Uji aktivitas antioksidan dengan metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa dan penentuan kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang [Terminilia catappa L.].

(1)

INTISARI

Antioksidan adalah senyawa yang menghambat reaksi radikal bebas dalam tubuh, akibatnya kerusakan sel dan jaringan dapat dicegah. Ketapang merupakan salah satu tanaman, dimana buahnya memiliki kadar senyawa fenolik dan flavonoid yang digunakan untuk obat sakit kepala, pencahar, rematik, dan lepra.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat buah ketapang serta menentukan kadar flavonoid total. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan dalam persen penangkapan (% scavenging) dan nilai penangkapan efektif (effective scavenging) radikal hidroksil sebesar 50% (ES50).

Metode penangkapan radikal hidroksil yang digunakan adalah metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa. Prinsip metode ini adalah degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil, membentuk malondialdehid (MDA) dalam suasana asam dan adanya asam tiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen MDA-TBA berwarna merah muda yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 532 nm.

Data kromatografi berupa hRf dan warna bercak sebelum dan sesudah ditambah pereaksi (uap amonia dan besi (III) klorida), diamati dengan sinar tampak maupun dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm. Kadar flavonoid total dihitung menggunakan persamaan regresi linear kurva baku kuersetin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat buah ketapang memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan ES50 sebesar

69,39µg/mL. Kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang adalah 3,302 %b/b ekivalen kuersetin.

Kata kunci : buah ketapang (Terminalia catappa L.), fraksi etil asetat, flavonoid total, antioksidan, metode deoksiribosa


(2)

ABSTRACT

Antioxidant is a compound which habbits free radical reaction inside the body, so it prevents body cells and tissues damage. Ketapang is one of plants, which its fruit contents phenolic and flavonoid compounds, used for treating headache, laksantia, gout, and leprosy.

This research aimed to find out the antioxidant activity of the ethyl acetate fraction of ketapang fruit, and also to determine the total consentrations of flavonoid. The activity value of hydroxyl radical scavenging activity is state in percent (%) scavenging and hydroxyl radical effective scavenging value is in 50% (ES50).

The hydroxyl radical scavenging method that is spectrophotometry visible method used deoxyribose. The principle of this method is the deoxyribose degradation by the hydroxyl radical, forms the malondialdehyde (MDA) in acid condition, and also by the existence of thiobarbituric acid (TBA) produces the pink chromogent which has 532 nm for the length of the maximum wave, after the absorbance is measured.

The chromatography data is the form of hRf and spots colour on before and after being added with reagent (ammonia vapor and iron (III) chloride), is being observed by the normal beam or even UV lights on 254 nm and 366 nm. The total contents of flavonoid is analyzed using the regretion linear equation quercetin.

The result of the research indicates that the ethyl acetate fraction of ketapang fruit has 93.39 % μg/ml for ES50 the activity of hydroxyl radical

scavenging. The total flavonoid consentrations of ethyl acetate fraction from ketapang fruit is 3.302 % b/b equivalent quercetin.

Key words : ketapang fruit (Terminalia catappa L.), ethyl acetate fraction, total flavonoid, antioxidant, deoxyribose method


(3)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL MENGGUNAKAN DEOKSIRIBOSA DAN PENENTUAN KADAR FLAVONOID TOTAL

FRAKSI ETIL ASETAT BUAH KETAPANG (Terminalia catappa L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh : Yovita Dwi Arini NIM : 038114128

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

Persetujuan Skripsi

UJI AKTIVITAS AF{TIOKSIDAF{ DENGAI{ METODE

SPEKTROFOTOMETRI WSIBEL MENGGT]NAKAIY DEOKSIRIBOSA DAN PEIIENTUAII KADAR F'LAVONOID TOTAL

F'RAKSI ETIL ASETAT BUAH KETAPANG (Terminalia catappaL)

Disusun oleh: YovitaDwi arini N I M : 0 3 8 1 1 4 1 2 8

Telah disetujui oleh

Dr. C.J. Soegihardjo, Apt.

Tanggal : 7O fanuor\ Z@B U


(5)

Pengesahan Skripsi

UJI AKTIYITAS ANTIOKSIDAN Df,NGAI{ METODE

SPEKTROFOTOMETRI WSIBEL MENGGT]NAKAN DEOKSIRIBOSA DAN PEIIENTUAN KADAR FLAVONOID TOTAL

FRAKSI ETIL ASETAT BUAH KETAPAI\EC (Terminalia catappaL)

""",,111,,*',

N I M : 0 3 8 1 1 4 1 2 8

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma padatanggal: 25 Januari 2008

Mengetahui, Fakultas Farmasi

Pembimbing Utama: Dr. C.J. Soegihardjo, Apt.

Panitia Penguji :

1. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt.

2. Drs. Sulasmono, Apt.

3. Ema Tri Wulandari, M.Si., Apt.

.\ \

\


(6)

(7)

LEMBAR PERI{YATAA 1 N PIRSSTUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAFI AIftI}EMTS Yary bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanaa Dharma :

Nmra : Yovita Dwi Arini

Homorlvlahasiswa : 038114128

Demi pengembangan iknu pengetahuan, saya meurberil€n kepada Perpusbkaan Universitas Sanata Dbamn karya ikniah saya ymg berjudul :

"UJT AKTIVITAS AF{TIOKSIDAN DSNGAIIi METODE

STEKTROFOTOMETRI WSISEL MENGCT}NAKAITI I'EOKSIRIB$SA DA}T PENENTUAN KANDTJNGAN F'LAVONOID TOTAL FRAI{SI ETIL ASITAT BUAH KETAPANG {Terminalia eunppaL}!

be$saa perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikim saya mernberikan k€pada Perpustakaan Universitas Sanata Dhama hak untuk meryinrpan, me-ngalit*an dalam bert* media lain, mengelolanya dalam bsrtuk pffigtielafl dst4 mendi$ribusikan secara terbatas, dan merrpublikasika*rya di Internet dau media lais untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya rnaupul memb€nkan royalti ke,pada saya selama tetap mencantumkm trama saya #gai penulis. Demikiar pemyataan ini yang saya buat de,ngan sebewnya.

Dibuatdi Yogyakara

Padatanggal : 30 Januari 2008 Ymgmenyatakan


(8)

PRAKATA

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang senantiasa mendampingi, membimbing, memberikan berkat, anugerah, kasih dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode Spektrofotometri Visibel Menggunakan Deoksiribosa Dan Penentuan Kadar Flavonoid Total Fraksi Etil Asetat Buah Ketapang (Terminalia catappa L.) disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah bersedia membimbing, mengoreksi, memberi masukan, bantuan dan saran mulai dari awal persiapan hingga akhir penyusunan skripsi ini. Bahan-bahan yang bapak berikan sungguh berguna.

3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku Dosen Penguji yang bersedia berdiskusi, menguji, memberikan saran, kritik selama penyusunan skripsi. 4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang bersedia

berdiskusi, menguji, memberikan saran, masukan, kritik selama penyusunan skripsi. Terima kasih untuk kesabarannya.


(9)

5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah mendukung, memotivasi, membantu dan memberikan pengarahan selama kuliah.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih atas pengalaman, ilmu, dan pengetahuannya.

7. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Kunto, Mas Parlan, terima kasih atas kerja sama, bantuan, dan pendampingan selama penulis “ngelab” di lantai tiga dan empat. Untuk Mas Andri, Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono, Pak Musrifin, Pak Iswandi dan Mas Ottok, terima kasih atas peminjaman alat, kerja sama dan sapa ramahnya. 8. My sisters and brothers yang selalu menanyakan ’kapan selesai, kapan

wisuda?’, yang merupakan motivator untuk maju dan terus berusaha.

9. Teman-teman seperjalan hidup empat tahun ini, yanti ’nduke’, rachel ’ndut’, nopha ’nyet2’, tatik ’item’, mbak dias, mbak pepi, mbak sisca, mbak estri, rita, tutu, vira. Cerita, tawa, kebersamaan dan kekompakan yang akan selalu kurindukan.

10.Kelas C angkatan 2003 (kami menyebutnya Che_mistry), rasanya tak habis-habis aku bercerita tentang semua yang kita lakukan empat tahun ini. Canda, cerita, tugas, praktikum, ”dolan”, dan lainnya, pasti akan buat aku kangen. Terima kasih buat persahabatan, kebersamaan, perhatian, doa, semangat, kekompakkan dan kegilaannya. Tetap jadi sahabatku.


(10)

11.Anggara Eka Nugraha, yang selalu memberi motivasi, bantuan, kritik, saran, semangat ketika penulis sedang putus asa. Terima kasih buat sayang, perhatian, doa, waktu, dukungan, dan pendampingannya serta karya-karyanya yang sungguh ’cantik’.

12.Adik-adik angkatan baik yang menemani penulis saat ”ngelab”, sehingga suasana di laboratorium lebih hidup dan ramai maupun yang selalu menyapa penulis sehingga penulis termotivasi dan bersemangat kembali. 13.Mas Prasojo, yang mau memberikan ilmu tentang mekanisme reaksi dan

mas Ardian yang membantu memastikan metode yang digunakan.

14.Pak Yahya di UGM yang memberi ijin dan bersedia memetik ketapang untuk penulis.

Serta untuk semua pribadi yang membantu penulis dalam banyak hal untuk menyelesaikan skripsi ini, dan terima kasih untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu farmasi

Yogyakarta, Januari 2008


(11)

PERNYATAAT{ KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengnn sesungguhnya bahwa slsip$i ya$g saya tulis ini tidak menouat lffiya dau bagian kar,,a orang lain, kwuali yaog telah disejbutkffi datron kutipm dm daftar pustaka, sebagaimma layaknya karya ilmiah.

Yoryakarh, Januari2008


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI... xvii

ABSTRACT... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 4

C. Manfaat Penelitian... 4

D. Keaslian Penelitian... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA... 6


(13)

1. Nama tanaman ... 6

2. Sistematika tanaman ... 7

3. Kandungan kimia ... 7

4. Kegunaan dan khasiat ... 7

B. Flavonoid... 8

1. Kerangka dasar dan pengertian flavonoid ... 8

2. Penyebaran flavonoid ... 9

3. Penggolongan dan sifat flavonoid ... 10

4. Penyarian flavonoid ... 12

5. Deteksi dan identifikasi flavonoid ... 16

6. Kegunaan flavonoid ... 16

C. Antioksidan ... 16

1. Radikal bebas ... 16

2. Definisi dan aktivitas antioksidan ... 18

3. Penggolongan antioksidan ... 18

4. Metode pengujian daya antioksidan ... 22

D. Deoksiribosa ... 24

E. Metode Penyarian ... 26

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 29

G. Spektrofotometri UV-Vis ... 32

H. Keterangan Empirik ... 38


(14)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. ... 40

B. Variabel - Variabel Penelitian ………40

1. Variabel bebas... 40

2. Variabel tergantung ... 40

3. Variabel pengacau ... 40

C. Definisi Operasional ………... 41

1. Uji aktivitas antioksidan ... 41

2. Fraksi etil asetat ... 41

3. Kadar senyawa flavonoid total ... 41

4. buah ketapang ... 41

D. Bahan Penelitian ... 42

E. Alat Penelitian ... 42

F. Tata Cara Penelitian ... 43

1. Determinasi tanaman... 43

2. Pengumpulan bahan ... 43

3. Pembuatan ekstrak etanol buah ketapang ... 43

4. Pembuatan fraksi etil asetat buah ketapang ... 44

5. Uji kualitatif kandungan flavonoid dengan metode KLT ... 44

6. Pembuatan buffer fosfat ... 44

7. Pembuatan pereaksi ... 45


(15)

9. Uji aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil

asetat buah ketapang ... 48

10. Penentuan kadar flavonoid total ... 49

G. Analisis Hasil ... 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 51

B. Hasil Pengumpulan Bahan ... 51

C. Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Ketapang... 52

D. Hasil Pembuatan Fraksi Etil Asetat Buah Ketapang... 57

E. Hasil Uji Kualitaif Flavonoid dengan metode KLT ... 58

F. Optimasi Metode ... 61

1. Penentuan waktu operasi ... 61

2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ... 66

G. Hasil Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Hidroksil dengan Metode Deoksiribosa ... 68

H. Penentuan Kadar Senyawa Flavonoid Total ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN... 85


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Warna bercak beberapa flavonoid setelah disemprot dengan

pereaksi besi (III) klorida ... 13 Tabel II. Penafsiran warna bercak dari segi struktur flavonoid ... 15 Tabel III. Beberapa macam ROS dan antioksidan yang menetralkan... 17 Tabel IV. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan fraksi etil

asetat buah ketapang dengan berbagai konsentrasi... 69 Tabel V. Persen scavenging fraksi etil asetat buah ketapang ... 71 Tabel VI. Kadar kuersetin dan absorbansinya setelah direaksikan dengan

aluminium klorida dalam suasana basa ... 76 Tabel VII. Kadar flavonoid total fraksi etil asetat dihitung sebagai %b/b


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid ... 9

Gambar 2. Kerangka tipe-tipe flavonoid ... 11

Gambar 3. Pembentukan struktur kuinoid flavonoid karena uap ammonia . 13 Gambar 4. Reaksi pembentukan kompleks flavonoid (flavon, 5-OH flavon, flavonol) dengan pereaksi aluminium klorida ... 14

Gambar 5. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan ... 21

Gambar 6. Struktur kimia beberapa antioksidan sintetik ... 21

Gambar 7. Struktur deoksiribosa ... 24

Gambar 8. Tingkat energi elektronik ... 34

Gambar 9. Struktur rutin ... 58

Ganbar 10. Kromatogram uji kualitatif flavonoid pada fraksi etil asetat dengan fase diam: selulosa, fase gerak: butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v, deteksi: uap amonia ... 59

Gambar 11. Kromatogram uji kualitatif flavonoid pada fraksi etil asetat dengan fase diam: selulosa, fase gerak: n-butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v, deteksi: pereaksi semprot besi (III) klorida ... 60

Gambar 12. Kurva hubungan waktu (menit) dengan absorbansi kromogen MDA-TBA... 62

Gambar 13. Reaksi pembentukan gugus enol pada TBA ... 63

Gambar 14. Reaksi pembentukan MDA ... 64


(18)

Gambar 16. Struktur kromogen MDA-TBA ... 66

Gambar 17. Kurva hubungan panjang gelombang (nm) dengan absorbansi kromogen MDA-TBA... 67

Gambar 18. Kurva hubungan antara penambahan konsentrasi fraksi etil asetat buah ketapang dengan absorbansi kromogen MDA-TBA 70 Gambar 19. Kurva hubungan kenaikan konsentrasi fraksi etil asetat dengan % Scavenging ... 71

Gambar 20. Mekanisme penangkapan radikal hidroksil oleh flavonoid dan efek resonansi yang terjadi pada flavonoid... 73

Gambar 21. Reaksi kopling radikal fenoksil... 74

Gambar 22. Reaksi yang terjadi dalam penetapan kadar flavonoid ... 75

Gambar 23. Kurva kadar kuersetin dan absorbansinya setelah direaksikan dengan aluminium klorida dalam suasana basa ... 76

Gambar 23. Pohon ketapang ... 94

Gambar 24. Buah ketapang ... 94

Gambar 25. Daun ketapang ... 94

Gambar 26. Bunga ketapang ... 94

Gambar 27. Ekstrak kental buah ketapang ... 95

Gambar 29. Fraksi etil asetat buah ketapang ... 95


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel nilai koefisien korelasi (r) ... 85

Lampiran 2. Perhitungan rendemen ... 85

Lampiran 3. Gambar kromatogram uji kualitatif flavonoid... 86

Lampiran 4. Contoh perhitungan % scavenging fraksi etil asetat buah ketapang ... 86

Lampiran 5. Perhitungan nilai ES50 fraksi etil asetat ... 87

Lampiran 6. Contoh perhitungan kadar flavonoid fraksi etil asetat ... 87

Lampiran 7.Perhitungan A (1%, 1 cm) ... 88

Lampiran 8. Foto-foto ... 94

Lampiran 9. Surat determinasi ... 96

Lampiran 10. Sertifikat analisis deoksiribosa ... 97

Lampiran 11. Sertifikat analisis rutin... 98

Lampiran 12. Sertifikat analisis kuersetin... 99


(20)

INTISARI

Antioksidan adalah senyawa yang menghambat reaksi radikal bebas dalam tubuh, akibatnya kerusakan sel dan jaringan dapat dicegah. Ketapang merupakan salah satu tanaman, dimana buahnya memiliki kadar senyawa fenolik dan flavonoid yang digunakan untuk obat sakit kepala, pencahar, rematik, dan lepra.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat buah ketapang serta menentukan kadar flavonoid total. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan dalam persen penangkapan (% scavenging) dan nilai penangkapan efektif (effective scavenging) radikal hidroksil sebesar 50% (ES50).

Metode penangkapan radikal hidroksil yang digunakan adalah metode spektrofotometri visibel menggunakan deoksiribosa. Prinsip metode ini adalah degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil, membentuk malondialdehid (MDA) dalam suasana asam dan adanya asam tiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen MDA-TBA berwarna merah muda yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 532 nm.

Data kromatografi berupa hRf dan warna bercak sebelum dan sesudah ditambah pereaksi (uap amonia dan besi (III) klorida), diamati dengan sinar tampak maupun dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm. Kadar flavonoid total dihitung menggunakan persamaan regresi linear kurva baku kuersetin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat buah ketapang memiliki aktivitas penangkapan radikal hidroksil dengan ES50 sebesar 69,39µg/mL. Kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang adalah 3,302 %b/b ekivalen kuersetin.

Kata kunci : buah ketapang (Terminalia catappa L.), fraksi etil asetat, flavonoid total, antioksidan, metode deoksiribosa


(21)

ABSTRACT

Antioxidant is a compound which habbits free radical reaction inside the body, so it prevents body cells and tissues damage. Ketapang is one of plants, which its fruit contents phenolic and flavonoid compounds, used for treating headache, laksantia, gout, and leprosy.

This research aimed to find out the antioxidant activity of the ethyl acetate fraction of ketapang fruit, and also to determine the total consentrations of flavonoid. The activity value of hydroxyl radical scavenging activity is state in percent (%) scavenging and hydroxyl radical effective scavenging value is in 50% (ES50).

The hydroxyl radical scavenging method that is spectrophotometry visible method used deoxyribose. The principle of this method is the deoxyribose degradation by the hydroxyl radical, forms the malondialdehyde (MDA) in acid condition, and also by the existence of thiobarbituric acid (TBA) produces the pink chromogent which has 532 nm for the length of the maximum wave, after the absorbance is measured.

The chromatography data is the form of hRf and spots colour on before and after being added with reagent (ammonia vapor and iron (III) chloride), is being observed by the normal beam or even UV lights on 254 nm and 366 nm. The total contents of flavonoid is analyzed using the regretion linear equation quercetin.

The result of the research indicates that the ethyl acetate fraction of ketapang fruit has 93.39 % μg/ml for ES50 the activity of hydroxyl radical scavenging. The total flavonoid consentrations of ethyl acetate fraction from ketapang fruit is 3.302 % b/b equivalent quercetin.

Key words : ketapang fruit (Terminalia catappa L.), ethyl acetate fraction, total flavonoid, antioxidant, deoxyribose method


(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Oksigen merupakan atom yang sangat reaktif dan dapat berubah menjadi suatu molekul perusak yang sering disebut ‘radikal bebas’. Radikal bebas dapat menyerang sel-sel tubuh yang sehat dan menyebabkan sel-sel tersebut kehilangan fungsi dan strukturnya. Radikal bebas yang sangat reaktif ini akan mencuri (menangkap atau mengambil) elektron dari senyawa lain seperti protein, lipid dan DNA untuk menetralkan diri. Radikal bebas yang masuk dalam tubuh akan menyerang selaput lipid yang melindungi sel, kemudian merusak protein, enzim dan inti sel dimana DNA dibentuk (Kumalaningsih, 2007). Kerusakan sel yang disebabkan radikal bebas menjadi kontributor utama dalam penuaan dan penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskular, katarak, penurunan sistem imun dan kerusakan otak (Percival, 1998).

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan bentuk yang terdiri dari radikal yang sangat reaktif, molekulnya mengandung oksigen dan merupakan radikal bebas yang umum dihasilkan dalam sistem biologi. ROS juga dapat dihasilkan oleh sumber eksogen seperti komponen makanan dan radiasi ultraviolet. Beberapa macam ROS: radikal superoksid (O2•-), anion peroksid (HOO-), radikal hidroksil (•OH), radikal peroksil (ROO•), radikal peroksinitrit (O=NOO•-), radikal oksida nitrit (NO•), oksigen singlet (O•), radikal hipoklorid (ClO4-), peroksida nitrit (Percival, 1998). Diantara ROS yang telah disebutkan, yang paling reaktif adalah radikal hidroksil (Halliwell and Gutteridge, 1999).


(23)

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh manusia dan dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu fungsinya (Kumalaningsih, 2007). Antioksidan merupakan first line dalam pertahanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas karena berfungsi menstabilkan atau mendeaktivasi radikal bebas sebelum menyerang sel (Percival, 1998).

Ketapang merupakan tanaman pelindung yang biasa ditanam di daerah pantai sebagai peneduh, memperindah pantai dan produsen edible nuts (kacang-kacangan), karena bijinya dapat dimakan. Banyak tumbuh didaerah tropis dan subtropis. Mudah beradaptasi dengan tanah tempat tumbuh dan kadar garam, cepat tumbuh dan perawatannya minimal sehingga mudah dibudidayakan (Thomson, 2006). Ketapang merupakan tanaman yang memiliki kandungan fenolik, yaitu tanin dan flavonoid. Buahnya digunakan untuk obat sakit kepala,

leprosy (lepra), rematik, mual saat perjalanan, laksantia (pencahar) (Anonim, 2006a). Daun tanaman ketapang memiliki kegunaan sebagai antikanker dan antioksidan sebaik sifat anticlastogenic (pencegah pemutusan ikatan) (Anonim, 2006b). Dalam beberapa penelitian buah ketapang mempunyai efek sebagai anti HIV, anti asmathik, anti katarak, antidiabetik, xanthin oxidase inhibitor, aldose reductase inhibitor. Kombinasi dari daun dan batang tanaman ketapang memiliki aktivitas antikanker-antioksidan (Nagappa, Thakurdesai, Venkat Rao, Singh, 2006). Kemungkinan dalam buah ketapang memiliki aktivitas yang sama atau mirip dengan daun yang merupakan bagian tanaman ketapang yang lain.


(24)

Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi atau suatu gula. Oleh karena itu, umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, etil asetat, dimetilsulfoksida, dimetilformamid, dan air (Markham, 1988). Aktivitas antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Beberapa tahun belakangan ini diteliti kemampuan flavonoid sebagai antioksidan untuk merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai antiradikal bebas (Giorgio, 2000).

Etil asetat merupakan pelarut yang paling baik untuk aglikon flavonoid dan dianjurkan untuk digunakan dalam proses pemurnian (Robinson, 1995). Glikosida dan beberapa aglikon flavonoid larut dalam etil asetat (Mabry, Markham, and Thomas, 1970). Aktivitas antioksidan daun ketapang dalam fraksi etil asetat lebih tinggi dibandingkan pentana atau diklorometana (Chyau, Tsai, Ko, and Mau, 2002). Dalam penelitian tentang antioksidan herba ketul (Bidens pilosa

L.), didapatkan fraksi etil asetat memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang paling tinggi dibandingkan rutin, fraksi klorofom dan ekstrak metanoliknya (Nusarini, 2007; Wiyatsih, 2007).

Metode pengujian yang dipilih adalah metode deoksiribosa. Metode ini menggunakan deoksiribosa sebagai model biomolekul dari gula DNA yang terdapat dalam tubuh sehingga secara tidak langsung memberikan gambaran reaksi radikal hidroksil dalam tubuh. Selain itu, metode ini relatif sederhana dan mudah. Adanya aktivitas penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil asetat buah ketapang diketahui dengan persen scavenging yang diperoleh dari selisih


(25)

absorbansi larutan kontrol (tanpa sampel) dan larutan dengan sampel dibagi absorbansi kontrol dikalikan 100%. Nilai aktivitas penangkapan radikal hidroksil dapat dinyatakan dalam aktivitas penangkapan efektif 50% radikal hidroksil atau

effective scavenging 50% (ES50). Semakin kecil nilai ES50 maka sampel tersebut mempunyai nilai keefektifan sebagai penangkap radikal hidroksil (sebagai antioksidan) yang lebih baik

B. Permasalahan

1. Apakah fraksi etil asetat buah ketapang mempunyai aktivitas antioksidan melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa? 2. Berapa besar kadar flavonoid total fraksi etil asetat buah ketapang?

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi penelitian lebih lanjut maupun masyarakat luas mengenai potensi buah ketapang sebagai antioksidan alami.

2. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi, khususnya tentang penggunaan metode deoksiribosa dalam menguji aktivitas antioksidan.


(26)

D. Keaslian Penelitian

Penelitian terhadap buah ketapang sejauh ini belum banyak dilakukan terutama penelitian terhadap kadar flavonoid total serta uji aktivitas antioksidan dengan metode deoksiribosa. Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah aktivitas antidiabetes buah ketapang (Nagappa, et.al, 2006)

E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat buah ketapang melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa.


(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Ketapang 1. Nama tanaman

Nama latin : Terminalia catappa L. Sinonim : Phytolacca javanica Osbeck.

Terminalia mauritiana Blanco.

Terminalia moluccana Lamk.

Terminalia procera Roxb. (Thomson and Evans, 2006) Nama daerah: Sumatera: beowa, kilaulu, geutapang, ketapang, hatapang, katapang, lahapang, katafa, ketapas, ketapieng. Jawa: katapang, ketapang. Nusatenggara: katapang, klihi. Sulawesi: tarisei, salrise, talisei, kanaunggang, katapang, atapang, lisa. Maluku: wewa, wew, sadina, sarina, saliha, sertalo, kayane, sirisa, sarisa, sarisalo, lisa, tasi, klis, klais, kris, ngusu, id. Irian: ruge (Anonim, 1989).

Common Name: Tropical Almond, India Almond, Umbrella Tree, Badam Amandier De Cayenne, Wild Almond, Hulu Kwang, Sea Almond, Bengal Almond,

Singapore Almond, Malabar Almond, Tropical Almond, Alite, ‘Autara’a, ‘Aua,

‘Auari’iroa, Kamani Haole, Kamani‘ula, False Kamani, Kauariki, Kaukauariki,

Taraire, Ma’i’i, Koa’i’i, Ta’ie, Natapoa, Talie, Talise, Tavola, Tivi, Telie.

(Anonim, 2006a; Gilman and Watson, 2006; Thomson and Evans, 2006).


(28)

2. Sistematika tanaman

Klasifikasi tanaman ketapang dalam sistematika tumbuhan. Regnum : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Familia : Combretaceae Genus : Terminalia

Species : Terminalia catappa L.

(http://www.naturia.per.sg/buloh/plants/sea_almond.htm) 3. Kandungan kimia

Daun mengandung beberapa flavonoid (seperti kaemferol dan kuersetin), beberapa tanin (seperti punicalin, punicalagin, atau tercatin), saponin, dan fitosterol (Anonim, 2006b).

Buah mengandung cyanidin-3-glucoside, corilagin, ellagic-acid, asam galat, pentosa, brevifolin-carboxyclic-acid eugenic acid, flavonoid, tanin, dan β -karoten (Nagappa et al., 2006).

4. Kegunaan dan khasiat a. Daun

Daun mengandung senyawa untuk mencegah kanker dan antioksidan sebaik sifat anticlastogenic (Anonim, 2006b). Sebagai obat rematik, anti-inflamasi, mengatasi masalah mata, luka baru, mencegah pendarahan setelah cabut gigi, daun yang sudah gugur dan berwarna merah digunakan untuk


(29)

mengobati penyakit hati (hepatitis), daun muda sebagai pencahar, obat penyakit kulit (dermatitis), scabies (Anonim, 2006a; Lin, Hsu, Lin, and Hsu, 2001).

b. Buah

Buahnya digunakan untuk obat sakit kepala, leprosy (lepra), mual saat perjalanan, laksantia (pencahar), rematik dan dapat juga dikonsumsi langsung (Anonim, 2006a). Dalam beberapa penelitian buah ketapang mempunyai efek sebagai anti HIV, anti asmathik, anti katarak, antidiabetik, Xanthin oxidase inhibitor, aldose reductase inhibitor, berpotensi untuk treatment DB (Nagappa

et al., 2006). c. Batang

Batangnya digunakan untuk obat mulut dan tenggorokan, sakit perut dan diare, demam, disentri (Anonim, 2006a).

d. Kombinasi

Daun dan batang telah dilaporkan mempunyai aktivitas sebagai antikanker-antioksidan, anti-HIV reverse transcriptase, hepatoprotektif, antiinflamasi, hepatitis dan aphrodisiac (Nagappa et al., 2006). Buah, batang dan daun untuk mengobati disentri (Asia Tenggara), rematik (Indonesia, India). Buah dan batang untuk mengobati batuk (Samoa) dan asma (Mexico).

(http://www.naturia.per.sg/buloh/plants/sea_almond.htm B. Flavonoid

1. Kerangka dasar dan pengertian flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang strukturnya merupakan turunan dari inti aromatik flavon atau 2-fenilbenzopiren. Golongan flavonoid


(30)

dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya, kerangka karbon terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi) disambungkan dengan rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).

C

C C

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid (Robinson, 1995)

Aktivitas antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas, mereka membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik. Dengan demikian fase propagasi yang meliputi reaksi radikal berantai dapat dihambat (Cuvelier, Richards, and Besset, 1991).

2. Penyebaran flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau, kecuali untuk golongan algae. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit, kayu, tepung sari, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan (Harborne, 1987).

Penyebaran flavonoid pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu Angiospermae (Markham, 1988). Penyebaran flavonoid sebagai salah satu senyawa aktif tumbuhan sering diakibatkan oleh lingkungan tempat tumbuh yang berbeda, karena pertumbuhan suatu tumbuhan sering diakibatkan oleh lingkungan


(31)

tempat tumbuh yang berbeda, karena pertumbuhan suatu tanaman dipengaruhi oleh tinggi tempat, keadaan tanah dan cuaca. Senyawa ini dalam jaringan tumbuhan lazimnya ditemukan sebagai campuran dari berbagai turunannya dan jarang ditemukan sebagai senyawa tunggal (Harborne, 1987).

Flavonoid dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid, mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Karena alasan itu maka dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih baik ekstrak tumbuhan dihidrolisis terlebih dahulu untuk mendapatkan bentuk flavonoid sebagai aglikon sebelum memperhatikan kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak asal (Harborne, 1987). 3. Penggolongan dan sifat flavonoid

Penggolongan flavonoid berdasarkan pada substituen cincin heterosiklik yang mengandung oksigen dan perbedaan distribusi gugus hidroksil pada atom C3. Perbedaan di bagian atom C3 menentukan sifat, khasiat dan golongan flavonoid, yaitu flavon, flavanon, flavonol, flavanolnol, isoflavon, auron, dan khalkon (Markham, 1988).

Flavonoid merupakan fitokimia tumbuhan yang tidak dapat disintesis oleh manusia. Senyawa ini mempunyai efek positif terhadap kesehatan manusia. Flavonoid sering merupakan senyawa pereduksi yang baik, karena menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzimatis maupun non enzimatis. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksil dan superoksida, dan dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995).


(32)

OH O Khalkon O O Flavanon O O OH Dihidroflavonol O O OH O O OH O Flavone flavon-3-ol OH Anthocyanidin O O Isoflavon O Neoflavon O OH flavan-3-ol O 8 7 6 5 4 3 6' 5' 4' 3' 2' A C B Flavonoid

Gambar 2. Kerangka tipe-tipe flavonoid (Bors, Michel, and Stettmainer, 2005)

4. Penyarian flavonoid

Penyarian flavonoid dari dalam simplisia tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar, semi polar, maupun non polar sesuai dengan


(33)

kelarutan flavonoid yang diekstraksi. Kelarutan flavonoid berbeda-beda sesuai golongan dan substitusinya (Robinson, 1995). Pelarut yang kurang polar digunakan untuk mengekstraksi aglikon flavonoid, sedangkan pelarut yang lebih polar digunakan untuk glikosida flavonoid atau antosianin. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi atau suatu gula. Oleh karena itu, umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, etil asetat, dimetilsulfoksida, dimetilformamid, dan air (Markham, 1988).

Penyarian flavonoid dari tumbuhan didasarkan polaritas kandungan yang akan disari dan asal bahan (dari mana substansi tersebut berasal). Flavonoid yang berasal dari vakuola sel umumnya bersifat hidrofilik sehingga penyarian dapat dilakukan dengan air atau pelarut-pelarut alkoholik. Jika flavonoid terdapat pada kloroplas, pelarut yang dipergunakan untuk penyarian adalah pelarut-pelarut non polar sebelum dilakukan penyarian dengan alkohol. Bahan segar dapat diekstraksi dengan alkohol 96%. Bahan kering dan berkayu dapat menggunakan campuran alkohol dengan air, hal ini disesuaikan glikosida flavonoidnya (Harborne, 1987). 5. Deteksi dan identifikasi flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan senyawa fenolik, oleh karena itu dapat memberikan reaksi dengan pereaksi untuk fenol antara lain membentuk warna khas dengan besi (III) klorida (FeCl3), aluminium klorida (AlCl3), larutan asam sulfanilat terdiasotasi, sitroborat, vanilin HCl dan senyawa asam sulfat pekat (Harborne, 1987). Flavonoid dapat dideteksi dengan ammonia, jika tidak bercampur dengan pigmen lain. Timbulnya warna ini disebabkan oleh


(34)

pembentukan garam dan struktur kuinoid pada cincin B. Reaksi ini memberi warna spesifik untuk masing-masing golongan. Flavon dan flavonol akan memberikan warna kuning, antosian berwarna lembayung biru. Flavanon tidak berwarna namun akan menjadi merah bila dipanaskan. Flavanolol akan berwarna coklat hingga jingga, dan adanya khalkon atau auron akan menimbulkan warna merah mendadak dalam suasana asam (Robinson, 1995).

Tabel I. Warna bercak beberapa flavonoid setelah disemprot dengan pereaksi besi (III) klorida (Mabry, Markham, and Thomas, 1970)

Tipe Flavonoid Warna Bercak

Naringenin Hesperitin

Merah-violet Eriodictiol

Dihidrokuersetin

Biru-violet Dihidrofisetin

Dihidrorobinetin

Abu-abu dan biru tua Deodarin (Dihidroflavonol) Ungu intensif

Dihidrokhalkon Merah

Flavanon Hijau-coklat

Flavonoid akan membentuk kompleks jika direaksikan dengan pereaksi sitroborat atau dengan pereaksi aluminium klorida. Kompleks yang terbentuk berwarna kuning (Mabry, et.al., 1970).

O

O

OH O

OH

O

O

O

- H2O

O

O

Gambar 3. Pembentukan struktur kuinoid flavonoid karena uap ammonia (Robinson, 1995)


(35)

O O HO OH OH O O HO O O Al Cl

AlCl

3 HCl encer O O OH HO OH OH O O O HO O O Al Al Cl Cl Cl O O O HO OH OH Al Cl Cl AlCl3 HCl encer

5 - OH - Flavon

Berwarna kuning O O HO OH OH O O HO O O Al Cl O O HO OH OH AlCl3 HCl encer Berwarna kuning OH O O Al Al Cl Cl Flavonolol

Gambar 4. Reaksi pembentukan kompleks flavonoid (flavon, 5-OH flavon, flavonol) dengan pereaksi AlCl3


(36)

Warna Bercak Dengan Sinar UV

Jenis Flavonoid yang mungkin Sinar UV tanpa

NH3 Sinar UV dengan NH3

Lembayung Gelap

Kuning, hijau-kuning atau hijau

a. Biasanya 5-OH flavon atau dihidroflavon (tersulih pada 3-H dan mempunyai 4’-OH) b. Kadang-kadang 5-OH flavonon dan

4’-OH khalkon tanpa 4’-OH pada cincin B

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna

a. Biasanya flavon atau flavonol tersulih pada 3-O mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas

b.beberapa 6- tatau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH

c. Isoflavon, dihidroflavonol, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5-OH

d. Khalkon yang mengandung 2’- dan atau 6’-OH tetapi tidak mengandung 2- atau 4-OH bebas

Biru muda Beberapa 5-OH flavanon

Merah atau jingga Khalkon yang mengandung 2- dan atau 4-OH bebas

Fluorosensi biru muda

Fluorosensi hijau-kuning atau kuning-biru

a. Flavon dan flavanon yang tak mengandung 5-OH, misal 5-OH glikosid b. Flavonol tanpa 5-OH bebnas tetapi

tersulih pada 3-OH Perubahan warna sedikit

atau tanpa perubahan warna

Isoflavon yang mengandung 5-OH bebas Fluorosensi biru muda Isoflavon yang mengandung 5-OH bebas Tak Nampak Fluorosensi biru muda Isoflavon tanpa 5-OH bebas

Kuning redup dan

kuning, atau fluorosensi jinga

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna

Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan mempunyai atau tak mempunyai 5-OH bebas (kadang-kadang berasal dari dihidroflavon)

Fluorosensi kuning Merah atau jingga Auron yang mengandung 4’-OH bebas dan beberapa 2- atau 4-OH khalkon

Hijau-Kuning,

Hijau-biru, atau hijau

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan warna

a. Auron yang tak mengandung 4’-OH bebas dan flavanon tanpa 5-OH bebas b.Flavonol yang mengandung 2-OH bebas

dan disertai atau tanpa 5-OH bebas Merah jingga redup

atau merah senduduk Biru

Antosianidin 3,5-diglikosid Merah jambu atau

fluorosensi kuning Biru


(37)

6. Kegunaan flavonoid

Flavonoid dalam tanaman bertindak sebagai tabir surya alami, melindungi terhadap kerusakan sinar ultraviolet, karena berada pada permukaan atau sel epidermis daun hijau (Bors et al., 2007). Cuvelier et al. (2005) menyatakan bahwa ketika flavonoid bereaksi dengan radikal bebas, akan terbentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik. Dengan demikian fase propagasi yang meliputi reaksi berantai radikal dihambat. Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Selanjutnya, Hudson (dalam Achmad, 1990) menyatakan bahwa aktivitas tersebut ditentukan oleh gugus –OH ganda (gugus fenolik), terutama dengan gugus C=O pada posisi C-3 dengan gugus –OH pada posisi C-2 atau pada posisi C-5. Sistem gugus fungsi demikian memungkinkan terbentuknya kompleks dengan logam.

Flavonoid merupakan senyawa penangkap radikal superoksida yang kuat dan dapat bereaksi dengan radikal peroksi menyebabkan terminasi reaksi berantai pada autooksidasi lemak tak jenuh ganda. Selain itu dapat berfungsi sebagai penangkap radikal –OH yang merupakan radikal bebas yang reaktif (Buhler and Miranda, 2007).

C. Antioksidan 1. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan), sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak


(38)

jaringan. Radikal bebas yang terbentuk cenderung untuk mengadakan reaksi berantai yang bila terjadi dalam tubuh dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang serius. Senyawa radikal tersebut timbul akibat berbagai proses kimia kompleks dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas; metabolisme sel, 90% ROS digunakan sel untuk transpor elektron oleh mitokondria; peradangan, terjadi fagositosis oleh sel darah putih, karena mekanisme terbunuhnya virus dan bakteri serta denaturasi protein asing (antigen); metabolisme xenobiotik (zat asing yang berasal dari luar tubuh, seperti obat, toksikan); atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan (Percival, 1998).

Tabel III. Beberapa macam ROS dan antioksidan yang menetralkan (Percival, 1998)

ROS Neutrazilizing Antioxidants

Radikal Hidroksil Vitamin C, gluthatione, flavonoid, liopic acid Radikal Superoksid Vitamin C, gluthatione, flavonoid, SOD

Peroksida Hidrogen Vitamin C, gluthatione, flavonoid, beta karoten, vitamin E, lipoic acid

Peroksida Lipid Vitamin E, beta karoten, ubiquinone, flavonoid, gluthatione peroxidase

Radikal bebas dan oksidan mempunyai sifat yang mirip. Aktivitas kedua senyawa ini sering menimbulkan akibat yang sama meskipun melalui proses yang berbeda. Oksidan merupakan senyawa penerima elektron (elektron acceptor), yaitu senyawa-senyawa yang dapat menarik elektron (Syahbana dan Bahalwan, 2002).


(39)

2. Definisi dan aktivitas antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksidasi yang diperantarai oleh oksigen. Oksidasi memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit. Hal tersebut disebabkan senyawa antioksidan dapat mencegah pengaruh buruk yang disebabkan oleh senyawa-senyawa radikal bebas. (Percival, 1998).

Menurut Halliwel dan Auroma (1993) antioksidan memiliki aktivitas dengan cara sebagai berikut.

(a).Menurunkan konsentrasi oksigen,

(b).mencegah inisisasi rantai pertama dengan menangkap radikal penyerang yang pertama kali dalam reaksi seperti radikal hidroksil,

(c).mengikat ion logam dalam bentuk yang tidak akan menurunkan spesies penginisiasi seperti radikal hidroksil dan tidak medekomposisi peroksida lipid menjadi radikal peroksi atau alkoksi,

(d).mendekomposisi peroksida dengan mengubah menjadi produk non radikal seperti alkohol, dan

(e).memecah rantai pada radikal intermediet seperti radikal peroksi dan alkoksi yang ditangkap untuk mencegah abstraksi hidrogen selanjutnya. 3. Penggolongan antioksidan

Manusia mempunyai sistem antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas. Sistem antioksidan ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok enzimatik dan non-enzimatik. Antioksidan enzimatik terdiri dari


(40)

non-enzimatik terdiri dari vitamin E, A, provitamin A (beta karoten), dan vitamin C. Antioksidan enzimatik secara alamiah dihasilkan oleh tubuh sedangkan antioksidan non-enzimatik diperoleh dari luar tubuh (Fouad, 2005). Antioksidan sintetik seperti BHA (butyl hydroxy anisol), PG (propil galat), TBHQ (tert-butyl hydroquinone) dapat meningkatkan karsinogenisitas. Sebagai contoh BHA, merupakan inhibitor lipid peroksidasi yang poten, tetapi ketika dikonsumsi berlebihan menyebabkan kanker, karena terjadi kerusakan oksidatif pada DNA sehingga memicu terjadinya mutasi. Hal ini menyebabkan penelitian eksplorasi antioksidan yang berasal dari bahan alami seperti buah, sayuran dan tanaman mengalami peningkatan (Amarowicz, Naczk, dan Fereiodon, 2000).

Sistem pertahanan internal tubuh terhadap radikal bebas adalah antioksidan. Dari asal terbentuknya antioksidan dapat dibedakan menjadi dua yaitu intraseluler dan ekstrasesuler. Dari sini antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan sebagai berikut.

a. Antioksidan primer, yaitu antioksidan yang dapat menghalangi pembentukan radikal bebas baru dan mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh golongan ini adalah enzim SOD (Superoksid Dismutase), Glutation Peroksidase, protein pengikat metal seperti ferritin dan ceruroplasmin.

b. Antioksidan sekunder atau penangkap radikal (radical scavenger) adalah antioksidan yang menekan terjadinya reaksi rantai baik pada awal pembentukan rantai maupun pada fase propagasi. Kelompok ini termasuk


(41)

antioksidan ekstraseluler yang kebanyakan berasal dari makanan seperti vitamin E, vitamin C, β-karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin.

c. Antioksidan tersier adalah antioksidan yang memperbaiki kerusakan-kerusakan sel dan jaringan karena radikal bebas. Contoh: enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel yaitu metionin sulfoksidan reduktase yang berguna untuk mencegah penyakit kanker (Niki et al.cit Ariyanto, 2006)

Menurut Percival (1998), proteksi antioksidan dapat berasal dari dalam maupun luar tubuh dimana secara sinergis dan interaktif menetralkan radikal bebas. Yang termasuk didalamnya antara lain:

a. nutrient-derived antioxidant biasa disebut dietary antioxidant, misalnya asam askorbat (vitamin C), tokoferol (vitamin E) dan tokotrienol, karotenoid, dan komponen lain yang membunyai bobot molekul rendah seperti glutation dan

lipoic acid (thiol dan biothiol). Vitamin C berfungsi dalam menetralkan ROS dalam fase air sebelum reaksi peroksidasi awal. Vitamin E berfungsi dalam memutus reaksi berantai karena melindungi membran asam lemak dari peroksidasi lipid. β-karoten dan karotenoid lain berfungsi untuk memberikan proteksi antioksidan pada jaringan yang kaya lipid;

b. antioxidant enzymes, seperti superoksid dismutase, gluthation peroksidase, gluthation reductase, lipoic acid (thiol dan biothiol) yang mengkatalis reaksi pemadaman (quenching) radikal bebas. Merupakan pertahanan endogen yang membantu melindungi kerusakan sel dari radikal bebas. Aktivitas katalitiknya akan meningkat jika ada mikronutrient seperti selenium, besi, tembaga, zinc dan mangaan yang berfungsi sebagai kofaktor;


(42)

c. metal binding protein, seperti ferritin, laktoferin, albumin, ceruroplasmin yang mengikat besi, tembaga dan logam pro-oksidan, yang berfungsi mengkatalisis reaksi oksidasi;

d. beberapa phytonutrient antioksidan dalam berbagai makanan seperti senyawa fenolik, flavonoid.

Gambar 6. Stuktur kimia beberapa antioksidan sintetik Gambar 5. Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan

C H2

CH3

C

H C (CH2)3 H

C (CH2)3 HC (CH2)3 O

O

CH3

CH3 CH3

H C CH3 CH3 Vitamin K O O CH3 (CH2 OCH3 OCH3 C

H C CH2)nH CH3

Ubikuinon

CH3

CH3

O

CH3 O R

CH3

OH

R = CH2(CH2CH2CHCH2)2CH2CH(CH3)2 tokoferil-quinon

(Pokorni, Yanishilieva, and Gordon,2001)

OH OH

OCH3

OH

OH

COOC3H2

OH

HO OH

4-metoksi-2-tert-butil fenol

(2-BHA) 2,6-di-tert-butil-p-hidroksitoluen(BHT)


(43)

4. Metode pengujian daya antioksidan

Terdapat beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan metode kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas. Metode ini dapat untuk memisahkan campuran antioksidan yang kompleks sekalipun. Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu :

(a).senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida, ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);

(b).senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo, magnesium sulfat, aldehid aromatik-anisaldehid, vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam kondisi basa);

(c).radikal bebas stabil yang menerima radikal hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil);

(d).senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi yang berwarna (palladium klorida dan pentadium klorida) (Davidek, 1997).

Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara spektrofotometri. Beberapa uji kuantitatif untuk mengetahui aktivitas suatu antioksidan antara lain:

(1). pengujian panangkapan radikal (radical scavenging test),

dilakukan dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik dalam pelarut organik polar seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Radikal


(44)

sintetik yang sering digunakan adalah DPPH (2,2’- difenil-1-pikril hidrazil) dan ABTS (2,2’-azinobis (3-etil benzotiazolin-asam sulfonat)). Dasarnya adalah kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal DPPH. DPPH memberikan warna violet pada panjang gelombang 517 nm. Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. Reaksi yang terjadi

DPPH• + AH Æ DPPH-H + A• DPPH• + R Æ DPPH-R

(1).pengujian amtivitas antioksidan dengan system linoleat tiosianat,

dasar : pengukuran intensitas warna kompleks feritiosianat yang terbentuk dari reaksi ion feri dengan amonium tiosianat. Ion feri terbentuk dari oksidasi ion fero oleh peroksida ysng berasal dari oksidasi asam linoleat. Kompleks feritiosianat yang berwarna merah diukur absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Semakin tinggi absorbansinya (warna merah yang terbentuk semakin pekat) menunjukkan semakin banyak peroksida yang teerbentuk. Dengan adanya senyawa yang berperan sebagai antioksidan intensitas warna ynag terbentuk semakin rendah.

(2).pengujian dengan asam thiobarbiturat,

dasar uji ini adalah reaksi malondialdehid dengan asam thiobarbiturat menghasilkan kromogen merah muda yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm. Malondialdehid terbentuk dari asam lemak bebas tidak jenuh dengan paling sedikit mempunyai tiga ikatan


(45)

rangkap. Adanya senyawa yang bersifat antioksidan akan menghambat terbentuknya malondialdehid dari asam lemak bebas tidak jenuh.

(3).pengujian dengan sistem β-karoten-linoleat

pengujian ini dilakukan dengan mengamati kecepatan pemucatan warna β -karoten. Karotenoid dapat meredam oksigen yang reaktif menghasilkan oksigen yang lebih stabil. Energi dari oksigen tersebut dipindahkan ke senyawa karotenoid. Energi tersebut dilepaskan melalui interaksi rotasional dan vibrasional antara karotenoid dengan pelarut untuk mengembalikan karotenoid ke ground state. Reaksi yang terjadi:

O2 reaktif + karotenoid Æ O2 stabil + karotenoid* karotenoid* Æ karotenoid + energi termal

D. Deoksiribosa

Deoksiribosa (2-deoksi-D-ribosa) merupakan gula yang mempunyai lima atom karbon yang merupakan turunan dari suatu gula pentosa, yaitu ribose. Gula ini merupakan bagian dari DNA.

Gambar 7. Struktur deoksiribosa

HO

O

H H

H OH

H

OH

H

Beberapa produk degradasi deoksiribosa, saat dipanaskan pada pH rendah terdekomposisi menjadi malondialdehid (MDA), yang dapat terdeteksi dengan penambahan asam thiobarbiturat (TBA) menghasilkan kromogen MDA-TBA


(46)

yang berwarna merah muda. Pembentukan MDA dari deoksiribosa menjadi dasar uji penangkapan radikal hidroksil (Halliwel dan Gutteridge, 1999).

Proses degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil terjadi melalui beberapa tahap. Tahap-tahap ini terjadi pada saat campuran reaksi yang terdiri dari pereaksi Fenton (FeCl3, EDTA, H2O2, vitamin C) dan deoksiribosa diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Tahap-tahap reaksi tersebut adalah reaksi pembentukan radikal hidroksil dari reaksi fenton dan degradasi deoksiribosa oleh radikal hidroksil (Halliwel dan Gutteridge, 1999).

Tahap I. Reaksi pembentukan radikal hidroksil. Radikal hidroksil dihasilkan melalui reaksi Fenton. Dalam reaksi Fenton, vitamin C berfungsi sebagai reduktor yang mempercepat proses reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Fe2+ akan bereaksi dengan H2O2 dan menghasilkan radikal hidroksil. Penambahan suatu ligan (EDTA) pada besi dapat meningkatkan konstante kecepatan reaksi antara Fe2+ dengan H2O2.

Tahap II. Degradasi Deoksiribosa. Radikal hidroksil akan menyerang deoksiribosa dan mendegradasinya menjadi fragmen-fragmen. Semua posisi pada struktur gula deoksiribosa memungkinkan untuk diserang oleh radikal hidroksil membentuk radilkal deoksiribosa melalui reaksi abstraksi hidrogen yang dengan adanya O2 akan diubah secara cepat menjadi radikal gula peroksil. Selanjutnya terjadi serangkaian reaksi yaitu disproporsionasi, penataan ulang, eliminasi air, dan pemecahan ikatan C-C menghasilkan produk karbonil yang bervariasi. Konstante kecepatan reaksi orde dua dari reaksi antara radikal hidroksil dengan gula deoksiribosa pada pH 7,4 adalah 3,1 x 109 M-1s-1. Beberapa produk


(47)

degradasi deoksiribosa, saat dipanaskan pada pH rendah akan terdekomposisi menjadi MDA (Halliwell dan Gutteridge, 1999). Adanya MDA dapat dideteksi dengan mereaksikan campuran tersebut dengan TBA dalam suasana asam. Molekul MDA dengan TBA membentuk kromogen berwarna merah muda yamg absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm. Reaksi kopling ini terjadi antara dua molekul MDA dan satu molekul TBA (Halliwell, Gutteridge, and Auroma, 1987).

E. Metode Penyarian

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik penyariannya. Menurut Anonim (1995) serbuk harus dapat melewati ayakan 20. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak selalu demikian karena penyarian masih tergantung juga pada sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan. Cara penyarian dapat dibedakan menjadi: infundasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan (Anonim, 1986).

1. Infundasi

Merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Sari yang dihasilkan tidak stabil dan mudah tercemari oleh kapang dan kuman. Oleh karena itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.


(48)

Infundasi dibuat dengan cara menyari simplisia dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit (Anonim, 1986).

2. Maserasi

Cara maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengnan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari sehingga cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel mengakibatkan pendesakan larutan terpekat dari dalam sel ke luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Dapat dilakukan modifikasi terhadap teknik maserasi, misalnya teknik remaserasi. Pada teknik ini, cairan dibagi menjadi dua kemudian seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua (Anonim, 1986).

3. Perkolasi

Merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Cairan penyari akan mengalir dari atas ke bawah melalui serbuk kemudian cairan akan melarutkan zat aktif di dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi dibasahi terlebih dahulu dengan cairan penyari kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam alat perkolasi (perkolator) sambil tiap kali ditekan. Serbuk kemudian ditutup dengan kertas saring dan cairan penyari dialirkan hingga di atas permukaan serbuk masih terdapat lapisan cairan penyari.


(49)

Setelah 24 jam, keran dibuka dan diatur hingga kecepatan tetesannya adalah 1 ml permenit. Akhir proses perkolasi ditentukan dengan pemeriksaan zat secara kualitatif pada perkolat terakhir (Anonim, 1986).

4. Penyarian berkesinambungan

Proses ini merupakan gabungan antara proses untuk menghasilkan ekstrak cair dan proses penguapan. Alat yang digunakan misalnya soxhlet. Pada penyarian ini, cairan penyari dipanaskan hingga mendidih, kemudian uap penyari akan naik ke atas kemudian akan menggembun karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun akan turun melalui serbuk simplisia sambil melarutkan zat aktif serbuk simplisia (Anonim, 1986).

Cairan pelarut yang baik adalah pelarut yang dapat melarutkan zat aktif dari ekstrak dengan demikian ekstrak bebas dari senyawa lain yang tidak diinginkan. Faktor pertimbangan dalam pemilihan penyari adalah selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan dan aman (Anonim, 2000). Menurut Anonim (1986) kriteria cairan penyari yang baik adalah murah dan mudah didapat, stabil secara fisika dan kimia, netral, tidak mudah menguap atau terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan.

Pelarut yang diperbolekan sesuai peraturan yang berlaku adalah air, etanol dan campuran etanol air, metanol (dan yang segolongan), kloroform, eter, heksan, aseton (Anonim, 2000). Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap, glikosida kurkumin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak,


(50)

malam, tanin, dan saponin hanya sedikit larut dalam etanol. Campuran etanol dan air dapat digunakan untuk meningkatkan penyarian (Anonim, 1986).

Separasi dan pemurnian bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki seoptimal mungkin tanpa mempengaruhi kandungan senyawa yang diinginkan, sehingga diperoleh ekstrak yang murni. Proses dari tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan yang tidak saling campur (ekstraksi), sentrifugasi, dekantasi dan filtrasi (Anonim, 2000).

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Dalam praktek digunakan untuk memisahkan senyawa organik dari larutan air atau suspensi. Metode ini paling sering digunakan untuk proses pemisahan. Alat yang digunakan tidak khusus dan rumit. Jika tidak dinyatakan lain alat yang digunakan untuk pemisahan adalah corong pisah (Khopkar, 1990).

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan suatu metode yang sering digunakan untuk memisahkan dan mendeteksi suatu campuran senyawa berdasarkan proses fisika-kimia. Salah satu sistem kromatografi yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis yang merupakan pemisahan pada lapisan tipis dengan suatu penyangga. Lapisan yang memisahkan terdiri atas partikel-partikel- sebagai fase diam yang ditempatkan pada penyangga yang berupa lempeng gelas, logam, pelat polimer atau lapisan lain yang cocok. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan


(51)

bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum. Lapisan ini berfungsi sebagai permukaan padat yang menyerap (Grittter, Bobbit, and Schwarting, 1991).

Kromatografi lapis tipis adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana dan mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan KLT adalah sampel yang digunakan sedikit, diperoleh pemisahan senyawa yang amat berbeda (seperti senyawa organik alam, senyawa organik sintetik, komplek anorganik-organik dan bahkan ion anorganik), waktu yang dibutuhkan singkat, serta jumlah pelarut yang digunakan sangat sedikit. KLT dapat digunakan untuk dua tujuan. Pertama, untuk hasil kuantitatif, kualitatif dan preparatif. Kedua, digunakan untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Grittter et al., 1991).

Dalam KLT, pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan adsorpsi atau partisi solut antara fase diam dengan fase gerak yang terjadi secara kompetitif. Kemampuan fase diam mengadsorpsi sangat bergantung pada topografi gugus aktif yang terdapat pada masing-masing komponen. Senyawa yang terikat kuat pada fase diam akan dielusi paling lama dan mempunyai nilai Rf (Retention factor) yang kecil, sedangkan senyawa yang tidak terikat kuat pada fase diam akan terelusi lebih dahulu dan mempunyai nilai Rf yang besar. Bercak yang mempunyai nilai Rf sama kemungkinan merupakan senyawa yang sama. Bilangan Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan fase pengembang (Markham, 1988).

Hasil elusi sampel oleh fase gerak menghasilkan bercak yang dapat diamati dan digunakan untuk analisis senyawa. Akan tetapi, terkadang bercak


(52)

yang dihasilkan pada lempeng fase diam masih sulit untuk dideteksi. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menambahkan pereaksi yang mampu memperjelas bercak, sehingga memudahkan dalam pendeteksian. Senyawa-senyawa yang sering digunakan untuk pereaksi pendeteksi dalam KLT antara lain amonia, AlCl3, FeCl3, sitroborat, dan berbagai pereaksi lain yang cukup banyak macamnya (Mabry et al., 1970).

KLT Densitometri

Merupakan metode penetapan kadar suatu senyawa dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang bersangkutan, yang terlebih dahulu dipisahkan dengan cara KLT.

Untuk menetapkan kadar suatu senyawa dengan KLT densitometri, ada dua cara. Pertama, penotolan dilakukan bersamaan antara senyawa baku dan senyawa yang bersangkutan, kemudian dielusi. Kadar senyawa bersangkutan ditentukan dengan membandingkan harga AUC (Area Under Curve) senyawa dengan baku. Cara kedua yaitu dengan membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC (Wardani, 2003). Kurva baku diperoleh dengan membuat totolan zat baku pada lempeng KLT dengan bermacam-macam konsentrasi. Bercak yang diperoleh dicari nilai AUCnya, dari kurva baku diperoleh persamaan Y= bX + a. Dimana Y adalah AUC dan X adalah banyaknya zat yang ditotolkan (Supardjan, 1987).

Alat TLC scanner memiliki sumber sinar yang dapat digerakkan di atas bercak-bercak pada lempeng KLT atau lempeng KLT dapat digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal dari sumber sinar. Teknik pengukurannya dapat


(53)

didasarkan atas sinar yang diserap (absorbansi), sinar yang dipantulkan (reflaktansi), atau sinar yang difluoresensikan. Sinar yang datang sebagian besar diserap atau dipantulkan. Banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan jumlah zat pada bercak yang terkena sinar (Wardani, 2003).

G. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri visibel adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang 380-780 nm. Spektrofotometri UV-Vis lebih banyak digunakan untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif karena melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis (Mulja dan Suharman, 1995).

Bila cahaya jatuh pada suatu senyawa, maka sebagian dari cahaya tersebut akan diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap senyawa memiliki tingkat energi yang spesifik. Bila cahaya yang mengenai senyawa memiliki energi yang sama dengan perbedaan energi antara keadaan tingkat dasar dan energi keadaan tereksitasi, maka elektron-elektron pada keadaan dasar akan dieksitasi ke tingkat energi eksitasi dan sebagian energi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang ini diserap. Frekuensi yang diserap setiap senyawa sangat spesifik karena perbedaan energi antara tingkat dasar dan tingkat eksitasi setiap senyawa juga spesifik (Sastrohamidjojo, 2001).

Interaksi antara senyawa yang mempunyai gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah UV-Vis (200-800 nm) akan menghasilkan transisi elektromagnetik dan spectra absorbansi elektromagnetik. Jumlah radiasi


(54)

elektromagnetik yang diserap akan sebanding dengan jumlah molekul penyerapnya, sehingga spectra absorbansi dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Panjang gelombang cahaya UV-Vis lebih pendek daripada panjang gelombang radiasi inframerah. Spectrum visibel atau tampak mempunyai absorbansi antara 400-800 nm, sedangkan spectrum UV mempunyai absorbansi antara 100-400 nm. Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi (Fessenden dan Fessenden, 1995).

Bila suatu molekul senyawa organik menyerap sinar UV atau tampak, maka di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan (transisi elektron) dari berbagai jenis tingkat energi orbital dari molekul tersebut (Sastrohamidjojo, 2001). Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya (foton) dan atom/molekul. Proses absorbsi cahaya UV-Vis berkaitan dengan promosi elektron dari satu orbital molekul dengan tingkat energi elektronik tertentu ke orbital lain dengan tingkat energi elektronik yang lebih tinggi.

Secara umum, ada tiga macam distribusi elektron dalam suatu senyawa organik yaitu orbital pi (π), sigma (σ) dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila radiasi elektromagnetik mengenai molekul, maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron antibonding (Mulja dan Suharman, 1995).


(55)

σ* ( a n t i- bon din g)

π* ( a n t i- bon din g)

n ( n on - bon din g)

σ ( bon din g)

π ( bon din g)

e n e r gi

Gambar 8. Tingkat energi elektronik

Macam-macam transisi elektron yang terjadi adalah sebagai berikut.

a. Transisi σ → σ*. Transisi jenis ini terjadi pada orbital ikatan sigma. Energi yang dibutuhkan untuk transisi ini sangat besar, sesuai dengan sinar yang mempunyai frekuensi pada daerah ultraviolet vakum (<180 nm).

b. Transisi n → σ*. Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (ikatan n). energi yang diperlukan untuk transisi ini lebih kecil dari transisi σ→σ*, sehingga sinar yang diserap memiliki panjang gelombang lebih besar dari 200 nm. Pengaruh pelarut pada transisi jenis ini adalah pergesaran puncak absorbansi pada panjang gelombang yang lebih pendek dalam pelarut yang lebih polar. Pergesaran ini disebut pergesaran biru atau hipsochromic shift.

c. Transisi n → π* dan π → π*. Untuk memungkinkan terjadinya jenis transisi ini, maka molekul organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital ikatan π yang diperlukan. Jenis transisi ini merupakan jenis yang paling sesuai untuk


(56)

analisis karena memiliki absorbansi pada 200-700 nm dan panjang gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada spektofotometer(Sastrohamidjojo, 2001).

Secara sederhana, komponen-komponen spektrofotometer berkas ganda dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Sumber radiasi

Sumber radiasi yang ideal untuk pengukuran serapan harus menghasilkan spektrum kontinyu dengan intensitas yang seragam pada keseluruhan kisaran panjang gelombang. Sumber radiasi cahaya tampak biasanya menggunakan lampu filament tungsten yang menghasilkan suatu sumber yang berpijar yang memancarkan radiasi terlihat pada daerah cahaya tampak pada panjang gelombang 400-700 nm. Sumber radiasi ultraviolet banyak menggunakan lampu hidrogen dan lampu deuterium, kedua lampu ini menghasilkan radiasi kontinu pada daerah panjang gelombang 180-350 nm (Sastrohamidjojo, 2001).

b. Monokromator

Ada dua alat untuk mengubah radiasi yang polikromatik menjadi monokromatik yaitu penyaring dan monokromator. Penyaring dibuat dari benda khusus yang hanya meneruskan radiasi pada daerah panjang gelombang tertentu dan menyerap radiasi dari panjang gelombang yang lain. Monokromator merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi panjang gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang tersebut menjadi jalur yang sangat sempit (Sastrohamidjojo, 2001).


(57)

c. Tempat cuplikan

Tempat cuplikan biasa disebut sel atau kuvet. Untuk daerah ultraviolet biasanya menggunakan Quartz atau kuvet dari silica yang dilebur (Sastrohamidjojo, 2001), sedangkan untuk daerah cahaya tampak biasanya menggunkan Quartz atau gelas silikat (Skoog, Holler, and Nieman, 1998).

d. Detektor

Fungsi detektor adalah untuk mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik. Persyaratan-persyaratan penting untuk detektor adalah sensitivitas tinggi, waktu respon pendek, stabilitas panjang dan sinyal elektronik yang mudah diperjelas. Detektor yang digunakan dalam ultraviolet disebut detektor fotolistrik (Sastrohamidjojo, 2001).

Analisis spektrofotometer UV-Vis melibatkan pembacaan absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen. Hubungan antara intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap oleh sistem (I0) dengan intensitas radiasi yang ditransmisikan (It) dapat dijelaskan dengan hukum Lambert-Beer, sebagai berikut :

Dengan T = persen transmitan; I0 = intensitas radiasi yang datang; It = intensitas radiasi yang diteruskan; ε = daya serap molar (L.mol-1.cm-1); c = konsentrasi (mol/L); b = panjang sel (cm); A = serapan.

c b

Io

It

T

=

=

10

−ε. .

c b T A=log1 =ε. .


(58)

Jika konsentrasi (c) dalam mol/L dan panjang sel dalam cm, persamaannya menjadi

A = ε.b.c

Jika konsentrasi (c) dalam g/L, persamaannya menjdi A = a.b.c

Jika a adalah daya serap, hubungan dengan daya serap molar ditunjukkan dengan persamaan

ε = a.M

Dimana M adalah bobot molekul.

(Silverstein, 1991) Daya serap (L/g/cm) adalah absorbansi dari 1 g/L larutan dalam sel dengan panjang 1 cm. Serapan jenis (A 1%, 1 cm) adalah serapan dari larutan 1 % zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm. Harga serapan jenis pada panjang gelombang tertentu dalam suatu pelarut merupakan sifat dari zat terlarut (Anonim, 1995). Hubungannya dengan daya serap ditunjukkan dengan persamaan

wt mol cm

A

a= = ε

10 ) 1 %, 1 (

(Clarke, 1986)

Kromofor merupakan group kovalen yang tidak jenuh (unsaturated) yang bertanggung jawab atas serapan elektron, contoh: C=C, C=O, NO2. auksokrom adalah saturated group yang mempunyai elektron bebas, ketika tertarik oleh kromofor, panjang gelombang dan intensitas serapan dapat berubah, contoh: -OH, -Cl, NH2. Pergeseran batokromik adalah pergeseran serapan ke panjang


(59)

gelombang yang lebih panjang karena penggantian (substitusi) atau efek pelarut (pergeseran merah). Pergeseran hipokromik adalah pergeseran serapan ke apnjang gelombang yang lebih pendek karena penggantian (substitusi) atau efek pelarut (pergeseran biru). Efek hipokromik adalah peningkatan intensitas serapan. Efek hipokromik adalah penurunan intensitas serapan (Silverstein, 1991).

H. Keterangan Empirik

Antioksidan sintetik seperti BHA, PG, TBHQ dapat meningkatkan karsinogenisitas. Sebagai contoh BHA, merupakan inhibitor lipid peroksidasi yang poten, tetapi ketika dikonsumsi berlebihan menyebabkan kanker, karena terjadi kerusakan oksidatif pada DNA sehingga memicu terjadinya mutasi. Hal ini menyebabkan penelitian eksplorasi antioksidan yang berasal dari bahan alami seperti buah, sayuran dan tanaman mengalami peningkatan.

Secara umum, aktivitas flavonoid sebagai antioksidan disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik pada strukturnya. Gugus ini berperan besar dalam mendonorkan atom hidrogennya ketika diserang oleh radikal hidroksil, flavonoid-flavonoid tersebut akan membentuk radikal bebas baru yang lebih stabil yaitu radikal fenoksil (FIO•) dan molekul air yang stabil. Radikal fenoksil tersebut akan mengalami efek resonansi pada cincin aromatiknya, hal inilah yang menyebabkan radikal fenoksil lebih stabil daripada radikal hidroksil.

Etil asetat merupakan pelarut yang paling baik untuk aglikon flavonoid dan dianjurkan untuk digunakan dalam proses pemurnian. Glikosida dan beberapa aglikon flavonoid larut dalam etil asetat. Aktivitas antioksidan daun ketapang dalam fraksi etil asetat lebih tinggi dibandingkan pentana atau diklorometana.


(60)

Diharapkan buah juga memiliki aktivitas yang sama dengan daun yang merupakan bagian tanaman ketapang.

Gula deoksiribosa merupakan substrat yang ditargetkan akan diserang oleh radikal hidroksil dalam metode deoksiribosa. Jika ada suatu senyawa yang dapat berperan sebagai antioksidan dan mempunyai kemampuan untuk menangkap radikal hidroksil (seperti flavonoid) dimasukkan ke dalam sistem, maka produk degradasi deoksiribosa (MDA) akan berkurang. Hal ini dikarenakan senyawa tersebut akan menangkap sebagian radikal hidroksil dalam sistem. Penurunan intensitas warna dan absorbansi yang terjadi menunjukkan berkurangnya kromogen MDA-TBA yang terbentuk. Aktivitas penangkapan radikal hidroksil dinyatakan % scavenging dan nilai aktivitas penangkapan efektif 50% radikal hidroksil atau effective scavenging 50% (ES50).

Flavonoid dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan senyawa pengompleks AlCl3. Sehingga flavonoid yang terdapat dalam fraksi etil asetat dapat ditetapkan kadarnya dengan metode pengompleksan warna menggunakan AlCl3.

I. KETERANGAN EMPIRIS YANG DIHARAPKAN

Fraksi etil asetat buah ketapang mempunyai aktivitas antioksidan melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa yang dapat dijadikan sebagai sumber baru senyawa antioksidan alami. Kandungan senyawa flavonoid buah ketapang mempengaruhi aktivitasnya sebagai antioksidan


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental karena ada subjek uji yang dikenakan perlakuan.

B. Variabel - Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang direncanakan untuk diteliti pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi fraksi etil asetat buah ketapang.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung adalah pusat persoalan yang merupakan kriteria dari penelitian ini. Variabel tergantung dari penilitian ini adalah aktivitas antioksidan buah ketapang, dilihat dari persen scavenging.

3. Variabel pengacau

Variabel pengacau adalah variabel yang secara teoritis diketahui memiliki pengaruh terhadap hasil dan tidak dikehendaki. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah tempat tumbuh tanaman, waktu pemanenan, umur buah yang dipanen, cara panen, cara pengeringan dan pembuatan simplisia, jumlah (g) simplisia yang digunakan, suhu dan waktu inkubasi larutan uji. Variabel pengacau tak terkendali adalah cahaya matahari, cuaca/musim, curah hujan.


(62)

C. Definisi Operasional 1. Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan adalah uji untuk menentukan ada tidaknya senyawa antioksidan dalam buah ketapang dan seberapa besar kemampuan buah ketapang dalam menangkap radikal hidroksil, sehingga didapatkan nilai penangkapan efektif (effective scavenging) radikal hidroksil sebesar 50% (ES50) yang menggambarkan kekuatan antioksidan buah ketapang.

2. Fraksi etil asetat

Fraksi etil asetat adalah hasil dari fraksinasi ekstrak etanol buah ketapang dengan menggunakan etil asetat.

3. Kandungan senyawa flavonoid total

Kandungan senyawa flavonoid total adalah jumlah keseluruhan senyawa polifenol yang mempunyai kerangka karbon dengan dua gugus C6 disambungkan oleh rantai alifatik 3 karbon yang diperoleh dari perbandingan antara besarnya resapan yang terbaca pada spektrofotometer visibel dengan berat cuplikan, dinyatakan sebagai gram ekivalen kuersetin dalam setiap 100 gram berat kering ekstrak (g Ekivalen Kuersetin/100 g).

4. Buah ketapang

Buah ketapang adalah buah dari tanaman ketapang yang berbentuk oval (seperti almond), berwarna hijau, panjangnya 3,5-7 cm dan lebar 2-5,5 cm, yang memiliki eksokarpium berupa kulit buah yang berwarna hijau, mesokarpium berupa serat-serat yang tersusun menjadi serabut yang tebal, berwarna kuning gading, endokarpium berupa lapisan keras (seperti batok kelapa) yang melindungi


(63)

biji yang terdapat di dalamnya, berwarna coklat, dan yang paling dalam adalah biji yang berwarna putih

D. Bahan Penelitian

Bahan uji yang digunakan adalah: buah ketapang yang diambil dari Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan kualitas p.a.(E.Merck): dinatrium hidrogen fosfat, kalium dihidrogen fosfat, asam thiobarbiturat, asam trikloro asetat, ferri klorida heksahidrat, etilendiamintetraasetat garam dinatrium dihidrat, hidrogen peroksida (Larutan 30% H2O2), L (+) asam askorbat (vitamin C), etil asetat, natrium nitrit, aluminium klorida, natrium hidroksida, selulosa. Bahan-bahan kualitas p.a.(Sigma): 2-deoksi-D-ribosa, kuersetin. Bahan-bahan farmasetis : etanol 96% (CV. General Labora) dan aquades.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer Lamda 20), pH meter (Metrohm), Vacuum rotary evaporator

(Buchi rotavapor), waterbath (Labo-tech, Heraeus), hot plate, neraca analitik (scaltec SBC 22, BP 160P), oven, vorteks (Janke & Kunkel), mikropipet 10-100

μL dan 100-1000μL (Acura 825), mikropipet 0,5-5,0 mL (Socorex), tabung reaksi

bertutup (Schott-Germany), alat ultrasonic (Retsch tipe T 460 No.V935922013 EY) alat-alat untuk KLT dan alat-alat gelas (Pyrex-Germany dan Iwaki).


(64)

F. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman ketapang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi USD menurut buku Flora of Java (Backer and Bakhuizen van den Brink, 1965).

2. Pengumpulan bahan

Buah ketapang diperoleh dari fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada bulan Mei 2007. Buah yang digunakan adalah buah yang masih muda. Dikumpulkan pagi hari, pukul enam pagi.

3. Pembuatan ekstrak etanol buah ketapang

Ekstrak etanol disari dengan menggunakan cara perkolasi. Sebanyak 150 g serbuk buah ketapang yang telah dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan dengan derajat halus 8/24, direndam dalam cairan penyari yaitu etanol 70% (campuran etanol air (7:3)) dan didiamkan selama 24 jam dalam bejana tertutup. Massa serbuk dan cairan penyari kemudian dimasukkan ke dalam perkolator. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan tetesan 1 mL tiap menit. Perkolat yang didapat ditampung, kemudian ampas diberi cairan penyari kembali sampai perkolat yang keluar sudah jernih. Perkolat yang didapat dipekatkan dengan vaccum rotaevaporator (rotavapor). Proses dilakukan sampai seluruh etanol diperkirakan telah menguap. Ekstrak yang didapat, dikumpulkan dan diuapkan di atas waterbath dengan suhu maksimum 50oC hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang didapat, ditimbang untuk didapatkan rendemen dan disimpan dalam eksikator.


(65)

4. Pembuatan fraksi etil asetat buah ketapang

Ekstrak kental yang didapat dilarutkan dalam 100 mL air panas. Larutan ekstrak didinginkan kemudian dimasukkan dalam corong pisah. Ditambahkan etil asetat sebanyak 100 mL, kemudian digojog selama 15 menit dan didiamkan 5 menit. Ekstraksi dilakukan selama 9 kali (berdasarkan optimasi). Didapatkan fraksi air dan fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat dipekatkan dengan rotavapor. Proses dilakukan sampai seluruh etil asetat diperkirakan telah menguap. Fraksi yang didapat, dikumpulkan dan diuapkan di atas waterbath dengan suhu maksimum 50oC hingga diperoleh fraksi kental. Fraksi kental yang didapat, ditimbang untuk mendapatkan rendemen dan disimpan dalam eksikator.

5. Uji kualitatif kandungan flavonoid dengan metode KLT

Disiapkan larutan fraksi etil asetat buah ketapang. Sebanyak 10 µL larutan tersebut ditotolkan pada lempeng selulosa dengan rutin (konsentrasi 0,05%) sebagai pembanding. Lempeng KLT tersebut dielusi dengan fase gerak N-butanol-Asam Asetat-Air (BAA) dengan perbandingan 4:1:5. Setelah dielusi bercak diamati pada cahaya tampak, UV 365 nm, dan UV 254 nm. Deteksi dengan uap amonia dan pereaksi semprot FeCl3 dilakukan untuk memperjelas bercak. Bercak juga diamati pada cahaya tampak, UV 365nm, dan UV 254 nm. 6. Pembuatan buffer fosfat

Buffer fosfat dibuat dengan bantuan pH meter a. Pembuatan dinatrium hidrogen fosfat 20 mM

Timbang saksama 1,42 g Na2HPO4 dan larutkan dalam akuades hingga 500,0mL.


(66)

b. Pembuatan kalium dihidrogen fosfat 20mM

Timbang saksama 0,68g KH2PO4 dan larutkan dalam akuades hingga 250,0mL. Larutan KH2PO4 ditambahkan secara bertetes-tetes pada larutan Na2HPO4 hingga tercapai pH 7,4.

7. Pembuatan pereaksi a. Larutan FeCl3 1 mM

Sebanyak lebih kurang 13,52 mg FeCl3.6H2O ditimbang saksama dan dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 10,0 mL. Dari larutan tersebut diambil sebanyak 2,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan harus selalu dibuat baru.

b. Larutan EDTA 1 mM

Sebanyak lebih kurang 18,61 mg Na2EDTA.2H2O ditimbang saksama dan dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 10,0 mL. Dari larutan tersebut diambil sebanyak 2,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga tanda.

c. Larutan vitamin C 1mM

Sebanyak lebih kurang 17,61 mg vitamin C ditimbang saksama dan dilarutkan dengan akuades dalam labu ukur 10,0 mL. Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1,0 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan harus selalu dibuat baru.


(1)

(2)

Lampiran 10. Sertifikat analisis deoksiribosa

2-Deoxy-D-ribose, cell culture tested

Pr odu ct N a m e

Pr odu ct N u m be r D5899

Pr odu ct Br a n d Sigma

CAS N u m b e r 533-67-5

M ole cu la r For m u la C5H10O4

M ole cu la r W e igh t 134.13

St or a ge Te m p 2-8°C

TEST SPECI FI CATI ON LOT 0 8 4 K0 9 7 1 RESULTS

APPEARAN CE WHITE TO OFF-WHITE POWDER OFF-WHITE POWDER CLEAR TO SLIGHTLY HAZY

COLORLESS TO LIGHT YELLOW SOLUTION AT 100MG/ML IN WATER

CLEAR FAINT YELLOW

SOLU BI LI TY

-54 TO -58 DEG (C = 1 IN WATER AT 20DEGC)

SPECI FI C ROTATI ON -57 DEG

PURI TY BY GAS

CH ROM ATOGRAPH Y NLT 99% 99%

CELL CULTURE TEST PASS PASS

QC RELEASE D ATE AUGUST 2004


(3)

Lampiran 11. Sertifikat analisis rutin

Rutin hydrate,

≥95% (HPLC), powder

Pr odu ct N a m e

Pr odu ct N u m be r R5143

Pr odu ct Br a n d Sigma

CAS N u m b e r 207671-50-9

M ole cu la r For m u la C27H30O16 · xH2O

M ole cu la r W e igh t 610.52 (anhydrous basis)

TEST SPECI FI CATI ON LOT 0 7 3 K0 0 9 9 RESULTS

APPEARAN CE YELLOW-GREEN POWDER CONFORMS

CLEAR TO SLIGHTLY HAZY YELLOW TO BROWN SOLUTION AT 50MG/ML IN PYRIDINE

SOLU BI LI TY CLEAR BRIGHT YELLOW

LOSS ON D RYI N G 5.5 TO 9.0% 6.6%

EMM = 21.8 TO 22.8 AT LAMBDA MAX 256 TO 258NM IN

METHANOL

EMM = 22.5 AT LAMBDA MAX 257NM

UV - V I S SPECTRUM *

PURI TY BY H PLC MINIMUM 95% 97%

* DRY BASIS


(4)

Lampiran 12. Sertifikat analisis kuersetin

Quercetin dihydrate,

≥98% (HPLC), powder

Pr odu ct N a m e

Pr odu ct N u m be r Q0125

Pr odu ct Br a n d Sigma

CAS N u m b e r 6151-25-3

M ole cu la r For m u la C15H10O7 · 2H2O

M ole cu la r W e igh t 338.27

TEST SPECI FI CATI ON LOT 0 1 5 K1 2 2 5 RESULTS

YELLOW TO YELLOW WITH A GREEN TO BROWN CAST POWDER

APPEARAN CE YELLOW POWDER

DARK RED SOLUTION AT 200 MG PLUS 4 ML OF 1 M SODIUM HYDROXIDE

SOLU BI LI TY CONFORMS

PURI TY BY H PLC NOT LESS THAN 98% 99%

QC RELEASE D ATE JANUARY 2005

PROD U CT CROSS REFEREN CE I N FORM ATI ON

REPLACEMENT FOR ALDRICH #171964


(5)

Lampiran 12. Asam urat sebagai antioksidan

Sebagai chain breaking antioxidant, akan bereaksi dengan radikal peroksil ROO• , dan merupakan donor elektron.


(6)

Biografi Penulis

Penulis skripsi berjudul Uji Aktivitas Antioksidan dan Penentuan Kandungan Senyawa Flavonoid Total Fraksi Etil Asetat Buah Ketapang (Terminalia cattapa L.) bernama lengkap Yovita Dwi Arini. Dilahirkan pada tanggal 2 Februari 1985, di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara pasangan MC. Putut Supriyanto H.S dan Herce Olga Rondonuwu.

Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1989 - 1991 di TK Katolik Santa Maria, Rembang. Tahun 1991-1997 di SDK Santa Maria Rembang. Pada Tahun 1997-2000 melanjutkan di SLTPN 2 Rembang. Tahun 2000-2003 merantau ke kota Surakarta dan menempuh pendidikan di SMU Regina Pacis ”Ursulin” Solo. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Univevrsitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan antara lain : PSF Veronica sebagai penyanyi alto; Apotek Music ’04 sebagai sie. Publikasi dan Dokumentasi; Panitia Pelepasan Wisuda bulan November ’04 sebagai sie. Penerima Tamu; Panitia Bakti Sosial 5 Fakultas di Paingan; Panitia Ziarah 6 Fakultas tahun 2004 (Koordinator sie. konsumsi) dan 2005 (Bendahara); Herba Garden Team, pernah menjabat menjadi ketua pada tahun 2005; Pharmacy Performance ’05 sebagai Koordinator sie. Keamanan; TITRASI ’05 sebagai bendahara. Menjabat pengurus BEMF 2004-2005 sebagai bendahara 2 dan pada periode 2005-2006 menjabat sebagai bendahara 1. Pernah juga menjadi Panitia Misa Raya Mahasiswa se Jogja tahun 2004 sebagai sie. Dekorasi. Menjadi Asisten praktikum Botani Dasar, praktikum Farmakologi dan praktikum Analisis Sediaan Obat Tradisional selama menjalani masa perkuliahan.