Pengaruh perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong dengan Rhizopus Oryzae pada pembuatan pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan patin (Pangasius Djambal).

(1)

SINGKONG DENGAN Rhizopus oryzae PADA PEMBUATAN PAKAN IKAN TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN PATIN (Pangasius djambal)

ENDANG SARI KUSTIYAWATI Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Onggok singkong merupakan hasil samping pengolahan tepung tapioka dan berpotensi menjadi bahan baku alternatif pakan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu fermentasi dan waktu yang paling baik untuk fermentasi tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan patin. Metode percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 kontrol dan 3 perlakuan berupa penggunaan tepung onggok singkong yang difermentasi Rhizopus oryzae dalam perbedaan waktu fermentasi yaitu pakan P1 (tepung onggok singkong yangdifermentasi 1 hari), pakan P2 (tepung onggok singkong yang difermentasi 3 hari), pakan P3 (tepung onggok singkong difermentasi 5 hari), pakan pakan K negatif (tepung onggok singkong tanpa fermentasi), dan pakan K positif pelet komersial (MLP3). Pakan diujikan pada ikan patin dengan bobot ikan ± 10 gram, yang dipelihara dalam kolam berukuran 1 x 1,5 m dengan kepadatan 40 ekor/kolam. Ikan dipelihara selama 5 bulan dengan feeding rate 3% dan diberikan 2 kali sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan P2 (tepung onggok singkong difermentasi 3 hari) memberikan hasil berat ikan paling tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3 dan kontrol negatif, namun perlakuan control positif (pelet komersial MLP3) memberikan hasil yang terbaik dari semua perlakuan untuk pertumbuhan ikan patin mencapai 224 gram, tingkat kelangsungan hidup mencapai 100% dan kualitas air pada perlakuan berada dalam kondisi optimum untuk budidaya ikan.


(2)

ENDANG SARI KUSTIYAWATI Sanata Dharma University

ABSTRACT

Tapioca-waste (Onggok singkong)—a waste-product from the manufacturing process of tapioca starch—has the potential to become an alternative ingredient for fish feed. This research aims to study the effect of different fermentation time and to identify the best fermentation time for tapioca-waste flour as fish feed ingredient for Patin fish, specifically in regard to growth. The research utilizes Completely Randomized Design experiment method with 2 control and 3 treatments of using tapioca-waste flour fermented with Rhizopus oryzae for different fermentation time that is P1 Feed (tapioca-waste flour fermented for 1 days), P2 Feed (tapioca-waste flour fermented for 3 day), P3 Feed (tapioca-waste flour fermented for 5 days), K (-) Feed (tapioca waste flour fermented for 0 days), and the K (+) commercial pellets MLP3 (control). Each is given to Patin fish weighing ± 10 grams, cultivated in a pool of 1 x 1.5 m size, with the density of 40 fish/pool. The fish are cultivated over 5 months, with feed given twice a day in a 3% feeding rate. The research result shows that the P3 Feed (tapioca-waste flour fermented for 3 days) yields the best result in terms of growth in comparison with the P1, P3 and control (-), but the K (+)commercial pellets MLP3 (control) feed, give the best result getting the Patin fish to reach the weight of 224grams and life expectancy of 100% in anoptimally conditioned water for fish cultivation.


(3)

i

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU FERMENTASI TEPUNG ONGGOK SINGKONG DENGAN Rhizopus oryzae PADA PEMBUATAN PAKAN IKAN

TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN PATIN (Pangasius djambal)

SKRIPSI

Diajukan untuk Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Endang Sari Kustiyawati NIM : 121434047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

M enjalankan dengan penuh keikhlasan

M enyelesaikan dengan penuh kebahagiaan

-W inston Churcill-

K arya ini kupersembahkan untuk :

B apak dan I buku

A tas selur uh cinta, kasih, sayang dan doa yang kalian berikan dar i awal aku ada hingga detik ini aku bisa menatap hidup lebih terang dan lebih terang

K akakku tercinta, F irman I ndrianto

A tas, selur uh kasih dan semangat yang kakak ber ikan, fasilitas yang kakak ber ikan serta doanya

T eman – teman B ioScience

2012

Y ang mewarnai hidupku di per kuliahan menjadi lebih indah dan hangat


(7)

(8)

(9)

vii

PENGARUH PERBEDAAN WAKTU FERMENTASI TEPUNG ONGGOK SINGKONG DENGAN Rhizopus oryzae PADA PEMBUATAN PAKAN IKAN

TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN PATIN (Pangasius djambal) ENDANG SARI KUSTIYAWATI

Universitas Sanata Dharma ABSTRAK

Onggok singkong merupakan hasil samping pengolahan tepung tapioka dan berpotensi menjadi bahan baku alternatif pakan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu fermentasi dan waktu yang paling baik untuk fermentasi tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan patin. Metode percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 kontrol dan 3 perlakuan berupa penggunaan tepung onggok singkong yang difermentasi Rhizopus oryzae dalam perbedaan waktu fermentasi yaitu pakan P1 (tepung onggok singkong yangdifermentasi 1 hari), pakan P2 (tepung onggok singkong yang difermentasi 3 hari), pakan P3 (tepung onggok singkong difermentasi 5 hari), pakan pakan K negatif (tepung onggok singkong tanpa fermentasi), dan pakan K positif pelet komersial (MLP3). Pakan diujikan pada ikan patin dengan bobot ikan ± 10 gram, yang dipelihara dalam kolam berukuran 1 x 1,5 m dengan kepadatan 40 ekor/kolam. Ikan dipelihara selama 5 bulan dengan feeding rate 3% dan diberikan 2 kali sehari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan P2 (tepung onggok singkong difermentasi 3 hari) memberikan hasil berat ikan paling tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3 dan kontrol negatif, namun perlakuan control positif (pelet komersial MLP3) memberikan hasil yang terbaik dari semua perlakuan untuk pertumbuhan ikan patin mencapai 224 gram, tingkat kelangsungan hidup mencapai 100% dan kualitas air pada perlakuan berada dalam kondisi optimum untuk budidaya ikan.


(10)

viii

THE EFFECT OF DIFFERENT FERMENTATION TIME FOR FISH FEED MADE BY FERMENTING TAPIOCA-WASTE FLOUR WITH Rhizopus oryzae

ON THE GROWTH OF PATIN FISH (Pangasius djambal)

ENDANG SARI KUSTIYAWATI Sanata Dharma University

ABSTRACT

Tapioca-waste (Onggok singkong)—a waste-product from the manufacturing process of tapioca starch—has the potential to become an alternative ingredient for fish feed. This research aims to study the effect of different fermentation time and to identify the best fermentation time for tapioca-waste flour as fish feed ingredient for Patin fish, specifically in regard to growth. The research utilizes Completely Randomized Design experiment method with 2 control and 3 treatments of using tapioca-waste flour fermented with Rhizopus oryzae for different fermentation time that is P1 Feed (tapioca-waste flour fermented for 1 days), P2 Feed (tapioca-waste flour fermented for 3 day), P3 Feed (tapioca-waste flour fermented for 5 days), K (-) Feed (tapioca waste flour fermented for 0 days), and the K (+) commercial pellets MLP3 (control). Each is given to Patin fish weighing ± 10 grams, cultivated in a pool of 1 x 1.5 m size, with the density of 40 fish/pool. The fish are cultivated over 5 months, with feed given twice a day in a 3% feeding rate. The research result shows that the P3 Feed (tapioca-waste flour fermented for 3 days) yields the best result in terms of growth in comparison with the P1, P3 and control (-), but the K (+)commercial pellets MLP3 (control) feed, give the best result getting the Patin fish to reach the weight of 224grams and life expectancy of 100% in anoptimally conditioned water for fish cultivation.


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang berlimpah penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Sang Pemberi Kehidupan dan Sumber Pengharapan karena atas tuntunan dan bimbingannya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.Banyak hal yang dialami dan dirasakan oleh penulis selama menjalankan dinamika perkuliahan di Universitas Sanata Dharma tercinta ini.Ketercapaian yang dialami penulis sampai sejauh ini tak lepas dari campur tangan berbagai pihak yang telah mendukung, member semangat dan harapan untuk terus berjuang mencapai cita.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan pengarahan dan dengan penuh sabar membimbing penulis menyusun skripsi.

2. Segenap Dosen dan Staf Sekertariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma.

3. Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatankepada penulis untuk mengembangkan diri sebagai pribadi yang utuh.

4. Program Studi Pendidikan Biologi yang telah menjadi wadah bagi penulis untuk menimba ilmu.


(12)

x

5. Orang tuaku Ibuk dan Bapak serta kakakku Firman, terimakasih atas doa, dukungan materil dan dukungan moral yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

6. Bapak Albertus pemilik gilingan pakan yang sudah meminjamkan penggilingannya kepada penulis.

7. Ibu Sukasmi pemilik kolam ikan yang sudah meminjamkan kolamnya untuk penulis.

8. Teman – teman setiaku Denda, Ariadne, Emi, Agus, Darwis, Seno, Ridha, Dina, Orin, Wiwin, Alfi, Dani, Efis, Justin, Maranty, Kalikulla dan seluruh teman – teman Pendidikan Biologi 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas doa, semangat, dukungan, motivasi, fasilitas dan akomodasi yang telah diberikan selama ini.

9. Teman – teman GUCI 32 atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis. 10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.


(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasalahan ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5


(14)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Ikan Patin Jambal ... 6

B. Onggok Singkong ... 16

C. Fermentasi ... 18

D. Rhizopus oryzae ... 20

E. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 21

F. Kerangka Berpikir ... 23

G. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 25

B. Batasan Penelitian/ Definisi Operasional ... 26

C. Alat dan Bahan ... 26

D. Cara Kerja ... 28

E. Desain Penelitian ... 32

F. Metode Analisis Data ... 34

G. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 37

a. Pertumbuhan Rata – rata Berat Ikan Selama 2 Minggu ... 37

b. Kelangsungan Hidup/ Sintasan ... 41


(15)

B. Pembahasan ... 45

a. Pertumbuhan Rata – rata Berat Ikan Selama 2 Minggu ... 47

b. Kelangsungan Hidup/Sintasan ... 53

c. Kualitas Air ... 55

BAB V IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(16)

xiv Daftar Tabel

Tabel 1.1 Kandungan Nutrisi Pada Tepung Onggok Singkong ... 3

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Tepung Onggok Singkong ... 17

Tabel 2.2 Analisa Proksimat Tepung Onggok Singkong ... 22

Tabel 3.1 Perlakuan Perbedaan Waktu Fermentasi Onggok Singkong ... 25

Tabel 3.2 Komposisi Bahan Baku Pakan ... 27

Tabel 3.3 Pertumbuhan Berat Ikan selama 2 minggu sekali ... 34

Tabel 4.1 Tabel Uji Anova ... 39

Tabel 4.2 Tabel Uji Normalitas dan Homogenitas... 42


(17)

xv

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Ikan Patin (Pangasius djambal) ... 6

Gambar 2.2 Onggok Singkong dan Tepung Onggok Singkong ... 17

Gambar 2.3 Rhizopus oryzae ... 21

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berfikir ... 24

Gambar 3.1 Kolam Ikan yang Digunakan ... 33

Gambar 4.1 Pertumbuhan berat ikan patin ... 37

Gambar 4.2 Kelangsungan Hidup Ikan Patin ... 41

Gambar 4.3 Pengukuran suhu selama pemeliharaan ikan patin ... 43

Gambar 4.4 Pengukuran pH selama pemeliharaan ikan patin ... 43

Gambar 4.5 Pengukuran DO selama pemeliharaan ikan patin ... 44

Gambar 4.6 Fase Pertumbuhan Kapang ... 51


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Prosedur Fermentasi Onggok Singkong ……… 61

Lampiran 2. Prosedur Pembuatan Pakan Ikan……… 68

Lampiran 3.Uji Normalitas Distribusi Data Berat Ikan Patin ... 69

Lampiran 3.Uji Homogenitas Data Berat Ikan Patin ... 69

Lampiran 4. Hasil Uji Anova Terhadap Berat Ikan Patin ... 70

Lampiran 5. Data rata – rata Pertumbuhan Ikan Patin ... 72

Lampiran 6. Data Kelangsungan Hidup Ikan Patin ... 79

Lampiran 7. Data rata – rata pengukuran pH Air ... 80

Lampiran 8. Data rata – rata pengukuran Suhu Air ... 81

Lampiran 9. Data rata – rata pengukuran DO Air ... 82

Lampiran 10. Silabus ... 83

Lampiran 11. RPP ... 86

Lampiran 12. Lembar Penilaian Sikap... 96

Lampiran 13. Lembar Penilaian Praktikum ... 99

Lampiran 14. Lembar Penilaian Presentasi ... 101

Lampiran 15. Lembar Observasi Diskusi ... 104

Lampiran 16. Format Laporan Tertulis ... 107

Lampiran 17. Rubrik Laporan Tertulis ... 108

Lampiran 18. Kisi - kisi Soal ... 113

Lampiran 19. Soal Posttest ... 114

Lampiran 20. LKS ... 117


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ikan patin merupakan ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis dan merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang paling banyak dibudidayakan petani baik dalam budidaya pembenihan, pembesaran dikolam pekarangan, maupun dilahan marjinal (lahan yang tidak memiliki sumber daya air terus menerus/tanpa irigasi).Daging ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolestrolnya rendah dibandingkan dengan daging hewan ternak. Ikan ini dapat memakan hewan-hewan yang hidup atau mati, sisa tumbuhan yang mati dan limbah rumah tangga (Kordi, 2005).

Ketersediaan pakan yang efektif, efisien, ramah lingkungan dan dengan harga yang terjangkau perlu diperhatikan.Hal ini disebabkan peranan pakan cukup besar baik dilihat sebagai penentu pertumbuhan maupun dilihat dari sisi biaya.Pakan mempengaruhi aspek biologis seperti kehidupan, pertumbuhan dan reproduksi ikan yang dipelihara.Pada budidaya ikan biaya produksi terbesar (40% - 60%) adalah biaya untuk pengadaan pakan.


(20)

sesuai dengan kemampuan daya belinya (Winarno, 1980). Menurut Mudjiman (1992) bahwa ikan patin dapat tumbuh optimal jika memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan nutrisi seimbang.Untuk mencapai hal ini perlu diusahakan alternatif sumber bahan pakan buatan yang murah tetapi memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan mudah diperoleh.Salah satunya dengan menggunakan limbah hasil olahan makanan yang masih dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai bahan pakan ikan, salah satunya ialah onggok singkong.

Onggok singkong adalah limbah padat berupa ampas dari pengolahan singkong menjadi tapioka.Menurut Amri (2006), bahwa dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Di Indonesia dihasilkan kurang lebih 1,2 juta ton per tahun. Tepung onggok singkong ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk campuran pakan ternak ruminansia, sehingga sampai sekarang belum ada pemanfaatan lain untuk penggunaan tepung onggok singkong menjadi pakan ikan. Tepung onggok singkong banyak di jual di toko-toko seperti toko penjual bahan pakan ikan, pakan ternak, dan pakan burung sehingga tepung onggok singkong mudah diperoleh. Onggok singkong yang telah diolah menjadi tepung onggok singkong berdasarkan hasil penelitian Supriyati et al. (1998) kandungan nutrisi onggok adalah sebagai berikut:


(21)

Tabel 1.1 Kandungan Nutrisi Pada Tepung Onggok Singkong

Komponen Kandungan Nutrisi

Karbohidrat 51,8%

Protein 2,2%

Serat Kasar 31,6%

Abu 2,4%

Nutrien lain yang harus diperhitungkan apabila onggok digunakan sebagai bahan pakan ikan adalah rendahnya protein dan tingginya serat kasar yang sulit dicerna oleh tubuh ikan. Namun demikian, pemanfaatan limbah padat ini masih sangat rendah.Oleh karena itu, perlu dilakukan teknik pengolahan yang dapat mengubah kandungan nutrisi pada tepung onggok. Melalui proses fermentasi diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi (kandungan protein) pada tepung onggok singkong. Penggunaan kapang sebagai inokulum fermentasi sudah banyak dilakukan karena pertumbuhannya cepat dan mudah.Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas berwarna putih (Fardiaz, 1989).

Rhizopus oryzae merupakan kapang dari genus Rhizopus, famili Mucoraceae dan ordo Mucorales. Kapang ini banyak digunakan dalam pembuatan tempe. Fermentasi dengan Rhizopus oryzae mampu meningkatkan kandungan protein dari 2% menjadi 8% dan dapat menurunkan serat kasar


(22)

(Tisnadjaja, 1996) serta menghasilkan beberapa vitamin seperti asam pentotenat, inositol, tiamin, piridoksin, biotin dan vitamin B12.

Pernyataan tersebut sangat mendukung penggunaan tepung onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan patin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dalam penelitian Eksperimen ini, dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong oleh kapang Rhizopus oryzae pada pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan Patin (Pangasius djambal)?

2. Berapakah waktu optimal yang paling baik untuk fermentasi tepung onggok singkong terhadap pertumbuhan ikan patin?

C. Batasan Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis memberikan batasan masalah agar penjelasannya terarah serta sesuai dengan yang diharapkan. Penulis hanya membatasi pada masalah :

1. Pertumbuhan berat basah ikan patin dari awal ikan di masukkan di kolam sampai akhir penelitian. Selain pertumbuhan berat ikan Patin juga dilakukan pengukuran terhadap kualitas air selama pemeliharaan yaitu meliputi pengukuran suhu, DO, dan pH.


(23)

2. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini berupa tepung onggok singkong tanpa fermentasi (Kontrol negatif), tepung onggok singkong yang difermentasi selama 1 hari (P1), tepung onggok singkong yang difermentasi selama 3 hari (P2), tepung onggok singkong yang difermentasi selama 5 hari (P3) dan kontrol positif (+) menggunakan pakan komersial pabrik (MLP3) D. Tujuan Penelitian

1.Mengetahui ada tidaknya perbedaan pertumbuhan ikan patin terhadap perbedaan waktu fermentasitepung onggok singkong yang terfermentasi Rhizopus oryzae

2.Mengetahui pengaruh lama waktu fermentasi tepung onggok singkong yang terfermentasi Rhizopus oryzae yang paling baik untuk pertumbuhan ikan patin E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai syarat untuk mengembangkan pengetahuan di bidang perikanan terutama tentang pembuatan pakan ikan

2. Bagi Perikanan

Sebagai masukan informasi bagi pembudidaya ikan dalam pembuatan pakan ikan

3. Bagi Dunia Pendidikan

Sebagai masukan informasi mengenai pemanfaatan limbah onggok singkong sebagai bahan baku pakan ikan.


(24)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal)

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan perairan Indonesia.Patin ini banyak terdapat di beberapa sungai–sungai besar di Kalimantan, Sumatra dan Jawa. Nama lain untuk ikan patin jambal, yaitu patin jendil.

1. Morfologi dan Taksonomi Ikan Patin

Morfologi ikan patin jambal dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Ikan Patin Sumber: (Rukmana, 2001).

Menurut Santoso (1996), taksonomi ikan patin adalah sebagai berikut: Ordo : Ostariophysi

Sub-ordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius djambal Nama Inggris : Catfish


(25)

Ikan Patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan.Ikan Patin tidak memiliki sisik, kepala ikan Patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke bawah.Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish.Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi pada bagian belakang, sedangkan jari-jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6-7 buah (Kordi, 2005).

2. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin

Ikan patin banyak dijumpai pada habitat atau lingkungan hidup berupa perairan air tawar, yakni di waduk, sungai–sungai besar dan muara–muara sungai.Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang-liang tepi sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar.Untuk budidaya ikan patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah rumit, karena patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada lingkungan perairan yang jelek (Kordi, 2005).


(26)

3. Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang, berat maupun volume dalam waktu tertentu.Pertumbuhan ikan biasanya diikuti dengan perkembangan, yaitu perubahan dalam kenampakan dan kemampuannya yang mengarah pada pendewasaan.Pada pertumbuhan normal terjadi rangkaian perubahan pematangan yaitu pertumbuhan yang mengikutsertakan penambahan protein serta peningkatan panjang dan ukuran (Ganong, 1990). Pertumbuhan ikan dapat terjadi jika ada materi untuk membangun suatu struktur atau organ dan energi untuk proses pembangunannya. Protein, karbohidrat dan lemak diperlukan oleh tubuh ikan sebagai materi dan energi untuk pertumbuhan dan diperoleh dari pakan yang dikonsumsi. Selanjutnya agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pakan yang dikonsumsi ikan akan mengalami proses metabolisme (Handayani, 2001).

Pakan dengan kandungan protein rendah akan mengurangi laju pertumbuhan, proses reproduksi kurang sempurna, dan dapat menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Kekurangan lemak dan asam lemak akan menyebabkan pertumbuhan terhambat. Kelebihan protein dan lemak akan mengakibatkan pertumbuhan lemak di hati dan ginjal, sehingga ikan menjadi gemuk, nafsu makan berkurang dan bengkak disekitar perut (Afrianto, 2005).


(27)

empedu dan lipase pankreatik akan mengubah lemak menjadi partikel lemak berukuran kecil yang disebut micel yang akan diserap oleh dinding usus. Beberapa lemak yang disimpan sebagai trigliserida dapat dikonversi menjadi fosfolipid dengan melepas satu dari tiga asam lemak dari gliserol dan menggantikannya dengan kelompok fosfat.Fosfolipid sebagai komponen penting dalam pembentukan struktur membrane sel sehingga esensial dalam membentuk jaringan baru.Lemak tidak jenuh pada ikan dapat dicerna dan diasilmilasi tetapi biasanya tidak dimanfaatkan untuk pertumbuhan atau untuk energi dan hanya terakumulasi di dalam otot dan sebagai lemak organ dalam (Fujaya, 2004).

Karbohidrat dalam pakan umumnya berbentuk senyawa polisakarida, disakarida, dan monosakarida.Karena tidak memiliki air liur maka pencernaan karbohidrat dimulai pada segmen lambung, tetapi secara intensif tejadi pada segmen usus yang memiliki enzim amylase pankreatik.Karbohidrat diserap oleh dinding usus dalam bentuk glukosa, setelah diabsorbsi oleh sel, glukosa dapat segera diubah menjadi energi atau dapat disimpan dalam bentuk glikogen (Fujaya, 2004).

4. Kebiasaan Makan

Ikan patin mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan atau kolam (bottom feeder).Berdasarkan jenis pakannya, patin digolongkan sebagai ikan yang bersifat omnivore (pemakan segala).Namun, pada fase larva, ikan patin


(28)

cenderung bersifat karnivora.Pada saat larva, patin bersifat kanibalisme, yaitu memiliki sifat yang suka memangsa jenisnya sendiri.Jika kekurangan pakan, larva patin tidak segan-segan memangsa kawannya sendiri.Oleh karena itu, ketika masih dalam tahap larva, pemberian pakan tidak boleh terlambat.

Pada budidaya ikan, makanan ikan patin akan berubah sejalan dengan pertambhan umur dan perkembangannya. Larva patin yang berumur 0-2 hari, belum diberi pakan tambahan karena masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur (yolk) yang menempel di perut. Umur 2-7 hari, larva ikan patin diberi pakan telur Artemia sp. Umur 7-15 hari larva patin diberi pakan cacing sutera atau Tubifex sp. Sementara itu, benih patin mulai umur 15-30 hari sudah diberi pakan pelet berbentuk tepung dengan kandungan protein minimal 40%.

Dihabitat aslinya, patin memakan ikan-ikan kecil, cacing, udang-udanagn, moluska, serangga dan biji-bijian.Berdasarkan jenis pakannya yang beragam tersebut, patin dikategorikan sebagai ikan pemakan segala (omnivora).Namun demikian, pakan buatan (pelet) merupakan makanan yang terbaik dan mutlak diberikan bagi ikan patin yang dibudidayakan secara intensif.Pakan buatan pabrik atau pelet memang memiliki kualitas yang terjamin dengan kandungan nutrisi yang lengkap sehingga sangat baik untuk perkembangan dan pertumbuhan patin yang optimal.Namun, yang menjadi pertimbangan jika menggunakan pakan buatan ooabrik adalah harganya yang


(29)

relatif mahal.Ikan patin termasuk salah satu ikan yang rakus terhadap makanan tambahan.

Sebagai hewan nokturnal, patin banyak melakukan aktivitas dan mencari makan pada malam hari dan lebih menyukai tempat yang agak gelap, agak dalam, dan teduh.Pada siang hari, ikan patin memilih berdiam diri atau berlindung di tempet-tempat yang gelap.Namun, pada ikan patin yang dibudidayakan di kolam pemeliharaan, terutama budidaya yang dilakukan secara intensif, patin bisa dibiasakan untuk makan pada pagi atau siang hari, kendati nafsu makannya tetap lebih tinggi jika pakan diberikan pada malam hari.

5. Kualitas Air

Menurut Mahyuddin (2010), kualitas air pada kolam budidaya harus sesuai dengan persyaratan ikan yang dibudidayakan. Air harus bersih, kaya akan pakan alami, mengandung unsur hara dan mineral, dan tidak mengandung bahan-bahan yang beracun. Kualitas air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu makan menurun dan mudah terserang penyakit sehingga dapat menyebabkan kematian. Penilaian kualitas air dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap parameter-parameter yang mempengaruhinya. Beberapa pengaruh masing-masing parameter kualitas air terhadap kehidupan ikan Patin adalah sebagai berikut.


(30)

Ikan memerlukan oksigen untuk bernafas dan mendukung proses metabolismenya. Oksigen juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan ikan. Pada kadar oksigen terlarut kurang dari 2 mg/l, ikan akan mengalami penurunan nafsu makan dan perkembangannya kurang baik, kandungan oksigen terlarut untuk budidaya ikan patin dalam air minimal 3 mg/l (Mahyuddin, 2010).

b.Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan.Kisaran pH yang optimal untuk pertumbuhan ikan Patin yaitu 5 - 11 (Arie, 2007).Menurut Mahyuddin (2010) nilai pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan organisme mati lemas. Sementara itu, pH yang terlalu tinggi menyebabkan konsentrasi CO2 rendah sehingga proses fotosintesis terganggu.

c. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap kehidupan, pertumbuhan ikan dan kencernaan pakan.Peningkatan suhu menyebabkan ikan lebih banyak mengkonsumsi pakan sehingga dapat menurunkan rasio konversi pakan dan dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme.Ikan Patin tumbuh baik di daerah dengan suhu 25–300C.Perubahan temperatur yang sangat drastis dapat mengganggu laju respirasi dan aktivitas jantung.Selain itu, temperatur yang tinggi dapat menyebabkan stress pada ikan (Khairuman,


(31)

2008). Selain itu, suhu juga bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan ikan secara otomatis akan mempengaruhi pertumbuhannya. Bila suhu rendah, nafsu makan rendah, matabolisme relatif lambat. Sebaliknya, ketika suhu meningkat, nafsu makan, metabolisme, dan pertumbuhan akan kembali meningkat (Mahyuddin, 2010).

6. Pakan

Pakan merupakan sumber energi bagi ikan untuk kelangsungan hidup dan kelestarian keturunan.Energi dalam pakan dapat dimanfaatkan setelah pakan tersebut dirombak menjadi komponen lebih sederhana (Afrianto, 2005).Sebagaimana halnya makhluk hidup lain, ikan juga membutuhkan zat–zat gizi tertentu dalam kehidupannya. Zat gizi yang diperlukan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air (Mujiman, 1987). a. Protein

Dalam pakan ikan, protein merupakan unsur yang paling penting karena kualitas pakan ditentukan oleh kandungan proteinnya. Secara garis besar, fungsi utama protein dalam tubuh ikan adalah sebagai sumber energi, berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh, mengganti jaringan tubuh yang rusak, berperan dalam pembentukan gonad (reproduksi), komponen utama pembentukan enzim dan hormon serta berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ikan.


(32)

Sumber protein bisa berasal dari tumbuhan dan hewan. Sumber protein yang berasal dari tumbuhan relatif lebih susah dicerna oleh ikan karena protein nabati terbungkus oleh selulosa. Selain itu, kandungan asam amino pada protein nabati juga tidak lengkap sehingga masih membutuhkan tambahan protein hewani.Kebutuhan ikan terhadap protein berkisar 20–60%. Menurut Afrianto (2005), pakan dengan kandungan protein rendah akan mengurangi laju pertumbuhan, proses reproduksi kurang sempurna, dan dapat menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Sumber protein pakan antara lain tepung ikan, tepung kedelai, tepung cacing dan lain-lain.

b. Lemak, Karbohidrat, Vitamin dan Mineral

Lemak yang terkandung dalam makanan ditentukan oleh kandungan asam lemaknya terutama asam lemak esensial.Asam lemak yang sangat penting terdapat dalam makanan adalah asam lemak tidak jenuh (Hepher, 1988). Menurut Soedarmo (1974), selain sebagai bahan bakar tubuh, lemak membantu penyerapan mineral-mineral tertentu terutama kalsium serta penyerapan vitamin-vitamin terlarut. Kandungan lemak pakan yang dibutuhkan oleh sebagian besar jenis ikan, yakni antara 4-16%.

Karbohidrat mempunyai fungsi utama sebagai penghasil energi (Soedarmo, 1974).Kebutuhan ikan terhadap karbohidrat sangat


(33)

terggantung pada jenis ikan. Golongan ikan karnivora membutuhkan karbohidrat 15-20%, golongan ikan omnivora memerlukan karbohidrat hingga 35% dan ikan herbivora memerlukan karbohidrat lebih banyak lagi, yaitu mencapai 61% (Mujiman, 1987).

Vitamin adalah zat organik yang diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit terutama untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan ikan dan hanya dapat diperoleh dari makanan.Vitamin secara spesifik diperlukan dalam metabolisme yaitu sebagai koenzim.Selain itu fungsi vitamin lainnya adalah untuk mempertahankan fungsi berbagai jaringan serta mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel – sel baru. Dari sifat fisiknya, vitamin dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu vitamin yang larut dalam lemak yang meliputi vitamin A, D E, K, vitamin yang larut dalam air meliputi vitamin C dan vitamin B kompleks yaitu vitamin B1, B2, B6, B12 (Soedarmo, 1974). Menurut (Soedarmo, 1974). Unsur-unsur mineral yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi esensial. Mineral yang dibutuhkan oleh ikan antara lain kalsium, fosfor, natrium, mangan, besi, tembaga, yodium, dan kobalt.

c. Pakan Alami dan Pakan Buatan

Secara ekologis, makanan alami ikan dapat dikelompokkan sebagai plankton, nekton, bentos, perifiton, epifiton, dan neustron (Mujiman, 1987).Pakan alami dari genus Pangasius terdiri dari plankton, udang –


(34)

udangan kecil, siput, cacing dan jentik nyamuk (Santoso, 1996). Dalam budidaya ikan secara intensif menurut tersedianya pakan dalam jumlah yang cukup tepat waktu, dan kontinyu dengan mengandalkan pakan alami kadang kala banyak dipengaruhi faktor-faktor alam dan lingkungan seperti cahaya, suhu, hama penyakit, bahan beracun, dan lain-lain (Mujiman, 1987). Pembuatan pakan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrien ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomisnya.

Penggunan pakan buatan dapat memperoleh banyak keuntungan, antara lain dapat meningkatkan produksi melalui metode padat penebaran yang tinggi dengan waktu pemeliharaan yang lebih pendek serta dapat memanfaatkan limbah industri pangan seperti tepung onggok singkong, tepung ikan, tepung kanji, dedak, minyak jelantah, daun singkong yang dapat digunakan sebagai pakan campuran.

B. Onggok Singkong

Onggok adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah padat setelah proses pengepresan. Onggok yang diolah menjadi tepung onggok singkong jumlahnya melimpah, memiliki harga yang relatif murah, ketersediaannya berkelanjutan, dan sampai saat ini masih belum dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan. Penggunaan tepung onggok singkong dalam pakan dibatasi oleh beberapa hal, yaitu kandungan protein


(35)

yang rendah (2-5%), kandungan serat kasar yang cukup tinggi (12-20%). Onggok singkong dan tepung onggok singkong dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.2Onggok singkong (Kiri) dan tepung onggok singkong (Kanan)

(Sumber:www./onggok/singkong.html)

Komposisi nutrisi padatepung onggok singkong dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Pada Tepung Onggok Singkong

No Komponen

Kandungan Nutrisi (%)

A B C

1 Protein 3,6 1,88 1,28

2 Lemak 2,3 0,25 0,55

3 Karbohidrat 65,9 81,10 87,24

4 Serat 8,1 15,62 8,92

5 Abu 4,4 1,15 2,01

6 Air 20,31 20 8,27


(36)

Keterangan kode A, B, C pada Tabel 2.1 : A. Ningrum (2007)

B. Wizna (2008) C. Basuki (2013)

C. Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses yang melibatkan reaksi oksidasi reduksi sehingga terjadi perombakan kimia terhadap suatu senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh makhluk hidup. Senyawa kompleks yang berupa karbohidrat, protein, dan lemak akan diubah menjadi glukosa, asam amino, asam lemak, dan gliserol. Proses fermentasi dapat diterapkan dalam pembuatan pakan ikan. Setelah fermentasi, bahan yang sebagian besar komponennya sudah berupa senyawa sederhana dapat diberikan sebagai pakan ikan sehingga ikan tidak perlu mencerna lagi, melainkan sudah dapat langsung menyerapnya.Organ pada ikan dapat memanfaatkan karbohidrat hasil fermentasi secara lebih baik sebagai sumber energi.Pada prinsipnya fermentasi dapat mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme yang dibutuhkan sehingga membentuk produk yang berbeda dengan bahan bakunya (Santoso, 1996).

Pada fermentasi terjadi proses yang menguntungkan di antaranya dapat menghilangkan bau yang tidak diinginkan, meningkatkan daya cerna, menghilangkan daya racun yang terdapat pada bahan mentah, dan menghasilkan


(37)

fermentasi adalah kapang, bakteri, dan khamir.Pertumbuhan kapang mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas berwarna putih (Sukarminah, 2008).

Menurut Fajarudin (2014) waktu dalam proses fermentasi yang semakin lama akan mengakibatkan penurunan kadar air. Semakin lama waktu fermentasi maka akan banyak glukosa yang dihasilkan sehingga mikroorganisme berkembangbiak menjadi semakin banyak, kemampuan mikroba Rhizopus oryzae memecah glukosa untuk menghasilkan metabolit primer (asam laktat dan alkohol) dan metabolit sekunder semakin banyak.

Keuntungan lain dari proses fermentasi adalah meningkatnya gizi dan daya simpan pakan karena proses fermentasi akan merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah diserap oleh tubuh. Protein, lemak, dan polisakarida dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan setelah difermentasi mempunyai daya cerna yang lebih tinggi. Selain itu, selama proses fermentasi berlangsung, akan terjadi penurunan pH yang akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga daya simpan pakan buatan lebih lama. Selama proses fermentasi, perombakan senyawa kompleks akan menghasilkan senyawa volatil yang mempunyai aroma khas. Senyawa volatil inilah yang akan memperbaiki aroma dan cita rasa pakan buatan hasil fermentasi sehingga ikan akan terangsang untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak. Hasil akhir fermentasi sangat bergantung pada bahan dasarnya


(38)

mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba (Mudjiman, 1992).

D. Rhizopusoryzae

KapangRhizopus oryzae merupakan kapang yang sering digunakan dalam pembuatan tempe (Soetrisno, 1996). KapangRhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti, 2004).KapangRhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino dengan bantuan enzim lipolitik (Septiani, 2004).Selain itu kapang Rhizopus oryzae mampu menghasilkan protease dengan adanya enzim proteolitik (Margiono, 1992).

Menurut Soetrisno (1996) sifat-sifat kapangRhizopus oryzae yaitu koloni berwarnaputih berangsur-angsur menjadi abu-abu; stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarnahingga kuning kecoklatan; sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baiktunggal atau dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora); rhizoid tumbuh berlawanan danterletak pada posisi yang sama dengan sporangiofora; sporangia globus atau sub globusdengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitambila telah masak; kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau sedikit kasar; sporabulat, oval atau berbentuk elips atau silinder; suhu optimal untuk


(39)

oryzae menurut Germain, (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi

Divisio : Zygomycota

Class : Zygomycetes

Ordo : Mucorales

Familia : Mucoraceae Genus : Rhizopus

Species : Rhizopus oryzae

MorfologiRhizopus oryzaetersaji pada Gambar di bawah ini:

Gambar 2.3 Rhizopus oryzae (Sumber:www./fermentasi/Rhizopus.html) E. Hasil Penelitian yang Relevan

A. Dalam penelitianAntika, (2014), mengatakan kandungan nutrisi (protein) tepung onggok singkong meningkat dengan adanya miselium dari kapang Rhizopusoryzae.Tepung onggok singkong difermentasi selama 3 hari dan menghasilkankandungan nutrisi tepung onggok singkong sebagai berikut :


(40)

(100gr) sebelum dan sesudah fermentasi dengan Rhizopus oryzae Parameter (%) Sebelum

difermentasi

Sesudah difermentasi

Kadar air 8,27 4,13

Protein 1,28 8,06

Lemak 0,55 0,74

Kadar abu 2,01 2,89

Serat kasar 8,92 2,11

Karbohidrat 87,24 59,20

Setelah dilakukan uji Anova penggunaan tepung onggok singkong

terfermentasi Rhizopus oryzae memberikan pengaruh nyata terhadap

pertumbuhan berat ikan nila merah.

B. Penelitian peningkatan kualitas bahan nabati (dedak padi dan dedak polar)

melalui proses fermentasi (Rhizopus oryzae) dan penggunaannya dalam

pakan ikan mas (Cyprus carpio) yang dilakukan oleh Suhendra, (2008).

Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yang pertama untuk menentukan

lama fermentasi bahan nabati dengan Rhizopus oryzae dengan penentuan 1,

3, 5 hari sedangkan tahap kedua yaitu pengujian bahan hasil fermentasi tersebut berupa uji kadar nutrisi dengan uji proksimat untuk melihat pengaruhnya terhadap pakan ikan mas.

Tahap kedua ini menggunakan ikan mas dengan bobot ±5,47 gram. Wadah yang digunakan yaitu akuarium volume 100L, dengan padat penebaran 30 ekor per akuarium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil


(41)

fermentasi 3 hari kandungan protein meningkat menjadi 19,02% sedangkan kandungan lemaknya turun 13,33%. Pada dedak polar kadar protein naik 38,14% sedangkan kadar lemak turun 19,28%. Pada pengujian tahap kedua dedak polar memberikan hasil lebih baik atau memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan mas dari pada dedak padi.

F. Kerangka Berfikir

Onggok yang berasal dari hasil pengolahan tepung tapioka jumlahnya melimpah, memiliki harga yang relatif murah, ketersediaannya berkelanjutan, dan sampai saat ini masih belum dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan. Tepung onggok singkong memiliki kandungan protein yang rendah (2-5%), kandungan serat kasar yang cukup tinggi (12-20%).Untuk meningkatkan kandungan nutrisi dalam penggunaan onggok singkong, maka dilakukan proses fermentasi menggunakan jenis kapang Rhizopus oryzae yang dilarutkan dalam air dengan penambahan urea yang diharapkan dapat menurunkan kandungan serat kasar, serta menaikkan kandungan protein. Dengan data dari penelitianAntika, (2014)dan Suhendra, (2008) tepung onggok singkong yang

difermentasi Rhizopus oryzae selama 3 hari dapat meningkatkan kandungan

protein dalam tepung onggok singkong.Adapun kerangka pemikiran


(42)

Gambar 2.4 Bagan kerangka berfikir penelitian G. Hipotesis Tindakan

Adapun hipotesis perlakuan yang digunakan yaitu :

1. Perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong berpengaruhterhadap pertumbuhan ikan patin.

2. Penggunaan tepung onggok singkong yang difermentasi 3 hari paling baik pada pertumbuhan ikan patin.

Tepung Onggok Singkong

Pengolahan (Fermentasi)

Pakan Alternatif

Rhizopus oryzaedilarutkan

dalam air di tambahkan Urea

Kandungan Nutrisi (Protein) Meningkat

Pakan Alternatif Ikan Patin

Pertumbuhan Ikan Patin Meningkat Tepung Ikan, Tepung Kanji, Dedak, Daun Singkong, Minyak Jelantah


(43)

25

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu mengujikan perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong dengan kapang Rhizopus oryzae pada pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan patin.Rancangan penelitian yang digunakan adalah dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Adapun dalam penenlitian ini terdapat tiga jenis variabel yaitu : 1. Variabel bebas : Perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong

Terdiri dari 4 perlakuan dengan perbedaan waktu fermentasi dan kontrol. Tabel 3.1 Perlakuan perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong

Kode Perlakuan

P1 Fermentasi 1 hari

P2 Fermentasi 3 hari

P3 Fermentasi 5 hari

K(+) Pelet Komersial (MLP3)

K(-) Tanpa fermentasi

2. Variabel terikat : Besarnya berat basah ikan pada setiap kali pengukuran sampai dengan penetapan akhir percobaan


(44)

B. Batasan Penelitian/ Definisi Operasional

Berdasarkan pada identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini perlu diadakan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Subjek dalam penelitian ini adalah ikan patin

2. Jumlah ikan yang digunakan untuk penelitian sebanyak 40 ekor

3. Penelitian ini menggunakan perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong yaitu 1, 3, 5 hari

4. Perlakuan yang digunakan untuk penelitian yaitu sebagai berikut : a. Perlakuan P1 : Tepung onggok singkongfermentasi 1 hari b. Perlakuan P2 : Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari c. Perlakuan P3 : Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari d. Kontrol negatif : Tepung onggok singkong tanpa fermentasi e. Kontrolpositif : Pelet komersial (MLP3)

5. Penelitian yang akan dilakukan mencakup pertumbuhan ikan patin (berat tubuh ikan dari awal sampai akhir).

C. Alat dan Bahan 1. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : satu kolam beton berukuran 5 x 1,5 m yang di bagi menjadi 5 kolam dengan sekat jaring berukuran 1 x 1,5 m, mesin pencetak pakan, panci pengukus,


(45)

jaring ikan, pH meter, termometer, DO meter, kamera, ayakan, pengaduk, kain lap dan alat tulis.

2. Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Ikan uji :

Ikan uji adalah ikan patin yang berasal dariPasar Cangkringan yang telah dibesarkan selama 2 bulan sejak penebaran bibit awal di kolam uji.Jumlah bibit yang disebarkan di kolam uji sebanyak 40 ekor per kolam.

b. Pakan Uji :

Pakan yang digunakan adalah pakan buatan berbahan baku tepung ikan, tepung onggok singkong,onggok singkong, minyak jelantah, dedak dan ragi tempe (Rhizopus oryzae) yang sudah dilarutkan dalam air.Komposisi bahan-bahan baku yang digunakan sebagai formulasi pakan dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 3.2 Komposisi Bahan Baku Pakan Bahan

Pakan

Perlakuan

P1 P2 P3 K (-) K (+)

Tepung Ikan 40% 40% 40% 40% -

Tepung Onggok Singkong 30% (fermentasi 1 hari) 30% (fermentasi 3 hari) 30% (fermentasi 5 hari) 30% (tanpa fermentasi) -


(46)

Singkong 10% 10% 10% 10% Minyak

Jelantah 5% 5% 5% 5%

-

Tepung

Kanji 5% 5% 5% 5%

-

Dedak 10% 10% 10% 10% -

Keterangan : K Positif (+) = pelet komersial (MLP3)

D. Cara Kerja 1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan adalah persiapan pembuatan pakan ikan mandiri dan persiapan pembuatan tempat pemeliharaan ikan.

a) Cara pembuatan pakan : bahan baku yang digunakan seperti tepung ikan,tepung onggok singkong, daun singkong, air, tepung terigu dan minyak jelantah tersebut ditimbang sesuai dengan formulasi pakan. Namun untuk perlakuan P1, P2, P3 tepung onggok singkong yang digunakan terlebih dahulu difermentasi dengan kapang Rhizopus oryzae yang sudah dilarutkan dalam air dengan menambahkan urea dan difermentasi sesuai dengan perlakuan. Kemudian bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen. Proses selanjutnya adalah pencetakan pakan dan pengeringan dengan penjemuran selama dua hari. Lampiran 1 & 2

b) Pembuatan tempat pemeliharaan ikan meliputi pembersihan kolam dan pemasangan sekat kolam dengan jaring


(47)

Ikan ditempatkan dalam kolam yang sudah di sekat dengan jaring berukuran 1 x 1,5 m sebanyak 40 ekor per kolam. Ikan uji berukuran 7-8cm dengan berat rata-rata 10 gram.Pemeliharaan dilakukan selama 5 bulan.Frekuensi pemberian pakan yaitu 2 kali sehari yakni pagi dan sore.Pagi pada pukul 07:00 dan Sore pada pukul 16:00 dengan feeding rate (FR) 3% dari bobot tubuh ikan.Selama masa pemeliharaan dilakukan pengukuran berat tubuh ikan Patin setiap 2 minggu sekali.

3. Pengamatan

Selama penelitian berlangsung parameter yang diamati adalah pertumbuhan berat mutlak, Survival Rate(SR) dan kualitas air media pemeliharaan.

a. Pertumbuhan Berat Mutlak

Pertumbuhan berat mutlak adalah selisih berat total tubuh ikan pada akhir pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Pertumbuhan berat mutlak dapat dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (2003).

Wm =Wt−Wo Keterangan :

Wm = Pertumbuhan berat mutlak (g) Wt = Berat rata-rata akhir (g) Wo = Berat rata-rata awal (g)

b. Kelangsungan Hidup atau Survival Rate (SR)


(48)

dalam suatu proses budidaya dari mulai awal ikan ditebar hingga ikan dipanen. SR ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Jika ikan yang hidup saat panen banyak dan yang mati hanya sedikit tentu nilai SR akan tinggi, namun sebaliknya jika jumlah ikan yang mati banyak sehingga jumlah ikan yang masih hidup saat dilakukan pemanenan tinggal sedikit tentu nilai SR ini akan rendah.

Kelangsungan hidup (SR) diperoleh berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Zonneveld et al. (1991), yaitu :

SR = [Nt / No] x 100% Keterangan :

SR : Kelangsungan hidup (%) Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor) c. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah: pH air, suhu air, oksigen dan terlarut (DO). Hasil pengukuran kualitas air dirata-ratakan dan dihitung menggunakan uji statistik Variabilitas (ketersebaran). Parameter tersebut diukur setiap 2 minggu sekali dengan cara sebagai berikut :


(49)

dinetralkan terlebih dahulu tepat pada 7,0. Kemudian dicelupkan ujung pH meter pada air di masing-masing kolam, sampai angka yang ditunjukkan.

2. Suhu

Untuk mengukur suhu digunakan termometer laboratorium. Dengan cara memasukkan termometer laboratorium kedalam air pada kolam yang kan di ukur. Amati perubahan alkohol atau raksa yang ada di dalam termometer.

3. DO

DO di ukur dengan seperangkat alat test kit yang berisi bahan-bahan untuk mengukur DO.Metode yang digunakan dalam pengukuran kadar oksigen terlarut adalah :

 Mengambil sampel air dengan menggunakan botol BOD 125 ml (tidak boleh ada udara yang masuk)

 Kemudian menambahkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml NaOH dalam botol BOD

 Tutup botol tersebut dan kocok hingga larutan homogen dan terjadi endapan

 Langkah selanjutnya menambahkan 1 ml H2SO4 pekat kemudian menutup botol BOD


(50)

 Melakukan titrasi dengan 0,025 N Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning muda

 Menambahkan 2 tetes amilum, apabila timbul warna biru

 Melanjutkannya dengan titrasiNa2S2O3 0,025 N hingga bening.

F. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Complete Randomized Design.Menurut Fathul dkk, (1997)Complete Randomized Design atau rancangan acak lengkap (RAL) merupakan rancangan dasar dengan berbeda perlakuan yang disusun secara random untuk seluruh unit percobaan.Ciri khas percobaan ini yaitu bahan percobaan yang digunakan harus bersifat homogen. Dalam rancangan penelitian ini dilakukan pembuatan denah percobaan dengan pengacakan untuk memperoleh nilai yang tidak biasa, nilai tengah maupun beda antar nilai tengah. Pengacakan dilakukan terhadap penempatan perlakuan satuan percobaan.


(51)

Gambar 3.1 Kolam Ikan yang Digunakan Keterangan :

: Dinding kolam : Sekat Jaring

: Bambu : Tanah

: Tali

P1 : Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 : Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 : Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K (-) : Tepung onggok tanpa fermentasi

K (+) : Pelet Komersial (MLP3)

Pada penelitian ini terdapat 5 perlakuan yaitu perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong dengan Rhizopus oryzae yaitu, tepung onggok singkong tanpa fermentasi, fermentasi 1, 3, 5 hari dan 2 kontrol positif dan negatif. Masing-masing perlakuan diambil 20 ekor ikan sebagai sampel dalam pengukuran. Pengukuran berat ikan dilakukan setiap 2 minggu sekali data hasil pengukuran berat ikan setiap 2 minggu akan dimasukkan dalam tabel


(52)

Tabel 3.3 Pertumbuhan Berat Ikan Patin Selama 2 Minggu Sekali Pengukuran 1 tgl : ………..

Ikan P1 P2 P3 K(-) K(+)

1 2 3 4 5 Dst...

20 Rata-rata

G. Metode Analisis Data

Data yang diharapkan adalah berat basah ikan Patin setiap pengukuran 2 minggu sekali yang dihitung dalam satuan gram sebagai indikator bahwa pelet ikan yang diberi bahan baku tepung onggok singkong terfermentasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan Patin.Pengambilan data dilakukan sebanyak 10 kali selama 20 minggu.Data diambil setiap 2 minggu sekali dengan kelipatan 14 hari setelah ikan dimasukkan dalam kolam dan seterusnya.

Data mengenai berat basah ikan yang telah diperoleh selama masa pengamatan dilanjutkan dengan pengujian statistik menggunakan uji Anova one


(53)

besar dari a, maka signifikan. Perhitungan anova one factor menggunakan program Microsoft Excel 2007. Pengujian statistik ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan yang sungguh memberikan pengaruh secara signifikan.

Analisis data dilakukan dengan cara menggunakan program SPSS dan Microsoft Excel 2007. Data yang diperoleh berdasarkan pengamatan yang dilakukan merupakan data mentah yang meliputi berat ikan patin.Analisis data menggunakan uji Anova. Uji anova merupakan salah satu uji komparatif yang digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) pada data yang lebih dari 2 kelompok. Dalam melakukan analisis data dengan uji tersebut tentunya harus didukung dengan pengujian normalitas serta homogenitas, dalam arti bahwa kedua pengujian tersebut merupakan persyaratan analisis data sebelum melakukan uji anova menggunakan Microsoft Excel 2007.

Uji normalitas merupakan pengujian yang bertujuan untuk memperlihatkan bahwa data penelitian yang dilakukan memiliki distribusi yang normal atau tidak. Normalitas dipenuhi jika hasil uji signifikan dengan taraf signifikan ( a = 0,05). Dasar pengambilan keputusan pada uji normalitas adalah apabila nilai signifikan lebih besar dari a, maka data tersebut berdistribusi normal.Sebaliknya, apabila nanti signifikan lebih kecil dari a, maka data tersebut tidak berdistribusi normal.Setelah dilakukan uji normalitas maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Pengujian tersebut bertujuan megetahui varian dari beberapa populasi sama atau tidak. Adapun dasar pengambilan


(54)

maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah tidak sama. Sedangkan apabila nilai signifikan lebih besar dari a, maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama. Uji normalitas maupun uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

Dari pengujian statistik menggunakan uji Anova one factor diperoleh hasil Fobs < Fcritberarti data tidak signifikan. Ho diterima, Hi ditolak, yang berarti rata-rata pertumbuhan berat harian ikan Patin tidak menunjukkan perbedaan nyata pada masing-masing perlakuan. Maka berdasarkan hasil analisis bisa dikatakan bahwa perlakuan perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong dengan Rhizopus oryzae tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan berat harian ikan patin.

H. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X semester Genap yakni pada babPerubahan lingkungan/iklim dan daur ulang limbah.

BAB IV


(55)

1. Pertumbuhan Rata – rata Berat Ikan Selama 2 Minggu

Peningkatan berat ikan patin selama 5 bulan pemeliharaan menunjukkan bahwa pakan yang diberikan mengandung cukup energi dan memenuhi kebutuhan ikan untuk tumbuh (Sugianto, 2007).Dengan kebutuhan nutrisi yang tercukupi, maka kebutuhan energi untuk kegiatan metabolisme ikan juga terpenuhi.Dari hasil penelitian yang telah dilakukanmengenai pengaruh perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong terhadap pertumbuhan berat tubuh ikan patin, diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Pertumbuhan berat ikan patin

Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K (-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b er at t u b u h i k an r at a-ra ta ( g ) minggu

ke-Pertumbahan berat ikan patin (g)

K -P1 P2 P3 K +


(56)

Perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan berat ikan patin.Gambar 4.1.menunjukkan bahwa pertumbuhan berat ikan patin pada perlakuan K(-) (tepung onggok singkong tanpa fermentasi) menghasilkan berat ikan terendah sedangkan perlakuan P2 (tepung ongok singkong fermentasi 3 hari) memberikan berat ikan patin tertinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, dan K (-). Namun pertumbuhan berat ikan pada perlakuan P2 lebih rendah dari perlakuan kontrol positif atau pelet komersial (MLP3).

Setelah dilakukan uji statistik dengan uji Anova (Tabel 4.1), perlakuan perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong pada pakan ikan berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pertumbuhan ikan patindengan nilai Fobserved = 1.195lebih kecil dari nilai Sig = 0,326 , atau dengan kata lain, tidak signifikan. Jadi keempat perlakuan tersebut meningkatkan pertumbuhan berat ikan patin, namun rata-rata pertambahan berat ikan patin antar perlakuan tidak berbeda secara nyata.

Tabel 4.1 Hasil Uji Anova Pertumbuhan Berat Ikan Patin. Multiple Comparisons


(57)

LSD (I) perlak

uan (J) perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

K- P1 -3.755 22.502 .868 -49.08 41.57

P2 -26.010 22.502 .254 -71.33 19.31

P3 -9.686 22.502 .669 -55.01 35.64

K+ -41.780 22.502 .070 -87.10 3.54

P1 K- 3.755 22.502 .868 -41.57 49.08

P2 -22.255 22.502 .328 -67.58 23.07

P3 -5.931 22.502 .793 -51.25 39.39

K+ -38.025 22.502 .098 -83.35 7.30

P2 K- 26.010 22.502 .254 -19.31 71.33

P1 22.255 22.502 .328 -23.07 67.58

P3 16.324 22.502 .472 -29.00 61.65

K+ -15.770 22.502 .487 -61.09 29.55

P3 K- 9.686 22.502 .669 -35.64 55.01

P1 5.931 22.502 .793 -39.39 51.25

P2 16.324 22.502 .472 -61.65 29.00

K+ -32.094 22.502 .161 -77.42 13.23

K+ K- 41.780 22.502 .070 -3.54 87.10

P1 38.025 22.502 .098 -7.30 83.35

P2 15.770 22.502 .487 -29.55 61.09

P3 32.094 22.502 .161 -13.23 77.42

ANOVA Beratikan


(58)

Between Groups 12103.120 4 3025.780 1.195 .326 Within Groups 113927.520 45 2531.723

Total 126030.640 49

2. Kelangsungan Hidup/ Sintasan

Penggunaan tepung onggok singkong yang difermentasi dalam waktu yang berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap kelangsungan hidup benih ikan patin.Kelangsungan hidup ikan patin dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain pemeliharaan, kualitas air, penyakit dan makanan yang diberikan. Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama penelitian diperoleh hasil sebagai berikut:

88% 90% 92% 94% 96% 98% 100% 102%

K - P1 P2 P3 K +

K el an g su n g a n H id u p Perlakuan

Kelangsungan Hidup Ikan Patin

K -P1 P2 P3 K +


(59)

Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K(-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi K(+) = Pelet komersial (MLP3)

Uji Survival Rate (SR)menunjukkan bahwa masing-masing uji pada tiap perlakuan memberikan kelangsungan hidup yang berbeda. Kelangsungan hidup pada perlakuan K(-), P1 dan K(+) mencapai 100% kemudian disusul perlakuan P2 dengan kelangsungan hidup 95%, dan P3 dengan kelangsungan hidup 92,5%. Menurut Suyanto (2005), angka mortalitas (kematian) yang mencapai 30 – 50% masih dianggap normal.

Berdasarkan analisis uji normalitas, hasil yang diperoleh pada (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa nilai sig > 0,05 yang berarti bahwa data berat ikan yang didapatkan berdistribusi normal. Sedangkan analisis uji homogenitas varians yang dihasilkan dengan nilai levene statistic 0,688 dan nilai sig 0,604 pada level probabilitas yang berarti bahwa perlakuan setiap perbedaan lama waktu fermentasi tepung onggok singkong pada pakan ikan terhadap pertumbuhan ikan patin memiliki varians yang sama (homogen).

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas

Tests of Normality

Perlakuan

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic Df Sig.


(60)

3. Kualitas Air

Air merupakan media penting bagi kehidupan ikan. Kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan. Parameter air diamati untuk menentukan kualitas perairan diantaranya adalah suhu, derajat keasaman (pH) dan kandungan oksigen terlarut (DO). Data dari suhu, pH, dan DO selama penelitian dapat dilihat dari gambarberikut :

P3 .091 10 .200* .977 10 .948

P4 .090 10 .200* .975 10 .933

K .084 10 .200* .982 10 .974

Test of Homogeneity of Variances Berat Ikan

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(61)

Gambar 4.3 Pengukuran suhu selama pemeliharaan ikan patin

Gambar 4.4 Pengukuran pH selama pemeliharaan ikan patin

25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

K is a ra n s u h u Pengukuran keK -P1 P2 P3 K + 6,4 6,6 6,8 7 7,2 7,4 7,6 7,8 8 8,2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

K is a ra n p H Pengukuran ke-pH Air K -P1 P2 P3 K +


(62)

Gambar 4.5 Pengukuran DO selama pemeliharaan ikan patin Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K (-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi K (+) = Pelet komersial (MLP3)

Hasil pengukuran kualitas air yang meliputi parameter fisika dan kimia air disajikan pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, Gambar 4.5. Kualitas air selama pemeliharaan dalam kisaran normal untuk budidaya ikan. Pada gambar 4.3 mengenai pengukuran suhu selama pemeliharan ikan patin dalam kisaran normal yaitu 27 – 29,10C.Sedangkan untuk Gambar 4.4 (pH) dan Gambar 4.5 (DO) juga berada dalam kisaran normal. Untuk pH di antara 7,0 – 8,0 dan DO di antara 3,4 – 5,2 mg/L.

Kualitas air selama pemeliharaan, diuji dengan menggunakan uji statistik dengan uji Variabilitas (ketersebaran) untuk menunjukkan data yang diperoleh diantara 3 perlakuan dan 2 kontrol lebih serupa atau sangat berbeda dapat dilihat pada tabel berikut :

0 1 2 3 4 5 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

K is a ra n D O Pengukuran


(63)

ke-Perlakuan Ph Suhu DO K (-) 7,28 ± 0,21 28,15 ± 0,54 4,67 ± 0,37

P2 7,33 ± 0,20 28,15 ± 0,61 4,67 ± 0,40 P3 7,38 ± 0,22 28,15 ± 0,56 4,67 ± 0,43 P4 7,34 ± 0,24 28,15 ± 0,50 4,67 ± 0,38 K (+) 7,30 ± 0,23 28,15 ± 0,60 4,67 ± 0,43

Keterangan : P1 = Tepung onggok singkong fermentasi 1 hari P2 = Tepung onggok singkong fermentasi 3 hari P3 = Tepung onggok singkong fermentasi 5 hari K(-) = Tepung onggok singkong tanpa fermentasi

K(+) = Pelet komersial (MLP3)

Dari hasil uji Variabilitas kualitas air, Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan pada setiap perlakuan lebih serupa atau tidak jauh berbeda.

B. PEMBAHASAN

Ketersediaan pakan dalam jumlah yang cukup, pemberiannya tepat waktu dan bernilai gizi baik, merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan usaha budidaya ikan (Sahwan, 2004).Afrianto, (2005) menambahkan bahwa pemberian pakan tambahan (pelet) bagi ikan budidaya sangat penting, terutama pada lokasi yang kandungan pakan alaminya tidak mencukupi kebutuhan.Jumlah dan kualitas pakan tambahan tersebut juga perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ikan.


(64)

onggok singkong, tepung kanji, dedak, daun singkong dan minyak jelantah.Pembuatan pakan buatan ini dengan menggunakan bahan pokok tepung onggok singkong yang difermentasi dalam waktu yang berbeda. Menurut Supriyati et al. (1998), tepung onggok singkong yang digunakan mengandung nutrisi karbohidrat 51,8%, protein 2,2%, serat kasar 31,6%, dan abu 2,4%. Tingginya serat kasar yang terdapat pada tepung onggok singkong akan sulit dicerna oleh tubuh ikan sehingga perlu pendegradasian serat kasar atau penurunan serat kasar pada tepung onggok singkong. Begitu juga dengan rendahnya kandungan protein akan menghambat pertumbuhan ikan patin. Protein merupakan unsur yang paling penting karena kualitas pakan ditentukan oleh kandungan proteinnya. Ikan cenderung memilih protein sebagai sumber energi yang utama (Asmawi, 1986). Secara garis besar, fungsi utama protein dalam tubuh ikan adalah sebagai sumber energi, berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh, mengganti jaringan tubuh yang rusak, berperan dalam pembentukan gonad (reproduksi), komponen utama pembentukan enzim dan hormon serta berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ikan (Rukmana, 2001).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kandungan nutrisi dalam bahan baku pembuatan pakan diperlukan suatu proses yang dapat meningkatkan kandungan nutrisi tepung onggok singkong tersebut yaitu dengan menggunakan bantuan kapang Rhizopus oryzae, karena kapang ini dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat merombak senyawa kompleks protein menjadi senyawa yang lebih sederhana dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas produk, yaitu


(65)

Fermentasi dengan Rhizopus oryzae mampu meningkatkan kandungan protein dari 2% menjadi 8%dan dapat menurunkan serat kasar (Tisnadjaja, 1996).Peningkatan protein karena adanya kontribusi penambahan biomasa Rhizopus oryzae sebagai fermenter dan urea yang berperan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan biomasa Rhizopus oryzae.Fermentasi tepung onggok singkong juga menurunkan kandungan serat kasar pada onggok singkong, penurunan serat kasar ini terjadi akibat dekomposisi sel – sel substrat (Fardiaz, 1989).Hal ini sesuai pendapat Sustri (2012) bahan makanan yang telah mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari asalnya.

Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pukul 07.00 dan 16.00 selama

5 bulan pemeliharaan.Jumlah pakan yang diberikan didasarkan pada berat total ikan

yang dipelihara yaitu sebesar 3% dari berat total ikan. Perubahan jumlah pakan yang diberikan dapat dilakukan setiap saat, tetapi sebaiknya dilakukan 1 atau 2 minggu sekali, sebab penimbangan ikan yang terlalu sering akan menimbulkan stres pada ikan yang dapat mengganggu pertumbuhan (Mudjiman, 1992). Hal ini pula yang menjadi alasan pengambilan data setiap 2 minggu sekali.

1. Pertumbuhan Rata-rata Berat Ikan Selama 2 Minggu

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran tubuh yang dapat berupa panjang atau berat suatu organisme dalam waktu tertentu (Effendie, 2003). Kimbal (1994) menambahkan bahwa pada umumnya pertumbuhan diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah dan ukuran sel. Penelitian yang dilakukan


(66)

menghasilkan berat tubuh ikan yang berbeda (Lampiran 3).

Selama pemeliharaan ikan patin di dalam kolam tidak lepas dengan keberadaan pakan alami.Munculnya lumut yang menempel pada sekat jaring selama pemeliharaan menunjukkan adanya pakan alami yang muncul selama pemeliharaan. Selain lumut juga ditemukan adanya keong mas dan telur keong mas yang mungkin juga dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami. Pakan ikan alami merupakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan manusia secara langsung. Persinggungan antara tanah dan air yang ada di kolam maka, di dalam air akan terdapat pakan alami baik dari hewan renik kecil, dan juga tanaman lumut dan paku. Bila pakan buatan tidak habis dimakan oleh ikan, maka proses pembusukan sisa pakan dan kotoran ikan didalam air dapat cepat terurai dengan bantuan dari hewan kecil yang ada di dalam air, sehingga air tidak cepat bau, dengan demikian kualitas air dapat terjaga.

Pakan alami mempunyai kandungan gizi yang lengkap, mudah dicerna dalam saluran pencernaan, tidak menyebabkan penurunan kualitas air dan dapat meningkatkan daya tahan benih ikan terhadap penyakit maupun perubahan kualitas air (Kordi, 2005). Pada awal penebaran benih ikan patin, ikan patin memerlukan waktu dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang baru sehingga energi yang diperoleh ikanjustru lebih banyak digunakan untuk pergerakan dan memulihkan organ tubuh yang rusak dibandingkan untuk pertumbuhan ikan. Menurut Asmawi (1986), bahwa kecepatan pertumbuhan sangat tergantung kepada jumlah makanan yang diberikan, ruang, suhu, kedalaman air, kandungan


(67)

oleh ikan terutama dimanfaatkan untuk pergerakan, memulihkan organ tubuh yang rusak, setelah itu kelebihan makanan yang didapatkan digunakan untuk pertumbuhan.Maka selama pemeliharaan ikan patin, pakan alami memegang peranan besar untuk pertumbuhan ikan jika kandungan nutrisi pada pakan tambahan tidak terpenuhi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pertumbuhan berat ikan patin selama pemeliharaan rerata berat ikan patin tertinggi pada perlakuan k (+) sebesar 224 gram dan terendah pada perlakuan K (-) sebesar 133,5 gram. Hasil analisis uji Anova (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan waktu fermentasi tepung onggok singkong pada pakan ikan terhadap pertumbuahan ikan patin tidak berbeda nyata.Pemberian pakan ikan dari tepung onggok singkong terfermentasi dalam penelitian ini dapat meningkatkan pertambahan berat ikan patin.Hal ini dibuktikan dengan penambahan berat ikan patin pada setiap pengukuran selama 2 minggu sekali. Namun, pakan dari tepung onggok singkong yang difermentasi selama 3 hari menunjukkan pertambahan berat ikan yang paling tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, dan K(-).

Fermentasi selama 1 hari (24 jam), pertumbuhan kapang belum terlihat karena kapang masih dalam tahap adaptasi atau fase lag. Dalam fase ini pertumbuhan jumlah individu tidak secara nyata terlihat, karena padafase ini juga dinamakan sebagai fase adaptasi (penyesuaian) ataupun fase pengaturan jasad untuk suatu aktivitas didalam lingkungan yang baru sehingga grafik


(68)

tidak terlihat secara nyata namun, tepung onggok singkong yang difermentasi selama 1 hari dapat meningkatkan kandungan nutrisi berupa protein dengan adanya spora yang tumbuh pada tepung onggok singkong. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan berat ikan patin perlakuan P1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K(-) tepung onggok singkong tanpa fermentasi. Selain itu tumbuhnya spora dalam tepung onggok singkong mengindikasikan bahwa tepung onggok singkong mengalami kenaikan nutrisi berupa protein dengan adanya miselium pada tepung onggok.

Semakin meningkatnya waktu fermentasi sampai hari ke-3, fermentasi pertumbuhan kapang meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah spora yang tumbuh pada substrat (tepung onggok singkong).Perlakuan P2 menunjukkan berat ikan patin tertinggi di bandingkan perlakuan P1, P3 dan K-. Hal ini dikarenakan perlakuan P2 tepung onggok singkong yang difermentasi selama 3 hari berada dalam fase puncak pertumbuhan kapang Rhizopus oryzae, pada fase ini kapang tumbuh secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai dimana pada fase eksponensial atau logaritmik kapang memanfaatkan kandungan nutrisi yang tersedia dalam substrat sehingga pertumbuhan dan perkembangannya mencapai titik optimal dan banyak memproduksi metabolit sekunder yang salah satunya menghasilkan enzim protease yang berperan penting dalam meningkatkan protein setelah fermentasi. Hal ini sesuai dengan Narasimha, et al (2006) bahwa aktivitas enzim yang tinggi dihasilkan pada fase eksponensial.


(69)

protein yang berasal dari miselium kapang karena semakin optimal waktu fermentasi maka pertumbuahn kapang juga semakin meningkat.Menurut Mudjiman, (1992) bahwa adanya kontribusi penambahan biomasa Rhizopus oryzae mengakibatkan peningkatan nutrien berupa protein. Jika dilihat pada Gambar 4.6, secara berangsur – angsur kenaikan jumlah populasi kapang Rhizopus oryzae meningkat tajam (fase eksponensial). Adanya sumber nitrogen yang diperoleh dari urea dapat membantu aktivitas metabolisme sehingga proses fermentasi dapat berjalan secara cepat. Oleh sebab itu, pertumbuhan berat ikan patin pada perlakuan P2 menghasilkan berat ikan paling tinggi dibandingkan perlakuan P1, P3, dan K(-).


(70)

terkandung di dalam jasadnya sendiri, maka pada waktu fermentasi 5 hari kapang berada dalam fase puncak aktivitas pertumbuhan kepada titik yang tidak bisa dilampaui lagi, sehingga selama fase ini gambaran grafik seakan mendatar (Gambar 4.6). Populasi kapang Rhizopus oryzae berada dalam keadaan yang maksimal stasioner yang konstan. Pertumbuhan kapang pada fase ini berjalan sangat lambat bahkan kapang bisa mati pada fase ini namun, selama pemeliharaan benih ikan perlakuan P3 menunjukkan berat ikan patin lebih baik dari perlakuan P1 dan K(-). Hal ini dapat juga disebabkan karena adanya pakan alami yang di manfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhannya, dimana kandungan nutrisi yang dibutuhkan ikan pada pakan buatan berupa pelet tersebut tidak terpenuhi.

Perlakuan K(-) tepung onggok singkong tanpa fermentasi memberikan hasil pertumbuhan berat ikan terendah dari yang lainnya. Hal ini dikarenakan tepung onggok singkong yang digunakan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dan protein yang rendah.Tidak ada pendegradasian molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga substrat tidak mudah dicerna oleh tubuh ikan. Adanya serat kasar yang tinggi akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan sari makanan sehingga perlakuan K(-) menunjukkan berat ikan patin terendah dibanding semua perlakuan.

Meskipun perlakuan P2 menunjukkan pertambahan berat ikan paling tinggi di banding perlakuan P1, P3, K(-) tetapi perlakuan kontrol positif menunjukkan pertambahan berat ikan patin tertinggi diantara semua perlakuan. Hal ini


(71)

ikan, sehingga ikan patin dapat tumbuh besar dan mempunyai berat ikan tertinggi dibanding yang lainnya. Ini menandakan bahwa kandungan nurisi (protein) yang terdapat pada perlakuan P1, P2, P3 dan K(-) lebih sedikit dari kebutuhan ikan patin dan tidak sebanding dengan pelet komersial.

2. Kelangsungan Hidup/ Sintasan

Sintasan pada ikan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain pemeliharaan, kualitas air, penyakit dan makanan yang diberikan.Hasil pengamatan pada parameter kelangsungan hidup pada ikan patin selama penelitian dapat dilihat pada gambar 4.2.Dilihat dari nilai kelangsungan hidup ikan perlakuan P1, K(-) dan K(+) memiliki nilai tertinggi 100%. Tingginya nilai kelangsungan hidup karena pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrisi yang dimanfaatkan dengan baik, sehingga terjaganya faktor lingkungan dalam media pemeliharaan yang dapat menunjang kelangsungan hidupikan patin dan mengurangi kondisi stres yang memungkinkan terjadinya kematian selama pemeliharaan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Harefa (1996), menyatakan bahwa faktor yang paling mempengaruhi kelangsungan hidup ikan patin yaitu kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan. Faktor pertama yaitu kualitas air, kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung proses metabolisme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaan pakan akan menyebabkan kematian.


(72)

dibutuhkan pakan yang semakin banyak.Kandungan nutrisi dari pakan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup organisme ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai dan dari faktor lingkungan itu sendiri. Pada semua perlakuan kualitas air selama pemeliharaan berada dalam kisaran normal. Namun pada perlakuan P2 dan P3 menunjukkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 95% dan 92,5%. Ikan patin yang mati pada perlakuan P2 sebanyak 2 ekor pada tanggal 15 Nov ‘15dan 29 Nov ’15 dengan kualitas air berada dalam kisaran normal, sedangkan ikan patin yang mati pada perlakuan P3 sebanyak 3 ekor pada tanggal 1 Nov ’15 (1 ekor) dan 15 Nov ’15 (2 ekor) dengan kualitas air berada dalam kisaran normal.

Parameter kualitas air menunjukkan air berada dalam kisaran normal, hal ini berarti ikan patin yang mati tidak disebabkan oleh faktor kualitas air. Ikan patin yang mati tidak mengindikasikan adanya serangan penyakit pada ikan.Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kerusakan organ secara morfologis pada tubuh ikan akibat serangan bakteri atau jamur (Gambar 4.7).Ikan patin yang mati ini diduga karena adanya persaingan antar individu ikan dalam hal memperebutkan ruang gerak dan makanan.

Menurut Effendi (2003), kepadatan yang tinggi akan terjadi pertumbuhan ikan yang beragam yang mengakibatkan persaingan dalam hal mendapatkan makanan, meskipun kebutuhan pakan ikan terpenuhi. Ikan yang berukuran lebih besar akan lebih menguasai makanan yang tersedia selain itu dengan ditunjang oleh ukuran tubuh yang lebih besar sehingga kesempatan makannya lebih tinggi


(73)

kesempatan untuk mendapatkan makanan lebih rendah karena kalah dalam memperebutkan makanan dengan ikan yang berukuran lebih besar. Kondisi yang demikian dapat memicu terjadinya sifat kanibalisme pada ikan patin. Sifat kanibalisme pada ikan patin terjadi adanya perbedaan ukuran ikan patin dalam suatu kolam, selain itu juga dapat ditimbulkan karena adanya persaingan pada waktu berebut makanan (Nugroho, 2007).Sifat kanibalisme ikan patin dibuktikan dengan adanya gambar sebagai berikut :

Gambar 4.7 Ikan patin yang mati

Keterangan : ikan patin yang mati akibat sifat kanibalisme ikan patin. 3. Kualitas Air

Nilai kelangsungan hidup juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kualitas air. Data pengukuran kualitas air selama penelitian tersaji pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, Gambar 4.5. Berdasarkan data kualitas air media selama penelitian pada perlakuan P1, P2, P3, K(-) dan K(+) masih dalam kisaran optimal. Selama pemeliharaan ikan, pada awal pemeliharaan berada dalam musim kemarau ke musim penghujan. Hal ini yang menyebabkan kualitas air


(74)

musim hujan maupun musim kemarau namun kualitas air kolam masih dalam batas normal untuk ikan patin.

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa suhu air berkisar antara 27-29,10C kisaran suhu selama penelitian ini, masih dalam batas kisaran normal untuk selera makan ikan karena menurut Susanto (2003), bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan ikan patin antara 25–300C.Kenaikan suhu mempengaruhi kelarutan oksigen.Saat suhu meningkat, laju metabolisme ikan meningkat sehingga menyebabkan respirasi ikan meningkat dan kadar oksigen di dalam air menurun secara drastis.

Selain itu jika suhu melebihi batas optimum akan menyebabkan antara lain : (1) Pergerakan ikan menjadi sangat lambat dan kurang memberikan respon terhadap stimulan dan (2) Penurunan kadar oksigen terlarut, bertambahnya CO2 terlarut dengan pH relatif tetap.

Derajat keasaman (pH) adalah logaritma negatif dari kepekatan ion – ion H yang terlepas dalam suhu cairan dan pH merupakan salah satu indikator kualitas air (Soeseno, 1983). Derajat keasaman (pH) air kolam penelitian berkisar antara 7,0 – 8,0. Kisaran ini masih dalam kondisi yang baik untuk habitat ikan patin.Dari pH yang masih dalam kisaran normal tersebut, dapat diketahui bahwa pakan buatan yang diberikan selama penelitian, tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air.Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan air.


(75)

– 5,2 mg/L. Kisaran batas minimal konsentrasi oksigen untuk kehidupan ikan yaitu 2 mg/L. Dari kondisi kolam penelitian yang optimal tersebut dapat diketahui bahwa pemberian pakan buatan tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air.


(1)

Lampiran 20

Lembar Kerja Siswa (Pertemuan I)

A. Judul : Perubahan Lingkungan

B. Tujuan : Mengidentifikasi perubahan lingkungandi sekitar

lingkungan sekolah

C. Alat dan bahan : Alat tulis dan lingkungan sekitar sekolah

D. Langkah kerja :

1. Bergabunglah dengan kelompok yang telah ditentukan 2. Amati perubahan lingkungan di sekitar lingkungan sekolah

3. Catatlah kerusakan atau perubahan lingkungan yang terjadi di sekitar sekolah ke dalam tabel di bawah ini

4. Kemudian analisa upaya pencegahan perubahan atau kerusakan lingkungan tersebut

No. Kerusakan/perubahan

Lingkungan Cara Pencegahan 1.

2. 3. Dst…

5. Kesimpulan :

Kelompok : Anggota :

1. 3.


(2)

Lembar Kerja Siswa (Pertemuan II)

Pembuatan pakan ikan berupa pelet untuk pertumbuhan ikan Patin A. Tujuan :

Menganalisis pengaruh pembuatan pakan ikan dari berbagai limbah untuk pertumbuhan ikan Patin

B. Alat dan Bahan :

1. Tepung onggok singkong 500 gr 2. Tepung kanji 100 gr 3. Tepung ikan 1 kg 4. Dedak 100 gr 5. Minyak jelantah (1

tutup botol)

6. Daun singkong 50 gr

7. Ikan patin 5 ekor 8. Rhizopus oryzae 8 gr 9. 40 gr urea

10.½ lt air 11.Kolam ikan 12.Timbangan 13.Jaring ikan Kelompok :

Anggota :

1. 4.

2. 5.


(3)

C. Cara Kerja :

1. Larutkan Rhizopus oryzae dan urea dalam air

2. Masukkan tepung onggok singkong ke dalam larutan tersebut kemudian di aduk – aduk sampai homogen

3. Kemudian masukkan dalam karung plastik yang sudah di lubangi dan diamkan selama 1 hari

4. Setelah 1 hari, tepung onggok singkong yang sudah difermentasi diambil dan di campurkan dengan bahan lainnya

5. Timbanglah, tepung kanji, tepung ikan, dedak, minyak jelantah sesuai ukuran

6. Campurkan semua bahan tersebut sampai homogen

7. Bahan yang sudah tercampur digiling dengan mesin giling pakan 8. Keringkan dibawah sinar matahari ± 1 hari

9. Bila sudah kering pakan siap digunakan

10.Setiap hari ikan patin diberikan pakan sebanyak 3% dari berat total ikan patin 2 x dalam sehari (pagi dan sore)

11.Timbanglah berat ikan patin tersebut selama 3 hari sekali 12.Catatlah data pengamatan tersebut ke dalam tabel!

Pengukuran ke- Berat ikan patin (gr) 1

2 3 Dst..


(4)

a. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, kandungan nutrisi apa yang terdapat pada masing – masing bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan tersebut

b. Apa fungsi dari masing – masing bahan yang digunakan dalam pembuatan pakan ikan tersebut?

c. Bagaimana pengaruh pembuatan pakan ikan tersebut untuk pertumbuhan ikan selama pemeliharaan?

14.Buatlah kesimpulan berdasarkan data hasil percobaan

15.Buatlah laporan tertulis berdasarkan data hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan (sesuai dengan format yang ditentukan)!


(5)

Lampiran 21.Gambar Penelitian

Tepung onggok singkong sebelum

difermentasi Kapang ragi tempe komersil yang digunakan

Tepung onggok singkong setelah

difermentasi Thermometer laboratorium untuk mengukur suhu air


(6)

Seperangkat alat dan bahan pengukur DO pH meter

Proses penggilingan pakan Pelet komersial yang digunakan (MLP3)