Analisis faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga

(1)

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG

MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA

WANITA KARIR BERKELUARGA

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S1) – Psikologi

Oleh :

MUTIA KUSUMA DEWI NIM. 107070002312

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H / 2011 M


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

MUTIA KUSUMA DEWI NIM: 107070002312

Di bawah bimbingan: Pembimbing I

Drs. Akhmad Baidun, M.Si NIP: 19640814 100112 1 001

Pembimbing II

Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP: 19821214 200801 2 006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 12 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001

Anggota:

Desi Yustari Muchtar, M.Psi NIP: 19821214 200801 2 006

Dra. Netty Hartati, M.Si NIP : 19531002 198303 2 001

Drs. Akhmad Baidun, M.Si NIP: 19640814 100112 1 001


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mutia Kusuma Dewi NIM : 107070002312

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN

ORGANISASI PADA WANITA KARIR BERKELUARGA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 6 Desember 2011

Mutia Kusuma Dewi . NIM: 107070002312


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Berdo’a dan berusaha menjadi yang

terbaik untuk orang-orang

yang kita sayangi

Tiada kata menyerah sebelum apa yang kita inginkan dapat kita

raih

(Mutia Kusuma Dewi)

“Kepuasan itu terletak pada usaha, bukan pada pencapaian hasil. Berusaha keras adalah kemenangan besar.” Mahatma Gandhi.

“Kemuliaan paling besar bukanlah karena kita tidak pernah terpuruk, tapi karena kita selalu mampu bangkit setelah terjatuh”. Oliver Goldsmith.

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

Mama yang terhebat dan sangat aku sayangi , yang tak kenal lelah menyemangati

hari-hari ku..

Bapak tersayang yang selalu memberikan aku kekuatan untuk menampilkan usaha

terbaikku..

I Love You My Lovely Parents..


(6)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) Desember 2011 (C) Mutia Kusuma Dewi

(D) xvi + 159 halaman + 31 lampiran

(E) Analisis Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi pada Wanita Karir Berkeluarga

(F)

Komitmen organisasi menjadi hal yang penting bagi pencapaian tujuan suatu perusahaan dan secara implisit juga sangat penting bagi kehidupan wanita karir yang berkeluarga dalam memainkan Multiple Roles mereka. karena arti bekerja yang awalnya berorientasi pada kodrat wanita sebagai pemelihara rumah tangga menuju ke arah arti bekerja yang berorientasi pada fungsi wanita sebagai individu yang bekerja. Untuk itu, komitmen organisasi harus mampu mengembangkan sikap loyalitas pekerja secara terus-menerus kepada organisasi untuk keberhasilan organisasinya. Komitmen organisasi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu keterlibatan kerja, konflik peran ganda, Perceived Organizational Support (POS), dan faktor demografi (seperti: usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 8 variabel, yaitu 7 variabel sebagai

independent variable (yakni, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, keterlibatan kerja, konflik peran ganda, dan Perceived Organizational Support (POS), dan 1 variabel sebagai dependent variable, yaitu komitmen organisasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non-probability sampling dan jumlah sampel dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 156 wanita karir berkeluarga yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta.

Uji validitas penelitian ini menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis), dan untuk menguji apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara dependent variable (DV) dan independent variable (IV), peneliti menggunakan uji analisis regresi berganda (Multiple Regression) dengan standar taraf signifikan 0,05 atau 5%.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, masa kerja, keterlibatan kerja, konflik peran ganda, dan Perceived Organizational Support (POS)


(7)

terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, dengan taraf signifikasi sebesar 0.000 atau P < 0,05. Adapun R-square dari semua variabel yang telah diujikan adalah sebesar 0.414 atau 41,4%. Artinya proporsi varians dari komitmen organisasi yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 41.4%. Dari ketujuh IV yang diujikan, hanya terdapat tiga variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, yaitu variabel keterlibatan kerja [dengan nilai sig. 0.000 (p < 0.05)], masa kerja [dengan nilai sig. 0,044 (p < 0.05)], dan Perceived Organizational Support (POS) [dengan nilai sig. 0,005 (p < 0.05)]. Dalam pengujian proporsi varians, terdapat tiga variabel yang sumbangannya signifikan terhadap komitmen organisasi, yaitu variabel usia, keterlibatan kerja, dan Perceived Organizational Support (POS).

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi karyawan, yakni keterlibatan kerja dan

Perceived Organizational Support (POS) khususnya pada karyawan wanita. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori komitmen organisas, sehingga dapat mengembangkan khazanah ilmu psikologi.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Syukur Alhamdulillah, puja dan puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, kekuatan dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi pada Wanita Karir Berkeluarga”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dan dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka, berakhirlah langkah awal dari sebuah perjuangan panjang yang penuh dengan kesabaran, kerja keras, dan do‟a yang telah memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis meyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan yang diperoleh bukanlah semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan berkat dukungan, bantuan dorongan, semangat, dan bimbingan yang tidak ternilai harganya dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Ibu Fadhila Suralaga, M.Si, pembantu dekan I Fakultas Psikologi UIN Syatif Hidayatullah.

2. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si, pembimbing I, dan Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi, pembimbing II, terima kasih telah berkenan memberikan bimbingan, waktu, arahan, petunjuk, dan sumbangan pikiran dalam penulisan, serta saran demi kesempurnaan skripsi ini.


(9)

3. Ibu Yufi Adriani, M.Psi, dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan, perhatian, dan masukannya selama Penulis menjalani perkuliahan. 4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis, dari awal perkuliahan hingga selesai skripsi ini. Para pegawai bidang akademik dan kemahasiswaan, bagian keuangan, bagian umum, serta seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi.

5. Kedua orangtuaku tercinta, Mat Ali dan Umamah, yang senantiasa memberikan doa yang selalu menyertai penulis, dan memberikan cinta, kasih sayang, perhatian, pengertian, semangat, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil yang tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun. My lovefor you will neverrun out.

6. Kakek-nenekku tersayang, H. Mad Ali, dan Hj. Awinah, yang senantiasa memberikan do‟a untuk penulis, perhatian, dan kasih-sayang yang tak terhingga. Ketika penulis merasa bosan dan jenuh, kalian selalu memberikan kisah-kisah lucu dan bermakna, sehingga penulis merasa kembali bersemangat, dan ingin mentauladani “kehebatan” kalian dalam menjalani kehidupan.

7. Kakak-kakaku tersayang, bang „Jak, ka‟ Nana, bang „Iin, ka‟ Eva, dan ka‟ Novi, yang selalu setia menyemangatiku. Setiap kita berkumpul bersama, semangatku untuk bisa membanggakan dan membahagiakan kedua orangtua kita semakin besar. Semoga penulis bisa mewujudkan harapan kalian di masa depan.

8. Sahabatku tersayang, Hazmi Imama, yang telah memberikan semangat, selalu menemani dan membantu dalam suka dan duka. Terima kasih, untuk canda-tawa dan kesedihan yang kita bagi bersama, dan untuk semua waktu, dan pengalaman “hebat” yang telah kita hadapi bersama. Semoga persahabatan kita takkan lekang, hanya karena jarak dan waktu. I’m proud to be your friend. 9. Untuk “kucingku”, Fauzah Shaumiyah. Terima kasih, telah menjadi pendengar setia keluhan segala masalah dan rasa galau-ku. Kata terima kasih, mungkin takkan cukup untuk membalas semua nasihat dan kalimat-kalimat penyemangatmu.


(10)

10.Sahabat dan ayank-ayank, Pury, Afifah, Renny „eyang”, Chahyu „mamih‟, Imel, Reza, Zya, dan Vhia „tante‟. Terima kasih untuk cerita, dan canda tawa yang telah dibagi, untuk kisah pertemanan kita yang penuh warna, dan terima kasih untuk segala ketulusan dan kebaikan yang telah diberikan untuk penulis. 11.Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk semua kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita dan pengalaman yang luar biasa serta suasana belajar dan diskusi yang menyenangkan dalam setiap mata kuliah.

12.Teman sesama bimbingan skripsi, Gilang Raka Pratama, dan Rifky Anugrah. Terima kasih sudah menemani hari-hari Penulis selama menjalani bimbingan, dan menghabiskan waktu menunggu penuh motivasi dan kesabaran.

13.Bapak Ahmad Baydhowi, terima kasih telah mengajari penulis penggunaan Lisrel.

14.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 6 Desember 2011


(11)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pembimbing ... i

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... ii

Lembar Orisinalitas ... iii

Motto dan Persembahan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftra Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 14

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 14

1.2.2 Perumusan Masalah ... 16

1.3 Tujuan Penelitian ... 17

1.4 Manfaat Penelitian ... 17

1.5 Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komitmen Organisasi ... 20

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi ... 20

2.1.2 Jenis Komitmen ... 25

2.1.3 Antesenden dari Komitmen Organisasi ... 28

2.1.4 Menciptakan Komitmen Organisasi ... 34

2.2 Keterlibatan Kerja ... 36

2.2.1 Pengertian Keterlibatan Kerja ... 36


(12)

2.2.2 Aspek-aspek Keterlibatan Kerja ... 39

2.3 Konflik Peran ... 42

2.3.1 Bentuk Konflik Peran Ganda ... 45

2.4 Masa Kerja (Tenure) ... 49

2.4.1 Pengertian Masa Kerja ... 49

2.4.2 Konsep Masa Kerja ... 50

2.3 Perceived Organizational Support (POS) ... 51

2.3.1 Definisi Perceived Organizational Support (POS) ... 51

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perceived Organizational Support (POS) ... 54

2.4 Kerangka Berpikir ... 58

2.5 Hipotesis Penelitian ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 64

3.2 Populasi dan Sampel ... 64

3.2.1 Populasi ... 64

3.2.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 65

3.3 Variabel Penelitian ... 66

3.3.1 Definisi Konseptual Variabel ... 67

3.4 Pengumpulan Data ... 68

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 68

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 72

3.5 Uji Instrumen ... 79

3.5.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 79

3.5.2 Uji Validitas Skala Komitmen Organisasi ... 81

3.5.3 Uji Validitas Skala Konflik Peran Ganda ... 86

3.5.4 Uji Validitas Skala Keterlibatan Kerja ... 104

3.5.5 Uji Validitas Skala Perceived Organizational Support (POS) ... 109

3.5 Teknik Analisis Data ... 111


(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ... 116

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 119

4.1.1 Kategorisasi Skor Variabel ... 121

4.1.2 Analisis Uji Daya Beda Variabel Demografi ... 123

4.3 Uji Hipotesis ... 125

4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ... 125

4.3.2 Pengujian Proporsi Varians Independent Variable ... 132

4.3.2 Pengujian Analisis Regresi Berdasarkan Sub-Kelompok Variabel Demografi ... 138

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 141

5.1.1 Hipotesis Mayor ... 141

5.1.2 Hipotesis Minor ... 142

5.2 Diskusi ... 145

5.3 Saran ... 151

5.3.1 Saran Metodologis ... 152

5.3.2 Saran Praktis ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Skor Skala Model Likert ...70

Tabel 3.2 Tabel Skor Skala Model Penilaian ...71

Tabel 3.3 Blue Print Komitmen Organisasi ...73

Tabel 3.4 Blue Print Konflik Peran ...75

Tabel 3.5 Blue Print Keterlibatan Kerja ...76

Tabel 3.6 Blue Print Perceived Organizational Support (POS) ...77

Tabel 3.7 Tabel Skala Alternatif ... 78

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Komitmen Organisasi ...83

Tabel 3.9 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komitmen Organisasi ...84

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Pengasuhan Anak untuk Konflik Peran ...88

Tabel 3.11 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pengasuhan Anak ...89

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Bantuan Pekerjaan Rumah Tangga untuk Konflik Peran ...90

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami untuk Konflik Peran ...92

Tabel 3.14 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Komunikasi dan Interaksi dengan Anak dan Suami ...93

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Waktu untuk Keluarga untuk Konflik Peran ...95

Tabel 3.16 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Waktu untuk Keluarga ...95

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Menentukan Prioritas untuk Konflik Peran ...97

Tabel 3.18 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Menentukan Prioritas ...98

Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Tekanan Karir dan Keluarga untuk Konflik Peran ...100

Tabel 3.20 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Tekanan Karir dan Keluarga ...100

Tabel 3.21 Muatan Faktor Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita untuk Konflik Peran ...102

Tabel 3.22 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Pandangan Suami Terhadap Peran Ganda Wanita ...103


(15)

Tabel 3.24 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item

Keterlibatan Kerja ...107

Tabel 3.25 Muatan Faktor Item Perceived Organizational Support (POS) ...110

Tabel 3.26 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran Item Perceived Organizational Support (POS) ...111

Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia ...116

Tabel 4.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Perkawinan ...117

Tabel 4.3 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...118

Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja ...119

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ...120

Tabel 4.6 Penyebaran Skot Komitmen Organisasi ...121

Tabel 4.7 Penyebaran Skor Keterlibatan Kerja ...122

Tabel 4.8 Penyebaran Skor Konflik Peran Ganda ...122

Tabel 4.9 Penyebaran Skor Perceived Organizational Support (POS) ...123

Tabel 4.10 Uji Beda Komitmen Organisasi ...124

Tabel 4.11 Tabel R-Square ...126

Tabel 4.12 Tabel Anova ...126

Tabel 4.13 Koefisien Regresi ...128

Tabel 4.14 Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variable ...133


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipologi Komitmen Organisasi ...26 Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Faktor-faktor Komitmen Organisasi ...62 Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Komitmen

Organisasi ...82

Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Pengasuhan Anak ...87 Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Bantuan

Pekerjaan Rumah Tangga ...89 Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Komunikasi dan

Interaksi dengan Anak dan Suami ...91 Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Waktu untuk

Keluarga ...94 Gambar 3.6

Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Menentukan

Prioritas ... 96 Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Tekanan

Karir dan Keluarga ...99 Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Aspek Pandangan

Suami terhadap Peran Ganda Wanita ...101 Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel Keterlibatan

Kerja ...104 Gambar 3.10 Analisis Faktor Konfirmatorik dari Variabel

Perceived Organizational Support (POS) ...109 Gambar 4.1 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual ...137


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran B : Output Uji Validitas CFA Skala Penelitian

Outpur Analisis Uji Regresi dengan Menggunakan SPSS 17.0 Angket Kuesioner Penelitian


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia kerja di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat, baik dalam sektor formal maupun informal. Implikasinya, akan terbuka lapangan kerja baru bagi tenaga kerja. Namun, lapangan kerja yang banyak terbuka, dapat dipastikan tidak akan mampu menampung banyaknya jumlah tenaga kerja yang semakin besar.

Data Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa pada tahun 2011, jumlah tenaga kerja di indonesia mencapai 119,4 juta orang, yang naik sebesar 2,9 juta orang dibanding keadaan Agustus 2010, dan naik 3,4 juta orang dibanding keadaan Februari 2010, dan diprediksi jumlah pengangguran saat ini mencapai mencapai 8,1 juta orang. Seiring dengan peningkatannya jumlah tenaga kerja, setahun terakhir (Februari 2010 - Februari 2011), hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, namun, angka pekerja yang dibutuhkan tidak seimbang dengan jumlah pelamar kerja yang ada. Akibatnya, akan terjadi persaingan yang ketat dan dapat dipastikan hanya individu yang dapat bersaing secara kompetitif dan professional yang dapat memenangkan persaingan tersebut.

Tenaga kerja yang kompetitif dan profesional dengan kriteria memiliki komitmen organisasi yang tinggi merupakan suatu kebutuhan yang


(19)

sangat penting bagi efektifitas kerja untuk mencapai keberhasilan organisasi. Menurut Greenberg dan Baron (2003) tenaga kerja yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, yaitu tenaga kerja yang produktif sehingga pada akhirnya akan lebih menguntungkan bagi organisasi. Ketika komitmen organisasi seseorang tinggi, maka efektifitas pelaksanaan tugas akan lebih optimal.

Secara teoritis, komitmen organisasi dijabarkan oleh Baron (2003), yang mengatakan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap pekerja terhadap organisasi tempat individu bekerja. Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap positif, yaitu memiliki harapan dan motivasi yang tinggi dalam bekerja di sebuah organisasi. Komitmen ini memerlukan suatu pengorbanan dan pengabdian individu di dalam organisasi, sehingga dapat diartikan sebagai kesetiaan untuk melakukan apa saja yang telah di putuskan oleh organisasi. Komitmen organisasi juga merupakan hubungan antara individu dengan organisasi tempat individu bekerja, yang diartikan bahwa individu mempunyai keyakinan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, adanya kerelaan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh demi kepentingan organisasi serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari organisasi.

Dalam sebuah jurnal penelitian mengenai komitmen organisasi oleh Ali Nina (dalam Seniati, 2002), mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki keinginan untuk bekerja sampai pensiun, dan karyawan yang memiliki kesempatan untuk berkembang di dalam organisasi mempunyai


(20)

tingkat komitmen organisasi yang tinggi, yakni ditandai dengan tingkat

turnover yang rendah dan keterlibatan kerja yang aktif dalam organisasinya. Hal tersebut selaras dengan konsep yang dijabarkan oleh Steers dan Porter (dalam Yuwono, dkk., 2005) yang mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya. Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan keterlibatannya. Sehingga seorang pekerja dengan komitmen yang tinggi pada umumnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri dan senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempat mereka bekerja. Hasilnya mereka jarang terlambat, tingkat absensi yang rendah, produktivitas yang tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik. Di samping itu, pekerja dengan komitmen yang tinggi juga dapat menurunkan turn over

(dalam Greenberg dan Baron, 1995).

Secara teoritis, Allen dan Meyer (dalam Yuwono, dkk., 2005) mengemukakan komponen model komitmen organisasi, yaitu (1) Komitmen afektif (affective commitment) yang dimaknai bahwa keikatan emosional, identifikasi, dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri; (2) Komitmen kesinambungan (continuance commitment) yang dimaknai bahwa komitmen individu didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi. Individu memutuskan untuk menetap pada suatu organisasi karena menganggapnya sebagai suatu pemenuhan kebutuhan; (3)


(21)

Komitmen normatif (normative commitment) yang dimaknai bahwa keyakinan individu tentang tanggung jawab terhadap organisasi. Individu akan tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal kepada organisasi tersebut.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Perwujudan tingkah laku pada karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif akan berbeda dengan karyawan dengan dasar continuance, dan begitu pula untuk karyawan dengan dasar normatif. Karyawan yang ingin menetap (betah) dalam organisasi karena keinginannya sendiri (affective) memiliki keinginan menggunakan usaha agar sesuai dengan tujuan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar continuance

cenderung menghindari kerugian finansial sehingga usaha yang dilakukan untuk organisasi kurang maksimal, misalnya individu takut tidak mendapatkan gaji sebagaimana yang saat ini didapat, dan takut tidak mendapatkan pekerjaan sebagaimana yang saat ini dijalankan. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh mana perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaaan kewajiban pada karyawan untuk member balasan atas apa saja yang telah diterimanya dari organisasi (Kuncoro, dalam Yuwono, dkk., 2005).

Van Dyne dan Graham, (dalam Coetzee, 2005) menjelaskan mengenai beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi,


(22)

yaitu faktor personal, faktor posisional, dan faktor situasional. Faktor personal berhubungan dengan elemen pribadi yang terdapat di dalam diri individu. Faktor posisional berhubungan dengan kedudukan seseorang dalam lingkungan kerjanya, sedangkan faktor situasional berhubungan dengan situasi atau keadaan di dalam organisasi.

Beberapa faktor personal yang mempengaruhi komitmen organisasi diantaranya yaitu faktor demografik (usia, tingkat pendidikan, dan status perkawinan), keterlibatan kerja dan konflik peran. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah perusahaan di Malaysia, Asri dan Hamrilah (2007) menyatakan bahwa faktor-faktor demografik dapat memberikan efek positif dan efek negatif terhadap komitmen organisasi karyawan.

Sjabadhyni, dkk. (2001) menyatakan bahwa faktor demografik, seperti usia, tingkat pendidikan, dan status perkawinan memang memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen organisasi. Selanjutnya, Sjabadhyni menguraikannya sebagai berikut: (1) usia, dalam penelitian Mowday, Porter, dan Steers (1982) menunjukkan bahwa usia mempunyai hubungan secara positif dengan komitmen organisasi. March dan Simon (1958) mengemukakan bahwa kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia individu; (2) tingkat pendidikan, Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa tingkat pendidikan sering ditemukan berhubungan negatif dengan komitmen organisasi, meskipun hasil penelitian tersebut tidak seluruhnya konsisten. Hal ini disebabkan oleh pendidikan sering


(23)

membentuk keterampilan yang kadang-kadang tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya dalam pekerjaan sehingga harapan individu sering tidak terpenuhi dan menimbulkan kekecewaan terhadap organisasi. Dengan demikian, makin tinggi tingkat pendidikan individu makin banyak pula harapannya yang mungkin tidak dapat dipenuhi atau tidak sesuai dengan organisasi tempat di mana ia bekerja; dan yang terakhir, (3) status perkawinan, dalam sebuah penelitian oleh Vera Racmayati (dalam Seniati, 2002) menyatakan bahwa status perkawinan mempunyai kontribusi negatif terhadap komitmen organisasi. Hal tersebut, dapat saja terjadi, terutama pada individu yang telah berkeluarga dan berkaitan dengan manajemen peran yang diperankan oleh pihak laki-laki maupun wanita.

Komitmen organisasi seorang laki-laki dan wanita mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Apalagi, persaingan gender di dalam dunia kerja terlihat semakin nyata. Dahulu, dunia kerja hanya didominasi oleh kaum laki-laki, seperti yang dinyatakan oleh Beechey (dalam Imanoviani, 2011) bahwa hampir setiap jenis pekerjaan tampak laki-laki lebih mempunyai kekuasaan dibandingkan wanita. Namun, di zaman teknologi dan informasi yang semakin canggih, siapapun memiliki kesempatan yang sama dalam hal mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa partisipasi wanita dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama (Februari 2006-Februari 2007), jumlah pekerja wanita bertambah 2,12 juta orang, terbesar di sektor pertanian dan perdagangan, sedangkan jumlah


(24)

pekerja laki-laki hanya bertambah 287 ribu orang. Namun disayangkan jumlah tenaga kerja yang banyak tidak diimbangi dengan lahirnya perusahaan baru yang siap ”menampung” lulusan sarjana wanita. Mowday (dalam Sjabadhyni, 2001) menyatakan bahwa wanita dalam dunia kerja cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria, karena wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka.

Faktor personal yang selanjutnya akan dijelaskan keterkaitannya dengan komitmen organisasi, yaitu keterlibatan kerja (job involvement). Dunnete (dalam Gading, 1997) menerangkan bahwa keterlibatan kerja seseorang dalam pekerjaannya terlibat pada keseriusan dalam melakukan pekerjaan, memiliki nilai-nilai yang penting yang selalu dipertahankan dalam hubungannya dengan pekerjaan, dan perasaan menikmati pekerjaan. Gading (1997) yang menyimpulkan beberapa pendapat pakar, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan keterlibatan kerja adalah tingkat dimana seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaan, serta dapat dikatakan sebagai tingkat kesuksesan dalam kerja yang mempengaruhi kerja dirinya, serta pentingnya kerja bagi kehidupan seseorang. Keterlibatan kerja ini ditandai oleh harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk mobilitas ke atas.


(25)

Keterlibatan kerja penting bagi kualitas kehidupan kerja karyawan dan diperlukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Diefendorff et al., (dalam Yekty, 2006), karyawan yang melibatkan diri secara penuh dalam bekerja akan memperhatikan kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya. Karyawan menjadi lebih peduli terhadap fungsi organisasi yang efektif, berusaha memelihara perilaku yang menguntungkan organisasi dan mengerahkan seluruh kemampuan serta keahliannya dalam bekerja. Keterlibatan kerja membuat karyawan lebih berkomitmen dalam bekerja, karena adanya pandangan bahwa usaha dan kinerja yang dilakukan memiliki makna positif bagi kesejahteraan dirinya dan organisasi.

Keterlibatan kerja (Job involvement) seseorang berhubungan secara positif dengan komitmen organisasi (Chughtai dan Zafar, dalam Srimulyani, 2009). Mowday et al. (dalam Srimulyani, 2009) menerangkan seorang karyawan lebih dahulu dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan dilibatkan dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa komitmen untuk organisasi.

Penjelasan mengenai faktor terakhir dari personal factor yang berhubungan dengan komitmen organisasi, yaitu konflik peran seorang wanita. Saat ini, peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi modern. Dari hanya memiliki peran tradisional untuk melahirkan anak dan mengurus rumah tangga, kini wanita mempunyai peran sosial dimana dapat berkarir dalam bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan didukung


(26)

pendidikan yang tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik peran ganda sebagai pekerja dan ibu rumah tangga bagi wanita yang telah berkeluarga.

Wanita sebagai partner kaum pria, tidak hanya di rumah tapi juga dalam bekerja dengan menyalurkan potensi dan bakat mereka. Bagi wanita pekerja, bagaimanapun mereka juga merupakan ibu rumah tangga yang tetap terikat dengan lingkungan keluarga. Anoraga (2005) menjelaskan bahwa dalam meniti karir, wanita lebih mempunyai beban dan hambatan yang lebih berat dibandingkan dengan pria. Kedua peran yang dipegang oleh seorang wanita, kenyataannya cukup banyak wanita yang tidak mampu mengatasinya, sehingga menimbulkan konflik peran dalam kehidupannya.

Konflik peran menurut Frieze, Parsons, Johnson, Ruble & Zellman (dalam Geraldine M. Menger, BA, 1988) merupakan keadaan dimana individu menghadapi tututan atau harapan yang saling bertentangan dari dua peran atau lebih yang dilakukannya. Konflik peran pada wanita akan menimbulkan dua keadaan (situasi) yang mempengaruhi proses terbentuknya komitmen organisasi, yaitu situasi keluarga dan situasi pekerjaan. Keduanya situasi tersebut (keluarga dan pekerjaan) menuntut tanggung jawab lebih dari individu yang bersangkutan. Hal tersebut lebih banyak dialami oleh seorang wanita.

Dalam teori Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam Herts, 2003) menyatakan tentang konflik peran pada wanita. Teori tersebut dikembangkan dari teori Interrole Conflict, yaitu adanya konflik antara


(27)

pekerjaan dengan keluarga. hal tersebut dapat terjadi karena wanita lebih dihadapkan pada permintaan antara peran kerja dan peran keluarga secara bersamaan yang memerlukan prioritas dalam menjalankan kedua peran tersebut. Kedua peran ini (pekerjaaan dan keluarga) jika dilakukan tidak sejalan atau tidak seimbang maka akan timbul konflik peran atau yang disebut sebagai work-family conflict yang bisa mempengaruhi komitmen organisasi individu dalam perusahaan ditempat individu bekerja. Situasi pekerjaan dan situasi keluarga merupakan hal yang mempengaruhi proses komitmen.

Dalam sebuah penelitian, Nurul Mahvira Harahap dan Cherly Kumala (2010) membuktikan bahwa konflik peran (work-family conflict) pada wanita karir berkeluarga pada usia (20-45 tahun), berkorelasi negatif dengan komitmen organisasi. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang Wanita yang bekerja dan berkeluarga sulit untuk dapat mengatur kehidupannya, yaitu bagaimana ia harus bertindak dalam mengatasi masalah keluarga dan pekerjaan. Misalnya, ketika seorang wanita dihadapkan diwaktu yang bersamaan kepada pilihan untuk menjaga anaknya yang sakit di rumah atau menghadiri rapat penting dengan atasannya di kantor. Hal tersebut dapat menjadi suatu indikasi atau pemicu terjadinya konflik peran ganda, bila wanita tersebut tidak dapat mengambil keputusan secara cerdas dan tepat.

Selanjutnya, mengenai faktor posisional. Van Dyen dan Graham (dalam Coetzee, 2005) menjabarkan bahwa terdapat dua faktor yang


(28)

mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu masa kerja. Sjabandhyni, dkk., (2001) menguraikan studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981), Hrebeniak (1974), Morris dan Sherman (1981), dan Sheldon (1971), yang menunjukkan bahwa prediktor masa kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan yang postitif, karena semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi.

Jika seseorang telah lama bekerja dalam suatu organisasi adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga, dan waktu untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk meninggalkan organisasi tersebut, serta dalam diri individu tersebut telah memiliki keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan individu-individu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi. Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu organisasi juga berdampak pada kesempatan orang tersebut untuk mendapatkan Akses informasi pekerjaan baru, karena mungkin faktor usia yang semakin lama semakin bertambah, (Cohen, 1993).

Sebuah penelitian dijelaskan bahwa hubungan antara masa kerja dan komitmen organisasi mempunyai hubungan yang positif, pada penelitian tentang Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasi oleh Darwito (2008) , terdapat data persepsi


(29)

mengenai hubungan masa kerja dan komitmen organisasi, menurut data tersebut pegawai dengan masa kerja di atas (2-10 tahun) (Advancement Stage), memiliki komitmen organisasi yang tinggi, dan terdapat dampak positif pada komitmen organisasi itu sendiri. Seorang pegawai akan setia melayani organisasinya, dan enggan untuk meninggalkan organisasinya, karena terdapat faktor-faktor tertentu yang menguatkannya, seperti pangkat yang tinggi (status jabatan), atau imbalan (gaji) yang sesuai dengan yang diharapkan, tak elak juga faktor dari hubungan sosial dengan rekan kerja dan atasan yang baik dan nyaman.

Faktor terakhir yang akan dibahas dalam latar belakang ini yaitu, faktor situasional. Faktor situasional yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu Perceived Organizational Support (POS) yang disebut juga dengan persepsi terhadap dukungan organisasi. Perceived Organizational Support

dapat diartikan sebagai keyakinan pegawai tentang bagaimana organisasi menghargai kontribusi pegawai dalam perusahaan dan bagaimana organisasi memperhatikan kesejahteraan pegawai (Rhoades dan Eisenberger, 2002).

Eisenberger dkk, (dalam Rhoades, Eisenberger, dan Armeli, 2001) menjelaskan bahwa dukungan organisasi akan diukur dari persepsi individu mengenai kesiapan organisasi untuk member reward pada peningkatan usaha-usaha yang dilakukan individu dan seberapa besar organisasi menilai kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan, yang disebut sebagai Perceived Organizational Support (POS).


(30)

Pack dan Soetjipto (dalam Srimulyani, 2009) menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif komitmen organisasi. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan pada organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan menjadi bagian dari organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini terdapat tiga faktor yang akan diteliti pengaruhnya terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, yaitu faktor personal (yang meliputi: usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, keterlibatan kerja, dan konflik peran), faktor posisional (yaitu, masa kerja), dan faktor situasional (yaitu, Perceived Organizational Support).

Peneliti berpendapat bahwa ketiga faktor tersebut secara bersama-sama memberi pengaruh terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga, baik berpengaruh negatif ataupun positif. Karena, seperti yang telah kita ketahui bahwa arti bekerja yang semula berorientasi pada kodrat wanita sebagai pemelihara rumah tangga kearah arti bekerja yang berorientasi pada fungsi mereka sebagai makhluk yang bekerja (homo laboran) menjadi sangat unik untuk diteliti lebih lanjut. (Setiawan, dalam Jurnal Sikap Karir Pustakawan Wanita, Erlina Inderasari, 2007). Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil judul penelitian, yaitu: Analisis faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga.


(31)

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi tentang pengaruh faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi komitmen organisasi pada wanita karir berkeluarga. Berikut ini merupakan batasan-batasan objek dan variabel yang diteliti, yaitu:

1. Komitmen Organisasi, Allen dan Meyer (1990) (dalam Sjabadhyni, 2001), yaitu kepercayaan dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi, sehingga membuat orang itu untuk betah dan tetap ingin bertahan di organisasi, yang meliputi dimensi afektif, continuance, dan normatif.

2. Usia, yaitu usia seseorang terhitung dari seseorang tersebut lahir.

3. Tingkat pendidikan, yaitu tingkat pendidikan yang telah ditempuh individu dimulai dari pendidikan dasar, hingga pendidikan tingkat tinggi.

4. Status perkawinan, yaitu seseorang yang telah menikah yang telah menempuh hidup berpasangan (suami – isteri).

5. Job Involvement, keterlibatan kerja adalah tingkat sejauh mana orang mengidentifikasikan diri secara psikologis terhadap pekerjaan, sejauh mana tingkat kesuksesan dalam kerja mempengaruhi kerja dirinya, serta pentingnya kerja bagi


(32)

kehidupan seseorang. Keterlibatan kerja ini ditandai oleh harapan yang besar terhadap pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan, kesiapan dalam menghadapi tugas, kebanggaan terhadap pekerjaan, ambisi, serta keinginan untuk mobilitas ke atas (dalam Gading, 1998).

6. Konflik peran yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu konflik yang berasal dari Kopelman (1983) dan Burley (1989) (dalam Herts, 2003) yakni, konflik peran pada istri yang dikembangkan dari teori Interrole Conflict, yaitu adanya konflik antara pekerjaan dengan keluarga. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen wanita karir diduga berasal dari peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga yaitu pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk keluarga, penentuan prioritas, tekanan karir dan tekanan keluarga, serta pandangan suami terhadap peran ganda wanita (Azwar, 2005). 7. Masa kerja, yaitu lamanya seorang karyawan bekerja dalam sebuah

perusahaan tempat ia bekerja.

8. Perceived Organizational Support (POS) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala tindakan yang dilakukan oleh organisasi yang diwujudkan melalui kebijakan organisasi, aturan, dan tanggung jawab keuangan. Hal ini sebagai kekuatan organisasi dalam menggerakkan karyawan agar lebih giat dalam


(33)

bekerja dan di sini lah karyawan dapat melihat apakah organisasi memperlakukan mereka secara baik atau tidak.

9. Wanita karir yang bekerja yang akan diteliti merupakan wanita karir yang berkeluarga (mempunyai anak) dan bekerja di kantor atau di sebuah perusahaan atau di instansi lainnya (bukan wanita wirausahawan), berusia 20-45 tahun, minimal telah bekerja selama 2 tahun pada posisinya, dan berpendidikan minimal SLTA .

1.2.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, perumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara usia terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?

2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?

3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara status perkawinan terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?

4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?


(34)

5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara konflik peran terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?

6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara masa kerja terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?

7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara perceived organizational support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:

1. Untuk melihat pengaruh faktor-faktor psikologis, yakni usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, job involvement, konflik peran, masa kerja, dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap komitmen organisasi wanita karir berkeluarga.

2. Melihat variabel mana yang paling besar mempengaruhi komitmen organisasi wanita karir berkeluarga.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis: Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan teori tentang komitmen organisasi, khususnya yang berhubungan pada faktor-faktor psikologis yang


(35)

mempengaruhinya, sehingga dapat mengembangkan dan menambah khazanah dalam ilmu psikologi.

b. Manfaat Praktis: Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi masyarakat umum, bagi perusahaan atau instansi terkait yang memberdayakan wanita sebagai karyawannya, dan terutama para wanita karir, baik yang belum maupun yang sudah berkeluarga, sehingga mereka mampu berkomitmen dengan baik, dan dapat menyeimbangkan kehidupan mereka baik dirumah maupun di dalam organisasi.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan pedoman penyusunan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu dengan mengadopsi sistematika penulisan dari American Psychology Assosiation Style (APA Style). Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan: Berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Kerangka Teori: Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis penelitian.


(36)

BAB III Metodelogi Penelitian: Bab ini meliputi, subyek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

BAB IV Analisis Hasil Penelitian: Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.

BAB V Penutup: Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.


(37)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Komitmen Organisasi

2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Pengertian komitmen organisasi (organizational commitment) banyak dikemukakan oleh para ahli. Steers (dalam Yuwono, dkk., 2005:133) menjelaskan bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan peristiwa ketertarikan individu terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasi. Ahli lain, Menurut Mowday dan Porter (dalam Jex, 2002:133), pada tingkat yang sangat umum komitmen organisasi dapat diartikan sebagai penelitian, sejauh mana karyawan mendedikasikan diri pada organisasi yang telah mempekerjakan mereka dan siap bekerja demi kepentingan organisasi, serta memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaannya.

Armstrong (dalam Yuwono dkk., 2005:134) menyatakan bahwa pengertian komitmen mempunyai 3 (tiga) area perasaan atau perilaku terkait dengan perusahaan tempat seseorang bekerja:

1. Kepercayaan, pada area ini seseorang melakukan penerimaan bahwa organisasi tempat bekerja atau tujuan-tujuan organisasi di dalamnya merupakan sebuah nilai yang diyakini kebenarannya.


(38)

2. Keinginan, untuk bekerja atau berusaha di dalam organisasi sebagai kontrak hidupnya. Pada konteks ini orang akan memberikan waktu, kesempatan, dan kegiatan pribadinya untuk bekerja di organisasi atau berkorban demi organisasi tanpa mengharapkan imbalan personal.

3. Keinginan, untuk bertahan dan menjadi bagian dari organisasi. Jadi, pengertian komitmen tidak sekedar menjadi anggota dalam organisasi saja dan bekerja saja, tetapi lebih dari itu, orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya tertinggi untuk kepentingan organisasi, demi kemajuan organisasi, serta untuk mencapai tujuan organisasi (Yuwono dkk., 2005:134).

Selanjutnya, Robbins (dalam Sjabadhyni, dkk, 2001:456) memandang komitmen organisasi sebagai satu sikap kerja. Karena merefleksikan perasaan orang (suka atau tidak suka) terhadap organisasi di tempat ia bekerja. Bila ia menyukai organisasi tersebut, ia akan berupaya untuk tetap bekerja di sana. Robbins mendefinisikannya sebagai suatu orientasi individu terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Jadi, komitmen terhadap organisasi mendefinisikan unsur orientasi hubungan (aktif) antara individu dan organisasinya; orientasi hubungan tersebut mengakibatkan individu sebagai pekerja berkehendak dan bersedia memberikan sesuatu; dan sesuatu yang


(39)

diberikan itu demi merefleksikan dukungannya untuk tercapainya tujuan organisasi.

John B. Minner (1992:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah sikap, memiliki ruang lingkup yang lebih global dari pada kepuasan kerja, karena komitmen organisasi menggambarkan pandangan terhadap organisasi secara kesuluruhan, bukan hanya aspek pekerjaan saja.

Komitmen organisasi didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Pendekatan-pendekatan teoritis atau komponen utama yang muncul dari riset sebelumnya, yaitu:

a). Pendekatan Sikap (Attitudinal Approach)

Komitmen menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan keterlibatan dan loyalitas. Menurut pendekatan ini, komitmen dipandang sebagai suatu sikap keterikatan kepada organisasi, yang berperan penting pada pekerjaan tertentu dan perilaku yang terkait. Sebagai contoh, pegawai yang memiliki komitmen tinggi, akan rendah tingkat absensinya, dan lebih kecil kemungkinannya untuk meninggalkan organisasi dengan sukarela, dibandingkan dengan pegawai yang memiliki komitmen yang rendah.

Konsep komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Steers (dalam Luthans, 1995:130), merupakan pendekatan sikap; dimana, komitmen didefinisikan sebagai:


(40)

1. Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu.

2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi. 3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan

organisasi.

b). Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach)

Pendekatan ini menitikberatkan pandangan bahwa investasi karyawan (berupa waktu, pertemanan, pensiun, dan lain-lain) membuat ia terikat untuk loyal terhadap organisasi. Dalam pendekatan ini, Kanter, dalam Suliman dan Iles (dalam Yuwono, dkk., 2005:142) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai:

“profit associated with continued participation and a `cost' associated with leaving”.

Menurut White (dalam Yuwono, dkk., 2005:142), komitmen organisasi terdiri dari tiga area keyakinan ataupun perilaku yang ditampilkan oleh karyawan terhadap perusahaan dimana ia bekerja. Ketiga area tersebut adalah :

1. Keyakinan dan penerimaan terhadap organisasi, tujuan, dan nilai-nilai yang ada di organisasi tersebut.

2. Adanya keinginan untuk berusaha sebaik mungkin sesuai dengan keinginan organisasi. Hal ini tercakup di antaranya menunda waktu libur untuk kepentingan organisasi dan bentuk pengorbanan yang lain tanpa mengharapkan personal gain


(41)

3. Keyakinan untuk mempertahankan keanggotaannya di organisasi tersebut.

Spector, (dalam Sopiah, 2008:157), menyebutkan dua perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasi, yaitu sebagai berikut:

1. Pendekatan pertukaran (exchange approach), dimana komitmen pada organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberkan oleh perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang didasari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi. 2. Pendekatan psikologis (Psychology Approach), dimana

pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Angle & Perry, serta Bateman & Stresser (dalam Yuwono, dkk., 2005:142) menemukan kenyataan bahwa individu yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi memiliki kondisi:

(a) individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi;


(42)

(c) kelambatan dalam bekerja lebih sedikit dijumpai; (d) kepuasan kerja lebih tinggi.

Mathieu dan Zajack (dalam Yuwono, dkk., 2005:142) menyatakan bahwa seseorang yang terlalu berkomitmen pada organisasi akan cenderung mengalami stagnasi dalam kariernya serta cenderung berkurang pengembangan dirinya (self development); dan bila komitmen mencerminkan identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi, maka organisasi akan mendapat keuntungan dengan berkurangnya turnover, adanya prestasi yang lebih baik.

Berdasarkan definisi dan pengertian para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki organisasi; memiliki keinginan kuat untuk tetap bergabung dengan organisasi; terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya; dan menampilkan tingkah laku yang sesuai dengan tujuan organisasi, serta bersedia atas kemauan sendiri untuk memberikan sesuatu yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan tujuan dan kelangsungan organisasi.

2.1.2 Jenis Komitmen

Jenis komitmen organisasi dari Allen dan Meyer, merupakan pendekatan multidimensi (the multidemensional approach).


(43)

Meyer dan Allen (dalam Coetzee, 2005: 5.4) membedakan komitmen organisasi atas tiga komponen, yaitu :

1. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan keterlibatan karyawan didalam suatu organisasi.

2. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan tentang kewajiban pekerjaan yang harus ia berikan kepada organisasi. 3. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan

persepsi karyawan tentang kerugian akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.

Gambar 2.1 Tipologi Komitmen Organisasi Sumber: Meyer dan Allen (dalam Sri Mulyani, 2009:2)

Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah

Organizational Commitment

Affective Commitment

Continuance

Commitment

Normative


(44)

want to, dalam tipe komitmen ini, individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.

Sementara itu, karyawan dengan komponen continuance

tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Komitmen ini didasarkan kepada kebutuhan rasional. Dengan kata lain komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to).

Karyawan yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya. Komitmen ini didasarkan kepada norma yang ada di dalam diri karyawan, yang berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan secara pribadi.

Ketiga jenis komitmen individu tersebut di atas mencerminkan suatu keadaan psikologis, yaitu keinginan, kebutuhan, dan kewajiban untuk berkomitmen pada organisasi yang ada dalam diri individu dan merupakan hasil dari pengalaman berbeda-beda yang diterima individu selama aktif pada suatu


(45)

organisasi. Individu berkomitmen pada organisasi karena adanya kebutuhan untuk berkomitmen karena dirasakan bahwa organisasi memberikan keuntungan baginya. Individu juga merasa harus berkomitmen pada organisasi karena adanya suatu kewajiban dalam dirinya, serta memberikan pandangan bahwa komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan organisasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk komitmen pada organisasi yang dikemukakan oleh Allen & Meyer (1990) yaitu, komitmen afektif, komitmen kesinambungan, dan komitmen normative. Karena lebih sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada sampel wanita karir berkeluarga.

2.1.3 Anteseden dari Komitmen Organisasi

Van Dyne and Graham (dalam Coetzee, 2005: 5.11) menyatakan bahwa, faktor-faktor : personal, situasional, dan posisional dapat mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi.

Beberapa personal characteristic dianggap memiliki hubungan dengan komitmen organisasi di antaranya, yaitu:


(46)

a. Personal Characteristic

1). Usia. Steers (1977); Mathieu dan Zajac (1990); Meyer dan Allen (1997) (dalam Srimulyani, 2009:11) usia berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Usia dalam hal ini mempengaruhi kinerja pada karyawan. Robbins (2001:43) menjelaskan bahwa semakin seseorang bertambah tua, maka akan semakin kecil seseorang berhenti dari pekerjaan. Dengan makin tuanya seorang karyawan, maka semakin sedikit kesempatan alternatif pekerjaan bagi individu tersebut. Di samping itu, pekerja yang lebih tua mempunyai kemungkinan yang kecil untuk berhenti dari pekerjaannya, karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Dan hal tersebut pula yang mempengaruhi komitmen organisasi seseorang,

2). Tingkat Pendidikan. Steers (1977); Glisson dan Durick, (1988) (dalam Srimulyani, 2009:11) Makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi, sehingga komitmennya semakin rendah.

3). Jenis Kelamin. Tomhill et al., (dalam Srimulyani, 2009:11) menjelaskan bahwa wanita pada umumnya menghadapi


(47)

tantangan yang lebih besar dalam pencapaian kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

4). Status Perkawinan. Johannes dan Taylor (1999); Tsui et al., (1994) (dalam Srimulyani, 2009:11). Seseorang yang sudah menikah menjadi merasa lebih terikat dengan organisasi tempatnya bekerja dibandingkan seseorang yang belum menikah.

5). Keterlibatan kerja (Job involvement). Janis (1989); Loui (1995) (dalam Srimulyani, 2009:11). Tingkat keterlibatan kerja seseorang berhubungan secara positif dengan komitmen organisasi Mowday et al. (dalam Srimulyani, 2009:11) menerangkan seorang karyawan lebih dahulu dijadikan terbiasa dengan pekerjaannya dan dilibatkan dalam pekerjaan tertentu, dan kemudian, ketika kebutuhan mereka terpenuhi, hal ini akan mengembangkan rasa komitmen untuk organisasi.

6). Konflik Peran, timbul jika harapan dari karyawan mengenai perannya dalam suatu pekerjaan bertentangan dengan harapan perannya yang lain.


(48)

b. Situational Factors 1. Workplace Value

Shared values adalah suatu komponen kritis dari hubungan keterikatan (covenantal relationship). Nilai-nilai seperti: quality, innovation, cooperation, participation,

trust, mempermudah anggota organisasi untuk saling berbagi dan membangun hubungan erat. Jika para pegawai percaya bahwa nilai-nilai organisasinya adalah quality products, para pegawai akan terlibat dalam perilaku yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan itu. Para pegawai akan lebih berkeinginan mencari solusi dan membuat usulan untuk berperan dalam mencapai kesuksesan organisasi (dalam Coetzee, 2005: 5.12).

2. Organizational Justice

Organizational justice atau keadilan organisasi meliputi: distributive justice, procedural justice, dan

interactional justice. Distributive justice berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, sedangkan procedural justice memusatkan pada kewajaran proses pengambilan keputusan. Interactional justice mengacu persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi atau

informal interaction antara karyawan yang menerima keputusan dengan pembuat keputusan. Schmiesing dan


(49)

Safrit mengemukakan bahwa persepsi positif dari keadilan organisasional mengakibatkan perilaku positif seperti kepuasan kerja, komitmen, dan kepercayaan (dalam Srimulyani, 2009:12). Cropanzano dan Folger serta Tang dan Sarsfield Baldwin mengatakan bahwa Komitmen berkembang pelan-pelan dan secara konsisten dari waktu ke waktu, sebagai hasil hubungan pegawai dengan pemberi kerja. Sikap ini secara signifikan dipengaruhi oleh persepsi pegawai tentang keadilan di dalam organisasi yang bersangkutan (dalam Srimulyani, 2009:12-13).

3. Job Characteristics

Job characteristic ini meliputi: meaningfull work, otonomi, dan umpan balik merupakan motivasi kerja yang bersifat internal. Menurut Jernigan, Beggs dan Kohut (dalam Coetzee, 2005: 5.12) kepuasan atas otonomi (perceived independence), status (sense of importance) dan kebijakan (satisfaction with organizational demands) merupakan prediktor penting dari komitmen. Dengan demikian, karakteristik spesifik dari pekerjaan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab pegawai dan konsekuensinya; serta rasa keterikatan dengan organisasi.


(50)

4. Organizational Support

Dukungan organisasional ini didefinisikan sebagai sejauh mana pegawai mempersepsikan bahwa organisasi (lembaga, atasan, dan rekan kerja) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi pegawai, dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Pack dan Soetjipto (dalam Srimulyani, 2009:13) menyatakan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif komitmen organisasi. Hal ini berarti jika organisasi peduli dengan keberadaan dan kesejahteraan personal karyawan dan juga menghargai kontribusi karyawan pada organisasi maka karyawan mau mengikatkan diri dan menjadi bagian dari organisasi.

5. Positional Factors

1). Organizational Tenure Dari hasil studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981); Meyer dan Allen (dalam Srimulyani, 2009:14), menunjukkan bahwa salah satu anteseden dari komitmen organisasi adalah masa kerja (tenure) seseorang pada organisasi tertentu.

2). Hierarchial Job Level (Status Jabatan), berbagai penelitian terdahulu secara konsisten menemukan status


(51)

kuat sebab status yang tinggi cenderung meningkatkan baik motivasi maupun kemampuan untuk aktif terlibat (Coetzee, 2005:5.14).

2.1.4 Menciptakan Komitmen Organisasi

Menurut Martin dan Nicholss (dalam Srimulyani, 2009:15-17), ada tiga (3) pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi:

1. Perasaan memiliki kepada perusahaan (A sense of belonging to the organization)

Untuk mencapai rasa memiliki tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat karyawan: a) mampu mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi; b) merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya/pekerjaannya adalah berharga bagi organisasi tersebut; c) merasa nyaman dengan organisasi tersebut; d) merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk misi yang jelas ( apa yang direncanakan untuk dilakukan); nilai-nilai yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa diterima oleh organisasi).


(52)

2. Perasaan bergairah terhadap pekerjaan (a sense of excitement in the job)

Perasaan seperti ini bisa dimunculkan dengan cara: a) mengenali faktor faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain pekerjaan (job design); b) kualitas kepemimpinan; c) kemauan manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen pegawai bisa meningkat jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang, serta memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi pegawai untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal.

3. Pentingnya rasa memiliki (ownership)

Rasa memiliki bisa muncul jika pegawai merasa bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktik kerja, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan pegawai. Jika pegawai merasa dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan dan jika pegawai merasa ide-idenya didengar dan jika pegawai merasa memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka pegawai akan cenderung menerima keputusan-keputusan atau


(53)

perubahan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan pegawai merasa dilibatkan, bukan karena dipaksa.

2.2 Keterlibatan Kerja

2.2.1 Pengertian Keterlibatan Kerja

Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam suatu perusahaan maka kita perlu tahu keterlibatan kerja karyawannya atau

Job Involvement. Belum ada kesepakatan yang lengkap mengenai apa yang diartikan dengan istilah keterlibatan kerja ini.

Kanungo mendefinisikan keterlibatan kerja sebagai "identifikasi psikologis dengan pekerjaan" (dalam Zatz, 1995). Definisi ini menurut Lawler & Hall (dalam Zatz, 1995) menyiratkan bahwa seseorang yang terlibat dalam pekerjaan atau dia melihat pekerjaannya "sebagai bagian penting dari konsep dirinya", dan Kanungo (dalam Zatz, 1995) menambahkan bahwa pekerjaan itu "mendefinisikan konsep diri seseorang dalam suatu cara utama".

Lodahl dan Kejner (dalam Ciliana dan Wilman, 2008) mengemukakan bahwa keterlibatan kerja merupakan derajat dimana seseorang mengidentifikasikan diri terhadap pekerjaannya, berpartisipasi secara aktif, dan menyadari bahwa performa yang ia tampilkan merupakan hal yang penting bagi harga dirinya. Keterlibatan kerja dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan yang kuat, memiliki


(54)

otonomi, keberagaman, identitas tugas yang jelas, umpan balik, dan memungkinkan bekerja untuk memiliki partisipasi yang tinggi. Hal ini berarti individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki kebutuhan pertumbuhan yang kuat dan berpartisipasi secara aktif dalam pekerjaannya. Individu tersebut akan lebih siap untuk berubah karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam pekerjaannya.

Dunnette (dalam Gading, 1998) menerangkan bahwa keterlibatan seseorang dalam pekerjaannya terlihat pada keseriusan dalam melakukan pekerjaan, suasana hati yang selalu di pengaruhi pengalaman dalam pekerjaan, dan perasaan menikmati pekerjaan.

Gading (1997) menyimpulkan beberapa pendapat ahli bahwa yang dimaksud dengan keterlibatan kerja adalah tingkat sejauh mana seseorang mengidentifikasikan diri secara psikologis pekerjaan, sejauhmana tingkat kesuksesan dalam kerja mempengaruhi harga dirinya, serta pentingnya kerja bagi kehidupan seseorang.

2.2.2 Ciri- ciri Keterlibatan Kerja

Faktor-faktor keterlibatan kerja dilihat dari sejauh mana seorang karyawan ikut berpartisipasi dengan seluruh kemampuannya dalam membuat peningkatan kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan. Ramsey et al., Blau & Boal, dan Balay (dalam Uygur,


(55)

beberapa cirri-ciri yang dapat dipakai untuk melihat keterlibatan kerja seorang karyawan, dimana ciri-ciri ini telah banyak digunakan para ahli untuk studi - studi keterlibatan kerja yaitu:

1. Aktif berpartisipasi dalam pekerjaannya

Aktif berpartisipasi dalam pekerjaan dapat menunjukkan seorang pekerja terlibat dalam pekerjaan/job involvement-nya. Aktif partisipasi adalah perhatian seseorang terhadap sesuatu. Dari tingkat atensi inilah maka dapat diketahui seberapa seseorang karyawan perhatian, peduli dan menguasai bidang yang menjadi bagiannya.

2. Menunjukkan pekerjaannya sebagai yang utama

Faktor view it as a central life interest pada karyawan dapat mewakili tingkat keterlibatan kerjanya. Apabila karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaanya adalah hal yang utama. Seorang karyawan yang mengutamakan pekerjaannya akan selalu berusaha yang terbaik untuk pekerjaannya dan mengganggap pekerjaannya sebagai pusat yang menarik dalam hidup dan yang pantas untuk diutamakan.

3. Melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang penting bagi harga diri

Keterlibatan kerja dapat dilihat dari sikap seorang pekerja dalam pikiran mengenai pekerjaannya, dimana seorang karyawan


(56)

menganggap pekerjaan itu penting bagi harga dirinya. Harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri, mempunyai harga diri yang kuat artinya merasa cocok dengan kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi masalah kehidupan. Apabila pekerjaan tersebut dirasa berarti dan sangat berharga baik secara materi dan psikologis bagi pekerja tersebut maka pekerja tersebut akan menghargai dan akan melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sehingga keterlibatan kerja dapat tercapai, dan karyawan tersebut merasa bahwa pekerjaan mereka penting bagi harga dirinya.

2.2.3 Aspek – aspek Keterlibatan Kerja

Dalam keterlibatan kerja banyak aspek-aspek yang menjadi ukuran seberapa besar keterlibatan kerja karyawan terhadap organisasi. Untuk meningkatkannya karyawan perlu memperhatikan berbagai aspek yang harus dikembangkan dan ditingkatkan. Dalam keterlibatan kerja terdapat lima aspek, menurut Lodahl & Kejner (dalam Gading, 1998) aspek-aspek tersebut, yaitu:

a. Adanya harapan yang besar terhadap pekerjaan

Harapan terhadap pekerjaan muncul pada pandangan individu bahwa dirinya memiliki berbagai macam kebutuhan yang perlu dipenuhi baik sandang, pangan maupun papan. Selain


(57)

itu, seorang individu juga memiliki harapan yang besar terhadap pekerjaannya untuk memberikan kesejahteraan bagi dirinya dimasa depan. Setiap individu mempunyai keinginan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal sesuai harapan individu. Harapan inilah yang nantinya akan mempengaruhi tinggi rendahnya keterlibatan kerja individu dalam melakukan kerja atau tugas.

b. Adanya keterlibatan emosional terhadap pekerjaan

Keterlibatan secara emosional atau keterlibatan psikologis karyawan terhadap pekerjaan muncul melalui pengabdian yang dilakukan untuk memperoleh keberhasilan dalam mendapatkan kepuasan dari keberhasilan pribadi dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain kemampuan dalam bidang pengetahuan individu pun dalam bekerja perlu melibatkan emosionalnya. Tidak dipungkiri bahwa banyak individu yang melibatkan emosi dan perannya dalam mengambil sebuah keputusan.

c. Adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan

Rasa tanggung jawab yang tinggi dari seorang karyawan muncul berdasarkan pelaksanaan kerjanya yang banyak dan ditentukan oleh usaha atau peranan penting dirinya dalam bekerja serta konsistensi identitas yang dimiliki dirinya daripada faktor-faktor kebetulan diluar pengendalian dirinya atau berdasarkan


(58)

kerjasama. Rasa tanggung jawab pada individu yaitu menilai dan memahami tugas dan pekerjaan yang dilakukannya.

d. Adanya rasa bangga terhadap pekerjaan

Rasa bangga yang dirasakan oleh seseorang karyawan terbentuk karena organisasi tempat dirinya bekerja mampu memberikan penghargaan, penghormatan dan status. Pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan juga dihargai dan hal ini yang dapat mendorong karyawan untuk mencapai target yang telah ditentukan oleh organisasi.

e. Adanya keinginan untuk maju untuk visi dimasa depan (mobilitas ke atas)

Setiap karyawan menginginkan mobilitas ke atas terhadap pekerjaannya, dimana hal ini dapat diwujudkan oleh karyawan yang menyumbangkan ide-ide atau brainstorming dirinya guna penacapaian tujuan dan sasaran organisasi. Dalam aktivitas bekerjanya, karyawan lebih memiliki semangat kerja tinggi dan lebih kreatif.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil aspek keterlibatan dari Lodahl dan Kejner, karena menurut peneliti berbagai aspek tersebut dapat mewakili intisari dari keterlibatan kerja secara praktis.


(59)

2.3. Konflik dan Peran

Pengertian konflik yang lebih mendasar adalah suatu kenyataan yang muncul karena adanya kehidupan bersama yang dibentuk manusia yang tidak dapat di atasi secara tuntas selama kehidupan masih terus berlangsung (dalam Anoraga, 2001:99). Konflik menggambarkan suatu kondisi dimana seseorang berada di bawah tekanan untuk berespon secara simultan terhadap dua atau lebih dorongan yang bertentangan (Atwaeter, dalam Triwahyuni 2011:3).

Dalam hidup bermasyarakat setiap individu memiliki peran-peran tertentu sesuai dengan posisinya. Masing-masing peran memiliki tuntutan yang berkaitan dengan pola tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat, misalnya kedudukan sebagai ibu yang menuntut perilaku tertentu, seperti mendidik anak-anaknya dan menjadi tauladan bagi anak-anaknya.

Dengan demikian ibu yang bekerja, sesuai dengan statusnya sebagai wanita yang telah menikah, memiliki peran sebagai isteri, ibu rumah tangga, dan orang tua (ibu dari anak-anaknya). Tetapi, sebagai wanita yang bekerja, maka ia pun mempunyai peran yang lain yaitu sebagai pekerja, yang mana dari masing-masing peran memiliki peran memiliki tuntutan dan harapan tertentu yang berbeda.

Ralph Linton dalam bukunya The Study of Man (1936:115) membagi peran menjadi dua (2) yaitu:

a. Ascribed Roles adalah peran-peran yang dimiliki seseorang sejak dilahirkan dan peran-eran yang diperoleh seseorang tanpa ada usaha


(60)

atau keinginan dari orang itu, misalnya: peran jenis kelamin dan peran yang berkaitan dengan pertalian keluarga, seperti ibu, anak, dan lain-lain.

b. Achieved Roles adalah peran yang diterima setelah beberapa proses atau usaha. Peran ini biasanya menuntut sejumlah keahlian atau pelatihan, misalnya: peran dan pekerjaan.

Seorang ibu yang bekerja menjalani kehidupan kedua peran di atas, perannya sebagai isteri dan ibu merupakan Ascribed Roles. Sedangkan, perannya sebagai pegawai adalah Achieved Roles. Dengan demikian peran yang dimiliki wanita bekerja yang berkaitan dengan keluarga (isteri dan ibu) merupakan peran yang berbeda dengan perannya sebagai pegawai.

Peran wanita dalam rumah tangga seringkali bertentangan dengan perannya sebagai pekerja sehingga menimbulkan masalah atau konflik pada diri wanita berperan ganda. Wanita yang bekerja seringkali mengalami konfik dan stress sehubungan dengan usahanya untuk menggabungkan perannya dalam keluarga dan perannya sebagai pekerja. Konflik yang seperti ini disebut sebagai konflik peran.

Kahn, Wolfe, Quinn, Snoek & Rosenthal (dalam Geraldine, 1988:8) mendefinisikan konflik peran sebagai:

“A type of stress occurring when conflicting and competing demands or expectancies were perceived from two or more roles enacted by an individual”.


(1)

perannya dengan seimbang (menjadi ibu, dan pekerja), agar terciptanya perusahaan dan pekerja wanita yang sejahtera. b. Diharapkan seorang ibu bekerja harus bisa menempatkan diri

agar berguna bagi perusahaan tempatnya bekerja, yakni dengan meningkatkan keterlibatan kerja mereka di perusahaan dan menyesuaikan diri serta memanfaatkan fasilitas dan kebijaksanaan perusahaan yang diberikan (Organizational Support) kepada mereka secara optimal dalam situasi tertentu.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2011). Evaluation of Allen and Meyers organizational commitment scale: A cross-cultural application in Pakistan. Journal of Education and Vocational Research. Internasional Islamic University , Vol. 1, No. 3, pp. 80-86, June 2011: Islamad, Pakistan.

Allen, and Evert Van De Vliet. (1968). Role transition exploration and explanation. Plenum Press: New York and London.

Allen, and John Meyer. (1990). The measurement and anteendent of affective, continuance, and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology. The British Psychological Society.

Anoraga, Pandji. (2001). Psikologi kerja. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Arikunto, S. (1997). Prosedur penelitian (suatu pendekatan praktek). Rineka Cipta: Jakarta.

Artianan, Ryan. (2004). Tesis: Pengaruh faktor kepribadian dan demografi terhadap komitmen karir. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang.

Azwar, Saifuddin. (2005). Penyusunan skala psikologi. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Azwar, Saifuddin. (2003). Reliabilitas dan validitas. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Carlson, & K. Michele Kacmar, et., all. (2000). Construction and initial validation of a multidimensional measure of work–family conflict. Journal of Vocational Behavior: 56, 249–276. online at http://www.idealibrary.com. Ciliana, dan Wilman. (2008). Jurnal: Pengaruh kepuasan kerja, keterlibatan kerja,

stress kerja, dan komitmen organisasi terhadap kesiapan untuk berubah pada karyawan PT Bank Y. Fakultas Psikologi: Universitas Indonesia: Depok.

Coetzee, M. (2005). Employee commitment. University of Pretoria.

Cohen, Aaron. (1997). Age and tenure in relation to organizational commitment: A meta-analysis. Applied and Social Psychology Journal. Departement of Political Science of Haifa. Lawrence Erlbaum Associates.


(3)

Creswell, John W. (1994). Research design : Qualitative and quantitative approaches. Sage Production : USA.

Crocker, Linda M. (1986). Introduction to classical and modern test theory. Library of Congress Cataloging : Holt, Rinehart and Winston: New-York. Darwito. (2008). Skripsi: Analisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap

kepuasan kerja dan komitmen organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Program Studi Magister Manajemen. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro: Semarang.

Duxbury, and Crish Higgins. (1991).Work-life balance in the new millennium: where are we? where do we need to go?. Work Network Canadian Policy Research Networks, Inc.: Ottawa.

Eisenberger, and Robin Huntington. (1986). Perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, Vol. 71, No.3, 500 – 507. The American Psychological Association, Inc.

Gading, I Ketut. (1997). Jurnal: Kepuasan kerja, keterlibatan kerja, orientasi nilai terhadap kerja dan produktivitas kerja para pekerja wanita pada sektor informal di kota Singaraja. Aneka Widya STKIP: Singaraja.

Gading, I Ketut. (1998). Jurnal: Hubungan antara kepuasan dan keterlibatan kerja dengan produktivitas kerja para pekerja wanita di sektor informal di Bali. Aneka Widya STKIP: Singaraja.

Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. (1995). Behavior in organizations: Understanding and managing the human side of work. Prentice-Hall: New Jersey.

Greenberg, Jerald & Robert A. Baron. (2003). Behavior in organizations: Understanding and managing the human side of work. Pearson Education International: Canada.

Gulo, W. (2005). Metodologi penelitian. PT Grasindo: Jakarta.

Herts, David E. Loran. (2003). Cross-cultural measurement invariance of work/family conflict scales across English – speaking samples. A Dissertation Department of Psychology: College of Arts and Sciences, University of South Florida.

Imanoviani, Tera, dan Eko Djuniarto. (2011). Difference in Burnout Tendencie level on married and single career woman. Fakultas Psikologi: Universitas Gunadarma.


(4)

Inderasari, Erlina. (2007). Jurnal: Sikap karir pustakawan wanita. Universitas Indonesia: Depok.

Jex, Steve M. (2002). Organizational psychology : a scientist-practitioner approach. John Wiley & Sons : New York.

Linton, Ralph. (1936). The study of man: An introduction. Appleton – Century – Crofts, inc: New York.

Luthans, Fred. (1995). Organizational behavior. 7th Edition. Mc. Graw-Hill: Singapore.

Marsidi, Asri dan Hamrila Abdul Latip. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen pekerja di organisasi awam. Jurnal Kemanusiaan No.10. Fakultas Ekonomi dan Perniagaan . Universitas Malaysia Sarawak.

Menger, Geraldine M. (1988). A comparative study of transitional roll strain in reentry women students. Dissertation in education. The Graduate Faculty of Texas Tech.University: Texas.

Miner, John B. (1992) .Industrial-organizational psychology. McGraw Hill: Singapore.

Rhoades, and Robert Eisenberger. (2002). Perceived organizational support: The review of the literature. Journal of Applied Psychology, Vol. 87, No.4, 698 – 714. The American Psychological Association, Inc.

Robbins, Stphen P. (2001). Perilaku organisasi: Konsep, kontroversi, aplikasi. Prentice Hall : Pearson Education Asia. PT Prehalindo: Jakarta.

Seniati, Liche. (2002). Seputar komitmen organisasi. Disampaikan dalam Acara Arisan Angkatan ‟86, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta. Simanjuntak, Megawati. (2007). Permasalahan keluarga: Konflik antara

pekerjaan dan keluarga. Sekolah Pascasarjana: Fakultas Ekologi Manusia. IPB: Bogor.

Sjabadhyni, Bertina., dkk. (2001). Pengembangan kualitas SDM dari perspektif PIO. Penerbit Bagian Fakultas Psikologi: Universitas Indonesia.

Sevilla, Consuelo G.. (1993). Pengantar metode penelitian. Universitas Indonesia Press: Jakarta.


(5)

Srimulyani, Veronika Agustini. (2007). Tipologi dan anteseden komitmen organisasi, program studi manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala: Madiun. p. 5-18.

Sugiyono. (2009). Metode penelitian administrasi. IKAPI. CV. Alfabeta: Bandung.

Supriyono, R.A. (2006). Pengaruh variabel perantara komitmen organisasi dan partisipasi penganggaran terhadap hubungan dengan usia dan kinerja manager di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis: Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Srimulyani, Veronika Agustini. (2007). Tipologi dan anteseden komitmen organisasi, program studi manajemen. Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala: Madiun. p. 5-18.

Triwahyuni, Bunga. (2011). Dual role conflict relationship with satisfaction work on the married women teachers. Fakultas Psikologi: Universitas Gunadarma.

Uygur, Akyay & Gonca Kilic. (2009). A study into organizational commitment and job involvement. Ozean Journal of Applied Sciences 2. Ozean Publication.

Wijanto, Setyo Hari. (2008). Structural equation modeling dengan LISREL 8.8. Ed. 1. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Yekty, Rakhesma Pasaty. (2006). Skripsi: Analisis pengaruh iklim psikologis terhadap keterlibatan kerja dan kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Universitas Diponegoro: Semarang.

Yuwono, Ino.dkk. (2005). Psikologi industri dan organisasi. Fakultas Psikologi. Universitas Airlangga: Surabaya.

WEB SITE :

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17669?mode=simple&submit_simpl

e=Show+simple+item+record diunduh pada tanggal 3 Juni (2011), Skripsi oleh


(6)

http://www.toolpack.info/articles/job-involvement.html. Review of Journal: Zatz, D.A. (1995). Job involvement and interrole conflict. (Doctoral dissertation, Columbia University, 1995).

http://www.bps.go.id/. Berita resmi statistik : No. 33/05/Th. XIV, 5 Mei 2011. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2011.

http://www.bps.go.id/. Berita resmi statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2007.