Deskripsi profil kepribadian kelompok kecanduan bermain game online melalui Detrminan Rorschach.

(1)

DESKRIPSI PROFIL KEPRIBADIAN KELOMPOK KECANDUAN BERMAIN GAME ONLINE MELALUI DETERMINAN RORSCHACH

Natasya Gabriella Saraswati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat deksripsi profil kepribadian kelompok

kecanduan bermain game online melalui determinan Rorschach. Penelitian ini

menggunakan alat ukur IGAT (Indonesian Online Game Addiction Test, α= 0,73) dan tes Rorschach. Subjek penelitian ini terdiri dari 15 orang yang mengalami kecanduan

bermain game online, 5 orang yang mengalami kecanduan hal lain dan 5 orang yang tidak mengalami kecannduan apapun. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik

skoring Klopfer dan analisis profil secara kualitatif dengan menggunakan analisis isi.

Dari hasil penelitian diketahui deskripsi profil kepribadian kelompok yang mengalami

kecanduan bermain game onlineyaitukelompok kecanduan bermain game online memiliki kecenderungan kepribadian introvert, tertutup, kaku, dan depresif namun memiliki

potensi kreatif yang besar. Selain itu juga memiliki kesadaran dan kemampuan untuk

mengekspresikan dorongan namun terdapat kecenderungan untuk sesegera mungkin

memenuhi pemuasan kebutuhan tersebut. Di sisi lain terdapat kontrol yang berlebihan

terhadap pengekspresian dorongan dan emosi yang mungkin bersifat obsesif kompulsif

dan menuju ke arah dependensi. Kelompok ini juga lebih juga lebih mudah terpengaruh

oleh lingkungan.


(2)

THE DESCRIPTION OF GROUP PROFILE PERSONALITY WITH ONLINE GAME ADDICTION THROUGH THE RORSCHACH’S

DETERMINANT

Natasya Gabriella Saraswati

ABSTRACT

This study aims to determine the description of group profile personality with

online game addiction through the Rorschach’s determinant. This study used IGAT

(Indonesian Online Game Addiction Test,α= 0,73) scale and Rorschach test. This study consist of 15 subjects who have addiction toward game online, five subjects who have the

others addiction and five subjects who don’t have any addiction. Data were analyzed by using Klopfer’s technique and the profile analysis with qualitative content analysis.This result show that group profile personalitywith online game addiction are introversive,

closed, rigid and depressive but have a great creative potential. This group also have

awareness and ability to express the encouragement but there is tendency to immediately

satisfy those needs.On the other hand, there are excessive control toward expression of

encouragement and emotion that may be obsessive compulsive and toward dependency.

This group is also more easily influenced by the environment.


(3)

i

DESKRIPSI PROFIL KEPRIBADIAN KELOMPOK KECANDUAN BERMAIN GAME ONLINE MELALUI DETERMINAN RORSCHACH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Natasya Gabriella Saraswati

NIM : 109114071

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

DESKRIP$ PROFIL KEPRIBADIAN KELOMPOK KECAI{DUAI{ BERMAIN GAME ONLINE MELALUI DETERMINAI[ RORSCIIACH

Disusun oleh :

Nama

: Natasya Gabriella Saraswati

NIM

: 109114471

JUN 2OI5

s

{

J"

p

ro

t'

.tr4


(5)

DESKRIPSI PROFIL KEPRIBADIAN KELOMPOK KECANDUAhI BERMAIN GAME ONLINE MELALUI DETERMINAN RORSCIIACH

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Nama

: Natasya Gabriella Saraswati

NIM

: 109114071

i depan Panitia Penguji

Sanata Dharma

. T. Priyo Widiyanto, M. Si.


(6)

iv

Man surprised me most about humanity. Because he sacrifices

his health in order to make money.

Then he sacrifices money to recuperate his health. And then he is

so anxious about the future that he does not enjoy the present; the

result being that he does not live in the present or the future; he

lives as if he is never going to die, and then dies having never

really lived.”


(7)

PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilrniah.

Yogyakarta, 8 Juni 2015

Peneliti,

4

Natasya Gabriella Saraswati


(8)

vi

DESKRIPSI PROFIL KEPRIBADIAN KELOMPOK KECANDUAN BERMAIN GAME ONLINE MELALUI DETERMINAN RORSCHACH

Natasya Gabriella Saraswati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat deksripsi profil kepribadian kelompok

kecanduan bermain game online melalui determinan Rorschach. Penelitian ini

menggunakan alat ukur IGAT (Indonesian Online Game Addiction Test, α= 0,73) dan tes Rorschach. Subjek penelitian ini terdiri dari 15 orang yang mengalami kecanduan

bermain game online, 5 orang yang mengalami kecanduan hal lain dan 5 orang yang tidak mengalami kecannduan apapun. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik

skoring Klopfer dan analisis profil secara kualitatif dengan menggunakan analisis isi.

Dari hasil penelitian diketahui deskripsi profil kepribadian kelompok yang mengalami

kecanduan bermain game onlineyaitukelompok kecanduan bermain game online memiliki kecenderungan kepribadian introvert, tertutup, kaku, dan depresif namun memiliki

potensi kreatif yang besar. Selain itu juga memiliki kesadaran dan kemampuan untuk

mengekspresikan dorongan namun terdapat kecenderungan untuk sesegera mungkin

memenuhi pemuasan kebutuhan tersebut. Di sisi lain terdapat kontrol yang berlebihan

terhadap pengekspresian dorongan dan emosi yang mungkin bersifat obsesif kompulsif

dan menuju ke arah dependensi. Kelompok ini juga lebih juga lebih mudah terpengaruh

oleh lingkungan.


(9)

vii

THE DESCRIPTION OF GROUP PROFILE PERSONALITY WITH

ONLINE GAME ADDICTION THROUGH THE RORSCHACH’S

DETERMINANT

Natasya Gabriella Saraswati

ABSTRACT

This study aims to determine the description of group profile personality with

online game addiction through the Rorschach’s determinant. This study used IGAT

(Indonesian Online Game Addiction Test,α= 0,73) scale and Rorschach test. This study consist of 15 subjects who have addiction toward game online, five subjects who have the

others addiction and five subjects who don’t have any addiction. Data were analyzed by using Klopfer’s technique and the profile analysis with qualitative content analysis.This result show that group profile personalitywith online game addiction are introversive,

closed, rigid and depressive but have a great creative potential. This group also have

awareness and ability to express the encouragement but there is tendency to immediately

satisfy those needs.On the other hand, there are excessive control toward expression of

encouragement and emotion that may be obsessive compulsive and toward dependency.

This group is also more easily influenced by the environment.


(10)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PI]BLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa universitas Sanata Dharma

Nama Nim

: Natasya Gabriella Saraswati

:109114071

Demi pengembangan

ilmu

pengetahuan, saya memberikan kepada peroustakan Universilas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Deskripsi Profil Kepribadian Kerompok Kecanduan Bermain Game online Melalui

Determinan

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya berikan kepada Perpustakan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam

bentuk media lain, mengelolanya di intemet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya dibuat dengan sebenamya Dibuat di :Yogyakarta

Pada

tanggal

: 8 Juri 2015

Yang menyatakan,

,4

,/l(

/-LW

Natasya Gabriella Saraswati


(11)

ix

KATA PENGANTAR

Tugas akhir ini berangkat dari ketertarikan peneliti akan fenomena kecanduan bermain game online, khususnya dalam hal kepribadian. Penelitian ini berjudul “Deskripsi Profil Kepribadian Kelompok Kecanduan Bermain Game

Online Melalui DeterminanRorschach” diharapkan mampu memberikan manfaat

dalam memahami kepribadian para pecandu game online.

Peneliti menyadari dalam melakukan penelitian ini mendapatkan sangat banyak bantuan dari segenap pihak baik secara materi maupun non-materi :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang peduli dalam perkembangan pendidikan terutama perkembangan Fakultas Psikologi.

2. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dalam membimbing pembuatan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu peduli dengan mahasiswanya dan memberikan wejangan-wejangan yang sangat berguna.

4. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, Bpk M.Si, Agung Santoso M.A., Suster Lidwina Tri Ariastuti, FCJ S.Pd., M.A., Bpk Cornelius Siswa Widyatmoko M.Psi.yang telah bersedia dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan peneiti mengenai skripsi ini.


(12)

x

5. Suster Theresia Dewi Irianty Gallang, FCJ S.Psi., Psi., M.M., yang selalu memberikan dukungan secara psikologis dalam kehidupan peneliti sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan besar bagi peneliti. Mas Muji dan Mas Doni yang memberikan bantuan fasilitas penuh ketika peneliti mengerjakan skripsi dan butuh peminjaman alat.

7. Kedua orang tua peneliti, Alvonsus Giovanni Oedianto dan Fransiska Cornelia Marsiyani serta adik peneliti, Axel Jay Marcianno yang memberikan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman dan orang terkasih Psikologi Sanata Dharma yang memberikan bantuan, saran dan kritik kepada peneliti dalam proses pembuatan skripsi ini, Rio, Sandi, Lukas, Christy, Fiona.

9. Teman-teman P2TKP, Mitra Perpus dan teman-teman yang lain yang mungkin tidak dapat peneliti sebut satu persatu, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

Yogyakarta, 15 Maret 2015 Penulis,


(13)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10


(14)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Kecanduan ... 11

1. Definisi kecanduan ... 11

2. Kecanduan Bermain Game Online ... 11

3. Pengukuran Kecanduan Bermain Game Online ... 15

B. Kepribadian ... 16

1.Definisi ... 16

2. Pengukuran Kepribadian ... 19

3. Hubungan Kepribadian dengan Kecanduan Bermain Game Online………..21

C. Tes Rorschach ... 24

1. Definisi ... 24

2. Determinan Tes Rorschach ... 25

a. Form ... 25

b. Movement ... 29

c. Shading ... 32

d. Color ... 35

D. Proporsi Kuantitatif ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 48

A. Jenis Penelitian ... 48


(15)

xiii

C. Definisi Operasional Penelitian ... 50

1.Tes IGAT ... 50

2. Tes Rorschach ... 51

3. Prosedur Penelitian ... 52

4. Analisis ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Hasil Rata-rata Determinan Keseluruhan ... 56

2. Determinan Form... 57

3. Determinan Movement ... 58

4. Determinan Shading ... 60

a. Tekstur ... 60

b. Diffusion Vista ... 61

c. Three Dimentional Space Projected on Two Dimentional Plane 62 5.Determinan Color ... 63

a. Warna Achromatic ... 63

b. Warna Chromatic... 64

6. Proporsi Kuantitatif ... 65

B. Pembahasan ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78


(16)

xiv

B. Saran... 79

1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rata-rata Determinan Keseluruhan ... 56

Tabel 2. Rata-rata Determinan Form (F) ... 57

Tabel 3. Rata-rata Determinan Movement ... 58

Tabel 4. Rata-rata Determinan Tekstur ... 60

Tabel 5. Rata-rata Determinan Diffusion Vista ... 61

Tabel 6. Rata-rata Determinan Three dimentional space projected on twodimentional plane ... 62

Tabel 7. Rata-rata Determinan Warna Achromatic ... 63

Tabel 8. Rata-rata Determinan Warna Chromatic ... 64

Tabel 9. Rasio M:FM ... 65

Tabel 10. Rasio M: (FM+m) ... 66

Tabel 11. Rasio Respon Differentiated dan Undifferentiated Shading ... 67

Tabel 12. Rasio F: (FK+Fc) ... 68

Tabel 13. Rasio Warna Achomatic danChromatic ... 69

Tabel 14. Rasio F% ... 70

Tabel 15. Rasio FC: (CF+C) ... 71


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala IGAT ... 86 Lampiran 2. Skala Kecanduan Hal Lain ... 88 Lampiran 3. Lembar Inquiri Tes Rorschach ... 90


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku bermain game online memberikan beberapa dampak buruk seperti agresi (Sherry dalam Jap, Tiatri, Jaya,& Suteja, 2013), cedera fisik (Weinstein dalam Jap, Tiatri, Jaya,& Suteja, 2013) dan kecanduan (Weinstein; Griffiths dalam Jap, Tiatri, Jaya,& Suteja, 2013). Dari semua dampak buruk tersebut, kecanduan merupakan masalah yang cukup serius dan menjadi sorotan dunia. Korea Selatan telah menganggap perilaku kecanduan bermain game online sebagai masalah nasional sehingga Negara tersebut menyiapkan konselor yang ditempatkan di rumah sakit agar bisa menangani kasus kecanduan bermain game online (Ahn dalam Jap, Tiatri, Jaya,& Suteja, 2013). Selain itu China juga telah mengeluarkan undang-undang untuk mencegah seseorang bermain game online lebih dari tiga jam karena dapat membahayakan (Xing dalam Jap, Tiatri, Jaya,& Suteja, 2013).

Kecanduan merupakan perilaku berulang yang tidak sehat dan merusak diri dimana seseorang kesulitan untuk mengakhirinya (Yee, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan bermain game online merupakan perilaku yang berulang dalam bermain game online, bersifat tidak sehat dan dapat merusak diri dimana hal tersebut dikarenakan seseorang mengalami kesulitan untuk mengakhirinya. Menurut penelitian yang dilakukan Yee (2002) diketahui 69,7 persen pria berusia 23-28 tahun dan 63,5 persen wanita berusia 29-35 tahun bermain 10 jam atau lebih sehari. Sebanyak 50,7 persen


(20)

pria berusia 18-22 tahun dan 45,2 persen wanita berusia lebih dari 35 tahun sering tidak tidur karena kebiasannya bermain game online. Selain itu 48 persen pria berusia 18-22 tahun dan 66,7 persen wanita berusia 12-17 tahun merasa kecanduan dalam bermain game online. Sebanyak 20,6 persen pria berusia 18-22 tahun dan 30 persen wanita berusia 12-17 telah mencoba untuk lepas dari kebiasaannya bermain game online namun gagal.

Banyak permasalahan yang muncul yang disebabkan perilaku kecanduan bermain game online. Beberapa pelajar membolos sekolah untuk bermain game online (Fitriana, 2013). Terlalu sering bermain game membuat relasi dengan sesama menjadi tidak dewasa (Chen & Chang dalam Pratiwi, Andayani, &Karyanta, 2012). Di Surakarta, empat orang remaja mencuri handphone karena kecanduan bermain Point Blank yang merupakan salah satu jenis permainan game online (Wiratno, 2011). Pada awal tahun 2012 di Surakarta enam remaja mencuri untuk bermain game online (Primartantyo, 2012).

Beberapa fenomena mengenai kecanduan game online, memicu dilakukannya beberapa penelitian. Namun dari hasil pencarian yang telah peneliti lakukan, belum banyak penelitian yang mengangkat mengenai kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain game online. Selain itu American Psychiatric Association (2013) juga mengatakan bahwa belum ada kepribadian yang konsisten yang berhubungan dengan perilaku kecanduan bermain game online.


(21)

Handayani (2011) meneliti hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan kecanduan game online pada remaja pria. Subjek penelitian ini adalah 120 remaja berusia 15-21 tahun. Teknik pengumpulan data peneltian menggunakan skala Likert. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif antara kontrol diri dan kecenderungan kecanduan game

online pada remaja pria.

Penelitian lain yang telah peneliti temukan justru lebih banyak mengenai kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain internet. Salah satunya adalah Ningtyas (2012), ia meneliti mengenai hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan bermain internet pada mahasiswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengkonfirmasi apakah benar ada hubungan antara kontrol diri dengan kecanduan bermain internet karena ditemukan hasil yang berbeda pada dua penelitian sebelumnya dimana pada hasil penelitian yang dilakukan Herlina (2014) menunjukkan adanya hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku kecanduan bermain internet. Di sisi lain hasil penelitian Rahayuning (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku kecanduan bermain internet. Hasil penelitian yang dilakukan Ningtyas kepada 65 mahasiswa menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kontol diri dengan perilaku kecanduan bermain internet.

Pada penelitian pertama (Handayani, 2011) dan penelitian kedua (Ningtyas, 2012) meneliti mengenai kepribadian khususnya kontrol diri dan hubungannnya dengan kecanduan baik bermain game online maupun bermain


(22)

internet. Kedua penelitian tersebut hanya menghubungkan satu variabel saja dengan kecanduan bermain game online sedangkan belum ada penelitian yang mengungkapkan profil individu yang mengalami kecanduan bermain

game online. Dengan mengetahui profil maka data yang didapatkan mengenai

kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain game online

menjadi lebih lengkap. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk lebih memahami individu dengan kepribadian seperti apa yang mengalami kecanduan bermain game online atau memiliki faktor resiko mengalami kecanduan bermain game online.

Pada penelitian yang kedua (Ningtyas, 2012) mengkaitkan kepribadian dengan perilaku bermain internet secara umum. Sedangkan perilaku kecanduan game online merupakan perilaku yang lebih spesifik dari pada hanya menggunakan internet secara berlebihan. Perilaku kecanduan bermain game online tidak termasuk penggunaan jejaring sosial seperti facebook atau melihat pornografi (American Psychiatric Association, 2013). Perilaku bermain game online secara berlebihan menekankan pada aktivitas bermain yang dilakukan dalam waktu yang lama dan terus menerus, sedangkan perilaku menggunakan internet berlebihan menekankan pada penggunaan internet dalam jumlah yang banyak dan bisa berupa penggunaan untuk sosial media atau melihat pornografi.

Individu yang bermain game online dan internet sama-sama mempunyai motivasi untuk menjalin hubungan dengan orang lain (Chou, Condron & Belland, 2005; Yee, 2002). Namun di sisi lain ada motivasi yang


(23)

membedakan individu yang mengalami kecanduan bermain game online dan internet yaitu pada individu yang mengalami kecanduan game online terdapat motivasi lain selain menjalin relasi dengan orang lain yaitu immersion yang merupakan motivasi untuk merasa masuk ke dalam dunia fantasi game dan menjelajahinya, grief yaitu keinginan untuk mendominasi dan mengganggu,

achievement yaitu motivasi untuk mencapai suatu tujuan dan leadership yaitu

keinginan untuk membentuk suatu kelompok dan menjadi pemimpin di dalamnya sehingga membentuk tipe kecanduan yang berbeda (Yee, 2002).

Oleh karena perbedaan tersebut peneliti ingin melihat secara lebih spesifik kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain game

online sehingga bisa memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai

kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain game online. Penelitian yang sudah ada hanya mengambil salah satu aspek dari kepribadian seperti kontrol diri yang juga bisa dikategorikan ke dalam

conscientiousness menurut kepribadian Big Five. Sedangkan melalui

determianan Rorscach dapat diketahui kepribadian yang bisa dikategorikan

openness, agreeableness, conscientiousness, extraversion, dab neuroticism

menurut teori kepribadian Big Five. Oleh karena itu dapat dihasilkan profil kepribadian yang berupa komposisi kepribadian yang lebih menyeluruh untuk memahami individu yang mengalami kecanduan bermain game online.

Peneliti memilih untuk menggunakan alat tes Rorschach bukan menggunakan

NEO Personality Inventory (NEO-PI-R) yang menggunakan dasar teori Big


(24)

paling tinggi yang memotivasi seseorang bermain game online hingga mengalami kecanduan adalah kebutuhan afeksi atau need for affiliation yang bisa juga terlihat menggunakan determinan Rorschach khususnya pada determinan shading.

Mengkritisi beberapa penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin menggunakan teknik yang berbeda dalam melihat profil kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain game online. Dimana pada penelitian-penelitian sebelumnya pengukuran kepribadian dilakukan dengan menggunakan skala. Kelemahan menggunakan skala adalah subjek penelitian dapat merespon sesuai dengan harapan sosial (social desirability response)

seperti melakukan faking good yaitu menjawab pertanyaan sesuai dengan harapan sosial, bukan atas keadaan subjek yang sebenar-benarnya. Hal ini juga didukung oleh review penelitian yang dilakukan oleh Mortel (2008) dimana separuh dari penelitian yang telah dilakukan menggunakan skala

social desirability (SD) menunjukkan bahwa social desiability response

(SDR) mempengaruhi hasil penelitian. Review tersebut juga menunjukkan pada penelitian Blair dan Coyle (2005) dan Cossette, dkk (2005) bahwa seseorang akan mudah terpengaruh dengan SDR ketika mereka diminta untuk melaporkan kemampuannya, dan ketika diminta untuk melaporkan kondisinya pada topik- topik sensitif seperti kontrol perilaku (Mahalik,dkk, 2005), dan level dari penggunaan narkoba dan obat-obatan (McGilloway & Connely, 2004). Menurut Freud adanya mekanisme pertahanan diri (MPD) seseorang dapat mempegaruhi bagaimana seseorang menjawab dan


(25)

memungkinkan orang melakukan faking terhadap jawaban yang diberikan, terutama pada pertanyaan yang bersifat sadar dan menimbulkan tegangan. Selain itu menurut As Meehl dalam Lilienfeld (2000) tes kepribadian yang terstruktur seperti menggunakan skala memiliki kelemahan, contoh: saya

sering sakit kepala. Kata “sering” memiliki derajat ambiguitas yang dapat

diinterpretasi berbeda oleh setiap orang. Sedangkan menurut Sundberg dalam Lilienfeld (2000) alat tes proyektif dapat melihat bagaimana karakter kepribadian, kebutuhan dan pengalaman hidup mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi stimulus yang ambigu. Oleh karena itu peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data proyektif yaitu Rorschach yang berupa bercak tinta yang bersifat ambigu sehingga kepribadian subjek dapat terungkapkan melalui respon tak sadar dan mengurangi kemungkinan adanya pengaruh dri SDR (Tulchin & Zubin dalam Aronov, Reznikoff &Moreland, 1994).

Selain itu secara teoritis determinan Rorschach memungkinkan digunakan untuk melihat kepribadian individu yang mengalami kecanduan bermain game online dilihat dari ciri-ciri individu yang mengalami game

online.Determinan Rorschach dapat digunakan untuk melihat trait dan need

yang merupakan bagian dari kepribadian. Dimana determinan form yang menunjukkan bagaimana persepsi seseorang apakah terbatas atau tidak. Determinan movement yang menunjukkan bagaimana seseorang berhadapan dengan dorongan dari dalam, mengenai imajinasi, dan empati. Determinan


(26)

dengan lingkungan dan determinan shading menunjukkan bagaimana seseorang menghadapi kecemasan afeksinya. Sehingga profil determinan yang merupakan komposisi dari determinan-determinan yang dihasilkan dalam tes Rorschach juga merupakan profil kepribadian kelompok yang megalami kecanduan bermain game online (Klopfer, Ainsworth, Klopfer & Holt, 1954).

Selain itu selama pencarian yang telah peneliti lakukan, sedikit sekali penelitian yang menggunakan alat tes Rorschach sehingga pengembangan dan informasi mengenai alat tes tersebut minim.

Pentingnya dilakukan penelitian ini adalah dengan diketahuinya profil kepribadian kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online yang bisa terlihat dari profil determinan Rorschach maka akan diperoleh informasi mengenai kepribadian orang yang mengalami kecanduan bermain game

online. Hal ini berimpikasi jika kita menjumpai individu dengan profil

kepribadian tersebut kemungkinan individu tersebut sudah atau memiliki faktor resiko mengalami kecanduan bermain game online.

Selain itu dengan menggunakan alat tes Rorschach dalam penelitian ini maka penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi tentang alat tes Rorschach terutama dalam penggunaan determinan Rorschach dalam melihat kepribadian seseorang yang mengalami kecanduan bermain game


(27)

B. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang ingin diungkap peneliti:

1. Apakah terdapat perbedaan profil determinan Rorschach pada kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online dengan kelompok yang tidak mengalami kecanduan bermain game online. 2. Bagaimana gambaran profil kepribadian kelompok yang mengalami

kecanduan bermain game online berdasarkan interpretasi determinan Rorschach yang berbeda secara antar dua kelompok dengan menggunakan teknik Klopfer?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dirumuskan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan profil determinan Rorschach

pada kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online dengan individu yang tidak mengalami kecanduan bermain game online.

2. Memperoleh gambaran profil kepribadian kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online berdasarkan interpretasi determinan Rorschach yang berbeda antar dua kelompok dengan menggunakan teknik Klopfer.

3. Memperoleh informasi mengenai penggunaan determinan tes Rorschach terutama dalam kegunaannya melihat kepribadian.


(28)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Memberikan informasi mengenai ada tidaknya perbedaan profil determinan Rorschach pada kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online dengan individu yang tidak mengalami kecanduan bermain game online.

b. Menambahkan gambaran profil kepribadian kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online berdasarkan interpretasi determinan Rorschach yang berbeda antar dua kelompok.

c. Menambah informasi mengenai penggunaan determinan tes Rorschach terutama dalam kegunaannya melihat kepribadian.

2. Manfaat praktis

Memberikan pertimbangan kegiatan asesmen dan diagnosis yang melibatkan alat tes Rorschach dengan melihat dari gambaran profil kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online yang telah didapat.


(29)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecanduan

1. Definisi Kecanduan

Menurut Webster’s New International Dictionary dalam Griffiths (1996), kecanduan merupakan kebiasaan penggunaan obat-obatan yang tidak terkontrol. World Health Organization (WHO) dalam College and Physician & Surgeon of Alberta (2008) mendefinisikan kecanduan merupakan penggunaan berulang zat psikoaktif yang menyebabkan penggunanya secara periodik mabuk, menunjukkan penggunaan yang kompulsif, merasa kesulitan untuk berhenti menggunakan zat tersebut, dan berusaha mendapatkan zat tersebut dengan cara apapun

Menurut Fatayer (2008) kecanduan adalah cinta yang bersifat patologis antara seseorang dan objek candunya, bisa berupa subtansi (seperti nikotin, makanan, alkohol, heroin, dll) atau suatu kejadian (seperti perjudian, bekerja, cinta, dll).

Menurut Eyesenk (1997) kata kecanduan digunakan untuk menyatakan kecenderungan untuk mengikuti suatu tipe perilaku yang tidak biasa dan adanya kemungkinan bahaya, kecanduan mengakibatkan kesulitan untuk mengakhiri perilaku tanpa bantuan orang lain. Beberapa perilaku melibatkan obat-obatan (alkohol, amfetamin, kokain, heroin, dll). Selain itu seseorang juga dapat


(30)

kecanduan terhadap perilaku seksual, olah raga, pornografi, atau bekerja.

Menurut Eyesenk (1997) terdapat dua jenis kecanduan yaitu kecanduan fisik dan kecanduan psikologis. Sedangkan menurut Fatayer (2008) terdapat empat tipe kecanduan, yaitu kecanduan tipe

alpha, beta, gamma dan delta. Kecanduan tipe alpha yaitu merupakan

kecanduan fisik seperti kecanduan makanan. Kecanduan tipe beta

meliputi kecanduan fisik dan mental, contohnya adalah kecanduan alkohol dan obat-obatan. Kecanduan tipe gamma meliputi kecanduan mental seperti kecanduan komputer, game online dan bekerja. Sedangkan kecanduan tipe delta meliputi dua atau lebih tipe kecanduan seperti kecanduan makanan, alkohol dan bekerja.

Menurut Carnes dalam Griffiths dan Hunt (1996), ada sepuluh tanda orang yang mengalami kecanduan secara umum, yaitu:

(1) Adanya pola perilaku tertentu yang tidak dapat dikontrol; (2) Menimbulkan konsekuensi yang berat akibat dari perilaku

tersebut;

(3) Ketidakmampuan untuk menghentikan perilaku tertentu meskipun mendapatkan konsekuensi yang bersifat merugikan;

(4) Perilakunya mempunyai risiko merusak diri yang tinggi; (5) Adanya keinginan untuk membatasi perilaku;


(31)

(6) Menggunakan perilaku tertentu sebagai cara mengatasi masalah;

(7) Meningkatkan perilaku karena tingkat aktivitasnya tidak lagi cukup.

(8) Suasana hati berganti selama melakukan aktivitas tersebut; (9) Banyak sekali waktu yang digunakan untuk terlibat dalam

perilaku tersebut serta untuk melakukan pemulihan;

(10) Mengorbankan pekerjaan, proses sosial, dan rekreasi dikarenakan perilaku tersebut.

Menurut Brown dalam Griffith (2005) beberapa komponen kecanduan antara lain:

(1) Salience. Hal ini terjadi ketika ada aktivitas yang dianggap

paling penting di kehidupan individu dan mendominasi pemikirannya, perasaan dan perilakunya. Ketika individu tersebut tidak melakukan perilaku tersebut, maka ia akan memikirkan untuk melakukan hal tersebut di waktu selanjutnya.

(2) Euforia. Hal ini merupakan pengalaman subjektif dimana individu merasa senang akibat dari melakukan perilaku tersebut.

(3) Toleransi. Hal ini merupakan proses dimana terjadi peningkatan aktivitas yang berkaitan dengan beberapa aktivitas yang disyaratkan untuk mendapatkan dampak yang diinginkan.


(32)

(4) Simptom penarikan. Terjadi perasaan yang tidak menyenangkan atau dampak fisik yang diakibatkan oleh pemberhentian perilaku, seperti suasana hati buruk, dan perasaan terluka.

(5) Konflik. Konflik yang dimaksud adalah konflik antara pecandu dengan orang-orang di sekitar mereka atau dengan dirinya sendiri yang terfokus pada beberapa aktivitas. Jika secara berkelanjutan individu tersebut memilih kesenangan sementara dan mengabaikan konsekuensinya, maka dalam jangka panjang individu tersebut dapat menggunakan aktivitas kecanduan sebagai strategi koping.

(6) Kambuh dan resisten. Hal ini merupakan kemungkinan untuk mengulang pola aktivitas dan tidak memiliki kontrol untuk menghentikannya.

2. Kecanduan Bermain Game online

Kecanduan bermain game online termasuk dalam salah satu tipe kecanduan yaitu kecanduan gamma yang merupakan kecanduan secara mental(Eyesenk, 2008).

Berdasarkan definisi dan komponen kecanduan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecanduan bermain game online adalah kondisi dimana seorang individu menganggap game online merupakan hal yang dianggap paling penting di kehidupannya dan mendominasi


(33)

pemikirannya, perasaan dan perilakunya. Ketika individu tersebut tidak bermain game online, maka ia akan memikirkan untuk melakukan hal tersebut di waktu selanjutnya. Selain itu individu tersebut merasakan kesenangan akibat perilaku dari bermain game online. Individu tersebut juga megingkatkan perilaku bermain game online untuk mendapatkan dampak yang sesuai dengan yang ia inginkan. Akan timbul perasaan yang tidak menyenangkan ketika individu tersebut berhenti bermain game online. Selain itu sering terjadi konflik antara pecandu game online dengan orang-orang disekitarnya. Hal tersebut dikarenakan individu tersebut terfokus pada perilaku kecanduannya saja. Jika individu tersebut hanya memikirkan kesenangan sesaat, maka bermain game online dapat digunakan individu untuk melarikan diri dari masalah. Selanjutnya individu tersebut akan bermain game

online terus- menerus dan tidak bisa mengontrol penggunaannya.

3. Pengukuran Kecanduan Bermain Game online

Beberapa penelitian mengenai kecanduan bermain game online

telah dikembangkan. Beberapa peneliti mulai membuat alat ukur berbentuk self repport.

Pada tahun 1998 Griffith dan Hunt mengembangkan alat ukur untuk mengukur tingkat kecanduan seseorang berdasarkan kriteria dari pathological gambling di DSM-III-R. Alat ukur tersebut terdiri


(34)

dari delapan pertanyaan yang terdiri dari komponen salience, toleransi, euforia, pengejaran, kambuh, penarikan diri dan konflik.

Di Indonesia sendiri pada tahun 2013 telah dikembangkan

Indonesian Online Game Addiction Questionnaire (IGAQ) oleh Jap,

Tiantri, Jaya dan Suteja. Kuesioner ini terdiri dari 7 item skala Likert 5-poin. Kuesioner ini digunakan untuk melihat tingkat kecanduan seseorang terhadap game online. Kuesioner ini disusun berdasarkan kriteria pathological gambling dari DSM-IV-TR dan kriteria kecanduan yang dikembangkan oleh Griffith’s dan Hunt (1996).

B. Kepribadian 1. Definisi

Menurut American Psychology Association (2014), kepribadian didefinisikan sebagai perbedaan individual pada pola karakteristik berpikir, merasakan dan berperilaku.

Terdapat definisi kepribadian menurut beberapa tokoh. Menurut Freud kepribadian merupakan sifat (trait) bersifat bawaan dan menetap. Teori big five yang disusun berdasarkan teori yang dikemukakan Cattel menyatakan bahwa kepribadian manusia terdiri atas lima sifat yang relative menetap (trait) yaitu neuroticism,

extraversion, openness to experience, agreebleness dan


(35)

(need) merupakan komponen yang menjelaskan bagaimana seseorang berperilaku (Feist & Feist, 2006).

Selanjutnya McAddams dan Pals (2006) menyatakan bahwa kepribadian terdiri dari 5 prinsip besar yaitu (a) variasi unik yang dimiliki setiap individu pada desain evolusi secara umum pada sifat manusia, terekspresikan pada pengembangan pola (b) trait yang bersifat bawaan, (c) karakteristik adaptasi, (d) bagaimana diri mendiskripsikan narasi kehidupan, (e) di dalam konteks sosial budaya. Kepribadian menurut pandangan Psikoanalisa terdiri dari level kehidupan mental dan dinamika dari id, ego dan superego. Level kehidupan mental sendiri terdiri dari level sadar dan tak sadar. Hampir sebagian besar perilaku manusia dikendalikan oleh sesuatu yag berada di daerah tidak sadar. Sedangkan hanya sebagian kecil saja perilaku kita yang benar-benar kita sadari. (Freud dalam Feist & Feist, 2006).

Kepribadian menurut Rorschach adalah bagaimana seseorang berinteraksi dengan dunianya. Hal tersebut dapat dilihat dari determinan Rorschach dimana determinan form yang menunjukkan bagaimana persepsi seseorang apakah terbatas atau tidak. Determinan

movement yang menunjukkan bagaimana seseorang berhadapan

dengan dorongan dari dalam, mengenai imajinasi, dan empati. Determinan color berbicara mengenai kontrol pengekspresian emosi ketika berhadapan dengan lingkungan dan determinan shading


(36)

menunjukkan bagaimana seseorang menghadapi kecemasan afeksinya (Klopfer, Ainsworth, Klopfer & Holt, 1954).

Dari beberapa definisi mengenai kepribadian di atas, peneliti ingin melihat trait dan need dimana dapat terlihat di dalam determinan Rorschach. Hal tersebut dapat terlihat jika hasil pengukuran menggunakan determinan Rorschach dikategorikan dengan menggunakan teori Big Five, maka determinan form termasuk dalam dimensi openness dimana melihat sejauh mana keterbukaan pandangan seseorang dan komposisinya dengan determinan lain dapat menunjukkan apakah seseorang tersebut memiliki sifat ekstraversi ataupun introversi. Determinan movement termasuk dalam dimensi

openness dimana melihat bagaimana imajinasi, sedangkan empati

masuk dalam dimensi agreeableness. Sedangkan determinan

movement juga melihat bagaimana seseorang mengontrol dorongan

dari dalam yang termasuk dalam dimensi conscientiousness dalam teori Big Five. Sedangkan determinan color termasuk dalam dimensi

neuroticism dimana melihat keadaan emosi seseorang seperti adanya

perasaan depresif. Selanjutnya determinan shading menunjukkan kecemasan yang termasuk dalam dimensi neuroticism dan kebutuhan atau need afeksi.


(37)

2. Pengukuran Kepribadian

Pengukuran kepribadian dapat dilakukan dengan menggunakan inventori yang berupa skala dan alat tes proyektif. Beberapa alat tes inventori yang berupa skala yang dapat digunakan untuk mengukur kepribadian antara lain Edwards Personal Preference Scale (EPPS),

NEO Personality Inventory (NEO-PI-R) dan Sixteen Personality

Factor Questionaire (16 PF). EPPS diciptakan oleh Allen L. Edwards

pada tahun 1953. Tes ini disusun berdasarkan teori kebutuhan Murray. Tes ini dimaksudkan untuk melihat kebutuhan-kebutuhan khusus

(needs) yang dimiliki seseorang. Sedangkan NEO-PI-R dibuat oleh

Costa dan McCrae digunakan untuk melihat trait seseorang dalam lima wilayah yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience,

agreebleness dan conscientiousness (Paunonen & Ashton, 2002).

Selanjutnya 16 PF dibuat oleh Dr. Raymond Cattell dan digunakan untuk mengukur 16 faktor kepribadian yang utama (trait) yang dimiliki individu (Russel & Karol, 1999).

Selain alat ukur inventori yang berupa skala terdapat juga alat ukur proyektif. Alat ukur proyektif menggunakan stimulus yang ambigu sehingga secara tidak sadar individu tersebut dapat mengungkapkan kepribadiannya yang berada pada daerah tak sadar. Sehingga meminimalisir individu untuk menjawab sesuai dengan apa yang dianggap baik oleh masyarakat (faking) yang mungkin terjadi jika menggunakan alat ukur inventori.


(38)

Beberapa alat ukur proyektif antara lain Thematic Apperception Test (TAT) dan Rorschach. TAT digunakan untuk melihat kebutuhan-kebutuhan (needs) yang ada di dalam diri seseorang dan menggerakkan seseorang untuk berperilaku tertentu. Sedangkan Rorschach digunakan untuk melihat sampel bagaimana individu bereaksi dengan dunianya. Rorschach dapat melihat bagian dari kepribadian yang berupa kebutuhan dan trait. Contohnya determinan M memiliki indikasi trait

yaitu kreativitas. Selain itu respon determinan cF menunjukkan adanya kebutuhan untuk bergantung dengan orang lain (Klopfer, dkk, 1954) .

Peneliti memilih menggunakan alat ukur Rorschach dikarenakan alat tes Rorschach berupa proyektif sehingga meminimalisir seseorang untuk melakukan facking. Selain itu alat ukur Rorschach dapat melihat

trait dan kebutuhan sekaligus sehingga dapat memberikan data yang

lebih lengkap tidak seperti alat tes lain yang hanya berfokus pada satu hal saja. Selain itu secara teoritis definisi yang ada di determinan Rorschach dapat digunakan untuk melihat kepribadian individu yang mengalami kecanduan berdasarkan ciri-ciri individu yang mengalami kecanduan. Hal ini didukung oleh penelitian Bergman, Haver, Bergman, Dahlgren dan Nielsen (1998) yang menggunakan Rorschach untuk melihat karakteristik kepribadian perempuan yang mengalami kecanduan alkohol.


(39)

C. Hubungan Kepribadian dengan Kecanduan Bermain Game Online

Beberapa penelitian mengenai kepribadian yang mengarahkan seseorang untuk kecanduan yaitu penelitian Eysenk dalam Eysenk (1997) menunjukkan bahwa kecanduan merokok berhubungan dengan kepribadian seseorang. Seseorang yang kepribadiannya cenderung tinggi pada ekstraversi atau neurotisme lebih menyukai merokok dibandingkan dengan orang yang rendah pada kedua trait tersebut. Penelitian Gilbert dalam Eyesenk (1997) menunjukkan kedua proporsi tersebut telah didukung oleh beberapa studi empiris. Selain itu penelitian oleh Gossop pada tahun 1978 dan Teasdale dkk pada tahun 1971 menunjukkan bahwa kelompok kecanduan obat-obatan memiliki tingkat psikotik dan neurotisme yang tinggi. Penelitian oleh Gossop dan Eyesenk (1980) menunjukkan pada wanita dan pria yang kecanduan obat-obatan memiliki nilai psikotik dan neurotisme yang tinggi, namun memiliki nilai yang rendah pada ekstraversi.

Menurut Sher (1991) dan McGue (1995) dalam Eysenck (1997) karakter kepribadian psikosis seperti impulsifitas dan kekurangan perhatian, dan neurotisme atau emosi yang negatif memiliki kecenderungan untuk memiliki states yang negatif dan masalah psikologis yaitu kecanduan.

Selanjutnya penelitian Yee (2002) mengenai motivasi seseorang kecanduan bermain game online menunjukkan bahwa kebutuhan afeksi atau need for affiliation merupakan faktor yang paling besar yang


(40)

menyebabkan orang bermain game online hingga menyebabkan kecanduan.

Dari beberapa penelitian di atas dapat dismpulkan seseorang denngan kepribadian psikotik, neurotisme dan rendah pada ekstraversi cenderung mudah untuk mengalami kecanduan. Seseorang yang memiliki kepribadian psikotik yaitu seseorang yang cenderung impulsif, kurang empati dan keras hati. Selain itu karakteristik kepribadian neurotisme yaitu adanya tegangan, kurangnya harga diri, cenderung cemas, mengikuti suasana hati, kurangnya kemandirian dan cenderung obsesif. Selanjutnya karakteristik seseorang yang introvert yang cenderung tertutup dan kurang ekspresif memungkinkan seseorang dalam menghadapi persoalan dalam hidup menghadapinya dengan kecemasan dan lebih mudah untuk depresif. Seseorang tersebut juga cenderung tertutup dan kurang ekspresif sehingga memungkinkan untuk mencari cara penyelesaian masalah dengan tidak langsung menghadapinya melainkan cenderung melarikan diri dari masalah dan menggunakan cara penyelesaian masalah dengan bergantung terhadap sesuatu dan bersifat obsesif yang memungkinkan terjadinya kecanduan. Hal ini diakibatkan sifat impulsif, rendahnya kontrol diri dan kemandirian orang tersebut. Namun seseorang tersebut juga memiliki kebutuhan akan afeksi yang tinggi sehingga memilih game online sebagai salah satu sarana pemenuhan kebutuhan. Dengan menggunakan game

online seseorang yang bermasalah, introvert, depresif dan memiliki


(41)

lain namun juga tetap bisa memenuhi kebutuhannya. Selain itu seseorang tersebut juga cenderung impulsif dan obsesif sehingga memungkinkan seseorang menggunakan game online secara berlebihan dan obsesif dan menyebabkan seseorang mengalami kecanduan bermain game online.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas, diketahui bahwa trait dan need berperan dalam fenomena kecanduan. Oleh karena itu peneliti ingin melihat kepribadian dalam hal ini trait dan need

kelompok yang mengalami kecanduan bermain game online. Peneliti merasa penting untuk meneliti kepribadian karena kepribadian sendiri merupakan prediktor atas perilaku seseorang (McAddams &Pals, 2006). Dalam hal ini peneliti ingin melihat komposisi trait dan need yang ada yang membentuk suatu profil kepribadian melalui profil determinan Rorschach. Dengan mengetahui profil determinan yang juga merupakan profil kepribadian kelompok yang mengalami kecanduan bermain game

online, maka pemahaman mengenai kepribadian mereka semakin

bertambah dan dapat menjadi pemicu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan fenomena kecanduan bermain game online.


(42)

D. Tes Rorschach 1. Definisi

Menurut Klopfer, Ainsworth, Klopfer dan Holt (1954), tes Rorschach dibuat oleh Herman Rorschach pada tahun 1921. Tes ini terdiri dari 10 kartu yang berisikan bercak tinta. Tes Rorschach merupakan tes kepribadian yang menggunakan prinsip proyektif sehingga stimulusnya ambigu. Tes ini digunakan untuk melihat kepribadian seseorang berdasarkan bagaimana ia mempersepsikan bercak tinta. Kategori skoring Tes Rorschach dibagi menjadi lokasi, determinan, isi, form level dan popularitas.

Skoring lokasi menunjukkan pendekatan intelektual yang digunakan seseorang dalam bereaksi dengan dunianya. Skoring determinan menunjukkan bagaimana trait dan kebutuhan seseorang dilihat dari cara yang digunakan subjek untuk membentuk persepsi. Skoring isi melihat trait dan kebutuhan seseorang dilihat dari isi atau makna yang terkandung pada hal yang disebutkan. Skoring form level

menunjukan fungsi kontrol intelektual dan kemampuan menghubungkan dengan realita. Sedangkan skoring popularitas menunjukkan seberapa seseorang mampu melihat realita sama seperti orang lain melihatnya.

Peneliti fokus membahas mengenai determinan karena pada bagian determinan menjelaskan lebih banyak hal seperti pada bagian isi dibandingkan bagian lokasi, form level dan popularitas yang lebih


(43)

mengarah kepada fungsi intelektual. Peneliti memilih membahas determinan bukannya bagian isi karena pada jenjang S1 ini peneliti baru mendapatkan materi mengenai analisis kuantitatif teknik Klopfer sehingga peneliti lebih menguasai hal tersebut dibandingkan dengan analisis isi. Selanjutnya peneliti akan melakukan analisis isi dengan membandingkan profil determinan Rorschach antar kelompok secara kualitatif.

2. Determinan Tes Rorschach

Terdapat empat penggolongan utama determinan Rorschach menurut Klopfer, dkk (1954):

a. Form (F)

Form (F) merupakan konsep yang ditentukan hanya berdasarkan bentuk dari bercak tinta. Color, shading dan movement

tidak digunakan untuk menentukan sebuah konsep.

Form (F) merepresentasikan persepsi yang terbatas dan

miskin, terlepas dari nuansa emosional dan afeksional yang tersirat dari elemen color dan shading dan kekayaan imajinasi yang mungkin dimiliki individu tersebut.

Respon form (F) yang muncul dengan jumlah yang wajar diimbangi dengan respon shading, color, dan movement, respon

form (F) tidak mengindikasikan keterbatasan atau kemiskinan


(44)

individu tersebut mampu melihat suatu hal secara adil dan berdasarkan fakta, terlepas dari pengaruh personal. Ketika respon

form (F) muncul secara dominan di antara respon color dan surface

shading, tetapi respon movement (dan mungkin three dimentional

shading) muncul secara bebas, hal ini menunjukkan adanya

pembatasan atau penahanan emosi yang relatif tidak peka terhadap dunia luar, sementara individu tetap sadar terhadap nilai-nilai internal dirinya, kebutuhan dan dorongan. Jika respon form (F) dominan di antara respon movement, tetapi color (dan mungkin respon surface shading) muncul secara bebas, hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran mengenai dorongan internal, sementara individu tersebut reaktif secara emosional sebagai dampak dari pengaruh lingkungan. Nilai F yang tinggi mengindikasikan kecenderungan kaku dan obsesif (Ogdon, 1984).

b. Movement

Movement merupakan konsep dimana subjek memproyeksikan

beberapa tindakan, gerakan maupun kehidupan. Movement dapat dikenakan pada figur manusia, hewan, objek benda mati dan bentuk-bentuk abstrak. Terdapat tiga sub kategori dari movement:

i. Human movement (H)

Suatu respon dikatakan human movement (M) ketika respon tersebut mengindikasikan seperti aktivitas manusia, ekspresi


(45)

atau postur. Skor human movement (M) meliputi aktivitas manusia secara utuh atau hanya aktivitas dari sebagian figur manusia (Aronov, Reznikoff & Moreland, 1994).

Menurut Klopfer, dkk (1954), konsep M melibatkan tiga ciri yaitu (1) proyeksi kinestetik, dimana subjek menghidupkan material bercak tinta dengan membaca gerakan yang tidak ada di dalam bercak tinta dan berimplikasi pada proses imajinasi yang baik; (2) konsep manusia, hal ini menunjukkan kemampuan untuk melihat dunia seperti orang-orang dan dapat berempati dengan orang lain; (3) persepsi yang dapat membedakan dan level integrasi yang baik.

Respon human movement (M) menunjukkan level fungsi ego yang tinggi. Kemampuan imajinasi menunjukkan bahwa subjek memiliki akses yang bebas terhadap aktivitas fantasi, dimana memiliki kaitan yang baik dengan kenyataan, hal ini mengindikasikan level integrasi emosional yang baik, dimana ego toleran terhadap impuls primitif dan dapat menjadi sumber dari kreativitas. Nilai M yang tinggi menunjukkan kapasitas intelektual yang tinggi, memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan dalam persepsi dan fungsi kognitif. Sedangkan nilai M yang rendah menunjukkan kurangnya kemampuan membedakan secara intelektual. Jika individu dengan kemampuan intelektual tinggi, gagal melihat


(46)

M, hal itu disebabkan kurangnya empati sehingga figur manusia tidak muncul.

Aspek empati dari M menunjukkan adanya kemampuan yang baik dalam melihat hubungan antar objek, dimana kondisi dan hasil ini menunjukkan integrasi emosi yang baik. Selanjutnya, kemampuan yang baik dalam melihat realitas eksternal mencerminkan kemampuan yang baik dalam membedakan, mengintegrasikan, dan persepsi yang akurat menunjukkan tipe respon M yang menunjukkan perkembangan fungsi ego yang baik.

Jika dilihat dari aspek imajinasi, M tinggi menunjukkan potensi kreatif yang tinggi, creative personality, kemampuan untuk mengintegrasikan impuls atau dorongan dengan cara mengorganisasikan self dan nilai, dan juga mengintegrasikan pengalaman dalam diri dan realitas eksternal. Sedangkan M

rendah menunjukkan potensi kreatif rendah. Dari aspek inner

stability, M lebih dari 5 menunjukkan kemampuan mengontrol

impuls tinggi (introversive). Sedangkan nilai M lebih dari 3 menunjukkan kemampuan mengontrol impuls tinggi (ekstratensive). Jika dilihat dari sistem nilai, nilai M

menunjukkan kemampuan untuk mengontrol perilaku dan penundaan dalam pemenuhan kepuasan. Jika M dan FM


(47)

M yang tinggi juga menunjukkan kecenderungan introversive,

tertutup dan memiliki potensi kreatif yang lebih besar (Ogdon, 1984).

ii. Animal movement (FM)

Menurut Aronov, dkk (1994) skor animal movement (FM) diberikan pada aktivitas yang menyerupai gerakan hewan. Persepsi dapat meliputi keseluruhan atau bagian hewan dan gambar atau karikatur binatang. Hewan dengan gerakan seperti manusia maka akan mendapatkan skor human movement (M), namun gerakan hewan yang seperti gerakan manusia tapi dikarenakan proses latihan terlebih dahulu, seperti monyet yang mengendarai sepeda, maka skor animal movement (FM) lebih sesuai dari pada skor human movement (M).

Menurut Klopfer, dkk (1954), respon FM mengindikasikan kesadaran mengenai dorongan untuk segera memenuhi kepuasan. Hal ini menunjukkan kurangnya wawasan, pemahaman dan penerimaan. Dorongan ini merupakan dorongan paling primitif dari kepribadian, baik berupa insting atau sudah diperoleh sejak awal kehidupan individu. Seperti punya permasalahan untuk mengintegrasikan dan mencocokkan mereka dalam aspek yang dewasa dari sebuah kepribadian.


(48)

Animal movement (FM) terkadang merupakan bentuk manifestasi dari agresivitas, terkadang ketidakberdayaan, kebutuhan untuk mendapatkan bantuan, dan mungkin mengindikasikan kebutuhan untuk bergantung pada orang lain

Nilai FM tinggi menunjukkan bahwa individu tersebut menyadari dorongannya terlepas apakah ia akan menurutinya atau tidak. FM rendah menunjukkan bahwa individu tersebut tidak menyadari dorongan.

iii. Inanimate movement (m)

Menurut Aronov, dkk (1999), inanimate movement (m) diberikan pada respon alam atau bentuk mekanik, bentuk juga bisa berupa abstrak atau simbol. Inanimate Movement (m) memiliki tiga subkategori yaitu definite inanimate movement

(Fm), semidefinite inanimate movement (mF) dan indefinite

inanimate movement (m) Definite inanimate movement

diberikan pada respon inanimate movement dengan bentuk yang pasti. Semidefinite inanimate movement (mF) diberikan pada respon inanimate movement dengan bentuk yang tidak pasti. Sedangkan indefinite inanimate movement (m) diberikan pada respon inanimate movement yang tidak memiliki bentuk.

Menurut Klopfer, dkk (1954), munculnya inanimate


(49)

kesadaran akan kekuatan dari luar yang mengontrol subjek, dimana mengancam integritas dari pengorganisasian kepribadian. Kekuatan yang tidak terkendali ini datang dari dirinya sendiri dalam bentuk dorongan yang mengancam sistem nilai dan gambaran diri. Inanimate movement (m) berbicara mengenai tegangan dan konflik, konflik antara dorongan kehidupan dan tujuan jangka panjang dari individu, dan tegangan karenausaha untuk mencegah dorongan. Di beberapa kasus, m mengindikasikan kebutuhan yang ditekan. Dengan kata lain m membicarakan mengenai perasaan tidak berdaya di dalam menghadapi kekuatan ancaman yang berasal dari lingkungan diluar kontrol dirinya.

Nilai m 1 dan 2 menunjukkan kesadaran akan kekuatan dari luar (berasal dari diri) yang menontrol subjek yang mengancam intergrasi kepribadian. Nilai m yang tinggi memnunjukkan kesadaran akan kekuatan yang bermusuhan dan kesulitan dalam menyesuaikannya. Sedangkan tidak adanya nilai m menunjukkan ketidakmampuan mengintegrasikan dorongan dengan tujuan jangka panjang. Menurut Ogdon (1984), nilai m yang tingii juga mengindikasikan kecenderungan obsesif kompulsif.


(50)

c. Shading

Shading merupakan konsep terhadap nuansa bayangan

achromatic yang terbentuk, termasuk rasa terhadap tekstur

permukaan, kesan kedalaman ataupun warna achromatic. i. Tekstur

Menurut Aronov, Reznikoff & Moreland (1994), skor

definite surface or texture respon (Fc) diberikan pada respon

yang mengesankan permukaan seperti kekasaran atau efek ukiran, dan bentuknya pasti. Skoring indefinite surface atau respon tekstur (cF) diberikan ketika komponen shading

digunakan dan menghasilkan persepsi dengan bentuk yang tidak pasti. Sedangkan skor c diberikan pada persepsi yang tidak memiliki bentuk.

Menurut Klopfer, dkk (1954), respon Fc mengindikasikan kesadaran dan penerimaan kebutuhan pengalaman afeksi dalam keinginan untuk diterima, rasa menjadi bagian, dan keinginan akan respon dari orang lain. Respon cF merepresentasikan kebutuhan untuk saling berdekatan, kebutuhan untuk dimanjakan dan semacam sifat kekanak-kanakan akan kebutuhan untuk bergantung dengan orang lain. Sedangkan respon c mengindikasikan sifat kekanak-kanakan, ketidakmampuan membedakan, kebutuhan afeksi dan tidak mempertimbangkan derajat relasi.


(51)

Nilai c, cF, dan Fc menujukkan derajat kesadaran dan perbedaan kebutuhan afeksi dan dependensi termasuk menangani kecemasan afeksi dari luar (dependensi). Respon c

menunjukkan sifat infantil, menyelesaikan kecemasan afeksi dengan kontak fisik. Tidak munculnya respon c berarti normal. Respon cF menunjukkan kebutuhan, kesadaran akan kebutuhan afeksi. Tidak munculnya cF berarti denial atau represi akibat pencabutan afeksi saat kecil. Nilai Fc tinggi menunjukkan dependensi yang berlebihan secara afeksi terhadap orang lain dan kebutuhan yang tinggi terhadap respon dari orang lain. Sedangkan nilai Fc rendah bukan berarti kebutuhan afeksi rendah melainkan kurangnya penerimaan dan kesadaran mengenai kebutuhan afeksi.

.

ii. Diffusion vista

Menurut Aronov, dkk (1994), skor FK diberikan pada respon yang menggunakan shading untuk mendeskripsikan jarak antara beberapa objek atau antara dua bagian di dalam respon yang sama. Skor KF diberikan ketika bentuk tidak jelas dan memberikan kesan ruangan. Skor K diberikan pada kesan ruang namun tidak memiliki bentuk.

Menurut Klopfer, dkk (1954), respon FK


(52)

afeksinya dengan usaha introspektif, dengan usaha untuk melihat secara objektif suatu permasalahan dengan memperoleh pandangan mengenai hal tersebut, dengan memberikan jarak dengan masalah sehingga dapat melihatnya dengan lebih objektif. Sedangkan respon KF dan K

mengindikasikan kecemasan dan cerminan dari frustasi akibat ketidakpuasan kebutuhan afeksi.

Tidak munculnya respon K menunjukkan kemampuan untuk melawan kecemasan. Respon FK menunjukkan usaha untuk mengatasi kecemasan afeksi dengan usaha introspeksi atau mengambil jarak sehingga dapat melihat sesuatu lebih objektif ( tidak memihak). Nilai FK yang tinggi menunjukkan kecemasan afeksi yang tinggi. Sedangkan nilai FK rendah menunjukkan kurangnya kesadaran mengenai kecemasan afeksi karena kecemasannya memang sedikit atau individu membuat mekanisme untuk mempertahankan diri dari kesadaran akan kecemasan.

iii. Three dimentional space projected on two dimentional plane

Menurut Aronov, dkk (1994) Kategori ini digunakan pada skor shading yang menggunakan x-ray dan peta topografi. Skor

Fk diberikan ketika pada bagian spesifik tubuh atau pada peta topografi digambarkan secara jelas. Skor kF diberikan ketika


(53)

x-ray pada bagian spesifik tubuh atau pada peta topografi yang tidak digambarkan secara jelas. Sedangkan k diberikan pada respon tiga dimensi yang diproyeksikan ke dua dimensi namun tanpa adanya objek yang disebutkan.

Menurut Klopfer, dkk (1954), aktivitas persepsi yang dilakukan individu yang memberikan respon k dan Fk hamper sama. Individu tersebut mencoba menggunakan shading untuk meletakkan suatu yang tiga dimensi ke dalam material, tetapi hal tersebut gagal sehingga berbentuk dua dimensi. Respon k

mengindikasikan kesemasan afeksi dan kegagalan untuk mengatasi kecemasan dengan menggunakan intelektualnya. Nilai Fk yang tinggi menunjukkan individu mencoba menyeselesaikan kecemasan afeksi menggunakan intelegensi atau phony insight dan bersifat tidak efektif.

d. Color

Color merupakan konsep dimana aspek chromatic dan achromatic

dari bercak tinta menentukan respon, termasuk yang terintegrasi atau tidak terintegrasi dengan bercak tinta.

i. Chromatic

Menurut Klopfer, dkk (1954), warna chromatic diberikan kepada warna, seperti merah, hijau, coklat, dan orange yang terintegrasi dengan konsep. Skor FC diberikan pada respon


(54)

yang menggunakan warna yang dikombinasikan dengan bentuk yang pasti sehingga membentuk konsep yang harmoni. Skor CF diberikan ketika bentuk nya tidak tentu. Sedangkan skor C diberikan pada respon yang berisikan warna murni. Ada beberapa variasi skoring dari respon C, yang pertama adalah

color naming (Cn) dimana respon hanya berupa penyebutan

warna saja. Kedua adalah color description (Cdes), skor ini diberikan ketika subjek berusaha memberikan deskripsi mengenai kualitas warna.

Dalam memproduksi respon FC, subjek mengintegrasikan warna dengan konsep dari bentuk objek yang pasti. Respon FC

mengindikasikan kesiapan untuk mengontrol dampak emosi tanpa kehilangan respon. Kemampuan mengontrol ini menyebabkan individu dapat merespon dengan perasaan dan tindakan sesuai dengan emosi dan situasi. Kemunculan respon

FC dengan jumlah yang wajar menunjukkan bahwa individu tersebut mampu untuk membuat respon yang nyaman, ramah dan baik dalam situasi sosial dan dapat dengan lancar bergaul dengan orang lain.

Dalam respon CF, subjek tidak berusaha mengintegrasikan warna dengan bentuk objek yang pasti. Kombinasi CF

mengindikasikan reaksi yang tidak terkontrol terhadap dampak lingkungan. Respon CF mempunyai indikasi positif yaitu bisa


(55)

sebagai perilaku spontan dan dapat menunjukkan menunjukkan reaksi emosi tanpa terlalu ketat mengontrolnya. Sedangkan indikasi negatifnya adalah kurangnya kemampuan mengontrol respon emosi. Kontrol respon CF yang cukup ditunjukkan dengan munculnya respon M, FK dan Fc. Tanpa kemunculan respon tersebut menunjukkan respon impulsif, dan perilaku yang tidak terkontrol akibat dari reaksi emosi.

Sedangkan respon C mengindikasikan kurangnya kontrol emosi yang bersifat patologis, emosi yang meledak-ledak, dan pemarah. Sedangkan respon Cn menunjukkan individu tersebut terpengaruh oleh dampak lingkungan dan tidak mampu menangani reaksinya dengan kontrol yang terintegrasi. Respon Cdes mengindikasikan individu sangat tergerak sebagai akibat dari emosi, tetapi dia sukses melakukan kontrol luar dari emosi. Individu tersebut mampu untuk mengontrol ekspresi yang terlihat.

Skor arbitrary color diberikan saat warna yang diberikan tidak sesuai dengan warna benda di realitas. Jika benda tersebut mempunyai bentuk yang pasti, maka diberikan skor F/C. Sedangkan bila benda tersebut mempunyai bentuk yang tidak pasti, maka diberikan skor C/F (Aronov, dkk, 1994).

Skor F/C mengindikasikan respon individu terhadap dampak emosi bersifat superfisial, perilaku berhubungan


(56)

perasaannya. Respon terhadap perasaan tersebut tergantung terhadap situasi, tanpa adanya integrasi dengan kenyataan. Sedangkan skor C/F mengindikasikan tidak adanya kontrol yang menyebabkan perilaku yang tidak berkaitan langsung dengan emosi yang sesungguhnya (Klopfer, dkk, 1954).

Menurut Klopfer, dkk (1954), kategori skoring simbolik digunakan ketika warna di gunakan subjek untuk membentuk konsep yang menunjukkan simbol tertentu. Skor FCsym

diberikan ketika warna digunakan untuk menyimbolkan benda yang jelas. Skor CFsym diberikan ketika warna digunakan untuk menyimbolkan walaupun tidak jelas. Sedangkan skor C’sym diberikan kepada ide-ide yang abstrak. Skor Csym

mengindikasikan individu sangat tergerak sebagai akibat dari emosi, tetapi dia sukses melakukan kontrol luar dari emosi. Terdapat usaha intelektual yang lebih mendukung pada respon

Csym dibandingkan respon Cdes (Aronov, dkk, 1994).

Jika nilai FC >CF menunjukkan adanya kontrol emosi terlalu kuat. Sedangkan jika CF>FC menunjukkan individu tersebut tidak mampu mengontrol pengekspresian emosinya (Klopfer, dkk, 1954)..


(57)

ii. Achromatic

Menurut Aronov, dkk (1994), warna achromatic

diberikan kepada warna hitam, abu-abu dan putih. Skor FC’ diberikan ketika bentuk objek pasti dan mudah dikenali. Skor C’F diberikan ketika bentuk objek tidak pasti. Sedangkan skor C’ diberikan ketika objeknya tidak memiliki bentuk. Skor C’ mengindikasikan depresi.

3. Proporsi Kuantitatif

Pada penjelasan di atas Klopfer telah menyusun determinan secara terpisah. Sedangkan proporsi kuantitatif sendiri merupakan perbandingan-perbandingan yang menggambarkan relasi dan pengorganisasian kepribadian. Perhitungan dengan proporsi kuantitatif dapat digunakan untuk memperkuat deskripsi mengenai kepribadian yang menyangkut inner resources dan impulse life, pengorganisasian kebutuhan afeksi, constrictive control, reaktivitas emosi terhadap lingkungan, dan aspek intelektual.

Pada proporsi kuantitatif peneliti menggunakan proporsi kuantitatif

inner resources dan impulse life, pengorganisasian kebutuhan afeksi,

constrictive control, dan reaktivitas emosi terhadap lingkungan.

Peneliti tidak memasukkan aspek intelektual karena proporsi ini tidak menggunakan determinan sebagai dasar perhitungan proporsinya


(58)

melainkan menggunakan skoring lokasi. Proporsi kuantitatif menurut Klopfer, dkk (1954) antara lain:

a. Proporsi yang berkaitan dengan inner resources dan impulse life.

i. Rasio dari M : FM 1.) FM>2M

Jika jumlah FM lebih besar dua kali lipat dari M,

maka menunjukkan bahwa individu tersebut diatur oleh pemuasan kebutuhan diandingkan dengan tujuan jangka panjang.

2.) M>FM

Jika M lebih besar dari FM, mengindikasikan dorongan kehidupan berada di atas sistem nilai yang dimiliki individu. Jika FM tidak kurang dari ⁄ M menunjukkan hubungan yang maksimal antara pengakuan dari dorongan kehidupan dan integrasi dengan sistem nilai. Jika Fm kurang dari setelah M, menyatakan bahwa adanya dorongan yang ditekan dibandingkan dengan diintegrasikan dengan sistem nilai.


(59)

3.) M=FM

Jika jumlah M sama dengan FM, mengindikasikan bahwa dorongan kehidupan tidak berkonflik dengan sistem nilai. Individu tersebut mempunyai sistem nilai yang berkembang dengan baik yang memberinya kontrol, namun kontrol tersebut dapat dengan mudah diterima oleh dorongan kehidupan.

4.) FM diantara 1M dan 2M

Walaupun jumlahnya tidak seimbang, namun pada rasio ini terdapat dalam rentang yang normal dan tidak berimplikasi pada sifat infantil seperti pada rasio FM>2M.

5.) M dan FM sama-sama sedikit

Jika M dan Fm sama-sama sedikit, menunjukkan kurangnya pengakuan terhadap dorongan atau kemampuan imajinasi dalam pikiran jangka panjang atau khayalan.

ii. Rasio M : (FM+m)

Jumlah FM+m seharusnya tidak melebihi ⁄ M. Jumlah FM+m yang banyak mengindikasikan tegangan yang kuat dalam menggunakan sumber dari dalam untuk menangani permasalahan sehari-hari.


(60)

b. Proporsi yang berkaitan dengan pengorganisasian kebutuhan afeksi i. Rasio dari Respon Diffirentiated dan Undifferentiated Shading

Ketika respon undifferentiated shading (K, KF, k, kF, c dan

cF) lebih besar daripada respon differentiated shading (Fc dan

FK), mengindikasikan kebutuhan afeksi yang kurang terintegrasi dengan organisasi kepribadian.

ii. Rasio F : (FK+Fc) 1.) (FK+Fc) > ⁄ F

Ketika Fc lebih banyak dari FK, hipotesis menyangkut fungsi dari komponen Fc. Jika FK lebih banyak dari Fc menunjukkan penekanan pada kontrol kecemasan afeksi daripada penekanan pada kesadaean dan penerimaan kebutuhan.

2.) FK+Fc = ⁄ hingga ⁄ F

Rasio ini menunjukkan kebutuhan afeksi yang berkembang luas sehingga mengancam kepribadian.


(61)

3.) (FK+Fc) < ⁄ F

Rasio ini menunjukkan adanya penyangkalan

(denial), penekanan dan tidak berkembangnya kebutuhan

afeksi.

iii. Rasio Respon Warna Achomatic dan Chromatic

Rasio ini berarti (Fc+c+C’) : (FC+CF+C)

1.) Achromatic = Dua kali Chromatic

Rasio ini mengindikasikan respon individu telah dipengaruhi oleh pengalaman traumatik. Individu tersebut cenderung melakukan penarikan terhadap kemunculan respon terhadap orang lain. Hal tersebut diarenakan individu tersebut takut tersakiti sehingga berhati-hati dalam melakukan kontak dengan orang lain.


(62)

2.) Achromatic = Chromatic

Rasio ini menunjukkan kebutuhan afeksi tidak terlalu berpengaruh terhadap respon natural terhadap situasi emosi dan kemampuan untuk berinterkasi dengan lingkungan.

3.) Achromatic < Chromatic

Rasio ini menunjukkan individu tersebut cenderung mengekspresikan emosinya secara berlebihan. Hal ini dikarenakan kebutuhan untuk diterima dan afeksi.

c. Proporsi yang berkaitan dengan constictive control

F% atau persentasi dari respon F 1.) F% = 20% - 50%

` Rasio ini menunjukkan kemampuan individu untuk melihat sesuatu sesuai dengan fakta dan bantuan untuk mengontrol penyesuaian diri. Individu tersebut mampu melihat sesuatu dengan objektif namun tidak terlepas dari pengaruh kebutuhan dan reaksi emosi yang kuat yang merupakan pengaruh dari luar (Klopfer, Ainsworth, Klopfer & Holt, 1954).


(63)

2.) F% > 80%

Rasio ini menunjukkan bahwa individu tidak cukup dibedakan dalam fungsi intelektual, memiliki pengorganisasian kepribadian yang rendah, individu tersebut tidak mampu merespon apapun tetapi hanya secara garis besar dan sederhana dari struktur kenyataan, menjadi pemula dalam merekognisi kebutuhan dan tidak mempunyai nuansa emosi disekitarnya (Klopfer, Ainsworth, Klopfer & Holt, 1954).

3.) F% = 50% - 80%

Pada individu dengan F% lebih dari 80 mungkin terjadi neurotically constricted, sedangkan individu dengan F% kurang dari 80 mungkin naturally constricted. Neurotic

constriction merupakan kemampuan untuk membedakan

respon terhadap dunia, ia menghambat beberapa respon, menekan kemungkinan untuk mengakui dan merespon dorongan internal dan bereaksi terhadap reaksi emosi (Klopfer, Ainsworth, Klopfer & Holt, 1954).


(64)

4.) F% <20%

Rasio ini mengindikasikan pemeliharaan impersonal, hubungan berdasarkan kenyataan terhadap dunia. Hal ini mengindikasikan banyak aspek kepribadian, kreativitas, spontan, sensitive dan hubungan yang baik dengan orang lain (Klopfer, Ainsworth, Klopfer & Holt, 1954).

d. Proporsi yang berkaitan dengan reaktivitas emosi terhadap lingkungan

i. Rasio dari FC : (CF+C) 1.) FC> (CF+C)

Rasio ini menunjukkan kontol yang berlebihan terhadap pengekspresian dorongan dan emosi. Ketika FC

melebihi CF+C, tetapi tetap merepresentasikan beberapa respon, individu ini mampu untuk mengontrol responnya terhadap lingkungan, merespon dengan menggunakan perasaan dan tindakan, ia mampu untuk secara jujur merespon pengaruh emosi yang kuat. Namun jika CF+C

tidak ada maka terjadi kontrol yang berlebihan dan bersifat superfisial.


(65)

2.) FC< (CF+C)

Rasio tersebut mengindikan kontrol yang lemah terhadap emosi dan memungkinkan individu tersebut untuk bereaksi terhadap ekspresi emosi secara berlebihan.

ii. Sum C

Jika sum C kurang dari 3 mengindikasikan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan. Sedangkan sum C sama dengan atau lebih dari 3 menunjukkan mudah terpengaruh oleh lingkungan.


(66)

48

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan analisis isi. Menurut Leedy dan Ormrod (2005), analisis isi adalah pengukuran mendetail dan sistematis terhadap isi dari bagian suatu materi untuk melihat pola, tema atau bias. Peneliti melakukan pengolahan data dengan cara membandingkan profil dengan melihat komposisi determinan melalui rerata determinan Rorschach.

Dalam melihat adanya perbedaan, data respon Rorschach diubah dalam bentuk angka sebagai kuantitas determinan yaitu berupa rerata dan rasio. Selanjutnya peneliti membandingkan profil determinan antar kelompok secara kualitatif.

B. Subjek Penelitian

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.

Peneliti memilih sampel berdasarkan kriteria tertentu yang melekat pada diri subjek. Peneliti mencari subjek yang sering bermain game online dan jarang bermain game online. Kemudian peneliti meminta mereka untuk mengisi Indonesian Online Game Addiction Test (IGAT). Selanjutnya subjek yang memiliki skor di bawah 14, yang bearti tidak kecanduan game


(67)

dianggap memenuhi syarat dan dapat dilanjutkan dengan pengetesan Rorschach.

Total jumlah subjek penelitian berjumlah 30 orang. Pada awalnya kelompok kecanduan game online berjumlah 15 orang, dan kelompok yang tidak kecanduan berjumlah 15 orang. Namun setelah analisis data secara inferensial dan hasilnya menunjukkan tidak adanya perbedaan secara signifikan pada semua determinan antar kelompok, maka peneliti memutuskan untuk mengetes lagi kelompok yang tidak mengalami kecanduan bermain game online dengan skala kecanduan. Setelah dilakukan pengetesan kembali, diketahui dari 15 orang yang tidak mengalami kecanduan bermain game online, 5 orang kecanduan hal yang lain dengan nilai 22 atau lebih, 5 orang kecanduan hal lain namun kadarnya sedang dengan nilai 14-21 dan 5 orang yang tidak mengalami kecanduan apapun dengan nilai kurang dari 14. Namun subjek yang akhirnya digkunakan berjumlah 25 orang yaitu 15 orang pada kelompo kecanduan bermain game online, 5 orang pada kelompok yang kecanduan hal lain, dan 5 orang pada kelompok yang tidak mengalami keanduan apaun. Subjek tersebut memiliki rentang usia antara 18 tahun sampai 30 tahun.


(68)

C. Definisi Operasional Penelitian 1. Tes IGAT

Pengukuran kecanduan pada penelitian ini menggunakan

Indonesian Online Game Addiction Test (IGAT). Alat ukur ini terdiri

dari tujuh item skala likert 5-poin. Kelebihan alat tes ini adalah dapat mengukur tigkat kecanduan seseorang terhadap game online. Individu dengan skor 13 ke bawah tidak dikategorikan dalam kecanduan. Skor 14 hingga 21 dikatakan individu tersebut mengalami kecanduan menengah dan individu dengan nilai 22 ke atas dikatakan telah mengalami kecanduan yang tinggi dalam bermain game online.

IGAT diciptakan oleh Jap, Tiantri, Jaya dan Suteja. Kuesioner ini disusun berdasarkan kriteria pathological gambling dari

DSM-IV-TR dan kriteria kecanduan yang dikembangkan oleh Griffith’s dan

Hunt (1996). Reliabilitas dari skala ini adalah α = 0,73 dimana hal

tersebut berarti skala ini memiliki nilai reliabilitas yang dapat diterima. Selain itu skala ini memiliki korelasi item total antara 0,29 hingga 0,55 (Jap, Tiantri, Jaya & Suteja, 2013).

Subjek diminta untuk mengisi Indonesian Online Game

Addiction Test. Subjek dengan skor IGAT 13 ke bawah dan 22

kemudian akan dites Rorschach.

Untuk tes kecanduan hal lain menggunakan skala IGAT yang telah diubah kata-katanya menjadi lebih luas sehingga bias mencakup kecanduan apapun. Cara skoring sama dengan cara skoring IGAT.


(69)

2. Tes Rorschach

Subjek dites Rorschach secara individual. Pengetesan dilakukan peneliti dengan dibantu dengan dua orang mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah Rorschach.

Dalam pengetesan Rorschach dibagi menjadi tiga tahap yaitu

rapport, asosiasi dan inkuiri. Pada tahap rapport, tester mencoba

membangun suasana dan memotivasi subjek. Tester mengatakan bahwa subjek diminta untuk mengatakan sesegera mungkin apa saja yang terlintas di benak subjek ketika melihat bercak tinta tersebut. Bercak tinta tersebut tidak didesain khusus untuk menyerupai bentuk apapun, sehingga tidak ada jawaban benar dan salah. Setiap orang dapat melihat hal yang berbeda. Pada tahap asosiasi subjek mulai menyebutkan apa saja yang terlintas di benak subjek ketika melihat bercak tinta tersebut. Pada tahap inkuiri tester mencoba menggali apa yang digunakan subjek untuk membentuk persep.

Tester mencatat data mentah berbentuk respon subjek. Respon tersebut kemudian diskoring berdasarkan panduan skoring Rorschach dengan teknik Klopfer. Skoring dilakukan peneliti dengan satu orang

interrater untuk mencegah subjektifitas penskoran.

Setelah itu respon dirata-rata pada setiap determinan dan rasio kemudian dibandingkan antar kelompok.


(1)

membuat hubungan Anda dengan orang lain (keluarga, teman, dll) menjadi bermasalah?

7 Seberapa sering Anda bermain game online di jam tidur?


(2)

LAMPIRAN 2. Skala Kecanduan Hal Lain

Bagian ini disusun untuk memahami kebiasaan kita melakukan “sesuatu”.

Tandai kolom yang paling sesuai dengan tanda contreng () yang paling sesuai dengan kebiasaan Anda melakukan “sesuatu” dalam enam bulan terakhir. Sesuatu yang dimaksud bisa apa saja. Contohnya: makan, rokok, bermain game, internet, minum-minuman beralkhohol, menonton, belanja, dll. Semakin ke kanan suatu kolom, maka Anda semakin sering melakukan hal tersebut. Semakin ke kiri, menunjukkan bahwa Anda semakin jarang untuk melakukan hal tersebut.

Contoh:

No. Pernyataan Tidak

pernah Jarang

Kadang-kadang Sering

Sangat Sering 1. Anda berbicara/berdiskusi dengan

teman Anda mengenai kegemaran

anda melakukan “sesuatu”?

Artinya, selama enam bulan terakhir, Anda kadang-kadang

berbicara/berdiskusi dengan teman Anda mengenai game online.

Bayangkan seberapa sering Anda selama enam bulan terakhir, No. Pernyataan Tidak

pernah Jarang

Kadang-kadang Sering

Sangat Sering 1 Seberapa sering Anda memikirkan

tentang melakukan “sesuatu” tersebut sepanjang hari?

2 Seberapa sering terdapat peningkatan waktu untuk melakukan “sesuatu” tersebut?

3 Seberapa sering Anda melakukan

“sesuatu” tersebut untuk melarikan diri dari kenyataan?

4 Seberapa sering orang lain gagal saat mencoba untuk mengurangi waktu Anda dalam melakukan “sesuatu” tesebut?

5 Seberapa sering Anda merasa tidak enak saat tidak bisa melakukan


(3)

tersebut membuat hubungan Anda dengan orang lain (keluarga, teman, dll) menjadi bermasalah?

7 Seberapa sering Anda melakukan

“sesuatu” sehingga mengganggu waktu


(4)

LAMPIRAN 3.

Lembar Inquiri Tes Rorschach

Asosiasi Inkuiri Skoring

L D C P FL

Kartu I 30’’

2’38’’

1. Sayap ayam

1. Ujungnya merucut seperti sayap ayam

D F Ad +

2. Paha ayam 2. Bentuknya seperti sendi, kulit (corak warna beda, kulit lebih putih, ada batas terang dan gelap), gosong, warna gelap seperti dibakar, seperti yang di fried chicken bentuk potongan ayamnya.

D FC’ Aobj-food

+

Kartu II 18”

3’

1.Dua landak mini

1. Goresan kayak duri (karena warnanya gelap), mata, kaki depan terangkat, menginjak sesuatu

d

FM-FC’

A-eye +

2.Kupu-kupu 2. Buntut, sayap, kepala, bagus (karna warnanya merah, bentuk lekukannya), corak merah, bentuknya unik karena ada polanya, corak berwarna


(5)

kaki, udang matang (karena merah warnanya) buntut (shading putih), bentuk punggung, kepala udang keras (karna bentuknya), seperti garuk-garuk kena di karang

FC-FC’

4.Anak anjing 4. Kepala, leher,badan belang-belang

(karena warna belang-belang), cium sesuatu

D

FM-FC’

A P +

Kartu III 1”

2’53”

1. Dua orang cewe nungging

1. Baju, kaki, sepatu hak, payudara, tangan, mukanya kayak anjing (karena bentuknya runcing), mantel tebal (karena bentuknya yang besar), gelap lekukan kerah

D

M-FC’

(H)-

cloth-oral

P +

2. burung 2. merah, burung jatuh (posisi kepala di bawah), naik di dahan, dahannya putus, tetap pegang erat dahan, runcing

d

FM-FC


(6)

(karena bentuknya) kayak paruh burung. Kartu IV

22” 2’53”

1. Kepala monyet

1. Hidungnya besar, mata, hidung, tonjolan agak putih hidungnya, kerut mulut (garis gelap)

d FC’

Ad-eye