan variasi stimulus untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan pendapatan nasional kelas X di SMA Negeri 12 Kota Tangerang Selatan

0 8 187

Pengajuan Soal problem posing oleh Siswa

0 11 6

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian - Pengaruh pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan pencemaran lingkungan di Kelas X SMA Negeri 1 Kumai Tahun Ajaran 2014/2015 - Di

0 0 14

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal uraian terstruktur pokok bahasan teori kinetik gas pada kelas XI semester II MAN Model Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 22

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 28

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25